• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pelatihan Tim Inti Pendekatan CLTS

(Community-Led Total Sanitation)

S

MENJADI:

Hygiene change behavior

solidaritas sosial tidak ada BAB di tempat terbuka

Jamban dibangun dengan model lokal Pendekatan kepentingan total desa Pendekatan bottom-up DARI Pendekatan hardware Subsidi

Pendekatan yang meng- utamakan pembangunan jamban (counting latri- ne)

Model jamban ditentukan oleh pihak luar

Pendekatan kepentingan individu

Pelaksanaan proyek yang

            FOTO:RHEIDDA P

Menurut Kamal Kar, ada tiga pilar yang mendasari pendekatan CLTS yakni (i) Changing attitude dan behaviour; perubahan perilaku dan sikap para pengambil keputusan; (ii) Sharing (ber- bagi) antara pemerintah (fasilitator) dan masyarakat; (iii) Penggunaan tools (beru- pa diagram, peta dan lain-lain).

Sedangkan kunci keberhasilan pene- rapan CLTS adalah sikap dan pendekatan fasilitator. Ia menegaskan tidak ada pan- duan yang baku untuk penerapan konsep ini. Yang ada hanyalah kerangka acuan yang disesuaikan dengan kondisi setem- pat. Urutan langkah itu (i) Perkenalan dan menjalin kebersamaan, (ii) Analisa partisipatif, (iii) Saat pemicuan (trigger- ing), (iv) Penyusunan rencana tindak oleh masyarakat, (v) Penyusunan ren- cana tindak lanjut.

Sebagai perbandingan, Kamal Kar juga mengungkapkan kesuksesan program ini di beberapa negara seperti India, Bangladesh, Kamboja dan Nepal. Pendekatan ini mampu mengurangi buang air terbuka sampai 100 persen, membentuk karakter lahirnya pemimpin informal, timbul inovasi lokal desain jamban, menekan pengeluaran masyarakat untuk biaya kesehatan, dan memberikan dampak terhadap inovasi sum- ber pendapatan keluarga

Praktek

Selain acara di ruangan, peserta

mempraktekkan pengetahuannya di la- pangan. Sebagai tempat praktek dipilih RT 03/RW 01 Desa Gucialit, Kecamatan Gucialit, Lumajang. Pertemuan berlang- sung di dua tempat yakni di Posyandu, dihadiri 19 warga dan di RT 03 dihadiri 58 warga. Pemicuan ditujukan agar agar masyarakat mau memperbaiki kondisi sanitasi mereka dengan menutup jam- ban-jamban yang ada dan pembangunan jamban bagi masyarakat yang belum memiliki jamban.

Selama proses fasilitasi, masyarakat antusias mengikuti semua urutan ke- giatan. Masyarakat bersama-sama mem- buat peta desa mereka di lapangan, menunjukkan lokasi tempat buang air besar pada peta dan melakukantransect walk(yaitu kegiatan jalan kaki bersama anggota masyarakat ke lokasi buang air besar untuk mengamati pemandangan yang kurang menyenangkan dan menghirup bau yang kurang sedap untuk memicu rasa jijik dan malu dari masyarakat). Dari diskusi yang dilakukan di lokasi buang air besar tersebut, maka timbullah inisiatif dari anggota masya- rakat untuk bersama-sama menutup lubang jamban sehingga lalat tidak dapat

menyebarkan tinja lagi ke seluruh desa. Dari situ juga terpilih pemimpin informal yang menjadi motivator untuk perbaikan jamban.

Catatan

Beberapa catatan penting selama pelatihan penerapan CLTS:

CLTS terbukti mampu mendorong lahirnya kepentingan bersama ter- hadap kebutuhan kualitas hidup yang lebih baik, dengan cara mengu- rangi/menghilangkan BAB di tempat terbuka (open defecation) yang memicu adanya pembuatan atau per- baikan jamban oleh masyarakat sendiri tanpa bantuan pihak luar. Sebagai suatu pendekatan, CLTS memiliki fleksibilitas metode yang tidak terpaku pada prosedur yang kaku. Dalam penerapannya, proses pemicuan disesuaikan sikap dan budaya lokal.

Kemampuan grup fasilitator untuk memfasilitasi setiap kegiatan yang dilakukan. Mulai dari kemampuan berbahasa lokal, teknik fasilitasi hingga 'bersabar' terhadap jalannya proses fasilitasi. „(MJ)

E P U T A R W A S P O L A

S

Attitude & Behavior Sharing Method 3 pilar PRA di CLTS Personal Institusi Profesional    Perorangan Perubahan perilaku dan sikap Metoda Berbagi FOTO:RHEIDDA P

W

ater and Sanitation Program- East Asia and the Pacific(WSP- EAP) mengadakan konferensi di Guilin, Cina, 4-6 April 2005 lalu. Kon- ferensi ini penting, selain menjadi agenda tahunan, WSP-EAP menangkap bahwa persoalan pembangunan AMPL perlu mendapat perhatian lebih terutama dalam pencapaian target Millennium De- velopment Goals(MDGs). Sektor air mi- num dan penyehatan lingkungan (AMPL) juga memerlukan pemecahan selain ketersediaan dana. Maka tema yang diangkat pada konferensi ini sangat me- ngena, "Money matters.what else does? Mobilizing resources for sustainable in East Asia to achieve the MDGs". Ada 71 peserta yang hadir mewakili sembilan negara di EAP, ditambah peserta dari Kenya dan Bangladesh.

AMPL memang sudah menjadi isu global. Latar belakang peserta memang berbeda, datang dari berbagai negara, tetapi sepertinya memiliki informasi yang sama tentang persoalan AMPL.

Pada sesi awal, diskusi mengangkat tema, "pengembangan strategi kerangka pembiayaan sektor sanitasi". Topik ini dianggap merupakan salah satu langkah yang yang paling masuk akal untuk per- baikan kondisi sanitasi, untuk menjawab what alternative gives you the most re- alistic leverage or impact to improve the sanitation situation in your country? Langkah lainnya adalah

pengembangan kebijakan sanitasi yang jelas,

mendorong perhatian di tingkat nasional agar sanitasi menjadi priori- tas,

promosi pemecahan teknis yang lebih baik dan perubahan tingkah laku, keterpaduan sanitasi dengan sektor lain, dan

Dari visi ke aksi

Visi regional sektor AMPL yang di- hasilkan memiliki arah yang sama. Setiap individu memikirkan pentingnya (i) pe- ningkatan prioritas pemerintah terhadap pembangunan sanitasi, (ii) arah kebijak- an yang jelas untuk meningkatkan peran swasta dan masyarakat, (iii) peningkatan kapasitas dan informasi, (iv) perubahan pendekatan dari subsidi menjadi pen- dekatan pasar dan lain sebagianya.

Visi regional kemudian dikembang- kan di masing-masing negara. Vietnam, pada tahun 2008 akan medorong pe- ngembangan program sanitasi melalui kebijakan dan perangkat kelembagaan yang jelas dan peningkatan peran sektor swasta hingga 70 persen serta mengem- bangkan mekanisme subsidi ke sistem pasar pada tahun 2015.

Visi Indonesia pada tahun 2012-2025 adalah meningkatkan akses dan cakupan sanitasi hingga 65 persen, tetapi lebih realistis untuk melihat tantangan ke depan antara lain masalah urbanisasi, degradasi lingkungan, ketimpangan pen- danaan antara pusat dan daerah, pene-

Sedangkan Kamboja, melihat bahwa hal yang diperlukan adalah peningkatan kepedulian untuk sektor AMPL dan kebi- jakan, sehingga visi pada tahun 2008 adalah mendorong peningkatan pela- yanan kepada kelompok miskin, regulasi dan kebijakan. Laos, lebih menekankan pengembangan kerangka kebijakan inte- gral di sektor sanitasi di perdesaan dan perkotaan, melalui kampanye sanitasi yang menerus. Philipina lebih maju lagi dan menargetkan 100 persen tahun 2010, pelayanan sistem air limbah perpipaan di perkotaan dan cakupan sanitasi di perde- saan dan pada tahun 2015 berada pada tahap pembangunan limbah antar kota yang terintegrasi.

Prioritas dalam pengembanagn sektor AMPL

Ada tiga hal yang menjadi prioritas dalam pengembangan sanitasi di masing- masing negara adalah (i) reformasi sek- tor, (ii) upaya menarik minat investor dan (iii) pelayanan terhadap orang miskin. Dari ranking ini, terlihat masing- masing negara memandang bahwa pelayanan kepada masyarakat miskin dan pengembangan kebijakan sektor adalah dua hal yang menjadi prioritas penting, sedangkan menarik minat investor masih lebih rendah dibanding dua lainnya.

Ecosan di Cina

Berbagai negara memiliki pengala- man pembangunan sektor sanitasi, tetapi Cina memang patut diacungi jempol. Sanitasinya bukan lagi sekedar urusan yang kotor-kotor, tetapi sudah menjadi sumber pendapatan dan objek wisata. Bagaimana caranya ? Melalui Ecosan me- reka memadukannya konsep sanitasi dengan bisnis pertanian dan wisata, yang

E P U T A R W A S P O L A

Dokumen terkait