• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pelanggaran Prinsip Kesantunan, Maksim Kedermawanan

BAB I PENDAHULUAN

4.2. Pelanggaran Prinsip Kesantunan

4.2.2. Pelanggaran Prinsip Kesantunan, Maksim Kedermawanan

Setiap percakapan berisi ide-ide pemikiran dari Pn-nya sehingga cenderung melebih-lebihkan kepentingan dirinya (Pn). Namun dalam prinsip kesantunan diatur agar peran diri sendiri sekecil-kecilnya, hal inilah yang disebut mematuhi maksim kedermawanan. Jika sebaliknya maka melanggar maksim kedermawanan. Maksim ini menegaskan untuk membuat keuntungan diri sendiri sekecil-kecilnya dan membuat kerugian diri sendiri sebesar-besarnya. Dari hasil analisis data, ditemukan 5 wacana dialog yang melanggar prinsip kesantunan, maksim kedermawanan.

Berikut ditampilkan 2 wacana dialog (9), (10) sebagai sampel.

(9) Konteks : Di dalam kereta yang menuju bunderan Grève, tembakau milik petugas pelaksana pengadilan (l’huissier) jatuh pada saat ditawarkan kepada tokoh Aku.

Nrt-17 : En ce moment sa tabatière, qu’il me tendait, a rencontré le grillage qui nous séparait. Un cahot a fait qu’elle l’a heurté assez violemment et est tombée tout ouverte sous les pieds du gendarme.

L’huissier : – Maudit grillage ! S’est écrié l’huissier. Nrt-18 : Il s’est tourné vers moi.

– Eh bien ! Ne suis-je pas malheureux ? Tout mon tabac est

perdu !

Aku : – Je perds plus que vous, ai-je répondu en souriant.

Nrt-19 : Il a essayé de ramasser son tabac, en grommelant entre ses dents :

L’huissier : – Plus que moi ! Cela est facile à dire. Pas de tabac jusqu’à

Paris ! C’est terrible !

(28/LDJC/77-78) Nrt-17 : Pada saat itu, kotak tembakau yang ia sodorkan kepadaku membentur jeruji yang memisahkan kami. Sebuah guncangan telah menyebabkannya membentur jeruji dengan cukup keras sehingga kotak itu jatuh terbuka di lantai, di dekat kaki si prajurit.

L’huissier : – Teralis sialan ! teriak pelaksana keputusan hukuman itu. Nrt-18 : Ia berpaling kepadaku.

– Lihat ! Apakah aku tidak menderita ? Aku kehilangan semua tembakauku !

Aku : – Aku kehilangan lebih dari Anda, jawabku sambil tersenyum.

Nrt-19 : Ia mencoba memunguti tembakaunya sambil mendesis menggerutu :

L’huissier : – Lebih dariku ! Bicara, mudah ! Tanpa tembakau

sampai Paris ! Benar-benar menjengkelkan !

L’huissier menyampaikan amarahnya kepada tokoh Aku karena tembakaunya telah jatuh pada saat mau ditawarkan kepada tokoh Aku. Tindakan l’huissier tersebut memaksimalkan keuntungan bagi diri sendiri sehingga

melanggar prinsip kesantunan, maksim kedermawanan. Jatuhnya tembakau l’huissier adalah akibat dari kesalahan l’huissier sendiri yang tidak memegang tembakaunya dengan kuat namun dia (l’huissier) menyalahkan tokoh Aku. Hal itu berarti l’huissier juga meminimalkan kerugian bagi diri sendiri. Maka l’huissier melanggar submaksim (membuat keuntungan diri sendiri sekecil-kecilnya) pertama dan submaksim (membuat kerugian diri sendiri sebesar-besarnya) kedua prinsip kesantunan, maksim kedermawanan.

L’huissier seharusnya tidak harus mengungkapkan kekesalannya kepada tokoh Aku akbat tembakaunya yang jatuh, justru dia harus minta maaf kepada tokoh Aku karena tidak jadi menawarkan tembakau. Dengan demikian, tuturan l’huissier bisa diganti dengan semisal tuturan (9a) berikut.

(9a) Excuxez-moi, monsieur, je ne donnerrais pas encore mon tabac. ‘Maafkan saya Tuan, saya belum jadi memberi tembakauku.’

Tuturan (9a) di atas lebih terasa sopan. Tokoh Aku-pun akan menanggapi dengan halus pula ketika l’huissier membuka pembicaraan dengan bahasa yang sopan.

Di sisi lain, tokoh Aku terpancing amarahnya karema l’huissier telah menyalahkan dirinya sebagai penyebab jatuhnya tembakau l’huissier. Tokoh Aku menganggap hilangnya tembakau tidak sebanding dengan dirinya (Aku) yang akan kehilangan nyawa. Tindakan tokoh Aku tersebut juga melanggar prinsip kesantunan, yakni maksim kedermawanan karena tokoh Aku memaksimalkan keuntungan bagi diri sendiri, yang menganggap dirinya orang yang akan paling kehilangan, yakni kehilangan nyawanya.

Tokoh Aku seharusnya bisa ikut bersimpati dengan jatuhnya tembakau milik l’huissier. Tokoh Aku bisa mengungkapkan kesimpatiannya, semisal dengan tuturan (8b) berikut.

(9a) N’inquiétez pas, Monsieur, il est seulement un tabac. ‘Jangan khawatir Tuan, itu hanyalah tembakau.’

Tuturan l’huissier yang melanggar prinsip kesantunan, maksim kedermawanan itu memiliki fungsi sebagai sumber implikatur percakapan. Hal itu terjadi karena inferensi atas pelanggaran submaksim itu menghasilkan simpulan bahwa tuturan itu mengandung implikatur percakapan. Adapun implikatur percakapan yang dikandung tuturan yang melanggar maksim kedermawanan itu adalah menyatakan kekecewaan, yaitu kekecewaan karena tembakaunya jatuh.

Lain halnya, tuturan Aku mengandung implikasi kegundahan, yaitu kegundahan dirinya yang akan kehilangan nyawa.

Dialog (10) d bawah ini juga mematuhi prinsip kesantunan, maksim kedermawanan.

(10) Konteks : Di ruangan tepat sebelah ruangan direktur pengadilan. Gendarme meminta tolong kepada tokoh Aku agar ketika sudah mati untuk menemuinya (gendarme) memberi nomer undian lewat mimpi.

Nrt-20 : Il a baissé la voix et pris un air mystérieux, ce qui n’allait pas à sa figure idiote.

Gendarme : – Oui, criminel, oui bonheur, oui fortune. Tout cela me

sera venu de vous. Voici. Je suis un pauvre gendarme. Le service est lourd, la paye est légère ; mon cheval est à moi et me ruine. Or, je mets à la loterie pour contre- balancer. Il faut bien avoir une industrie. Jusqu’ici il ne m’a manqué pour gagner que d’avoir de bons numéros. J’en cherche partout de sûrs ; je tombe toujours à côté. Je mets le 76 ; il sort le 77. J’ai beau les nourrir, ils ne

viennent pas… – Un peu de patience, s’il vous plaît ; je suis à la fin. - Or, voici une belle occasion pour moi. Il paraît, pardon, criminel, que vous passez aujourd’hui. Il est certain que les morts qu’on fait périr comme cela voient la loterie d’avance. Promettez-moi de venir demain soir, qu’est-ce que cela vous fait ? Me donner trois numéros, trois bons. Hein ? – Je n’ai pas peur des revenants, soyez tranquille. – Voici mon adresse : Caserne Popincourt, escalier A, n° 26, au fond du corridor. Vous me reconnaîtrez bien, n’est-ce pas ? – Venez même ce soir, si cela vous est plus commode.

Nrt-21 : J’aurais dédaigné de lui répondre, à cet imbécile, si une espérance folle ne m’avait traversé l’esprit. Dans la position désespérée où je suis, on croit par moments qu’on briserait une chaîne avec un cheveu.

Aku : Écoute, lui ai-je dit en faisant le comédien autant que le peut faire celui qui va mourir, je puis en effet te rendre

plus riche que le roi, te faire gagner des millions. – À une condition.

Nrt-22 : Il ouvrait des yeux stupides.

Gendarme : – Laquelle ? Laquelle ? Tout pour vous plaire, mon

criminel.

Aku : Au lieu de trois numéros, je t’en promets quatre. Change

d’habits avec moi.

Gendarme : – Si ce n’est que cela ! s’est-il écrié en défaisant les premières agrafes de son uniforme.

Nrt-23 : Je m’étais levé de ma chaise. J’observais tous ses mouvements, mon cœur palpitait. Je voyais déjà les portes s’ouvrir devant l’uniforme de gendarme, et la place, et la rue, et le Palais de Justice derrière moi!

(38/LDJC/94-95)

Nrt-20 : Ia memelankan suaranya dan memasang wajah misterius, yang tidak sesuai dengan mukanya yang tolol.

Gendarme : – Ya, penjahat, ya kebahagian, ya keberuntungan. Semua itu akan datang berkatmu. Begini. Aku ini seorang prajurit melarat. Tugasku berat tapi gajiku

sedikit. Kudaku menjadi tanggunganku dan membuatku bangkrut. Oleh karenanya aku pasang lotere untuk mengimbanginya. Kita kan harus punya penghasilan. Sampai sekarang yang kurang hanyalah memasang noemr yang tepat. Aku mencari ke mana- mana nomor yang sip, tapi selalu meleset. Aku pasang 76, yang keluar 77. Nomor itu kupasangi terus, tapi tidak pernah keluar... – Tolong sabar sebentar, aku segera selesai. - Nah, kini kesempatan yang bagus tiba. Kelihatannya, maaf ya penjahat, hari ini hari terakhir Anda. Orang yang akan dimusnahkan begitu pasti dapat melihat nomor yang akan keluar. Tolong kunjungi aku besok malam ? Apa rugi Anda memberiku tiga nomer ? Tiga nomor yang siip ! Yaa ? – Aku tidak takut hantu, tenang saja. – Ini alamatku : asrama Popincourt, tangga A, no. 26, di ujung. Anda pasti akan mengenaliku, kan ? – Bahkan datanglah malam ini jika itu lebih praktis buat Anda.

Nrt-21 : Sebenarnya aku tidak sudi menjawab orang tolol ini, kalau saja tidak terlintas di benakku satu harapan konyol. Dalam keadaan putus asa sepertiku saat ini, terkadang orang merasa mampu merantaskan rantai dengan seutas rambut. Aku : Dengar, kataku bersandiwara semampu mungkin yang

dilakukan seorang di ambang kematian, memang benar aku bisa membuatmu kaya melebihi raja, membuatmu menang jutaan. – Tapi dengan satu syarat.

Nrt-22 : Ia membelalak tolol.

Gendarme : – Apa ? Apa syaratnya ? Akan kulakukan apa pun untuk menyenangkanmu, wahai penjahatku.

Aku : Tidak hanya empat nomer, akan kuberi kamu empat nomer. Mari bertukar pakaian.

Gendarme : – Kalau hanya itu saja ! serunya sambil melepas kancing- kancing seragamnya.

Nrt-23 : Aku bangkit dari kursiku. Kuperhatikan semua gerakannya, jantungku berdebar. Tampak sudah padaku pintu-pintu terbuka dihadapanku yang mengenakan seragam prajurit, kemudian bunderan, jalan, dan gedung Palais de Justice di belakangku !

Gendarme meminta kepada tokoh Aku untuk memberinya nomer undian lotere ketika sudah mati nanti. Keinginan gendarme tersebut sangat memaksimalkan keuntungan diri sendiri karena kenyataannya tokoh Aku belum mati. Sementara itu, keinginan gendarme baru terjadi ketika tokoh Aku sudah mati. Tuturan gendarme sangat kurang sopan karena dia menyebutkan keinginanya dengan sangat jelas dan terang, bahkan memberikan alamat rumahnya. Hal ini tidak sesuai dengan bunyi maksim kedermawanan yang mengharuskan setiap peserta tindak tutur untuk membuat keuntungan diri sendiri sekecil-kecilnya dan membuat kerugian diri sendiri sebesar-besarnya. Maka dapat dipastikan bahwa gendarme telah melanggar prinsip kesantunan, maksim kedermawanan.

Gendarme yang memiliki keinginan untuk menjadi kaya, seharusnya tidak harus memilih mengadu nasib dengan membeli nomer undian lotere. Dia (gendarme) bisa memilih pekerjaan lain atau fokus bekerja dengan serius sebagai sipir penjara yang kemudian naik pangkat dengan naiknya gaji. Gendarme bisa saja meminta informasi kepada tokoh Aku kalau seandainya punya informasi kerja atau usaha yang menghasilkan uang. Gendarme bisa bertanya, semisal dengan tuturan (9a) berikut.

(10a) Excusez-moi, monsieur, est-ce que vous avez connu un travail?, j’ai besoin d’augmenter mon salary.

‘Permisi Tuan, apakah Anda mengetahui tentang info pekerjaan baru ? saya harus menaikkan pendapatan saya.’

Tuturan (10a) di atas terasa lebih sopan dan efektif karena jikalau l’huissier menggunakan tuturan (10a) tersebut maka dia bisa mendapatkan

informasi kerja baru yang berpeluangan untuk menambah gajji. Selain dari itu, dengan tuturan (8a) tersebut l’huissier tidak harus mengusik batin tokoh Aku yang memang sudah mendapat vonis hukuman mati.

Di sisi lain, tokoh Aku yang menyebutkan akan memberi nomer undian lotere kepada l’huissier dengan syarat bertukar pakaian memaksimalkan keuntungan bagi diri sendiri. Tokoh Aku mencoba untuk menipu l’huissier dengan berpura-pura minta ganti pakaian agar bisa digunakan untuk menyamar agar dapat melarikan diri dari penjara Bicêtre.

Dengan dasar itu, tokoh Aku melanggar prinsip kesantunan, yakni maksim kedermawanan karena tidak membuat keuntungan diri sendiri (Aku) sekecil- kecilnya dan membuat kerugian diri sendiri (Aku) sebesar-besarnya.

Tokoh Aku sebenarnya bisa memberikan nasihat kepada l’huissier untuk serius dalam bekerja atau membuat usaha yang bisa menambah pendapatan l’huissier.

Tuturan l’huissier yang melanggar prinsip kesantunan, maksim kedermawanan itu memiliki fungsi sebagai sumber implikatur percakapan. Hal itu terjadi karena inferensi atas pelanggaran submaksim itu menghasilkan simpulan bahwa tuturan itu mengandung implikatur percakapan. Adapun implikatur percakapan yang dikandung tuturan yang melanggar maksim kedermawanan itu adalah menyatakan harapan, yaitu harapan menjadi orang yang kaya atau berpenghasilan tinggi.

Sama halnya, tuturan Aku juga mengandung implikasi harapan, yaitu harapan agar lolos dari jeratan hukuman mati.

4.2.3. Pelanggaran Prinsip Kesantunan, Maksim Kedermawanan dan Pujian.

Dialog merupakan representasi dari keinginan setiap individu peserta tindak tutur, walaupun setiap peserta tindak tutur memiliki keinginan namun di dalam norma prinsip kesantunan mengharuskan setiap peserta tindak tutur untuk meminimalkan keuntungan diri sendiri. Namun jika tidak bisa mematuhi norma tersebut maka peserta tindak tutur melanggar prinsip kesantnan, maksim kedermawanan.

Sementara itu, jika peserta tindak tutur mengatakan hal-hal yang tidak menyenangkan mengenai orang lain, terutama mengenai Pt, maka peserta tindak tutur tersebut malanggar prinsip kesantunan, maksim pujian. Data yang telah dianalisis, ditemukan 3 dialog yang melanggar prinsip kesantunan, maksim kedermawanan dan pujian. 1 data dialog akan dibahas di bawah ini sebagai sampel.

Berikut wacana (11) sebagai data yang melanggar prinsip kesantunan, maksim kedermawanan dan pujian.

(11) Konteks : Tokoh Aku dikawal petugas pelaksana pengadilan (l’huissier), pastor penjara, dan enam prajurit menuju bunderan Grève dengan menggunakan kereta. Di dalam kereta tersebut, tokoh Aku ikut masuk ke dalam perbincangan antara l’huissier dan pastor.

L’huissier : – Bah ! a repris l’huissier, il est impossible que vous ne

sachiez pas cela. La nouvelle de Paris ! La nouvelle de ce matin !

Nrt-24 : J’ai pris la parole. Aku : – Je crois la savoir.

Nrt-25 : L’huissier m’a regardé.

L’huissier : – Vous ! Vraiment ! En ce cas, qu’en dites-vous ? Aku : – Vous êtes curieux ! Lui ai-je dit.

(24/LDJC/74-75) L’huissier : – Ah ! Lanjut pelaksana hukuman mati itu, tidak mungkin

kalau Anda tidak mengetahuinya. Berita tentang yang terjadi di Paris ! Berita pagi ini !

Nrt-24 : Aku angkat suara : Aku : - Kukira aku tahu.

Nrt-25 : Pelaksana hukuman itu memandangiku.

L’huissier : – Anda ! Benarkah ! Kalau begitu apa pendapat Anda ? Aku : – Anda melit ! Kataku kepadanya.

L’huissier yang memaksa pastor penjara untuk bercerita tentang berita di Paris memaksimalkan keuntungan bagi dirinya sendiri (l’huissier). Melalui tuturanya (Bah ! a repris l’huissier, il est impossible que vous ne sachiez pas

cela. La nouvelle de Paris ! La nouvelle de ce matin !, ‘Ah ! Lanjut pelaksana

hukuman mati itu, tidak mungkin kalau Anda tidak mengetahuinya. Berita tentang yang terjadi di Paris ! Berita pagi ini !,), l’huissier bahkan tidak percaya kalau pastor penjara tidak mengetahui berita tentang paris pada hari itu. Tindakan l’huissier yang memaksakan keinginannya kepada pastor penjara tersebut tidak memaksimalkan kerugian pada diri sendiri. Maka l’huissier melanggar prinsip kesantunan, maksim kedermawanan karena tidak membuat keuntungan diri sendiri sekecil-kecilnya dan tidak membuat kerugian diri sendiri sebesar-besarnya.

L’huissier seharusnya menyampaikan keinginannya dengan bahasa yang lebih santun, semisal tuturan (11a) berikut.

(11a) Excusez-moi, pourriez vous me raconter le nouvelle sur, ce jour. ‘Permisi Tuan, sudilah kiranya (Anda) bercerita berita tentang Paris

hari ini.’

jika l’huissier mengungkapkan keinginannya untuk mengetahui berita tentang Paris dengan menggunakan tuturan (11a) di atas akan terasa lebih sopan.

Adapun tokoh Aku yang mengatakan l’huissier sebagai orang yang melit (memiliki keingintahuan yang tinggi) menyiratkan bahwa tokoh Aku mengecam l’huissier sebagai seorang yang menganggu dirinya maupun pastor penjara. Hal itu dilakukan tokoh Aku karena dia (Aku) merasa terganggu dengan l’huissier yang terlalu memaksakan keinginannya kepada pastor penjara untuk mengetahui berita tentang berita di Paris pada hari itu. Maka tokoh Aku melanggar prinsip kesantunan, maksim pujian karena tidak mengecam orang lain sedikit-dikitnya.

Ketika tokoh Aku sudah mengatakan bahwa dia tahu berita tentang Paris (Je crois la savoir, ’Kukira aku tahu’), seharusnya dia menjawab pertanyaan l’huissier.

Tuturan l’huissier yang melanggar prinsip kesantunan, maksim kedermawanan itu memiliki fungsi sebagai sumber implikatur percakapan. Hal itu terjadi karena inferensi atas pelanggaran submaksim itu menghasilkan simpulan bahwa tuturan itu mengandung implikatur percakapan. Adapun implikatur percakapan yang dikandung tuturan yang melanggar maksim kedermawanan itu adalah menyatakan keingintahuan, yaitu keingintahuan tentang berita baru mengenai Paris.

Sama halnya, tuturan Aku juga mengandung implikasi penolakan, yaitu menolak menjawab pertanyaan l’huissier.

4.2.4. Pelanggaran Prinsip Kesantunan, Maksim Kedermawanan dan Kesimpatian.

Setiap peserta tindak tutur yang sangat mengedepankan kepentingan pribadinya dengan tuturan yang diutarakan dengan langsung kemungkinan besar melanggar prinsip kesantunan. Selain dari itu, setiap peserta tindak tutur yang tidak mampu memahami kesedihan atau bencana yang dialami oleh orang lain kecenderungannya akan melanggar prinsip kesantunan, maksim kesimpatian.

Wacana monolog (12) di bawah ini melanggar prinsip kesantunan, yakni maksim kedermawanan dan kesimpatian.

(12) Konteks : Ketika di balai pengobatan, tokoh Aku mendengar seorang gadis berumur 15 tahun yang sedang bernyanyi tentang ratapan seorang pencuri yang membuat kecewa istrinya. Seketika itu, tokoh Aku terpikir untuk melarikan diri dari penjara Bicêtre untuk bertemu keluarganya (Aku).

Nrt-26: Oh ! Si je m’évadais, comme je courrais à travers champs !

Non, il ne faudrait pas courir. Cela fait regarder et soupçonner. Au contraire, marcher lentement, tête levée, en chantant. Tâcher d’avoir quelque vieux sarrau bleu à dessins rouges. Cela déguise bien. Tous les maraîchers des environs en portent.

Je sais auprès d’Arcueil un fourré d’arbres à côté d’un marais, où, étant au collège, je venais avec mes camarades pêcher des grenouilles tous les jeudis. C’est là que je me cacherais jusqu’au soir. La nuit tombée, je reprendrais ma course. J’irais à Vincennes. Non, la rivière m’empêcherait. J’irais à Arpajon.

Aku (Pn) : – Il aurait mieux valu prendre du côté de Saint-Germain, et

aller au Havre, et m’embarquer pour l’Angleterre. – N’importe ! J’arrive à Longjumeau. Un gendarme passe ; il me demande mon passeport… Je suis perdu !

Aku (Pt) : – Ah ! Malheureux rêveur, brise donc d’abord le mur épais de

trois pieds qui t’emprisonne ! La mort ! La mort !

(15/LDJC/67) Nrt-26: Oh, seandainya aku melarikan diri, betapa aku akan berlari

melintasi ladang-ladang !

Tidak, jangan lari. Itu akan menarik perhatian dan menimbulkan kecurigaan. Sebaliknya, aku akan pelan-pelan, kepala tegak, sambil bernyanyi. Aku harus berusaha mendapat pakaian kerja yang sudah lama dipakai, berwarna biru dengan gambar-gambar merah. Itu merupakan penyamaran yang bagus. Semua petani sayur di sekitar ini memakainya.

Aku tahu bahwa di dekat Arcueil ada segerumbul pohon di dekat pohon di dekat rawa, tempat yang sering kukunjungi saat aku masih sekolah dulu bersama teman-temanku setiap kamis untuk memancing katak. Di sana aku akan bersembunyi hingga petang. Saat malam tiba, aku akan melanjutkan perjalananku. Aku akan menuju Vincennes. Tidak, ada sungai yang menghalang. Aku akan pergi ke Arpajon

Aku (Pn) : – Lebih baik aku mengambil arah Saint-Germain, dan pergi ke Le Havre, dan naik kapal menyeberang ke Inggris. - Tidak penting ! Aku tiba di Longjumeau. Seorang prajurit menanyakan pasportku… Habislah aku !

Aku (Pt) : – Ah ! Pemimpi malang ! Jebol dulu tembok setebal tiga kaki yang mengurungmu ini ! Kematian ! Kematian !

Pn berencana melarikan diri dari penjara dengan mengambil arah Saint- Germain, lalu pergi ke Le Havre, dan naik kapal menyeberang ke Inggris. Pn yang merencanakan melarikan diri dari penjara menunjukkan dia (Pn) mengedepankan kepentingan diri sendiri (Pn). Dengan demikian, kalau rencana Pn untuk melarikan diri dari penjara benar-banar dilakukan maka Pn melanggar prinsip kesantunan, maksim kedermawan karena membuat keuntungan diri sendiri sekecil-kecilnya.

Pn sebaiknya menempuh jalur hukum yang benar ketika ingin bebas dari penjara, semisal dengan mengajukan banding ke tingkat pengadilan tinggi atau mengajukan kasasi ke mahkamah agung. Seandainya Pn ingin bertemu keluarganya tidak harus dengan melarikan diri namun Pn bisa meminta keluarganya untuk menjenguknya di penjara. Pn bisa menggunakan tuturan (89a) di bawah ini untuk mengungkapkan keinginnannya bertemu keluarga.

(12a) Je vais demander la cassation à la cour supreme pour d’être lavé de ce condamné à mort. Alos j’ai liberté d’action à se rencontres mes familles.

‘Saya akan meminta kasasi ke Mahkamah Agung agar bisa bebas dari hukuman matu itu. Maka saya memiliki keleluasaan bergerak untuk bertemu dengan keluargaku.’

Melalui tututuran (12a) di atas, Pn memiliki keleluasaan bergerak untuk bertemu dengan keluarganya melalui jalan yang benar yaitu yang sesuai jalur hukum.

Sementara itu, Pt yang menyarankan kepada Pn untuk menjebol tembok penjara yang setebal tiga kaki merupakan bentuk ketidakpedulian Pt terhadap Pn yang menginginkan bertemu keuarganya (Pn). Bahkan Pt memaksimalkan keantipatiannya dengan tuturan La mort ! La mort !, ‘Kematian ! Kematian !’ kepada Pn. Maka Pt melanggar prinsip kesantunan, yaitu maksim kesimpatian karena tidak mengurangi rasa antipati antara diri sendiri (Pt) dengan pihak lain (Pn) hingga sekecil-kecilnya dan tidak meningkatkan rasa simpati sebanyak- banyaknya antara diri sendiri (Pt) dengan pihak lain (Pn).

Pt seyogyanya memberikan simpati kepada Pn sebagai terpidana mati yang ingin bertemu keluarganya. Bentuk kesimpatian Pt bisa diuangkapkan degan tuturan (12b) berikut.

(12b) Il serait bien que vous le portiez en cassation. Alors vous avez liberté d’action à se rencontres ses familles.

‘Anda lebih baik membawa kasus (vonis hukuman mati) ke tingkat kasasi. Maka anda memiliki keleluasaan bergerak untuk bertemu dengan keluarga anda.’

Ketika Pt memberikan simpati sekaligus saran seperti pada (12b) maka akan membuat Pn memiliki keyakinan dan harapan untuk bebas dari hukuman mati.

Tuturan Pn yang melanggar prinsip kesantunan, yakni maksim kedermawanan itu memiliki fungsi sebagai sumber implikatur percakapan. Hal itu terjadi karena melalui inferensi atas pelanggaran maksim kedermawanan itu

Dokumen terkait