• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERCIK. Media Informasi Air Minum dan Pe (8)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PERCIK. Media Informasi Air Minum dan Pe (8)"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Media Informasi Air Minum dan Penyehatan Lingkungan

Diterbitkan oleh: Kelompok Kerja Air Minum dan Penyehatan Lingkungan

Penasihat/Pelindung: Direktur Jenderal Cipta Karya DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM

Penanggung Jawab: Direktur Permukiman dan Perumahan,

BAPPENAS

Direktur Penyehatan Air dan Sanitasi, DEPKES

Direktur Perkotaan dan Perdesaan Wilayah Timur, Dep. Pekerjaan Umum

Direktur Bina Sumber Daya Alam dan Teknologi Tepat Guna, DEPDAGRI

Direktur Penataan Ruang dan Lingkungan Hidup, DEPDAGRI

Pemimpin Redaksi: Oswar Mungkasa Dewan Redaksi: Ismail, Johan Susmono, Indar Parawansa, Bambang Purwanto

Redaktur Pelaksana: Maraita Listyasari, Rewang Budiyana,

Rheidda Pramudhy, Joko Wartono, Essy Asiah, Mujiyanto

Desain/Ilustrasi: Rudi Kosasih

Produksi: Machrudin Sirkulasi/Distribusi: Meiza Aprizya,Agus Syuhada, Metzy S.Oc

Alamat Redaksi:

Jl. Cianjur No. 4 Menteng, Jakarta Pusat. Telp. (021) 31904113

http://www.ampl.or.id e-mail: redaksipercik@yahoo.com

redaksi@ampl.or.id oswar@bappenas.go.id Redaksi menerima kiriman tulisan/artikel dari luar. Isi berkaitan dengan air minum dan penyehatan lingkungan dan

belum pernah dipublikasikan. Panjang naskah

Dari Redaksi 1

Suara Anda 2

Laporan Utama

Kredit Mikro Sanitasi Bagi Si Kecil 3

Pembelajaran Kredit Mikro Mancanegara 9

Pengalaman Kredit Jamban Keluarga di Yogyakarta 11

Wawasan

Jamban Sehat Posyandu Kuat 12

Penanganan Sampah Melalui Eco-Cycle Society 14

Partisipasi Masyarakat dalam Mendukung Proyek Penyediaan

Sarana Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Permukiman 15

Kebersihan adalah Investasi 18

Penyediaan Air Bersih: Tantangan Kini dan Akan Datang 20

Implementasi Konsep Capacity Building dalam Perusahaan Daerah

Air Minum 22

Banjir dan Longsor di Musim Hujan Kekeringan di Musim Kemarau 25

Teropong

Sekali Coba, Langsung Hasilnya 28

Gotong Royong Bangun Jamban 29

Maunya WC Closet Saja 30

Membangun Jamban Sederhana 31

Reportase

Ketika Kaum Elit Mulai Melek Lingkungan 32

Wawancara

Pemberdayaan Masyarakat Lewat Posyandu 34

Info Situs 37

Info Buku 38

Info CD 39

Seputar AMPL 40

Seputar WASPOLA 46

Pustaka AMPL 54

Klinik IATPI 55

(3)

P

embaca, ada kabar gembira dari meja redaksi Percik. Makin hari kepedulian para pemangku ke-pentingan terhadap majalah ini makin meningkat. Ini bisa dilihat dari animo masyarakat untuk memperoleh Percik. Kiriman surat dan email selalu kami teri-ma. Isinya, mereka ingin mendapatkan majalah yang terbit pertama kali pada tahun 2003 ini. Jangan heran bila rubrik Suara Anda berisi seputar permintaan Percik.

Selain itu, beberapa pembaca menya-takan menjadikan isi majalah ini sebagai referensi. Mereka mengaku terus me-nunggu kapan Percik terbit. Kenyataan ini tentu menyenangkan kami yang ada di dapur redaksi. Ini berarti tekad kami untuk menjadikan majalah ini sebagai referensi bidang air minum dan penye-hatan lingkungan, semoga tercapai.

Pembaca, tahun ini adalah tahun ekonomi mikro. Edisi ini Percik hadir dengan laporan utama mengenai pembiayaan mikro (microfinance) khusus bidang sanitasi, lebih khusus lagi untuk pembangunan jamban/WC. Kami menganggap ini penting karena selama ini pembiayaan mikro tampaknya kurang diarahkan ke sana. Padahal sektor sani-tasi tak bisa diabaikan begitu saja karena menyangkut kesehatan kita sehari-hari. Secara fakta, banyak penduduk Indonesia yang tidak memiliki jam-ban/WC. Mereka membuang hajat di sembarang tempat. Ada yang di sungai, kebun, dan sawah. Hanya saja memang saat ini belum ada bentuk baku model pembiayaan mikro bagi mereka. Kami berharap tulisan ini menjadi wacana dan akhirnya memacu para pemangku kepentingan untuk memperhatikan mereka yang tidak memiliki jamban serta mengucurkan sedikit dana bagi mereka.

Untuk beberapa kalangan, pemba-ngunan jamban sebenarnya tak terken-dala dana tapi hanya faktor kemauan dan kepahaman. Ini terbukti pada uji coba Community-Led Total Sanitation (CLTS)

di Kabupaten Lumajang yang kami tampilkan dalam rubrik Teropong. Awalnya orang sangat pesimis dengan cara ini. Pertanyaan yang sering menggelitik mereka adalah apakah mungkin menggerakkan masyarakat tanpa ada intervensi pendanaan sama sekali? Hasilnya di luar dugaan. Dalam waktu singkat warga dusun memiliki jamban tanpa ada bantuan dana sepeser pun. Yang diperlukan cuma pemicuan (trigger). Tentu ada kiat untuk me-ngubahnya dan itu bisa dipelajari dan di-terapkan sesuai dengan kondisi masing-masing daerah.

Pembaca, rubrik Wawancara pada edisi ini agar berbeda dengan sebelum-nya. Biasanya selalu tampil 'orang pusat' dan topiknya terkait isi laporan utama. Kali ini kami tampilkan 'orang daerah' yang akan berbicara soal dae-rah. Ada berbagai pengalaman menarik yang bisa dijadikan pelajaran oleh

pusat maupun daerah lainnya. Misalnya daerah ini memiliki program Lumajang Sehat 2007 melalui Gerbang Mas. Untuk mencapai itu, Posyandu menjadi pusat kegiatan, tidak hanya dalam pelayanan tapi pemberdayaan masyara-kat secara umum.

Kami juga menampilkan reportase sekelompok masyarakat yang peduli de-ngan lingkude-ngan. Mereka bukan kalang-an menengah ke bawah tapi justru kalangan atas yang bermukim di Jakarta. Upaya mereka tentu sangat menarik untuk diamati.

Pembaca, apa yang kami sajikan tentu belum sempurna. Kritik dan masukan senantiasa kami nantikan. Apalagi sejak semula kami telah bertekad menjadikan majalah ini sebagai media tukar informasi antarpemangku kepen-tingan sektor air minum dan penyehatan lingkungan. Umpan balik Anda selalu kami tunggu. Selamat membaca. „

A R I R E D A K S I

D

Wartawan Percik Mujiyanto dan Andre K (pertama dan kedua dari kiri) bersama sanitarian dan para penggerak CLTS di Desa Kertowono, Lumajang, Jawa Timur.

(4)

U A R A A N D A

S

Berlangganan

Saya sangat tertarik pada isi majalah Percik (Media Informasi Air Minum dan Penyehatan Lingkungan). Saya berharap dapat berlangganan majalah tersebut guna peningkatan pengetahuan dan informasi yang berkaitan dengan penge-lolaan lingkungan hidup. Selain itu saya berharap dapat memperoleh CD Inter-aktif AMPL.

Bagaimana saya bisa berlangganan mengingat saya berada di luar Jakarta? Dan bolehkah saya mengirimkan ma-kalah atau redaksi yang berkaitan dengan permasalahan lingkungan di daerah saya, Kabupaten Batang?

Ir. Wisnu Suryotomo Pemerhati Lingkungan Hidup Jl. Ahmad Yani Gang 28 (Tengger) No. 41 Kauman Kabupaten Batang, Jawa Tengah

Majalah Percik diedarkan secara cuma-cuma. Anda tinggal mengajukan permohonan berlangganan ke kantor redaksi. Insyaallah kami akan mengi-rimkan Percik ke alamat Anda. Se-dangkan mengenai makalah/artikel, Percikterbuka bagi siapa saja asalkan tema tulisan masih seputar air minum dan penyehatan lingkungan. Kami tung-gu artikel Anda. (Redaksi)

Butuh Produk Pokja

Setelah membaca Percik edisi Agus-tus 2004, kami menilai pentingya infor-masi mengenai air minum dan penye-hatan lingkungan yang merupakan kebu-tuhan dasar bagi pengelolaan lingkungan hidup. Informasi tersebut sangat dibu-tuhkan sebagai bahan referensi, pengem-bangan wawasan dan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang lingkungan hidup.

Dokumentasi dan rangkuman berba-gai informasi dan berita-berita penting dalam bentuk newsletter, CD dan Kliping

sasi masalah air minum dan penyehatan lingkungan pada berbagai pihak.

Berkenaan dengan hal tersebut di atas, kami membutuhkan informasi dimaksud dan kami mohon kesediaan Pokja AMPL untuk mengirimkan rangku-man informasi dalam bentuk newsletter, CD, kliping sekaligus juga mengharapkan terbitan majalah setiap edisinya.

Kami sangat mendukung atas gagas-an dgagas-an ide saudara di dalam penyebarlu-asan informasi tentang air minum dan penyehatan lingkungan melalui media majalah, dan kami harapkan kerja sama-nya di masa mendatang.

Ir. H. Isrin Agoes Kepala Bappedalda Propinsi Sumatera Barat

Kami telah mengirimkan apa yang Anda butuhkan. Terima kasih atas per-hatian dan dukungannya. (Redaksi)

Bantuan Referensi

Saya saat ini diberi amanah menjabat sebagai ketua Jurusan Teknik Lingkung-an, Fakultas Teknik Universitas Andalas, Padang, Sumatera Barat. Untuk pengem-bangan perpustakaan jurusan, kami membutuhkan banyak referensi-referen-si, terutama yang berkaitan dengan per-aturan-peraturan, petunjuk teknis, jur-nal, standar-standar dan sebagainya, di bidang teknik lingkungan (air bersih, air buangan, buangan padat, sanitasi ling-kungan, pengelolaan udara, dan kesehat-an lingkungkesehat-an). Bisakah Pokja AMPL membantu merealisasikannya? Insya Allah referensi-referensi tersebut sangat berguna bagi mahasiswa dalam menyele-saikan tugas-tugas kuliahnya.

Denny Helard, MT. Jurusan Teknik Lingkungan Fakultas Teknik

Kami akan membantu Anda sejauh apa yang Anda harapkan tersedia pada kami. Namun demikian, kami akan membantu menginformasikan kepada instansi terkait untuk membantu. (Redaksi)

Minta Percik

Saya mahasiswa semester 8 di IPB. Saya tertarik membaca majalah Percik karena informasinya. Mohon kiranya saya bisa mendapatkan majalah tersebut. Saya mendapat informasi dari internet, bahwa majalah tersebut gratis. Kalaupun tidak dapat secara hard copy, mohon kiranya saya bisa mendapatkan soft copy-nya. Semoga Percik semakin jaya dan diterima masyarakat.

Slamet Purwanto Jln. Raya Darmaga Gg Bara I No.184B, Kelurahan Babakan RT 01/03 Darmaga, Bogor Barat 16680

Percik akan segera kami kirimkan ke tempat Anda. (Redaksi)

Koleksi Percik

Kami memperoleh Percik pada saat Seminar TTG Pengolahan Limbah Cair di Yogyakarta (24-25 Agustus 2004) dan Dialog Nasional Persampahan di Jakarta (4 Juni 2005). Isinya ternyata sangat-sangat membantu kami dalam menjalankan tugas-tugas dinas. Untuk itu kami berharap bisa memperoleh semua terbitan Percik dari edisi awal hingga sekarang. Saya baru men-goleksi tujuh edisi yakni Agustus 2003, Oktober 2003, Februari 2004, Juni 2004, Agustus 2004, Oktober 2004, dan Desem-ber 2004. Berapa kontribusi saya?

Roesmani, ST Kepala Seksi Penyehatan Lingkungan Permukiman Dinas KIMTARU Propinsi Jawa Tengah

(5)

D

esa yang terletak di Ke-camatan Ngemplak, Ka-bupaten Sleman, DIY ini berubah berkat adanya bantuan dari Bank Dunia yang difasilitasi oleh LSM [e] Founda-tion. Nilainya tak terlalu besar hanya Rp. 15,3 juta. Namun bantuan itu mampu menggerakkan masyarakat untuk meng-ubah hidupnya untuk mewujudkan lingkungan yang sehat.

Hibah Bank Dunia itu kemudian dija-dikan dana bergulir yang bisa dipinjam warga untuk membangun atau memper-baiki jamban keluarga. Program itu di-beri nama "Kredit Jamban Sehat". Besar pinjaman bagi setiap KK ditetapkan

mulai Rp 750 ribu sampai Rp 1,275 juta. Pengembaliannya dilakukan dengan ang-suran selama 10-24 bulan. Pinjaman itu juga dikenakan bunga 1,5 persen per bu-lan dan pengelola memberikan sanksi tertentu kepada peminjam yang tidak menepati waktu angsuran. Sanksi itu be-rupa denda sebesar 5 persen dari bunga pinjaman.

Dana yang dipinjam tidak boleh digu-nakan untuk keperluan lain, kecuali membangun atau memperbaiki jamban sehat. Kriteria jamban sehat adalah ter-tutup, tetapi memiliki ventilasi udara, tidak berbau, berlantai dan memiliki saluran air, jarak tangki septik minimal 10 meter dari sumur, dan di jamban itu

A P O R A N U T A M A

Kredit Mikro Sanitasi

Bagi Si Kecil

L

Warga Umbulmartani boleh

sedikit lega. Kebiasaan

buang air besar (BAB)

di sungai-biasa disebut

WC panjang-dan di kebun

kosong mulai

berkurang drastis.

Ini karena warga mulai

memiliki jamban keluarga

kendati sangat sederhana

awal tahun ini.

(6)

tersedia air.

Pada Agustus 2002 hibah Bank Dunia bisa digunakan membangun atau mem-perbaiki 12 jamban keluarga. Pada Februari 2005 jumlahnya melonjak men-jadi 40 jamban keluarga.

Lurah Desa Umbulmartani Atok Triyudianta, menjelaskan diperkirakan masih ada sekitar 30 persen warganya yang belum memiliki jamban sehat. Kalau dana yang digunakan untuk mem-bantu warga hanya berasal dari Bank Dunia, dibutuhkan waktu lebih dari 10 tahun untuk mewujudkan jamban sehat di desanya. Akhirnya, desa mencari ban-tuan ke PT Ford Motor Indonesia(FMI) yang mempunyai dana hibah dalam upa-ya melestarikan lingkungan.

FMI memberikan hibah sekitar Rp 41 juta yang penyerahannya dilakukan secara bertahap mulai Mei 2004. Sampai Februari 2005, jumlah bantuan yang sudah disalurkan mencapai Rp 20,7 juta. Dengan adanya hibah baru ini, jumlah pinjaman kepada warga bisa ditingkatkan menjadi maksimal Rp 1,5 juta per KK. Dengan dana tersebut, pada Mei 2004 sudah ada tambahan 11 jamban sehat dan sampai Februari 2005, jumlahnya ber-tambah lagi menjadi 15 jamban sehat. Se-lain membangun jamban, sebagian bunga pinjaman dana bergulir juga digunakan meningkatkan gizi balita melalui pro-gram pemberian makanan tambahan da-lam kegiatan pos pelayanan terpadu (posyandu).

"Kalau program pembuatan jamban sehat dan perbaikan gizi balita bisa terus bergulir, kami memiliki angan-angan Umbulmartani menjadi sehat, Yogyakar-ta sehat, dan Indonesia pun sehat," ujar Heny Kusharyati, penggerak PKK Um-bulmartani yang juga istri Atok Triyu-dianta.

Kondisi Indonesia

Apa yang terjadi di Umbulmartani

di kawasan perkotaan dan perdesaan di Indonesia. Sampai dengan tahun 2002, penduduk Indonesia yang mempunyai akses terhadap sarana sanitasi dasar yang memadai yaitu jamban yang dilengkapi cubluk atau tangki septik, baru mencapai 63,5 persen. Proporsi di perdesaan relatif lebih rendah, hanya berkisar 52,2 persen, sementara di perkotaan telah mencapai 77,5 persen.

Angka tersebut hanya menunjukkan proporsi yang tersedia tetapi tanpa mem-bedakan kualitasnya. Karenanya data di atas ditengarai belum menunjukkan kon-disi yang sebenarnya. Konkon-disi nyata mungkin lebih buruk dari itu. Diper-kirakan banyak sarana sanitasi dasar yang ada saat ini sudah tidak dapat digunakan lagi dan kurang memenuhi per-syaratan kesehatan dan lingkungan. Sebagai ilustrasi di daerah perkotaan lokasi tangki septik hanya berjarak kurang 10 meter dari lokasi sumber air.

Diperkirakan 73 persen rumah tangga perkotaan mempunyai sanitasi setempat (on-site sanitation), sebagian besar da-lam bentuk septik tank yang tidak

ber-memadai, termasuk tidak tersedia cukup banyak instalasi pengolah limbah tinja. Kondisi ini merupakan salah satu sumber pencemaran lingkungan, baik terhadap air tanah maupun sungai yang meru-pakan sumber utama air baku PDAM.

Kondisi Global

Sidang Umum PBB pada September 2000 menetapkan Millennium Develop-ment Goals (MDGs) sebagai target bagi komunitas global untuk mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan seluruh penduduk. Dua tahun berikutnya, dalam the World Summit on Sustainable Developmentdi Johannesburg, PBB menegaskan kembali MDGs dan menambahkan target khusus tentang sanitasi dan higinitas.

Data tahun 2000 menunjukkan 2,4 milyar manusia tak memiliki akses yang baik ke sanitasi. Sebanyak 81 persen di antaranya berada di desa. Selain itu 1,1 milyar manusia tak memiliki akses ke sumber air. Sebanyak 86 persen berada di desa. Kedua kelompok ini tergolong masyarakat miskin yang tersebar di

A P O R A N U T A M A

L

Warga memanfaatkan sungai seperti ini untuk buang air.

(7)

menyebabkan munculnya berbagai pe-nyakit, seperti diare. Tercatat ada 250 juta orang terserang penyakit yang ter-bawa air setiap tahun, 10 juta di anta-ranya meninggal dunia. Fakta di lapang-an menunjukklapang-an akses terhadap laylapang-anlapang-an sanitasi di desa lebih buruk dibandingkan di perkotaan. Di samping itu sebanyak 930 juta manusia hidup di daerah kumuh dan populasi di perkotaan terus bertam-bah.

Pada tahun 2015 jumlah penduduk dunia diperkirakan 7 miliar. Sebagian besar pertambahan penduduk terjadi di negara berkembang. Peningkatan itu akan menambah jumlah penduduk yang belum mempunyai akses terhadap sani-tasi yang memadai menjadi 3,4 miliar pada tahun 2015. WHO memperkirakan setiap tahun sebanyak 150 juta tambahan penduduk yang harus mendapatkan akses terhadap sanitasi.

Terpenuhikah target tersebut? Ini pertanyaan sekaligus tantangan yang harus dijawab. Soalnya diakui atau tidak membangun sarana sanitasi yang mema-dai memang tidak mudah. Ada beberapa faktor yang menjadi kendala. Di anta-ranya masalah budaya, dana, dan keti-dakpedulian. Warga masyarakat di ba-nyak negara miskin dan berkembang memiliki kebiasaan buang air besar di sungai, kebun, sawah, dan tempat terbu-ka lainnya tanpa merasa itu suatu tin-dakan yang salah. Ada pula yang tak mau membangun jamban/WC karena tidak memiliki cukup uang. Sebagian lain tidak peduli terhadap masalah sanitasi dan menganggap ini bukan urusannya tetapi urusan pemerintah.

Oleh karena itu, dalam kondisi seper-ti sekarang-dengan kemampuan ke-uangan pemerintah dan masyarakat yang terbatas-target MDGs baru akan tercapai pada tahun 2025. Tanpa kemauan politis dan komitmen nyata, target tersebut tidak akan tercapai. Tantangan Indonesia yaitu bagaimana agar keberhasilan mem-promosikan target air minum dan

sani-tasi di tingkat internasional dapat juga menjangkau dan menyebar di seluruh pemangku kepentingan (stakeholders) di Indonesia dengan kemampuan pembi-ayaan yang terbatas seperti saat ini.

Pembiayaan Mikro

Tantangan pembiayaan telah mem-bayangi pembangunan sanitasi di dunia. Saat ini pembiayaan yang dikeluarkan untuk pengolahan air limbah di dunia mencapai 14 juta dolar Amerika per tahun. Sementara masih dibutuhkan tambahan sebesar 56 juta dolar Amerika jika target MDGs ingin dicapai.

Di sisi lain, laju pertumbuhan pen-duduk tak sebanding dengan laju pertam-bahan sanitasi dasar berupa jamban. Terjadi kesenjangan antara keduanya. Oleh karena itu, perlu ada upaya pen-dekatan baru yang memungkinkan pe-ningkatan laju pertambahan sarana

sani-tasi dasar, paling tidak mendekati laju pertumbuhan penduduk.

Model pembiayaan lama seperti sub-sidi dan hibah untuk memperluas cakup-an laycakup-ancakup-an scakup-anitasi oleh beberapa kalcakup-ang- kalang-an dinilai tak tepat lagi untuk kondisi saat ini. Selain karena keterbatasan dana pemerintah, kelompok 'antisubsidi' me-mandang subsidi bermasalah pada tiga hal yakni (i) Desain untuk subsidi sulit, karena subsidi membutuhkan data-data masyarakat mengenai kemampuan dan kemauan masyarakat untuk membayar, mekanisme paling sesuai untuk menya-lurkan, merumuskan keuntungan sosial dan manfaat kesehatan bagi masyarakat; (ii) Penyaluran subsidi banyak tantang-annya; dan (iii) Subsidi cenderung ter-henti dan tidak berkelanjutan. Namun demikian, subsidi memang tak bisa diha-puskan sama sekali di sektor ini. Yang mungkin dilakukan yaitu meminimalkan-nya karena sektor ini merupakan bagian dari kewajiban pemerintah menyejahte-rakan rakyat.

Muncullah berbagai terobosan untuk bisa mengembangkan pembiayaan bagi sarana sanitasi dasar ini. Salah satunya dengan model pembiayaan mikro ( micro-finance). Langkah ini dianggap sebagai ujung tombak dalam pengentasan kemis-kinan dan telah mendapat pengakuan se-cara internasional. Pengakuan tersebut tercermin dalam keputusan Sidang Majelis Umum PBB ke-53 (tahun 1998) yang menetapkan tahun 2005 sebagai Tahun Kredit Mikro Internasional. Di-lanjutkan dengan Launching Internati-onal Year of Microcredit2005, di Markas Besar PBB, New York, oleh Sekjen PBB Kofi Annan, 18 November 2004.

Pencanangan tersebut diharapkan akan dapat mendorong program pember-dayaan keuangan mikro dan usaha mikro yang berkelanjutan, dalam rangka pe-ningkatan kesejahteraan masyarakat dan pengentasan kemiskinan. Saat itu Sekjen PBB menyerukan agar seluruh pemerin-tah, lembaga keuangan, dan lembaga

A P O R A N U T A M A

L

1,8 juta orang meninggal setiap tahun karena penyakit diare-terma-suk kolera; 90 persen di antaranya anak-anak di bawah 5 tahun, ter-banyak di negara-negara berkem-bang.

88 persen dari penyakit diare itu disebabkan penggunaan air minum yang tak terlindungi, sanitasi dan kebersihan yang tak layak. Penyediaan air minum yang memenuhi syarat bisa mengurangi tingkat kematian akibat diare sebanyak 21 persen

Peningkatan sanitasi mengurangi kematian akibat diare sebesar 37,5 persen

Mencuci tangan pada waktu dibu-tuhkan dapat mengurangi kasus diare lebih dari 35 persen

Perbaikan kualitas air minum seper-ti memberikan disinfektan bisa mengurangi episode diare 45 persen. „













(8)

donor memanfaatkan pengetahuan dan pengalamannya dalam bidang kredit mikro untuk lebih menjangkau kaum miskin.

Dalam peluncuran itu, para pem-bicara sepakat bahwa microfinance me-rupakan salah satu inovasi yang paling berhasil dalam pembangunan sosial ekonomi serta memiliki konstribusi yang penting dalam pencapaian Millennium Development Goals(MDGs). Untuk men-capai tujuan tersebut telah teridentifikasi berbagai hal yang perlu dilakukan antara lain pelatihan dan peningkatan kapasitas, promosi kredit mikro, keterlibatan sektor swasta, serta penyempurnaan peraturan perundangan sehingga dapat mendukung pengembangan sektor keuangan mikro.

Di Indonesia, Presiden Susilo Bam-bang Yudhoyono telah mencanangkan Tahun Keuangan Mikro Indonesia 2005 pada 26 Februari 2005 lalu. Langkah ini dinilai positif terhadap peranan Lem-baga Keuangan Mikro (LKM) atau micro-finance, sebagai unsur penting dalam membantu pengembangan usaha mikro, kecil, dan menengah.

Memang disadari bukan cara yang mudah membiayai sanitasi bagi ma-syarakat berpenghasilan rendah/miskin. Ini sangat berbeda dengan penyeleng-garaan air bersih/minum yang lebih mudah karena air adalah kebutuhan dasar sekaligus bisa menjadi sumber pen-dapatan jika digunakan untuk kegiatan produktif misalnya mencuci pakaian dan mengairi tanaman. Penyelenggaraan sa-nitasi lebih sulit karena hasilnya tidak segera terlihat secara langsung. Tak heran bila banyak literatur pembiayaan air bersih/minum dan sanitasi mem-fokuskan pada air minumnya, dan hanya sedikit menyinggung pembiayaan sani-tasi bagi rumah tangga.

Beberapa contoh pembiayaan sanitasi menunjukkan keberhasilan. Beberapa model telah dipraktekkan di beberapa

ne-Indonesia sendiri pernah mencobanya pada tahun 1993 yang dilaksanakan oleh Yayasan Dian Desa di Yogyakarta. Pengalaman WaterAid di Nafadji sejak 2001 bekerja sama dengan LSM lokal JIGI dengan membangun sarana air dan sanitasi, menunjukkan penyaluran kredit khusus sanitasi mampu mengurangi prevalensi penyakit yang berhubungan dengan polusi air dan memperbaiki kua-litas air minum.

Hanya saja keberhasilan setiap proyek tersebut tidak dapat diterapkan secara universal. Tapi ada pembelajaran yang bisa diambil dari sana dan kemudi-an diterapkkemudi-an sesuai dengkemudi-an kondisi dkemudi-an kemampuan yang ada. Yang terpenting adalah adanya kepedulian dan pemecah-an bagi pembiayapemecah-an spemecah-anitasi.

Kunci Sukses

Layanan pembiayaan bagi masya-rakat miskin-sebagai peminjam dan pe-nabung skala kecil-kurang memperoleh perhatian dari pihak perbankan. Akses masyarakat miskin terhadap layanan itu tergolong rendah. Hal ini menghambat

kehidupan. Padahal dari berbagai fakta di lapangan, termasuk di negara-negara Afrika dan Asia, masyarakat miskin yang mendapat fasilitas pembiayaan mikro dan tabungan dapat membayar pinjaman kredit mereka dengan baik.

Hal ini bisa dicapai dengan mende-sain metodologi peminjaman, produk pinjaman yang inovatif, menyederha-nakan prosedur peminjaman, mengada-kan kontak langsung secara regular de-ngan klien, dan menerapkan suku bunga pasar-bagi yang menginginkan. Dan per-lu diingat bahwa kredit tidak dimaksud-kan untuk mempercepat keberhasilan pembangunan sarana sanitasi. Kredit hanyalah salah satu investasi bagi rumah tangga yang mungkin bagi masyarakat untuk membelanjakan pendapatannya yang terbatas bagi sanitasi.

Beberapa aturan umum dalam pem-biyaan mikro dapat diterapkan di sektor air minum dan sanitasi, yaitu:

Riset terhadap kebutuhan lokal, yakni bagaimana memahami secara menye-luruh kemampuan peminjam beserta sistem keuangan dan akuntansi yang

A P O R A N U T A M A

L



Cubluk terbuka banyak dimiliki warga desa

(9)

dasarkan pada perhitungan biaya ad-ministrasi, biaya pekerja, dan biaya bunga. Selain itu terdapat toleransi terhadap kredit macet, dan biaya re-covery harus dipertimbangkan kare-na menentukan keberlanjutan pembi-ayaan mikro.

Tujuan dari organisasi mikro kredit harus didefinisikan dengan jelas. Bila kredit tersebut hanya menjadi sampingan maka ini bisa berbahaya bagi penerapan kredit secara ketat. Administrasi pinjaman dan penagih-an harus sederhpenagih-ana

Karena kebutuhan sarana sanitasi masih belum dianggap sebagai kebu-tuhan dasar, pemilihan pembiayaan bagi masyarakat kecil untuk membangun sa-rana sanitasinya harus dikaitkan dengan hal-hal produktif yang bisa dilakukan oleh mereka. Dengan demikian diharap-kan ada jaminan keberlangsungan pe-ngembalian kredit, di samping terba-ngunnya sarana sanitasi yang diharap-kan. Sebagai contoh, masyarakat miskin diberikan kredit untuk mata pencahari-annya seperti membuka warung klon-tong, membeli sepeda motor untuk usaha ojek, beternak, bertani, atau yang lain-nya. Pembangunan jamban bisa disisih-kan dari pembayaran kredit dengan cara menabungnya.

Pada tahun 1990-an pernah dicoba sistem dana bergulir untuk pembangun-an jambpembangun-an. Waktu itu cara ini diharapkpembangun-an dapat mengurangi kredit macet. Kredit disalurkan melalui kelompok berang-gotakan 5-9 orang. Kelompok ini ber-tanggung jawab untuk setiap pinjaman yang dilakukan oleh anggotanya. Dengan adanya pengorganisasian seperti ini ma-ka apabila ada anggota yang tidak bisa membayar, kelompok harus memberi talangan. Kalau kelompok tak mampu menalangi, kelompok bisa menekan ang-gotanya yang tak bisa membayar. Dana yang sudah dikembalikan kemudian di-gulirkan kembali kepada anggota atau ke-pada kelompok lainnya secara

berkesi-nambungan. Bahkan dana yang terkum-pul bisa digunakan bagi kebutuhan lain-nya di luar sanitasi jika sarana tersebut telah dimiliki oleh masyarakat. Kelompok arisan, posyandu, RT, atau sejenisnya memungkinkan menerapkan mekanisme ini. Namun model dana bergulir ini dini-lai banyak kalangan telah gagal. Sangat sedikit yang berhasil. Makanya gaungnya telah hilang ditelan kegagalan.

Memang program pemberdayaan ma-syarakat kecil ini tidak mudah, apalagi ji-ka diji-kaitji-kan dengan uang. Meji-kanisme penyaluran dan pengawasan harus jelas. Bagi penerima harus ada kriteria yang jelas pula. Syarat pokoknya yaitu

memili-ki kemampuan dan kemauan untuk me-ngembalikan pinjaman. Adanya kemauan ini amat penting, mengingat jika bahan-bahan pembuatan sarana sanitasi seperti jamban ini diberikan secara cuma-cuma-padahal mereka tak ada keinginan untuk membayarnya-bisa jadi barang itu akan dijual untuk membayar kebutuhan yang lain.

Dari sisi pemberi kredit, pinjaman harus diarahkan kepada banyak sasaran. Pinjman yang hanya diberikan untuk satu sasaran khusus hanya akan memperbesar biaya penyediaan pinjaman. Contoh pembiayaan mikro yang paling sukses di dunia adalah produk pinjaman KU-PEDES milik BRI yang mempunyai ba-nyak sasaran.

Biaya pengembalian pada proyek sa-nitasi adalah hal yang memungkinkan, dan kredit merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan. Cara ini cukup fleksibel dan dapat dikombinasikan dengan subsidi atau hi-bah dan kontribusi kepemilikan. Program kredit paling baik digunakan sebagai

A P O R A N U T A M A

L





Karena kebutuhan sarana

sanitasi masih belum dianggap

sebagai kebutuhan dasar,

pemilihan pembiayaan bagi

masyarakat kecil untuk

mem-bangun sarana sanitasinya

harus dikaitkan dengan hal-hal

produktif yang bisa dilakukan

oleh mereka.

Meski miskin warga bisa membangun jamban yang memenuhi syarat.

(10)

bagian dari strategi sanitasi berdasarkan pendekatan tanggap kebutuhan (demand driven approach).

Pertanyaannya kemudian, bagaimana jika masyarakat tidak butuh sarana itu? Jawabannya, harus diciptakan kebutuh-an. Misalnya dengan memunculkan ke-pedulian terhadap kesehatan lingkungan, atau adanya tekanan dari tetangga atau komunitas untuk membangun sarana sanitasi yang sehat. Selain itu, kepedulian bisa didorong dengan layanan kredit yang dilaksanakan dengan baik sehingga mekanisme itu menggerakkan masya-rakat untuk menggunakan dana itu bagi pembangunan sanitasinya.

Perlu diperhatikan, penyedia fasilitas kredit harus memberikan pilihan-pilihan bagi rumah tangga sehingga mereka bisa menentukan pilihan yang sesuai. Pilihan pa-da masyarakat berpenghasilan renpa-dah se-ring bervariasi. Misalnya beberapa rumah tangga memilih jamban paling murah, dan yang lainnya justru mau membayar untuk membangun jamban yang lengkap.

Di samping itu pertimbangan lain yang harus diperhatikan adalah pembe-rian kredit bagi masyarakat miskin harus didukung ketersediaan bahan bagi sarana sanitasi. Artinya ada barang-barang sara-na sanitasi di pasar lokal. Juga tersedia variasi model yang bisa dipilih oleh masyarakat. Dan yang tak kalah penting, teknologinya mampu dikuasai oleh ma-syarakat. Jadi pembiayaan mikro tidak berdiri sendiri tapi didukung oleh elemen lain.

Untuk meringankan beban kredit masyarakat miskin, mekanisme penya-luran kredit pun bisa diatur sedemikian rupa sehingga mengurangi biaya inves-tasi. Dengan fasilitas kredit nasabah/kli-en dapat membeli perlnasabah/kli-engkapan sanitasi secara borongan. Cara ini memungkin-kan pemasok dapat memberimemungkin-kan potong-an harga.

Sedangkan di pihak pemberi

pinjam-nekan biaya penyediaan pinjaman. Hal ini karena para perantara tersebut sudah memahami karakter peminjam.

Skala Waktu

Pembangunan sarana sanitasi bagi masyarakat miskin harus memperha-tikan skala waktu yang realistis. Program akan gagal apabila semata-mata untuk memperluas cakupan layanan kredit dalam waktu singkat tanpa diiringi de-ngan peningkatan komitmen masyarakat untuk melunasi pinjaman dan meng-gulirkannya kembali untuk peminjam baru.

Hubungan antara lembaga penyedia pinjaman dengan nasabah/peminjam harus dilihat sebagai hubungan jangka panjang. Hubungan perkreditan ini se-baiknya tidak dikelola sebagai transaksi "sekali pakai" (one-off transaction) yang diarahkan hanya untuk satu sasaran. Bagian dari peningkatan kualitas kredit adalah upaya pengembangan keper-cayaan dan keyakinan antara penyedia kredit dengan nasabah. Hal ini dapat di-peroleh dengan hubungan yang berlang-sung dalam jangka panjang.

Lembaga penyedia pembiayaan dapat

terhadap kontraktor/penyedia sarana sanitasi. Sehingga hak-hak masyarakat miskin dan kualitas sarana sanitasi untuk mereka tetap terjaga dengan baik.

Penutup

Pembangunan sarana sanitasi sangat penting. Ini tidak hanya memberikan keuntungan bagi rumah tangga yang memilikinya, tapi jauh dari itu untuk masyarakat secara lebih luas. Sanitasi yang baik akan mengurangi penyebaran penyakit secara signifikan.

Keterbatasan sumber daya-terutama dana-seharusnya tidak dijadikan alasan untuk mengabaikan sektor ini. Dan se-jatinya masih banyak alternatif jalan yang bisa ditempuh guna memperbaiki kondisi sanitasi ini. Hanya saja memang butuh kepedulian, kesungguhan, dan waktu.

Segala bentuk dana yang dikucurkan untuk peningkatan sanitasi tidak akan membuahkan hasil apabila tidak diiringi dengan perubahan perilaku masyarakat berkaitan dengan sanitasi. Layak dipertim-bangkan juga untuk menggabungkan kredit sanitasi dengan bentuk-bentuk kredit lain yang lebih menguntungkan seperti program kredit untuk usaha mikro dan layanan

A P O R A N U T A M A

L

Jamban yang bersih dan sehat menjadi dambaan setiap orang.

(11)

A P O R A N U T A M A

L

Setiap negara memiliki

karakteristik tersendiri dalam

membangun sarana sanitasi.

Pengalaman satu negara bisa

men-jadi pelajaran bagi negara lain,

meskipun penerapannya tak

sepenuhnya harus sama.

Berikut pembelajaran yang bisa

diambil dari beberapa negara

mengenai kredit mikro:

„

Lesotho

P

royek di Lesotho dimulai pada tahun 1980 sebagai bagian dari proyek pengembangan perkotaan. Program ini menyediakan kredit bagi rumah tangga khususnya untuk pembangunan jamban. Program itu didorong oleh kebutuhan jamban rumah tangga. Untuk menerima kredit, rumah tangga harus menggali lubang jamban terlebih dahulu dan memiliki tabungan sebesar 30-40 persen dari total kebutuhan dana. Jumlah pin-jaman yang diberikan 50-300 dolar Ame-rika. Dana itu berasal dari pemerintah Lesotho tapi dikelola oleh Lesotho Bank yang telah memiliki kredibilitas yang baik dalam menangani pinjaman.

Pada tahun 1990, 600 pinjaman telah disetujui dari 4.500 pemohon. Sebanyak 282 jamban telah dibangun dan 81 per-sen peminjam telah melunasi pinjaman-nya. Dari 1.000 jamban yang telah diba-ngun di wilayah yang ditargetkan, 80 persen di antaranya dibangun melalui inisiatif masyarakat sendiri. Ini bisa ter-jadi karena adanya program promosi dan ketersediaan pilihan sanitasi. Berda-sarkan laporan yang ditulis UNDP pada tahun 1994, kunci keberhasilan proyek ini antara lain:

Desain jamban yang murah dan estetis

Kecilnya subsidi dan hibah secara langsung untuk rumah tangga

Program bersifat menyeluruh yakni promosi jamban, kesehatan, dan pendidikan kebersihan

Proyek terintegrasi dengan struktur pemerintahan

Koordinasi yang kuat dalam kebi-jakan dan perencanaan di antara de-partemen yang terlibat dalam pro-mosi peningkatan sanitasi

Melihat skema kreditnya sendiri, pembayaran pinjaman dengan bunga di-maksudkan untuk memastikan bahwa rumah tangga bertanggung jawab penuh terhadap penyediaan fasilitas sanitasi. Biaya administrasi pinjaman tergolong tinggi dan biaya tambahan untuk pro-mosi dan pengelolaan tidak dibebankan kepada peminjam sehingga keberlanjut-an jkeberlanjut-angka pkeberlanjut-anjkeberlanjut-ang proyek ini diper-tanyakan. Oleh karena itu proyek ini berhasil dalam promosi sanitasi tetapi tidak menciptakan institusi pembiayaan mikro yang berkesinambungan.

„

Honduras

Sebuah yayasan dibentuk di Hondu-ras. Yayasan itu bernama Yayasan Kope-rasi Perumahan (Co-operative Housing Foundation/CHF). Program ini merupa-kan strategi nasional untuk menyediamerupa-kan pinjaman bagi pembangunan perumahan di Tegucigalpa, ibukota Honduras. Pada tahun 1993, program permukiman me-ngeluarkan sekitar 4 juta dolar Amerika kepada LSM setempat untuk dipinjam-kan kepada 4 ribu keluarga.

Sanitasi diidentifikasi sebagai ceruk pasar (niche market) dan hibah UNICEF sebesar 350 ribu dolar Amerika disedi-akan untuk melanjutkan program dana bergulir bagi pengembangan sanitasi. Tu-juan dari program ini adalah mening-katkan kemampuan LSM sehingga reka dapat mengembangkan kredit me-reka yang berasal dari pemerintah dan akhirnya dari sektor perbankan swasta.

Pembelajaran Kredit Mikro

M a n c a n e g a r a

Salah satu jamban milik warga Honduras

FOTO: WWW.QTAWWA.ORG

 



(12)

Maksudnya, mereka harus mampu mem-pertahankan track record-nya dan me-ngembalikan pinjaman secara sukses.

Persetujuan pinjaman dibuat secara langsung oleh LSM. Tidak ada jaminan yang dibutuhkan meskipun latar bela-kang peminjam sangat sedikit diketahui. Pendamping penandatangan/saksi digu-nakan sebagai garansi pembayaran. Ben-tuk pinjaman berlaku selama tiga tahun dan dibayarkan setiap bulan. Pinjaman dikenakan bunga sebesar 15 persen, yang terhitung lebih rendah dibandingkan sumber kredit informal lainnya. LSM berhasil menarik kembali uang pinjaman itu sebesar 95 persen pada tahun perta-ma. Beberapa pengembangan terus dilakukan sesuai dengan rencana.

Keberhasilan dari skema ini dapat di-kaitkan dengan banyaknya pilihan yang mencakup jenis perbaikan yang akan

pemberi pinjaman. Peminjam dapat mengatur paket pinjaman sesuai dengan kebutuhan mereka.

Dengan adanya fleksibilitas dari per-syaratan pinjaman, peminjam dan pem-beri pinjaman dapat menguji sistem pin-jaman dengan risiko yang rendah bagi

nakan untuk penyediaan sarana sanitasi dapat dilunasi lebih awal sehingga dapat digantikan dengan pinjaman jangka pan-jang yang lebih besar untuk peningkatan kualitas rumah.

Penyediaan saran-saran teknis yang da-pat diandalkan dan bantuan pendampingan dalam negosiasi kontrak-kontrak konstruk-si merupakan faktor kunci untuk menarik minat calon peminjam yang berencana meningkatkan kualitas sarana sanitasi yang sudah mereka miliki.

Rumah tangga dengan pendapatan ren-dah sering tidak memiliki informasi yang dibutuhkan untuk membuat keputusan berkaitan dengan syarat-syarat teknis fasili-tas sanifasili-tasi. Fungsi utama dariloan officer adalah mengawasi kualitas konstruksi dan menggunakan keahliannya untuk meno-lak tuntutan pembayaran yang tidak sesuai dengan kontrak guna menjaga agar kontrak tetap dipatuhi.

„

India

Sulabh adalah sebuah LSM di India yang memperkerjakan 20 ribu orang. Orang-orang itu disiapkan untuk masuk ke pasar jamban di wilayah miskin perko-taan. Sebanyak 500 ribu rumah tangga memperoleh keuntungan akses kepada kredit melalui mekanisme formal dan informal. LSM itu kemudian menyiapkan agen yang memasarkan pinjaman dan mengumpulkannya dari para pembeli dengan persyaratan yang fleksibel. Sulabs merancang target penerimaan rata-rata dari para kolektor ini, tetapi tidak membebani mereka dengan buku catatan formal. Meskipun Sulabs telah menerima hibah, luasnya program jam-ban menunjukkan bahwa dari sisi keuangan bisa berjalan dan menjangkau kaum miskin. Ketidaktransparansian dari persyaratan pinjaman mungkin menggambarkan penggunaan yang nyata sistem informal yang didasarkan

A P O R A N U T A M A

L

Luasnya

program jamban

menunjukkan bahwa

dari sisi keuangan

bisa berjalan

dan menjangkau kaum

miskin.

WC umum yang ada di sebuah wilayah di India.
(13)

Y

ogyakarta Urban terdiri atas Kotamadya Yogyakarta ditambah beberapa kelurahan di Sleman dan Bantul. Sepintas lalu kita melihat kota tersebut cukup indah. Bahkan be-berapa sanitasi yang dimiliki warga cukup bagus. Namun di balik itu ter-nyata masih banyak dijumpai keluarga yang sama sekali tidak mempunyai WC keluarga. Mereka ini biasa buang air be-sar di sungai, sawah, atau selokan pada waktu matahari belum terbit atau sete-lah matahari terbenam. Aktivitas itu terkadang berbarengan dengan mencu-ci pakaian atau mandi.

Berdasarkan hasil studi, dari seluruh keluarga di wilayah Yogyakarta Urban se-banyak 79 persen mempunyai WC priba-di dan sisanya 21 persen tidak mempu-nyai (kira-kira adalah 31.500 keluarga). Dari mereka yang tidak punya WC, 5,34 persen buang air besar di WC umum yang dibuat pemerintah (3,09 persen), WC umum milik pribadi (0,99 persen), dan tetangga yang baik hati (1,26 persen)--, sebanyak 14,53 persen di kali, 0,49 per-sen di kolam/blumbang, dan 0,64 perper-sen di tempat lain seperti kebun, pekarangan, dan sebagainya.

Jumlah hajat yang langsung di buang ke alam sangat besar. Bila setiap hari ma-nusia buang hajat 0,2 kg, maka akan ada 31,5 ton per hari yang dibuang langsung ke alam atau 945 ton per bulan (kira-kira 250 truk penuh-hajat).

Beberapa alasan mendasari mengapa warga tidak membangun jamban/WC pribadi:

Alasan utama:

Kesulitan investasi awal

Tidak ada tempat Alasan lain:

Belum mapan

Begini sudah cukup

Lain-lain

Berdasarkan kondisi tersebut maka dicari jalan pemecahannya. Ada tiga gagasan pokok yang dapat dikem-bangkan:

Kredit lunak untuk pengadaan

sa-rana sanitasi keluarga (revolving funds). Program ini ditujukan bagi mereka yang mengalami kesulitan investasi awal untuk membangun sarana sanitasi tapi memiliki lahan Pelayanan WC umum yng dikelola secara swasta (pengguna harus membayar). Ini khusus bagi mereka yang tidak ada tempat untuk mem-bangun sarana keluarga secara pri-badi

Penyuluhan yang terencana dan konsisten sehubungan dengan aspek kesehatan lingkungan

Program Sanitasi Bergulir

Untuk mengatasi kendala investasi awal perlu ada kredit lunak (soft loan) atau dana berputar yang tepat kondisi masyarakat sasaran. Memang agak sulit memperoleh dana ini karena sanitasi keluarga masuk dalam kategori barang konsumtif dan pinjaman yang tersedia bi-asanya untuk kegiatan produktif; kekha-watiran bahwa si miskin tidak mau mem-bayar; dan sebagainya. Itu hipotesis yang muncul. Perlu ada pembuktian. Dengan dukungan dana kecil dari SDC, Yayasan Dian Desa (YDD) melakukan uji coba pada tahun 1995 - 1996. Pola yang dite-rapkan adalah:

Pemberian kredit lunak dengan bunga sebesar 8 persen per tahun dengan jangka waktu pengembalian selama 30 bulan.

Pemberian dukungan teknis di loka-si dan biaya untuk bantuan teknis tersebut tidak dibebankan kepada masyarakat sasaran.

Disain untuk underground con-struction(seperti ukuran dan

perle-takan tangki septik) ditetapkan oleh YDD, sehingga sarana yang dibuat benar-benar berfungsi se-suai tujuan. Sedangkan bentuk dan disain upperground construction (misalnya dinding, model toilet) diserahkan sepenuhnya kepada ke-inginan yang bersangkutan. Pada uji coba ini peminjam berjumlah 150 keluarga yang tersebar di dusun Potorono, Tegalmanding dan Con-dongcatur. Kredit per jamban/WC sebe-sar Rp. 350.000-Rp. 400.000. Dalam kurun waktu dua tahun hasilnya cukup menggembirakan yaitu:

Total hanya 4,8 persen dan mere-ka yang tidak mengembalimere-kan jus-tru perangkat di kampung ber-sangkutan. Lunas tepat waktu 87 persen, dan sisanya pembayaran mundur.

Dari pengamatan terlihat bahwa perawatan dari sarana jauh lebih baik dibandingkan perawatan sara-na umum yang dibangun secara cu-ma-cuma oleh pemerintah.

Adapun motivasi masyarakat mau membangun jamban/WC melalui kredit ini antara lain:

Ekonomi (memungkinkan untuk buka indekos, warung, usaha lain) Status

Lain-lain (tetapi motivasi mengenai kesehatan, lingkungan, biasanya be-lum mereka pahami).

Kesulitan dan problem yang timbul dalam pelaksanaan program tersebut bermacam-macam. Kendati sulit, lebih baik dimulai daripada tidak sama se-kali. „

(Prianti Utami/MJ)

A P O R A N U T A M A

Pengalaman Kredit Jamban Keluarga di Yogyakarta

L

Alasan warga tidak memiliki jamban/WC menurut wilayah (%)

Alasan

(14)

D

i wilayah perdesaan masalah jamban masih merupakan per-masalahan yang pelik dan belum seluruhnya dapat diatasi. Tingginya ang-ka pertumbuhan penduduk dan rendah-nya pendapatan masyarakat menyebab-kan semakin rumitnya permasalahan pe-nyediaan jamban.

Di samping itu, ada faktor yang me-nyebabkan masyarakat tidak atau belum mempunyai jamban, di antaranya:

Ketidaktahuan masyarakat akan proses pembangunan yang terjadi, karena ada anggapan bahwa semua urusan sanitasi merupakan urusan pemerintah.

Masalah budaya, bagi masyarakat yang kebetulan tinggal di pinggiran sungai, saluran irigasi dan kebun, membuang hajat cukup di sungai, sa-luran dan kebun. Selain tidak me-ngeluarkan dana juga ada rasa kepuas-an tersendiri, walaupun mereka harus berjalan 500-1.500 meter dari rumah. Masalah dana, untuk mendapatkan dana tunai untuk membuat jamban dirasakan sangat sulit, selain belum adanya budaya menabung, peng-hasilan sehari-hari habis untuk biaya hidup.

Selain permasalahan jamban, masa-lah pelayanan kesehatan bagi anak-anak juga cukup memprihatinkan. Lembaga lokal kaum perempuan seperti Pos Pela-yanan Terpadu (Posyandu) di tingkat du-sun juga sebagian besar tidak berfungsi secara optimal. Padahal peran lembaga Posyandu adalah :

Memelihara dan meningkatkan kese-hatan dalam rangka mewujudkan ke-tahanan dan kesejahteraan keluarga Meningkatkan kegotongroyongan masyarakat

Sebagai tempat untuk saling

mem-Sedangkan pelayanan yang dapat di-lakukan antara lain: pelayanan gizi, kese-hatan ibu dan anak, keluarga berencana (KB), imunisasi, dan penanggulangan penyakit diare dan ISPA. Kegiatan tam-bahan Posyandu lainnya seperti men-dorong pembangunan sarana air minum dan jamban keluarga dan perbaikan ling-kungan permukiman; memonitor per-kembangan anak termasuk bayi Keluarga Balita (BKB); penanggulangan penyakit menular setempat; dan Usaha Kesehatan Gizi Masyarakat Desa ( UKGMD).

Sayangnya dari sekian banyak pela-yanan dan kegiatan tersebut sebagian be-sar tidak berjalan, walaupun ada hanya sebatas penimbangan balita dan pembe-rian vitamin, karena kurangnya sarana penunjang dan terbatasnya dana.

Ketidakberdayaan masyarakat dalam menyediakan sarana jamban dan lemahnya peran lembaga lokal Posyandu dalam mem-beri pelayanan kesehatan ke masyarakat akan berdampak buruk. Oleh karena itu perlu dicari jalan untuk memberdayakan masyarakat dan lembaga lokal di bidang tersebut. Salah satu satunya adalah mem-buat program kegiatan bersama masya-rakat dengan pola dana bergulir. Program disiapkan dalam tahapan yang sistematis,

kemandirian program dapat dicapai

Upaya dan Hasil

Awal pengembangan kredit jamban di DIY dilahirkan oleh Yayasan Dian Desa pada akhir tahun 1993. Pola yang dipakai, masyarakat diberi dana pinjaman untuk membuat jamban, kemudian dana tersebut diangsur selama 12 bulan dengan jasa bunga pengembalian sebesar 1 persen per-bulan. Selama 4 tahun berjalan terbangun 400 unit jamban dari modal awal 146 unit yang tersebar di wilayah Potorono, Umbul-martani dan Condongcatur.

Tahun 2002, [e] Foundation bekerja sama dengan Badan Koordinasi Promosi Kesehatan dan PKK desa Umbulmartani mengembangkan konsep Community Based Developmentyang dipadukan de-ngan konsep Community Action Plan (CAP) dalam rangka membangun sumber daya manusia untuk penyediaan jamban dan penguatan Posyandu secara mandiri.

Karena program ini dinilai cukup ber-manfaat maka awal tahun 2003 Ford Motor Conservation & Environmental Grantjuga memberikan bantuan tambahan dana untuk memperluas cakupan kegiatan.

Inti dari program ini sederhana, ma-syarakat diberi dana pinjaman untuk membangun jamban dengan masa ang-suran selama 24 bulan. Peminjam dike-nai jasa bunga sebesar 1, 5 persen per bu-lan. Dari bunga pengembalian ini dibe-rikan kembali (subsidi) ke Posyandu se-besar 0,7 persen. Untuk biaya Admi-nistrasi pengelola sebesar 0,3 persen. Si-sanya 0,5 persen untuk penambahan mo-dal jamban bergulir.

Sejak tahun 2002 hingga 2004 hasil yang telah dicapai sebagai berikut: (lihat tabel di halaman sebelah)

Pelajaran yang Dapat Dipetik

A W A S A N

Jamban Sehat Posyandu Kuat

(sebuah cerita dari Sleman)

W

Oleh: Momon Hermansyah*









 

Ketidakberdayaan

masyarakat dalam

menyediakan

jamban dan lemahnya

peran lembaga lokal

Posyandu akan berdampak

(15)

jaran dapat di petik di antaranya: Terjadinya hubungan kerja sama (kemitraan) secara transparan antara semua pihak yang terlibat dalam kegiatan program

Ada peningkatan dan keterlibatan secara langsung peran kaum perem-puan yang tergabung dalam lembaga lokal, PKK, Posyandu, dalam pem-bangunan bidang kesehatan, khusus-nya lingkungan permukiman sehat. Meringankan biaya investasi pem-bangunan atau dengan kata lain de-ngan jumlah dana tertentu (terbatas), jangkauan program lebih luas, karena dari uang pengembalian angsuran pinjaman, kemudian dipinjamkan kembali ke masyarakat untuk mem-bangun jamban, kemudian sebagian jasa bunga diberikan atau disubsi-dikan kepada Posyandu untuk me-nunjang kegiatan kesehatan.

Kesimpulan

Untuk mencapai hal-hal yang tersebut di atas diperlukan sikap dasar untuk mem-percayai rakyat kecil serta menghargai kemampuan mereka. Kepercayaan dan penghargaan yang bersumber pada kenya-taan bahwa orang miskin itu bukan "the have not", mereka adalah "the have tittle". Kalau yang kecil-kecil itu dihimpun akan menjadi kekuatan yang dapat dipakai untuk mengatasi permasalahannya sendiri.

Pada titik saat rakyat mampu menye-lesaikan masalahnya sendiri dan me-ngembangkan kehidupan yang serasi dan berkesinambungan partisipasi masyarakat dalam pembangunan menjadi nyata. Peme-rintah tidak perlu mengurus dan mengatur hal-hal yang sudah dapat diurus dan diatur oleh rakyat.

Inilah prinsip pembangunan yang se-benarnya. Pertanyaan sekarang mau dan beranikah kita mengembangkannya? „

A W A S A N

W

LEMBAGA MITRA

BKPK,

[e] Foundation, PKK desa Umbul-martani

Ford Motor Com-pany, [e] Founda-tion, PKK desa Umbulmartani

NILAI PINJAMAN MODAL

AWAL

12 Unit jamban @ Rp 1.250.000

15 Unit jamban @ Rp 1.500.000

JAMBAN YG TERBANGUN

S/D THN 2004

41 Unit jamban, ada penambahan 29 unit jamban

28 unit jamban, ada penambahan 11 unit jamban.

SUBSIDI UNTUK BANTUAN POSYANDU S/D THN 2004

51 Posyandu dengan ban-tuan dana @ Rp 50.000. Dana ini dimanfaatkan untuk penambahan PMT dan pembelian peralatan. 10 Posyandu dengan ban-tuan dana @ Rp 75.000. Dana ini dimanfaatkan untuk penambahan PMT dan pembelian peralatan.

*) Kepala Divisi Kendali Mutu pada Assosiasi Konsultan Pembangunan Permukiman Indonesia Cab. DIY dan Staf pada Badan Koordinasi Promosi Kesehatan - Dinas Kesehatan DIY







Angsuran Perguliran

Dana

Monitor & Evaluasi

KONSEP PENGEMBANGAN JAMBAN BERGULIR & POSYANDU

1. Pembangunan dan pengembangan

jamban bergulir 2. Penguatan

Posyandu lewat subsidi

bunga pengembalian

angsuran Dulangan

dana awal sebagai

“Entry Point”

[e] Foundation

PKK bekerjasama dengan Kepala

Dusun menyeleksi

anggota Peminjam dan

Admisnistrasi Kredit

Kelompok Sasaran peminjam dana pembuatan jamban

(16)

M

odel-model pengelolaan sampah cukup banyak. Masing-masing memi-liki karakter tersendiri. Ada satu model perencanaan pengelolaan sampah regional yang patut ditiru oleh pengelola sampah di Indo-nesia. Model ini berkembang cu-kup baik di Swedia.

Model perencanaan sampah regional ini dikembangkan oleh SYSAV, sebuah perusahaan jasa pelayanan pengelolaan sampah perkotaan milik sembilan peme-rintah kota di selatan Swedia. Per-usahaan ini melayani 500.000 penduduk. Setiap pemerintah ko-ta berko-tanggung jawab terhadap pengumpulan dan pengangkutan sampah dari rumah tangga dan industri. SYSAV bertanggung ja-wab terhadap pengolahan dan pe-nanganan sampah selanjutnya.

Model itu disebut sebagai Eco-cycle society yakni konsep pena-nganan sampah regional yang me-rupakan siklus tertutup, sehingga diharapkan tidak ada energi yang terbu-ang ke alam. Filosofi konsep ini adalah mengurangi produksi sampah dengan meningkatkan kegiatan reuse, recycling, dan recovery.

Dari gambar di atas dapat dilihat bah-wa sampah yang dihasilkan dapat :

digunakan kembali sebagai produk yang sama seperti semula atau pro-duk baru (contoh: botol bekas dapat digunakan kembali);

didaur ulang sebagai bahan baku (contoh : sampah kertas)

dipakai sebagai bahan bakar untuk menghasilkan energi, sehingga dapat mengurangi bahan bakar fosil yang tidak dapat diperbaharui;

proses pengomposan atau digesti dan dikembalikan ke alam;

diamankan di tempat pembuangan akhir dengan proteksi lingkungan jangka panjang.

Berdasarkan filosofi eko-siklus terse-but, maka SYSAV membangun berbagai fasilitas penanganan sampah regional, antara lain:

Fasilitas pembakaran sampah (waste to energy plant) di Malmö

Sekitar 25 ton sampah dikonversi menjadi energi panas setiap jam. Instalasi ini terhubung dengan insta-lasi penghasil panas di Malmö dan Burlöv, dan menghasilkan 600 GWh

Integrated Landfill Spillepeng's di Malmö

Dilengkapi dengan berbagai fasilitas untuk proteksi terhadap lingkungan, seperti fasilitas pemilahan, pengomposan, daur-ulang, produksi gas-bio, dan pengolahan lindi. Selain itu, lo-kasi landfilllama seluas ± 50 ha saat ini digunakan untuk area rekreasi bagi masyarakat umum.

Pusat daur ulang sampah rumah tangga

Pusat daur ulang ini berjumlah sembilan unit, masing-masing pengelola kota memiliki satu unit. Pusat daur-ulang ini hanya menerima sampah yang dapat didaur ulang, mulai dari kertas, botol, elektronik, perkakas ru-mah tangga, dan juga hazardous waste (B3) yang berasal dari rumah tangga seperti batu baterei, lampu neon, dll.

Lund Transfer Station

Berfungsi untuk mencapai efisiensi pengangkutan dari sumber sampah ke lokasi pengolahan atau pembuangan akhir.

Model sejenis seharusnya bisa dite-rapkan di Indonesia. Apalagi ada proyek WJEMP (Western Java Environmental Management Project) bantuan Bank Dunia yang salah satu programnya ada-lah membentuk Jabodetabek Waste Ma-nagement Corporation (JWMC), yang hingga kini belum berjalan. „

A W A S A N

Penanganan Sampah Melalui

Eco-Cycle Society

W

a.

b.

c.

e.







Sumberdaya Alam

Pembuangan Akhir

Produk

Bahan

Baku

Residu

Oleh: Yuni Erni Agustin

*)

*)

Balai Pelatihan Air Bersih dan Penyehatan Lingkungan Permukiman Departemen Pekerjaan Umum, Anggota Pokja AMPL

(17)

P

ada masa pemerintahan orde ba-ru banyak dibangun fasilitas-fasi-litas untuk masyarakat menengah ke bawah di seluruh pelosok tanah air. Mulai dari penyediaan air minum, MCK, pompa tangan, jalan, persampahan, dan lain-lain. Tetapi sampai saat ini hampir semua fasilitas tersebut tidak dapat di-manfaatkan. Bahkan fasilitas-fasilitas dan bangunan yang dibangun oleh Dirjen Cipta Karya, khususnya untuk penyedia-an air minum dpenyedia-an penyehatpenyedia-an lingkung-an, dikenal dengan sebutan "Monumen Cipta Karya" karena tak lagi berfungsi. Banyak dana yang telah dikeluarkan. Se-bagian besar dana berasal dari pinjaman luar negeri. Hal yang sama terjadi pada proyek fisik yang dilaksanakan oleh LSM. Kegagalan proyek atau program tersebut disebabkan oleh kegunaan yang tidak tepat (teknologi tidak sesuai) dan tidak ada partisipasi masyarakat

Untuk pelaksanaan proyek-proyek atau program-program penyediaan air minum dan penyehatan lingkungan per-mukiman ke depan harus mempertim-bangkan partisipasi aktif masyarakat.

Peran Serta Masyarakat

Peran serta masyarakat yaitu peli-batan masyarakat dalam proses peren-canaan, konstruksi dan pengoperasian proyek. Ini termasuk melibatkan masya-rakat dalam:

Menentukan tujuan proyek Pengumpulan sumber daya Mendapatkan keuntungan pro-yek

Menilai apakah proyek mencapai tujuannya

Mengelola kelanjutan proyek dengan swadaya masyarakat Peran serta masyarakat tidak terjadi dengan sendirinya, karena masyarakat

belum pernah merencanakan suatu pro-yek. Kadang-kadang tidak ada kesadaran dari masyarakat itu sendiri. Air minum yang mereka minum sehari-hari ke-banyakan tidak memenuhi syarat. De-mikian juga dengan fasilitas-fasilitas ke-sehatan lainnya yang digunakan sehari-hari.

Oleh karena itu masyarakat perlu di-beri motivasi dan dorongan untuk dapat berperan aktif pada setiap proyek yang disediakan untuk mereka. Mereka akan turut bertanggung jawab karena merasa memiliki. Dalam hal ini peran fasilitator sangat penting. Fasilitator menjadi peng-hubung antara pemberi proyek dan ma-syarakat. Fasilitator bertugas menerje-mahkan maksud dan tujuan pemberi pro-yek kepada masyarakat dan sebaliknya menyampaikan aspirasi masyarakat ke-pada pemberi proyek.

Kita juga dapat melihat bagaimana suksesnya pembangunan dan pengope-rasian Tangki AG di Kota Malang yang prakarsai oleh Agus Gunarto. Hanya di-butuhkan satu orang motivator untuk mengajak masyarakat berpartisipasi da-lam pembangunan fasilitas penyehatan lingkungan permukiman. Karena didu-kung penuh oleh masyarakat setempat maka Tangki AG dapat bertahan hingga sekarang.

Prioritas Pelayanan

Tidak semua daerah mendapat bantu-an proyek penyediabantu-an air minum dbantu-an penyehatan lingkungan permukiman. Hanya daerah-daerah tertentu yang akan

diberi bantuan. Untuk itu perlu diten-tukan prioritas pemberian pelayanan dalam bentuk bantuan proyek. Langkah-langkah yang perlu dilakukan adalah:

Membuat dan menggunakan krite-ria objektif untuk menentukan masyarakat yang diprioritaskan. Yang perlu diperhatikan yakni data, informasi dan masukan tentang kondisi daerah dan kondisi masya-rakat sehingga kriteria yang diha-silkan bersifat objektif dan akurat. Berkoordinasi dengan pemerintah dan LSM-LSM lainnya untuk pemi-lihan daerah atau masyarakat. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi tumpang tindih bantuan untuk daerah dan proyek yang sama. Merekrut dan melatih fasilitator proyek untuk membantu dalam pendidikan masyarakat dan proses partisipasi. Dalam merekrut fasili-tator juga perlu diperhatikan track recordatau pengalaman dari calon fasilitator tersebut.

Prioritas diberikan sesuai dengan pe-milihan yang lebih dipentingkan. Maka perlu ada kriterianya, misalkan kelompok miskin, kelompok perdesaan ataupun la-innya yang lebih butuh saat itu. Contoh :

Daerah miskin di mana penghasilan sangat sedikit

Daerah di mana fasilitas membu-tuhkan perbaikan

Daerah di mana terdapat pening-katan penyakit

Daerah di mana sulit terdapat air dan sarana kesehatan

Daerah di mana masyarakatnya mempunyai kebiasaan buruk terha-dap kesehatan

Untuk daerah yang masyarakatnya berpenghasilan menengah ke atas biasa-nya kesadaran akan kesehatan

ling-A W ling-A S ling-A N

Partisipasi Masyarakat dalam Mendukung

Proyek Penyediaan Sarana Air Minum

dan Penyehatan Lingkungan Permukiman

W

Oleh: Erik Armundito

*)

Juara III Lomba Karya Tulis Ilmiah Penyelenggaraan Air Minum dan Penyehatan

Lingkungan, karyawan swasta di Jakarta.

  



















(18)

kungan sudah tinggi. Untuk keperluan fasilitas penyediaan air minum dan pe-nyehatan lingkungan permukiman mere-ka tidak ragu mengeluarmere-kan dana untuk membangun fasilitas pribadi maupun fasilitas untuk bersama. Mereka juga su-dah mulai meninggalkan kebiasaan-ke-biasaan buruk yang dapat mengganggu kesehatan.

Mendorong Peran Serta

Bila hasil suatu proyek penyediaan air minum dan penyehatan lingkungan per-mukiman kurang baik, tidak tepat sasaran atau tidak dapat berlanjut, perlu diketahui sebab-sebabnya. Ada beberapa sebab yang perlu diperhatikan di an-taranya: (i) Perbedaan pandangan antara masyarakat dan pembuat rencana ter-hadap fasilitas yang akan dibangun; (ii) Titik berat pada bantuan dan bukan pemakaian fasilitas yang berkesinam-bungan; (iii) Bantuan penunjang yang efektif pada masyarakat sering kurang, terutama sesudah proyek selesai.

Agar dapat berpartisipasi aktif perlu diketahui hal-hal apa yang dapat menjadi pemicunya. Biasanya kebutuhan dan keadaan yang mendesak akan mendorong masyarakat berperan serta dalam berba-gai proyek bantuan. Misalkan kebutuhan akan air minum. Air minum merupakan kebutuhan pokok manusia yang sangat penting dan diperlukan setiap hari. Ma-syarakat sangat mengharapkan kemudah-an mengakses sumber air minum dkemudah-an mudah timbul kesadaran untuk memban-tu setiap usaha dalam membangun fasili-tas-fasilitas air minum.

Demikian juga terhadap fasilitas-fasili-tas penyehatan lingkungan permukiman. Misalkan dengan terjadinya wabah pe-nyakit menular karena kebiasaan yang bu-ruk dari masyarakat, kebutuhan akan fa-silitas-fasilitas kesehatan menjadi sangat mendesak. Kondisi-kondisi seperti itu perlu diperhatikan bagi perencana

proyek-Kelangsungan Proyek dan Fasilitas Desa atau kampung telah menyedia-kan perbaimenyedia-kan kesehatan lingkungan. Air untuk minum, mandi, mencuci, kakus maupun perbaikan rumah telah dilak-sanakan. Tetapi bagaimanakah pemakai-annya? Apakah memuaskan penduduk? Dapatkah mereka mengelola selanjutnya? Maka penting kiranya memastikan ke-langsungan tujuan proyek. Apakah ber-henti setelah fasilitas fisik dibangun atau dapat dimanfaatkan secara berkesinam-bungan dan dapat dijadikan contoh bagi daerah lainnya.

Setelah proyek selesai dan keperluan untuk laporan serta publikasi selesai biasanya fasilitas fisik diserahkan lang-sung kepada masyarakat untuk dikelola. Pemanfaatan dan pengelolaan fasilitas-fasilitas tersebut sering timbul masalah mulai dari lembaga yang akan mena-ngani, biaya operasional, cara peng-operasian alat, sampai kebutuhan akan suku cadang alat.

Dari awal masyarakat harus dili-batkan dalam pembentukan lembaga atau

fasilitas tersebut. Apakah diserahkan kepada perangkat kelurahan, karang taruna, RT setempat, atau dibentuk lem-baga baru khusus untuk mengelola. Ini untuk menumbuhkan rasa tanggung jawab bersama. Setelah lembaga pengelo-la terbentuk, masyarakat juga harus dili-batkan untuk menanggung biaya opera-sional. Kesadaran dan rasa tanggung jawab yang telah tumbuh akan memper-mudah menarik iuran dari masyarakat.

Sebelum fasilitas fisik selesai dibangun masyarakat perlu diberi pengetahuan cara-cara untuk mengoperasikan alat-alat yang digunakan seperti pompa tangan, pompa listrik, tangki septik, jamban, dan lain-lain. Nantinya masyarakat bisa langsung meng-operasikan fasilitas itu.

Peranan fasilitator dalam menen-tukan prioritas adalah membantu mem-pertemukan kesenjangan yang ada antara penduduk dan pembuat rencana. Pe-kerjaannya adalah membawa masyarakat ke arah perencanaan proyek karena keberhasilan sangat tergantung banyak pada efektivitas pekerjaan sebagai

part-A W part-A S part-A N

W

(19)

Untuk alat-alat yang digunakan seca-ra terus menerus tentu akan menjadi ber-kurang kinerjanya dan harus diganti suku cadangnya. Kemudahan untuk menda-patkan suku cadang alat-alat tersebut perlu diperhatikan.

Pemilihan Fasilitator

Perencana proyek biasanya berbicara dengan masyarakat lewat pemimpin setempat (lokal) yang dianggap mewakili masyarakat. Fasilitator pria maupun wa-nita dapat bekerja dengan pria maupun wanita secara individual maupun dalam kelompok sesuai dengan tugas mem-bawanya ke arah proses perencanaan.

Pemilihan fasilitator dapat dilakukan secara terbuka seperti membuka lowong-an di surat kabar ataupun secara tertutup dengan merekrutnya langsung. Ataupun dapat meminta referensi dari tokoh ma-syarakat setempat, perangkat pemerintah setempat dan LSM setempat. Fasilitator dapat diambil dari masyarakat setempat atau di dekatnya. Intinya mereka harus mengetahui situasi daerah itu, dan dapat diterima oleh masyarakat. Untuk daerah dimana masyarakatnya sangat religius fasilitator dapat diambil dari tokoh agama, guru agama, ustad, atau remaja masjid. Untuk masyarakat yang fanatik terhadap salah satu partai politik tertentu maka fasilitator dapat diambil dari fung-sionaris partai. Untuk daerah lain yang dominan akan ciri tertentu fasilitatornya harus disesuaikan.

Fasilitator harus dapat menjadi pen-dengar yang baik dalam masyarakat dan mendorong masyarakat untuk mau mem-berikan pendapat. Pengalaman yang matang dan perilaku yang baik dari fasili-tator akan sangat menguntungkan dalam menyukseskan proyek-proyek bantuan di bidang penyediaan air minum dan penye-hatan lingkungan permukiman.

Daftar Potensi Organisasi

Kesuksesan proyek-proyek bantuan penyediaan air minum dan penyehatan

lingkungan permukiman perlu ditunjang oleh organisasi yang ada di daerah terse-but. Kemungkinan keterkaitan organisasi dengan proyek adalah sebagai mitra yang aktif dan kerja sama dalam proyek, baik dalam pendanaan maupun bantuan mo-ral. Sebaliknya, organisasi itu bisa seba-gai penentang.

Oleh karena itu, sebelum memulai proyek bantuan perlu didata terlebih dahulu keberadaan organisasi-organisasi yang ada di daerah tempat proyek bantu-an akbantu-an berlbantu-angsung maupun daerah se-kitarnya. Dengan mengenal organisasi yang ada di daerah dengan baik dapat menjadi potensi yang besar dalam mem-bantu terlaksananya proyek.

Yang diharapkan dapat dilakukan dari organisasi-organisasi yang menjadi mitra dalam kerja sama antara lain (i) menyiapkan pekerjaan untuk panitia se-tempat (menginterview, promosi proyek, mencari dana, dsb); (ii) menyediakan dana untuk publisitas, konsultan, dsb; (iii) membolehkan pemakaian nama organisasinya sebagai sponsor, mengiku-ti satu atau lebih dari program untuk proyek; (iv) membuat pengumuman yang jelas tentang proyek dalam pertemuan-pertemuan atau surat selebaran dan menyebarkan bahan pendidikan kepada anggota; (v) mengadakan diskusi dalam pertemuan tentang proyek; (vi) mengor-ganisasi anggotanya untuk berpartisipasi aktif dalam proyek-proyek bantuan.

Sedangkan yang dilakukan organisa-si-organisasi yang menjadi penentang

an-tara lain: (i) menentang proyek dengan mengorganisasi oposisi dalam forum dan perdebatan yang dapat menghambat ter-laksananya proyek-proyek bantuan dan (ii) memprovokasi masyarakat untuk menolak proyek-proyek bantuan. Sikap yang harus diambil terhadap organisasi-organisasi penentang tersebut adalah mengakomodasi aspirasi apa yang disam-paikan. Oposisi yang jujur dapat diman-faatkan untuk mengadakan uji coba pro-posal. Penolakan dapat untuk menge-tahui kelemahan dalam perencanaan, pendekatan maupun pelaksanaan.

Apabila ada organisasi yang tidak setuju bukan berarti mereka benar-benar menolak. Kemungkinan sebelumnya te-lah dilaksanakan proyek-proyek bantuan sejenis yang tidak tepat sasaran dan tidak dapat berlanjut. Sumber daya yang telah dikeluarkan masyarakat sia-sia. Hal ini akan menjadi masukan yang sangat baik untuk memperbaiki kelemahan-kelemah-an ykelemahan-kelemah-ang ada. Tinggal bagaimkelemahan-kelemah-ana cara pendekatan kepada organisasi-organisasi penentang untuk diyakinkan akan ber-manfaatnya proyek-proyek bantuan yang akan dilaksanakan dan tidak akan meng-ulangi kesalahan-kesalahan yang pernah ada.

Penutup

Dari pembahasan diatas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa keberhasilan proyek-proyek bantuan di daerah, khu-susnya proyek-proyek penyediaan air mi-num dan penyehatan lingkungan permu-kiman, sangat ditentukan oleh partisipasi aktif dan dukungan masyarakat setem-pat. Demikian juga masalah-masalah khusus yang menjadi ciri daerah atau ma-syarakat setempat. Walaupun proyek-proyek bantuan ditujukan terhadap ma-syarakat sendiri, pemanfaatan dan pe-ngelolaan secara berkesinambungan juga perlu partisipasi masyarakat. Perlu ada koordinasi antara pemberi bantuan, pe-merintah, aparat kelurahan, masyarakat dan organisasi yang ada. „

A W A S A N

W

Apabila ada organisasi yang

tidak setuju bukan berarti

mereka benar-benar menolak.

Kemungkinan sebelumnya telah

dilaksanakan proyek-proyek

bantuan sejenis yang tidak

tepat sasaran dan tidak dapat

(20)

S

eringkali kita mendengar slogan " Kebersihan adalah Investasi ". Kalimat ini bersifat persuasif bagi masyarakat untuk tetap menjaga ke-bersihan lingkungannya, yang umumnya dikaitkan erat dengan bidang persampah-an. Namun sejauh ini, belum pernah di-formulasikan secara jelas, kualitas keber-sihan semacam apa yang diharapkan ter-jadi untuk mendorong suatu investasi, seberapa besar nilai investasi yang mung-kin timbul dalam satuan mata uang yang dapat terbentuk akibat suatu parameter kebersihan, atau justru seberapa besar in-vestasi sosial yang sebenarnya terbentuk dalam masyarakat akibat adanya keber-sihan ?

Parameter Kualitas Kebersihan Mungkin tidak terlalu jelas dan mu-dah untuk dipahami, kualitas kebersihan macam apa yang diharapkan muncul da-lam suatu penataan lingkungan perkota-an. Jumlah tempat sampah rumah yang tersedia, jumlah tempat sampah di tepi jalan, frekuensi pengumpulan dan peng-angkutan sampah, keterkumpulan dan keterangkutan sampah, hingga kebersih-an sungai ykebersih-ang melalui suatu kawaskebersih-an merupakan sebagian parameter yang da-pat diukur untuk melakukan kuantifikasi dari tingkat kebersihan.

Namun, setiap kawasan atau kota, juga memiliki batasan tertentu dalam sis-tem penanganan sampah yang mendu-kung kebersihan. Batasan utama haruslah didasarkan atas ketersediaan dana untuk penanganan sistem persampahannya. Se-jauh masyarakat mampu dan mau untuk membayar retribusi sampah sesuai de-ngan kualitas kebersihan yang diingin-kan, menjadi tugas pemerintah untuk memformulasikan kuantifikasi kebersih-an ykebersih-ang diinginkkebersih-an oleh masyarakat ter-sebut. Hal ini dapat diukur dengan mem-buat suatu perhitungan keadaan ideal, mengenai berapa jumlah dana yang

dibu-penanganan sampah yang diinginkan. Ke-tersediaan dana yang ada harus menjadi tolok ukur, seberapa besar kualitas keber-sihan yang diinginkan, ditinjau dari kon-disi 100 persen ideal. Jumlah tempat sampah yang harus disediakan harus di-sesuaikan, frekuensi pengumpulan dan pengangkutan sampah dikurangi berda-sarkan keterbayaran masyarakat, keter-kumpulan dan keterangkutan sampah disesuaikan dengan jumlah petugas gero-bak atau truk sampah yang mampu diba-yar oleh masdiba-yarakat, hingga kualitas ke-bersihan sungai yang dapat dijaga agar te-tap baik berdasarkan uang yang dapat di-bayarkan oleh masyarakat. Mungkin kita dapat mengatakan bahwa Kota A lebih bersih daripada Kota B. Yang menjadi suatu pertanyaan adalah, seberapa besar tingkat keterbayaran masyarakat untuk menghasilkan kualitas kebersihan yang serupa? Keterbayaran yang berbeda, di-sertai dengan keterbatasan anggaran pemerintah setempat untuk melakukan subsidi, serta kemauan masyarakat untuk menerima kualitas kebersihan yang

di-berikan sebagai suatu jasa dari pemerin-tah, merupakan hal yang sifatnya relatif pada setiap kota. Simplifikasi yang mung-kin dilakukan adalah asumsi bahwa setiap kota memiliki daya bayar yang sama baik dari segi masyarakat mapun pemerintah, serta masyarakat memiliki selera yang sa-ma dalam menghasilkan suatu kualitas kebersihan.

Kerancuan dan kesulitan ini dapat di-pecahkan dengan membuat kondisi ideal untuk sistem penanganan sampah yang baik dan membuat klasifikasi kualitas ke-bersihan kota berdasarkan tingkat keter-bayaran tadi. Dengan hal tersebut, kita ti-dak dapat menyalahkan bahwa Kota A le-bih bersih daripada Kota B. Hal ini mung-kin diakibatkan oleh daya bayar masyara-kat Kota B yang lebih rendah daripada masyarakat Kota A. Selain itu, masyara-kat Kota B juga tidak perlu untuk merasa iri dengan kualitas kebersihan di Kota A, karena masyarakat Kota B sudah merasa cukup nyaman dengan kualitas kebersih-an di kotkebersih-anya. Oleh karenkebersih-anya, kukebersih-anti- kuanti-fikasi kualitas kebersihan kota perlu un-tuk ditetapkan sehingga dapat menjadi patokan standar yang diinginkan. Di lain pihak, pemerintah pusat juga harus me-netapkan pagu biaya minimum sistem

pe-A W pe-A S pe-A N

Kebersihan adalah Investasi

W

Oleh : Sandhi Eko Bramono,

S.T., MEnvEngSc.

*)
(21)

nanganan sampah di setiap kota di Indo-nesia, yang dapat memberikan standar minimum kualitas kesehatan masyarakat dan lingkungan, yang saniter dan higie-nis.

Masuknya Investasi

Di lain pihak, masuknya investasi dari luar yang dapat menggerakkan roda per-ekonomian suatu daerah atau kota, juga dapat ditentukan oleh kualitas kebersih-an setempat. Kota dengkebersih-an letak ykebersih-ang strategis, memiliki pelabuhan udara dan laut yang memadai, memiliki kemudahan dalam aksesibilitas transportasi, serta tersedianya pelayanan jasa yang baik, dapat dipengaruhi pula oleh tingkat ke-bersihan kota tersebut. Akibat sistem pe-nanganan sampah yang buruk, bukanlah hal yang mustahil, kota dengan fasilitas lengkap tak akan diminati investor.

Sebaliknya, kota yang memiliki pe-nanganan sampah yang baik, kualitas sungai terjaga dan bersih, keterkumpulan dan keterangkutan 100 persen sampah tercapai setiap hari, tidak terletak di ka-wasan yang strategis, tidak memiliki pe-labuhan udara dan laut yang memadai, ti-dak memiliki kemudahan dalam aksesibi-litas transportasi, serta tidak tersedianya pelayanan jasa yang baik, juga belum tentu akan memberikan keinginan in-vestor untuk masuk.

Dalam hal ini, diperlukan suatu anali-sis biaya yang akurat, untuk menentukan tingkat biaya investasi serta biaya peng-operasian-pemeliharaan-perawatan sis-tem persampahan yang dibutuhkan un-tuk menjamin investor dapat berinvestasi di sana. Setiap kota tidak membutuhkan biaya yang sama karena setiap kota ada-lah spesifik sesuai dengan karakteristik-nya masing-masing. Tidak perlu mengha-rapkan kualitas kebersihan di Kota C sa-ma dengan Kota D. Dengan biaya yang spesifik dan berbeda pada kedua kota ter-sebut, kota harus tetap mampu untuk memberikan investasi yang diharapkan untuk terjadi di kota tersebut, dan tidak

terjadi di kota lain. Hal ini juga akhirnya akan meringankan masyarakat selaku produsen sampah dalam membayar retri-busi sampah, serta meringankan peme-rintah setempat dalam memberikan sub-sidi untuk sistem penanganan sampah.

Investasi Sosial

Tingkat kebersihan pada setiap kota tentu akan memberikan dampak terha-dap kualitas kesehatan dan lingkungan masyarakat sekitar. Pemerintah harus dapat menghitung, berapa investasi so-sial yang terjadi dalam masyarakat akibat penanganan sistem persampahan yang baik. Sebagai permisalan, dengan adanya sistem penanganan sampah yang baik maka akan terjadi reduksi epidemi pe-nyakit yang diakibatkan oleh lalat dan tikus sebagai vektornya, akan terjadi re-duksi epidemi penyakit Infeksi Saluran Pernafasan bagian Atas (ISPA), akan tim-bul sarana-sarana rekreasi masyarakat, akan timbul usaha-usaha dagang ma-syarakat, bahkan timbul pembelajaran dan kesadaran masyarakat akan nikmat dan pentingnya suatu kondisi lingkungan yang bersih. Hal - hal ini merupakan pa-rameter yang dapat dikuantifikasikan da-lam suatu satuan nilai mata uang. Uang yang semula digunakan untuk membayar biaya pemeriksaan kesehatan akibat pe-nyakit yang ditimbulkan oleh sampah, akan tersubstitusi sebagai biaya untuk membeli makanan dengan tingkat gizi yang lebih baik. Friksi sosial akibat pe-nanganan sampah yang buruk, seperti yang terjadi di TPST ( Tempat Pengolah-an Sampah Terpadu ) Bojong di Jakarta,

serta peristiwa longsornya IPS ( Instalas

Gambar

gambar sebagai prototypesehingga masyarakat harus swadayasebesar 6 juta. Ini sifatnya stimulan

Referensi

Dokumen terkait

Kepala TK yang melakukan semua perencanaan ini harus sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan serta memiliki kesepakatan dan kerjasama dengan yayasan, agar bisa

[r]

Sebagian perempuan bahkan tak menyadari betapa terikatnya atau betapa cintanya sampai2 mrk merasakan sentakan saat pasangannya tidak ada. Kita terbiasa menganggap kerinduan

In case of the problematic students, negative emotions often affect students’ thoughts. Negative emotions can stimulate students’ cognitive ability. For example, when a

[r]

Kanak­kanak  lebih  mudah  mempelajari  bahasa  asing  berbanding  mereka  yang

Berdasarkan hasil penelitian pada peserta didik kelas IIIA Sekolah Dasar Negeri 29 Pontianak Kota dengan materi menulis karangan yang diajarkan dengan dengan

Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) 2 telah dilaksanakan praktikan di SMK Masehi PSAK Ambarawa yang terletak di Jalan Pemuda No. Banyak kegiatan yang telah dilakukan