• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pelaporan Pertanggungjawaban Sosial Perusahaan

Dalam dokumen BAB II TINJAUAN PUSTAKA (Halaman 32-36)

2.3.1 Akuntansi Sosial dan Pengungkapan Tanggungjawab Sosial

Akuntansi sosial ekonomi yang merupakan sub-disiplin akuntansi lahir dari adanya perubahan pandangan yang awalnya berorientasi pada stockholder berubah menjadi orientasi terhadap stakeholder. Sub-disiplin akuntansi ini memfokuskan perhatian pada dampak sosial yang ditimbulkan oleh perusahaan terhadap masyarakat, baik dampak sosial yang bersifat positif (menguntungkan) maupun yang bersifat negatif (merugikan).

Harahap (2004:184) menyatakan:

“Ilmu socio economic accounting (SEA) merupakan bidang ilmu akuntansi yang berfungsi dan mencoba mengidentifikasi, mengukur, menilai, melaporkan aspek-aspek social benefit dan social cost yang ditimbulkan oleh lembaga.”

Sedangkan menurut pendapat Balkaoui (2006:349), akuntansi sosial yaitu: “Proses pemilihan variabel-variabel, ukuran dan prosedur pengukuran dari kinerja sosial tingkat perusahaan, yang secara sistimatis mengembangkan informasi yang berguna untuk pengevaluasian kinerja sosial perusahaan dan mengkomunikasikan informasi seperti itu kepada kelompok-kelompok sosial yang berkepentingan, baik dalam maupun luar perusahaan.”

Dari definisi di atas, dapat dikatakan akuntansi sosial ditujukan untuk menilai dampak sosial dan mengukur efektifitas dari kegiatan-kegiatan sosial yang dijalankan,

melaporkan sejauh mana perusahaan dapat memenuhi tanggungjawab sosialnya, serta sistim informasi internal dan ekternal yang memungkinkan penilaian menyeluruh terhadap sumber daya. Perusahaan terkait aktivitas sosialnya dituntut untuk memberikan informasi yang transparan, organisasi yang accountable serta tata kelola perusahaan yang semakin bagus (good corporate governance).

Informasi yang diungkapkan oleh perusahaan dalam laporan tahunan dapat dikelompokan menjadi dua yaitu pengungkapan wajib (mandatory disclosure) dan pengungkapan sukarela (voluntary disclosure). Pengungkapan wajib adalah pengungkapan yang harus dilakukan perusahaan sebagai bentuk intervensi atau campur tangan pemerintah untuk mengatasi adanya potensi kegagalan pasar. Informasi yang wajib diungkapkan dalam laporan tahunan adalah ikhtisar data keuangan penting, analisis dan pembahasan umum oleh manajemen, laporan keuangan yang telah diaudit dan laporan manajemen. Sedangkan pengungkapan sukarela adalah perwujudan dari pengungkapan yang diperluas dan merupakan salah satu kebijakan yang dikeluarkan oleh pihak perusahan itu sendiri dengan mempertimbangkan faktor biaya dan manfaat.

Dalam pengungkapan kinerja sosial perusahaan seringkali dilakukan secara sukarela (voluntary disclosure) oleh perusahaan. Adapun alasan-alasan perusahaan mengungkapkan kinerja sosial secara sukarela antara lain:

1) Internal Decision Making.

Manajemen membutuhkan informasi untuk menentukan efektivitas informasi sosial tertentu dalam mencapai tujuan sosial perusahaan.

2) Product Differentiation.

Manajer perusahaan memiliki insentif untuk membedakan diri dari pesaing yang tidak bertanggungjawab sosial melalui pengungkapan informasi sosial kepada masyarakat. Akuntansi kontemporer tidak memisahkan pencatatan biaya dan manfaat aktivitas sosial perusahaan dalam laporan keuangan, sehingga perusahaan yang tidak peduli sosial terlihat lebih sukses dari pada perusahaan yang peduli.

Perusahaan melakukan pengungkapan untuk menjaga keselarasan sosialnya dengan para stakeholder karena mereka dapat mempengaruhi pendapatan penjualan dan harga saham perusahaan.

Pengungkapan tanggung jawab sosial atau sering disebut sebagai corporate social reporting merupakan proses pengkomunikasian efek sosial dan lingkungan atas tindakan-tindakan ekonomi perusahaan pada kelompok-kelompok tertentu dalam masyarakat dan pada masyarakat secara keseluruhan. Ikatan Akutansi Indonesia (IAI) dalam Pernyataan Standar Akutansi Keuangan (PSAK) Nomor 1 (revisi 2007) paragraph 9 secara implisit menyarankan untuk mengungkapkan tanggungjawab akan masalah sosial, sebagai berikut :

“Perusahaan dapat pula menyajikan laporan tambahan seperti laporan mengenai lingkungan hidup dan laporan nilai tambah (value added statement), khususnya bagi industri dimana faktor-faktor lingkungan hidup memegang peran penting dan bagi industri yang menganggap pegawai sebagai kelompok pengguna laporan yang memegang peranan penting.”

Pernyataan di atas menunjukkan kepedulian akuntansi terhadap masalah-masalah sosial yang merupakan pertanggungjawaban sosial perusahaan meskipun standar peraturan bakunya belum ada. Kecendrungan pengungkapan tanggungjawab sosial oleh perusahaan dilakukan dalam suatu bentuk laporan. Laporan yang dibuat mengacu kepada berbagai standar yang ada dan secara umum disebut corporate social reporting atau terkait dengan pelaporan mengenai aktivitas CSR yang biasa disebut dengan laporan keberlanjutan (sustainability report).

2.3.2 Pelaporan Keberlanjutan (Sustainability Reporting)

Laporan keberlanjutan merupakan alat untuk memenuhi kewajiban perusahaan dalam melaporkan kinerjanya terkait tiga ranah umum, yaitu ranah ekonomi, sosial dan lingkungan. Dengan kata lain, secara keseluruhan laporan tersebut merupakan pengkomunikasian aspek-aspek dalam konsep Triple Bottm Line sebagai perwujudan atas apa yang dinamakan dengan keberlanjutan, yang dijalankan melalui program CSR. Terkait hal ini, ada beberapa isu kunci yang selayaknya hadir dalam sustainability report (Taufik Rahman, 2009:3), diantaranya:

2) Kelengkapan material dan pelaporan secara terbuka mengenai keterbatasan cakupan.

3) Mengaitkan aktivitas pelaporan sebagai bagian dari agenda stakeholder engagement and involvement; menunjukkan pendekatan dan praktik sustainable government and management; mengintegrasikan semua komitmen, pendekatan dan aktivitas pada sustainable development dalam pesan pelaporan.

4) Menujukkan metode verifikasi dan perolehan assurance dari pihak lain. 5) Menggunakan strategi komunikasi yang memadai.

6) Menjelaskan secara detil progres improvement di setiap ranah dan indikator keberlanjutan ekonomi, sosial dan lingkungan.

Acuan informasi pengungkapan laporan CSR yang sekarang mendominasi pada laporan tahunan (annual report) adalah Sustainability Reporting Guidelines (SRG) versi 3.0 yang dikeluarkan oleh Global Reporting Initiative (GRI) yang terdiri dari 79 item dalam enam kelompok indikator kinerja. GRI menekankan perlunya enam prinsip yang diperhatikan dalam membuat pelaporan CSR atau sustainability reporting yang baik (Taufik Rahman, 2009:4), diantaranya:

1) Balance: mencerminkan aspek-aspek yang positif maupun negatif.

2) Comparability: isu dan informasi dipilih dan dilaporkan dengan konsisten hingga dapat dibandingkan antar waktu.

3) Accuracy: informasi harus cukup detail agar bisa dinilai oleh pemangku kepentingan dengan presisi.

4) Timeliness: dilaporkan secara regular, tersedia tepat waktu kepada pemangku kepentingan.

5) Clarity: informasi harus tersedia dalam bentuk yang mudah dipahami dan bisa diakses oleh stakeholder.

6) Reliability: informasi harus dikumpulkan, direkam, dianalisa dan disajikan berdasarkan cara yang dapat dipertanggungjawabkan secara kualitas dan materialitas.

Terkait ISO 26000 dan GRI, keduanya bisa dikatakan sebagai complementary tools. ISO 26000 ditujukan untuk pelaksanaan tanggungjawab sosial oleh perusahaan sebagai standar umum, sedangkan GRI merupakan spesifikasi yang memberikan

detilnya. Singkatnya, GRI menyediakan panduan praktis dalam pengungkapan dan penyusunan laporan CSR sesuai dengan standar yang diutarakan ISO 26000 untuk ditujukan kepada para stakeholder terkait.

Dalam dokumen BAB II TINJAUAN PUSTAKA (Halaman 32-36)

Dokumen terkait