• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERCIK. Media Informasi Air Minum dan Pe (27)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PERCIK. Media Informasi Air Minum dan Pe (27)"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Dari Redaksi 1

Suara Anda 2

Laporan Utama

Data AMPL Mungkinkah Terintegrasi? 3

Beda Definisi, Beda Hasil 5

Menuju Integrasi Data AMPL 6

Direktur Statistik Kesejahteraan Rakyat BPS:

Masyarakat Belum Sadar Data 7

Kasubdit Data dan Informasi, Ditjen Cipta Karya:

Perlu Konsensus Bersama 8

Teropong

Bantul Amburadul 9

Sanitasi dalam Kondisi Darurat 13

Peraturan

PP No. 2 Tahun 2006 14

Wawancara

Direktur Eksekutif Dana Mitra Lingkungan, Ir. Sri Bebassari, MSc:

Master PlanPersampahan Mutlak 15

Reportase

Kampung Agrowisata di Sudut Jakarta 20

Kisah

Pengelolaan Sampah Gaya Komunitas Rungkut Lor 22 Studi

Kajian Ekonomi Dampak Investasi Air Minum Terhadap

Perekonomian di Indonesia 24

Program

Sekilas tentang ISSDP 27

Inovasi

Insinerator Ramah Lingkungan 29

Wawasan

Air Mengalir dari Negara ke Swasta 31

Misteri Lorong Waktu Peradaban Teknologi Keairan 33 Tantangan Penyediaan Air Baku dalam Pemenuhan

Kebutuhan Air Minum 37

Pengelolaan DAS (Hulu) Terpadu untuk Kesejahteraan Rakyat 41

Seputar AMPL 45

Seputar WASPOLA 47

Info CD 48

Info Buku 49

Info Situs 50

Agenda 51

Pustaka AMPL 52

Media Informasi Air Minum dan Penyehatan Lingkungan

Diterbitkan oleh:

Kelompok Kerja Air Minum dan Penyehatan Lingkungan

(Pokja AMPL)

Penasihat/Pelindung:

Direktur Jenderal Cipta Karya DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM

Penanggung Jawab:

Direktur Permukiman dan Perumahan, BAPPENAS

Direktur Penyehatan Air dan Sanitasi, DEPKES

Direktur Pengembangan Air Minum, Dep. Pekerjaan Umum Direktur Pengembangan Penyehatan

Lingkungan Permukiman, Dep. Pekerjaan Umum Direktur Bina Sumber Daya Alam dan

Teknologi Tepat Guna, DEPDAGRI Direktur Penataan Ruang dan Lingkungan Hidup, DEPDAGRI

Pemimpin Redaksi:

Oswar Mungkasa

Dewan Redaksi:

Supriyanto, Johan Susmono, Indar Parawansa, Bambang Purwanto

Redaktur Pelaksana:

Maraita Listyasari, Rewang Budiyana, Rheidda Pramudhy, Joko Wartono,

Essy Asiah, Mujiyanto

Desain/Ilustrasi:

Rudi Kosasih

Produksi:

Machrudin

Sirkulasi/Distribusi:

Agus Syuhada

Alamat Redaksi:

Jl. Cianjur No. 4 Menteng, Jakarta Pusat. Telp./Faks.: (021) 31904113

http://www.ampl.or.id e-mail: redaksipercik@yahoo.com

redaksi@ampl.or.id oswar@bappenas.go.id

(3)

P

ertengahan tahun ini, Indonesia dibayang-bayangi bencana. Ke-tika masyarakat di sekitar Gu-nung Merapi di perbatasan Yogyakarta dan Jawa Tengah dihantui letusan gunung, tiba-tiba mereka dihentakkan oleh gempa berkekuatan 5,9 skala Richter. Sekitar 6.000 orang meninggal dunia, dan ratusan ribu jiwa kehilangan tempat tinggal yang hancur dan rusak akibat musibah itu.

Belum usai musibah itu ditangani, bencana datang lagi. Semburan lumpur panas membanjiri kawasan di Sidoarjo, Jawa Timur. Lagi-lagi masyarakat men-jadi korban kecerobohan proses eksplo-rasi minyak. Meski tak ada korban, mereka harus menyingkir dari tempat tinggalnya karena genangan lumpur pekat yang mengeluarkan bau tak se-dap. Sekitar 3.000 jiwa mengungsi, pu-luhan hektar sawah terendam, dan per-ekonomian terganggu karena luapan lumpur menghadang jalur transportasi. Banjir lumpur itu belum bisa ditangani. Justru muncul sumber lumpur baru.

Tiba-tiba kita dikejutkan lagi adanya banjir bandang yang melanda delapan kabupaten di Sulawesi Selatan. Hampir 200 orang meninggal dunia dan 145 lainnya hilang. Ratusan rumah hancur dilanda air bah yang datang tiba-tiba ketika orang sedang terlelap. Gelom-bang pengungsian kembali mengalir. Dan konon pemerintah kehabisan dana cadangan untuk bencana.

Apa yang melanda negeri ini bisa menunjukkan potret buruk lingkungan kita. Selain itu kita juga bisa melihat betapa belum ada penanganan yang memadai menghadapi kondisi itu. Padahal, seharusnya kita lebih siap mengingat kita memang berada di wi-layah yang rawan bencana. Walhasil ki-ta hanya bisa mengelus dada dan me-minta kepada Yang Maha Esa untuk tidak menurunkan bencana berikutnya seraya meminta ampun atas segala per-buatan buruk kita terhadap alam-Nya. Di sisi lain, mari kita bantu saudara

kita!

Berkaitan dengan itu, Percik kali ini mencoba meneropong kondisi darurat di wilayah Bantul pascagempa. Ka-bupaten di selatan Yogyakarta ini dipi-lih karena daerah inilah yang mengala-mi kerusakan paling parah dan korban jiwa paling banyak. Tentu kita akan melihat bagaimana kondisi air minum dan penyehatan lingkungannya. Kami berharap potret tersebut nantinya bisa menjadi pelajaran bagi kita semua khususnya dalam menyiapkan tanggap bencana di sektor air minum dan penye-hatan lingkungan.

Di rubrik wawancara, kami meng-hadirkan 'Ratu' sampah Sri Bebassari untuk memperbincangkan kondisi sam-pah kita saat ini dan apa yang harus kita lakukan ke depan. Persoalan ini penting mengingat kita sudah dalam kondisi darurat sampah. Kasus di Kota Ban-dung bisa menjadi contoh buruk penge-lolaan sampah kota, dan mungkin hal yang sama terjadi di kota-kota lain. Butuh kepedulian yang lebih terhadap masalah ini dari semua stakeholder.

Kalau tidak kita akan kedatangan 'hantu' sampah yang sangat menakut-kan.

Sedangkan di laporan utama, kami mengajak pembaca untuk menyimak pembahasan tentang data AMPL. Fakta yang ada menunjukkan ternyata kita memiliki banyak data dalam sektor yang sama. Setiap instansi memiliki data dan kriteria sendiri. Akibatnya ada tumpang tindih. Data siapa yang benar? Tak ada yang tahu pasti. Mengapa itu bisa terjadi? Jelas kondisi ini bisa mem-pengaruhi perencanaan pembangunan ke depan dan akurasi penilaian keber-hasilan pembangunan.

Pembaca, di tengah carut marut kondisi kita, kami mengikuti pameran lingkungan hidup di Balai Sidang Jakarta. Alhamdulillah, banyak pengun-jung yang menyapa kami di Stand Pokja AMPL-WASPOLA. Puluhan pengun-jung pun berlangganan Percikdan ber-diskusi mengenai sektor AMPL. Semoga jalinan komunikasi seperti ini tak berhenti.

Wassalam. „

D A R I

R E DA K S I

FOTO:DORMARINGAN HS

(4)

Rubrik Teknologi

Terima kasih atas kiriman Percik yang terbaru, April 2006. Media jurnal ini bagus dan informatif.

Kalau boleh, perlu juga re-portase mengenai pengalaman-pengalaman di negara-negara lain dalam hal air minum dan penyehatan lingkungan ini, baik skala komunitas lingkungan maupun skala kota. Juga perlu ada rubrik mengenai penera-pan-penerapan appropriate technology mulai dari yang sudah ada turun temurun dari nenek moyang kita, misalnya kincir air di sumatera barat, sampai dengan yang mutakhir dan mengupas bagaimana tek-nologi itu diterapkan dan apa kekurangannya, bagaimana sebenarnya kekurangan-kekurangan itu bisa diatasi dengan teknologi atau pengetahuan masa kini.

Salam dan selamat berjuang mema-jukan bangsa.

Max Pohan Staf Ahli Menteri PPN Bidang Pemantauan Pembangunan

Beberapa kali kami telah menyajikan rubrik teknologi. Kami sangat berterima kasih atas masukan tersebut. (Redaksi)

Menuju Bebas BAB

Sembarangan

Kecamatan Lembak terletak di kabu-paten Muara Enim Propinsi Sumatera Selatan yang terdiri atas 18 desa, ber-penduduk + 29.306 jiwa, 7.531 Kepala Ke-luarga (KK). Masyarakat banyak meng-andalkan hasil pertanian karet. Kondisi sanitasinya belum baik. Penduduk yang memiliki dan memanfaatkan jamban kelu-arga hanya 2.818 KK, atau sekitar 37,41 persen dari total KK dengan jumlah

jam-ban 2.308 unit, untuk seluruh kecamatan Lembak.

Kondisi ini mendorong Puskesmas Lembak membuat sebuah gebrakan menuju Free Open Defecation dengan menerapkan metode CLTS. Pada 4-7 Juli

2005, diadakan pelatihan CLTS di kabu-paten Muara Enim, dan tiga orang petugas Puskesmas Lembak yakni dua sanitarian dan saya sendiri. Selanjutnya kami meng-adakan pelatihan CLTS pada 8-11 Pebruari kepada seluruh staf Puskesmas Lembak. Setelah pelatihan terbentuklah tim CLTS di Puskesmas Lembak yang terdiri dari sepuluh orang, dan kami menamakan diri 'Tim Pemicu Penggerak Perubahan', kemudian tim ini menyusun rencana kerja dalam menindak lanjuti pelatihan tersebut. Sebelumnya kami juga meng-adakan sosialisasi CLTS dalam beberapa kesempatan seperti rapat koordinasi kecamatan yang dihadiri oleh camat, staf kecamatan, kepala kepala instansi, selu-ruh kepala desa di wilayah kecamatan Lembak, kemudian pada pertemuan PKK, dan bidan desa.

Kemudian kami mengadakan pemi-cuan di seluruh desa di wilayah Puskes-mas Lembak setiap hari sejak tanggal 22 Pebruari 2006-31 Maret 2006. Dan pada setiap hari Sabtu, desa yang telah dipicu pada minggu tersebut kami ajak menghadiri pertemuan di Puskesmas Lembak untuk membuat kesepakatan desa masing masing, menyaksikan

ta-yangan perkembangan CLTS di India, Bangladesh, dan Desa Babat-desa di Lembak yang telah bebas BAB semba-rangan-untuk menambah wawasan dan memotivasi langkah mereka. Mereka terpicu. Mereka mempunyai strategi masing-masing dalam hal me-nindaklanjuti tekad mereka di desa dengan membentuk ke-lompok-kelompok kecil.

Setiap desa berlomba-lom-ba untuk segera menyatakan desa mereka bebas dari BAB, bahkan kelompok-kelompok kecil yang dibentuk di desa juga berlomba menyelesaikan pembuatan jamban yang men-jadi tanggung jawab kelom-poknya. Bahkan Desa Tanjung Tiga rela menunda ngetam (panen padi) demi membuat WC yang memang hasilnya ter-wujud dalam dua minggu. Bahkan ada desa yang tak kebagian kloset di toko karena stok habis.

Sejak metode CLTS diterapkan sela-ma 5 minggu, sudah 1097 unit jamban yang bertambah dengan KK pengguna jamban 1956 KK. Beberapa desa yang baru beberapa hari dipicupun sudah mengalami penambahan jamban. Hasil pemantauan sampai dengan 4 April 2006 yang kami lakukan, pengguna jamban yang tadinya hanya 37,41 persen menjadi 62,95 persen.

Pemicuan biasanya kami lakukan di luar jam kerja siang-sore hari. Selain itu selalu kami lakukan kunjungan ulang untuk melihat perkembangan sekaligus mengabadikan hasil kerja mereka.

Kiranya tulisan ini dapat berman-faat bagi pembaca dan memotivasi kita khususnya petugas kesehatan untuk lebih peduli pada masyarakat di wilayah kerja masing-masing. Pengalaman kami memfasilitasi tidaklah sulit, yang pen-ting ada tekad yang kuat dan kemauan.

Drg. P. Agustine Siahaan Kepala Puskesmas Kec. Lembak Kab. Muara Enim, Sumatera Selatan

S U A R A

A N DA

(5)

P

enyelenggaraan pembangunan negara yang baik ditandai dengan adanya keterbukaan, akuntabili-tas dan melibatkan partisipasi ma-syarakat. Proses perencanaan pemba-ngunan berjalan berdasarkan atas data dasar, kecenderungan perkembangan, proyeksi kebutuhan, dan alokasi sum-ber-sumber daya.

Pasal 31 Undang-undang No. 25 tahun 2004 tentang Sistem Peren-canaan Nasional menyebutkan bahwa perencanaan pembangunan harus di-dasarkan pada data-data dan informasi yang akurat dan dapat

dipertanggung-jawabkan. Konsekuensinya, kebutuhan data yang dapat diandalkan menjadi keniscayaan. Penggunaan data yang akurat dan up to dateakan mendorong efisiensi pembangunan, tepat guna, dan tepat sasaran.

Secara umum data memiliki tiga fungsi utama yakni bahan informasi, alat ukur, alat pembanding. Sebagai bahan informasi, data bisa menun-jukkan capaian pembangunan, apa yang sudah dilaksanakan, mana yang belum, termasuk bagian mana yang belum tersentuh pembangunan. Dengan data dapat diukur sejauh mana

pembangun-an itu telah mencapai target ypembangun-ang dite-tapkan. Sedangkan sebagai pemban-ding, data dapat berfungsi untuk me-nunjukkan efektifitas suatu kegiatan.

Selain mempunyai fungsi, data juga memiliki peran. Data berperan dalam perencanaan sampai dengan pengukur-an pencapaipengukur-an pembpengukur-angunpengukur-an, sebagai bahan pengambilan kebijakan/keputus-an (Decission Supporting System), alat kontrol untuk mencegah pengulangan kesalahan dan pengulangan program-/kegiatan, dan mendukung penyeleng-garaan pemerintahan yang transparan, akuntabel dan partisipatif.

L A P O R A N

U TA M A

Data Air Minum

dan Penyehatan Lingkungan

Mungkinkah Terintegrasi?

(6)

Melihat peran data pembangunan tersebut, ketersediaan data menjadi kunci pembangunan. Bisa dibayangkan bagaimana kebijakan akan diambil sementara data-data pendukung yang dijadikan pijakan bagi keputusan itu tidak memenuhi syarat. Dapat diduga, hasilnya bisa jadi melenceng dari harap-an atau bahkharap-an tak sesuai sama sekali dengan prediksi.

Di negara-negara maju, database pembangunan mendapat perhatian penting. Sistem informasi data yang di-terapkan memungkinkan semua data bisa tersedia sesuai dengan kebutuhan. Kondisi ini memungkinkan pelaksana-an pembpelaksana-angunpelaksana-an menjadi efisien dpelaksana-an efektif serta terukur.

Data AMPL Indonesia

Indonesia yang merdeka sejak 1945 seharusnya telah memiliki database pembangunan secara rinci. Namun fakta menunjukkan lain. Sistem pen-dataan pembangunan belum berjalan sesuai dengan harapan. Banyak data pembangunan yang masih sulit didapat-kan hingga kini. Kalau pun ada sering tidak lengkap. Tak heran bila data terse-but tidak memungkinkan untuk dianali-sa dan dijadikan dadianali-sar pengambilan kebijakan.

Kenyataan itu mencakup pula data sektor air minum dan penyehatan ling-kungan (AMPL). Padahal pembangun-an sektor ini telah mulai berlpembangun-angsung secara menyeluruh dan sistematis sejak PELITA I. Hanya saja pembangunan sarana fisik itu tidak diikuti dengan pendataan secara terpadu. Berbagai institusi terkait mengeluarkan data AMPL. Misalnya Departemen Kesehat-an, Departemen Pekerjaan Umum, atau Departemen Dalam Negeri memiliki da-ta masing-masing. Bisa diduga muncul angka yang berbeda untuk kategori yang sama dan kelompok sasaran yang sama.

Hal ini bisa dimaklumi mengingat setiap institusi akan lebih fokus ter-hadap angka pencapaian pembangunan

yang dilaksanakan oleh institusi yang bersangkutan. Perbedaan data tersebut juga disebabkan oleh adanya perbedaan pada penggunaan definisi, kategorisasi variabel yang digunakan, metode pe-ngambilan data, dan kehandalan sum-ber daya manusia yang mengolah dan mengelolanya.

Berbagai jenis data itu tentu tak bisa disatukan begitu saja. Di sisi lain data pembangunan harus tersedia. Jalan ke-luarnya yakni menggunakan data yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) sebagai lembaga pemerintah yang berwenang mengeluarkan data. Data AMPL ini diambil berdasarkan hasil Survey Sosial Ekonomi Nasional (SU-SENAS). Data hasil SUSENAS tersebut digunakan sebagai acuan khususnya dalam mengevaluasi pencapaian target MDGs.

Ketersediaan data AMPL di data BPS sangat terbatas. Mengapa? Karena data AMPL belum dipandang sebagai variabel yang perlu diperlakukan secara khusus dibanding sektor lain, misalnya survei pertanian atau survei volume penjualan beras. Dalam SUSENAS, kavling pertanyaan untuk sektor ini pun sangat terbatas. Misalnya, tidak ada data dari BPS berapa sumur gali yang memenuhi syarat jarak minimal 10 meter dari tempat pembuangan tinja. Survei ini hanya mempertanyakan hal-hal global.

Ketiadaan data rinci inilah yang mendorong instansi terkait di luar BPS mengadakan survei yang lebih khusus. Instansi tersebut membutuhkan data sesuai kebutuhannya. Dengan demikian setiap instansi menggunakan pende-katan yang dianggap sesuai dengan data yang dibutuhkannya.

Sayangnya selama proses pendataan berlangsung, koordinasi antar-instansi dan intansi dengan BPS sebagai sur-veyorresmi negara belum terjalin de-ngan baik. Di sana-sini ditemukan tum-pang tindih data. Perbedaan definisi di tingkat institusi dan masyarakat terus terjadi. Seringkali fasilitas AMPL tidak

terdata secara akurat di tingkat masya-rakat karena didefinisikan secara berbe-da. Persepsi masyarakat dengan pe-ngumpul data (surveyor) yang berbeda mengakibatkan fasilitas yang sama ditempatkan pada kelompok data ber-beda. Perbedaan data juga bisa terjadi karena perbedaan kriteria teknis terha-dap prasarana dan sarana.

Tantangan ke Depan

Ketiadaan data baku yang bisa menggambarkan kondisi riil sektor AMPL sekaligus bisa dipergunakan acuan oleh semua stakeholder, jelas ti-dak menguntungkan dari sisi pemba-ngunan dan penilaian pihak luar. Ini bisa menunjukkan belum adanya kepe-merintahan yang baik (good gover-nance). Oleh karena itu, perlu ada siner-gi antarstakeholder dan antarstake-holder dengan BPS.

Banyak hal yang bisa dikerjakan bersama di antaranya melakukan anali-sis komparasi bagaimana data sektor AMPL saat ini didefinisikan, dikum-pulkan dan diagregasikan. Penting pula, pihak-pihak tersebut mengidentifikasi kembali kategori data AMPL yang dibu-tuhkan baik di tingkat nasional maupun daerah dalam rangka sinkronisasi de-ngan SUSENAS yang dilakukan oleh BPS, serta mengidentifikasi peran dan tanggung jawab stakeholder dalam pengelolaan data AMPL.

Yang tak kalah pentingnya yaitu membangun konsensus bersama an-tarstakeholder AMPL dalam pengkla-sifikasian, metoda pengumpulan serta pengelolaan data AMPL terutama un-tuk data dasar (base line) dan peman-tauan MDGs. Di sini, stakeholder ha-rus duduk bersama untuk membahas dan membicarakan hal itu. Peme-rintah daerah alangkah baiknya ikut pula dalam pembahasan ini karena merekalah ujung tombak pengumpul-an data di daerah. Pemda pula ypengumpul-ang mengenali data AMPL di daerahnya dan yang bisa memverifikasi data yang dikeluarkan BPS.„MJ

(7)

D

efinisi memegang peranan penting dalam pendataan. Per-bedaan pendefinisian akan mengakibatkan hasil yang berbeda sa-ma sekali. Karena itu, persasa-maan pen-definisian menjadi hal pertama dan utama sebelum proses pendataan ber-langsung. Jika tidak, hasilnya pasti akan lain-lain. Ini seperti yang terjadi dalam penyajian data air minum dan penye-hatan lingkungan (AMPL) Indonesia se-lama ini.

Tabel 1 memberikan contoh definisi yang berbeda pada sektor air minum untuk membedakan sumber air yang berkategori baik dan tidak baik antara laporan Pemantauan MDGs di Indone-sia dan BPS (Susenas 2002).

Tabel tersebut menunjukkan dalam hal sumber air bersih terlindungi, MDGs menjadikan hidran umum ma-suk kategori sumber air bersih terlin-dungi, sedangkan BPS tidak memasuk-kannya. Bisa jadi BPS menganggap hi-dran sebagai bagian dari sistem sam-bungan perpipaan karena sumber airnya berasal dari jaringan pipa. Sebaliknya

MDGs menjadikan hidran umum berdiri sendiri karena sistem distribusinya sangat berbeda kendati sumbernya sama.

Yang lebih nyata perbedaannya

da-lam memandang sumber air tak terlin-dungi. Dalam kategori ini BPS mema-sukkan sungai dan lain-lain. Sedangkan MDGs tidak mengkategorikannya seba-gai sumber air tak terlindungi, dan me-masukkan gerobak dorong (penjaja air keliling) ke dalamnya.

Definisi yang digunakan oleh media sumber tersebut juga belum sesuai dengan

definisi sumber air dan sarana sanitasi yang layak (improved) dan tidak layak (un-improved) yang saat ini digunakan untuk memantau pencapaian MDG's sektor Per-mukiman dan Perumahan di tingkat glo-bal. Selain perbedaan antar-institusi, ada perbedaan di masyarakat. Perbedaan itu menyangkut persepsi antara masyarakat dan pengumpul data. Ini memungkinkan fasilitas yang sama ditempatkan pada ke-lompok data yang berbeda-beda.

Di samping masalah definisi, ada beda pendekatan yang digunakan oleh masing-masing institusi sesuai kebutuhan dan ke-pentingannya (service provider point of view). Tabel 2 menggambarkan salah satu contoh ketidaksinkronan data dari berba-gai institusi yang ada.

Data dalam tabel 2 menunjukkan UNICEF dan WHO keduanya mengambil data dari SUSENAS tapi perbedaan angkanya sangat jauh. Mana yang benar? Tentu semua data itu benar karena masing-masing memiliki argumentasi tersendiri. Persoalannya sekarang, apakah perbedaan itu akan terus dilestarikan? Dalam hal data, perlu ada integrasi. „(MJ/GUS)

L A P O R A N

U TA M A

Beda Definisi, Beda Hasil

Penerbit

Cakupan Pelayanan Air Minum dari Berbagai Institusi

Tabel 1

Kategori Sumber Air Bersih Menurut Beberapa

1. air kemasan (termasuk isi ulang) 2. sumur

(danau, waduk, dll)

Laporan MDGs Indonesia

1. gerobak dorong 2. air kemasan 3. air dari truk tangki 4. sumur

tak terlindungi 5. mata air

tak terlindungi

BPS

1. sambungan pipa 2. sumur bor 3. sumur terlindungi 4. mata air terlindungi 5. air hujan

Laporan MDGs Indonesia

1. sambungan pipa 2. hidran umum 3. sumur bor 4. sumur terlindungi 5. mata air

terlindungi 6. air hujan

(8)

I

ntegrasi data mau tidak mau harus dilakukan oleh semua stakeholder data air minum dan penyehatan lingkungan (AMPL) mengingat kebu-tuhan yang mendesak. Tentu prosesnya tidak mudah. Masing-masing pihak harus meninggalkan pola-pola pengelo-laan data 'maunya sendiri', tumpang tindih, dan tidak terorganisasi dengan baik.

Dalam kerangka pengelolaan data yang lebih integral dan handal, perlu sejumlah langkah, antara lain dengan melakukan analisis komparasi bagaima-na data sektor AMPL saat ini didefini-sikan, dikumpulkan, dan diagregasi ter-utama oleh BPS dan institusi terkait. Selanjutnya kategori data yang ada diidentifikasi sesuai kebutuhkan baik di tingkat nasional maupun daerah dalam rangka sinkronisasi dengan SUSENAS yang dilakukan oleh BPS. Selain itu, perlu ada identifikasi kembali peran dan tanggung jawabstakeholderdalam pe-ngelolaan data AMPL. Proses tersebut tidak bisa tidak membutuhkan langkah bersama seluruhstakeholder. Ini bertu-juan membangun konsensus bersama atas masalah ini.

Di luar itu, Pemerintah Daerah pun memiliki peran yang tidak bisa dielakkan. Pemda perlu lebih proaktif da-lam mengenali kondisi data AMPL di daerahnya. Dengan demikian, pengelolaan data AMPL menjadi suatu jejaring sinergis yang terhubungkan baik vertikal maupun horizontal. Melalui proses tersebut diharap-kan pengelolaan data menjadi efektif, efisien, dan tetap achie-veble dan reasonable.

Langkah Awal

Dalam kurun waktu tahun

2006 ini, Pokja AMPL yang terdiri atas stakeholderAir Minum dan Penyehatan Lingkungan, menyusun program untuk mewujudkan tujuan di atas. Program ini terdiri atas berbagai komponen, yaitu:

Pengajuan usulan perubahan data dalam SUSENAS-BPS

Komponen ini mencakup kegiat-an-kegiatan antara lain pertemuan serial, lokakarya, proses pengajuan usulan, pelaksanaan atas usulan perubahan tersebut dalam kerangka kegiatan SUSENAS-BPS tahun 2007 mendatang.

Pengembangan jejaring yang sinergis dalam pengelolaan data dan infor-masi antarstakeholderAMPL

Kegiatan-kegiatan yang termasuk dalam komponen ini antara lain:

Konsolidasi data dan informasi termasuk di dalamnya hasil-hasil penelitian dan studi dari masing-masing stakeholderdengan aktivi-tas kompilasi, kategorisasi, inter-exchange, dan publikasi/penerbit-an (buku, CD, website).

Konsolidasi program pengelolaan data AMPL dari masing-masing stakeholder.

Grand design pengelolaan data AMPL dimulai dengan analisis komparasi data berupa studi pe-ngelolaan data AMPL pada tiap Departemen Teknis.

Sosialisasi di daerah mengenai pen-tingnya penyusunan basis data AMPL sebagai bahan dalam pemantauan pencapaian MDGs.

Kegiatan dalam komponen ini antara lain:

Mengomunikasikan mengenai arti penting pengelolaan data bagi dae-rah dalam tiap kesempatan penye-lenggaraan program-program AMPL lainnya.

Memantau dan mengevaluasi per-kembangan pelaksanaan pengelo-laan data AMPL di daerah. Memfasilitasi daerah dalam ke-rangka pengelolaan data.

Program ini didukung oleh seluruh pihak yang peduli atas pengembangan data sektor Air Minum dan Penyehatan Lingkungan, seperti: Bappenas, BPS, Departemen Pekerjaan Umum, Depar-temen Kesehatan, DeparDepar-temen Dalam Ne-geri, dan Kementrian Lingkungan Hidup. Lembaga internasional pun terlibat. Mereka antara lain: UNICEF, dan AusAID melalui program WASPOLA. Dengan dukungan seluruh stakeholder ini, diha-rapkan pengelolaan data AMPL bisa terlaksana lebih terpadu dan menyeluruh namun tetap efektif dan efisien.

Memang, hasil belum ter-lihat nyata. Namun dari ber-bagai kegiatan yang melibat-kan stakeholder terkait, at-mosfer menuju integrasi data AMPL sudah mulai terasa. Kita berharap, integrasi data AMPL bukan lagi sekadar mimpi. „(GUS/MJ)

L A P O R A N

U TA M A

Menuju Integrasi Data AMPL

1.

2.

3.

z

z

z

z

z z

(9)

B

agaimana konsep pengelo-laan data Sistem Statistik Na-sional?

Konsepnya adalah dengan memben-tuk suatu tatanan yang terdiri atas un-sur-unsur yang secara teratur saling berkaitan sehingga membentuk totali-tas dalam penyelenggaraan statistik. Se-perti diketahui bahwa penyelenggara kegiatan statistik terdiri dari Badan Pu-sat Statistik (BPS) yang menghasilkan statistik dasar; instansi pemerintah (sektoral) yang menghasilkan statistik sektoral, dan masyarakat umum yang menghasilkan statistik khusus. Agar ter-jadi totalitas dalam penyelenggaraan statistik, maka diperlukan adanya kerja sama antara ketiga penyelenggara di atas dalam hal perencanaan, pengum-pulan, pengolahan dan atau analisis sta-tistik. Bila hal ini terwujud maka akan tercipta kesamaan dalam hal konsep, definisi, klasifikasi, dan ukuran-ukur-annya sehingga akan tersedia data sta-tistik yang lengkap, akurat, dan mu-takhir serta terhindarinya duplikasi da-ta.

Bisa Anda jelaskan peran BPS dalam pengelolaan data statistik secara nasional?

Peran BPS adalah sebagai pusat ru-jukan statistik. Artinya setiap kegiatan statistik yang dilakukan oleh instansi pemerintah maupun masyarakat wajib diberitahukan rancangan kegiatannya dengan mengikuti rekomendasi yang di-berikan BPS serta menyerahkan hasil-nya kepada BPS. Dalam hal ini, instansi pemerintah maupun masyarakat diper-bolehkan menyelenggarakan kegiatan statistik sendiri. Namun bila kegiatan tersebut dilakukan dengan cara sensus dan dengan jangkauan populasi berska-la nasional, maka harus melibatkan BPS

dalam kegiatannya.

Bagaimana efektifitas BPS da-lam menjalankan peran tersebut dan apa kendalanya?

Hal yang paling utama yang dilaku-kan BPS adalah menyosialisaidilaku-kan UU Nomor 16 tahun 1997 tentang statistik, serta Peraturan Pemerintah Nomor 51 tahun 1999 tentang penyelenggaraan statistik kepada semua pihak yang ter-kait dengan statistik, termasuk di lamnya masyarakat sebagai sumber da-ta ada-tau responden. Kendala yang diha-dapi adalah kurangnya kesadaran dari masyarakat tentang pentingnya data yang memenuhi unsur kelengkapan, akurat, dan mutakhir sehingga mempe-ngaruhi kualitas data yang dihasilkan dari suatu kegiatan statistik.

Sering ada "kesimpangsiuran" angka dalam penyajiannya, baik yang dikeluarkan departemen tek-nis (sektoral) maupun BPS. Apa yang telah dilakukan BPS dalam mengatasi hal itu?

Untuk internal BPS, Insya Allah "ke-simpangsiuran" angka tidak akan

terja-di karena BPS menerapkan satu pintu untuk permintaan data, yaitu melalui Direktorat Diseminasi Statistik bekerja sama dengan satuan organisasi BPS yang terkait. Sementara untuk eksternal BPS, memang masih banyak hal yang harus dilakukan untuk mengatasi "ke-simpangsiuran" tersebut. Untuk meng-atasi hal itu, selama ini yang dilakukan BPS adalah mengundang instansi ter-kait untuk melakukan kerja sama sebe-lum melakukan kegiatan statistik. Seba-gai contoh, mengundang beberapa ins-tansi terkait dalam suatu rapat interdep dalam rangka persiapan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) serta me-nyosialisasikan hasilnya melalui kegiat-an seminar dkegiat-an sebagainya. Selain itu, BPS juga mengirim Formulir Pemberi-tahuan Survei Statistik Sektoral (FS3) kepada instansi terkait untuk diisi se-suai dengan pertanyaan yang ada me-ngenai kegiatan statistik yang dilakukan oleh instansi terkait. Kemudian BPS melakukan meneliti dan mengevaluasi rancangan survei yang diajukan, untuk kemudian diberikan rekomendasi kepa-da instansi terkait. Bila rekomenkepa-dasi ti-dak diberikan, instansi terkait titi-dak di-perkenankan melakukan kegiatan sta-tistik.

Sejauh mana respon departe-men sektoral dalam departe-menanggapi upaya-upaya dari BPS ini?

Sejauh ini, respon dari instansi terkait cukup baik untuk menghadiri kegiatan-kegiatan yang dilakukan BPS. Namun, untuk Formulir Pemberitahuan Survei Statistik Sektoral (FS3) masih sa-ngat kurang. Instansi yang rutin meres-ponnya adalah Bank Indonesia. Dengan sendirinya, rekomendasi yang sering BPS keluarkan adalah untuk Bank In-donesia. „(GUS/MJ)

L A P O R A N

U TA M A

Direktur Statistik Kesejahteraan Rakyat, BPS,

Ahrizal Manaf

Masyarakat Belum Sadar Data

(10)

B

agaimana konsep pengelola-an data dpengelola-an informasi di Cip-ta Karya?

Sebelum terbentuknya kembali Ditjen Cipta Karya, terdapat beberapa aplikasi pengolahan data. Struktur or-ganisasi-saat itu Ditjen TPTP-dibagi berdasarkan wilayah, dan wilayah diba-gi menjadi sektor. Masing-masing rektorat berorientasi pada data yang di-butuhkan sesuai dengan lingkup tugas-nya dengan metode pengumpulan data yang belum sama, tergantung dana dan waktu pengumpulan yang tersedia. Be-lum ada upaya integrasi yang optimal. Sejak terbentuknya Ditjen Cipta Karya kembali 2005, ada Subdit Data dan In-formasi, di bawah Dit Bina Program yang bertugas melakukan pengumpulan dan pengolahan data serta pelaporan kemajuan pelaksanaan pembangunan bidang Cipta Karya. Kami bersyukur bahwa dalam Renstra Dep PU 2005-2009, Pengelolaan Data dan Penyebar-luasan Informasi merupakan prioritas yang harus dikembangkan.

Apa saja kendala pengelolaan data?

Bila melihat ke belakang, terutama pengalaman 1 tahun terakhir ini kenda-lanya sangat banyak. Paling tidak ada empat yaitu pertama data. Pemeliha-raan data yang sudah ada kurang dan jarang di-back-up. Sering ada bypass prosedur dalam pencarian data sehing-ga membuat file menjadi besar. Kedua, masalah aplikasi. Selama ini banyak aplikasi yang disusun pihak ketiga tidak menyerahkan source programnya dan sourcekodenya kepada pengelola data. Beberapa aplikasi tidak dapat diguna-kan melalui jaringan karena platform berbeda. Yang ketiga kendala hard-ware. Pengadaan hardware tidak ter-koordinasi. Proses peremajaan

hard-ware yang kurang mengantisipasi kebu-tuhan beban, kecepatan, dan kemam-puan penyimpanan. Yang terakhir, kendala SDM. SDM belum siap dengan perubahan teknologi informasi. IT min-ded belum membudaya.

Bagaimana langkah mengatasi kendala tersebut?

Kami sedang menyiapkan konsep Rencana Induk Sistem Informasi Ma-najemen (RI SIM). Mudah-mudahan selesai akhir tahun ini. Bila konsep RI SIM jadi, nanti akan langsung disosiali-sasikan ke semua stakeholderstentang rencana pengembangannya ke depan.

Sering ada data sektor yang di-keluarkan oleh instansi/departe-men lain berbeda, tanggapan An-da?

Ya harus dilihat latar belakangnya. Mirip seperti di unit kerja di lingkungan kami. Masing-masing instansi mengam-bil data sesuai dengan kebutuhan dan kepentingannya. Dalam hal ini kami akan melihat data mana yang terbaru, dan apakah instansi yang mempublika-sikan data tersebut memiliki kompeten-si dalam mengeluarkannya.

Apa kira-kira penyebab perbe-daan ini?

Seperti yg disampaikan sebelumnya, karena kepentingan masing-masing

ins-tansi yang berbeda, dan tujuan pengum-pulan data itu untuk apa? Kadang-kadang ada instansi yang mempublikasikan data tanpa melihat fungsi instansi tertentu yang seharusnya mempublikasikannya.

Upaya apa saja yang telah dila-kukan untuk menjembatani per-bedaan ini?

Perlu ada konsensus di antara instansi yang terlibat, siapa yang bertanggung jawab terhadap data apa. Dengan BAPPE-NAS dan BPS kita sudah melakukan hal ini untuk data AM dan PLP. Kita duduk ber-sama menyamakan persepsi, definisi, in-dikator, variabel, dan tata cara pengum-pulan datanya sesuai dengan standar BPS, jadi keabsahannya dapat terjamin. BPS merupakan instansi yang bertanggung jawab dalam penyajian data nasional. Kita dan BAPPENAS serta BPS akan uji coba tahun ini, dan akan melakukan SUSENAS 2007 nanti.

Sejauh mana hubungan Dep. PU dengan BPS dalam kerangka Sistem Statistik Nasional ini?

Hingga tahun 2005, untuk pengum-pulan data dan informasi bidang per-mukiman kami telah bekerja sama de-ngan BPS. Saat itu masih ada Ditjen Pe-rumahan dan Permukiman. Mulai 2006, fungsi tersebut diambil alih oleh Ditjen Cipta Karya. Saat ini sedang dila-kukan penataan kembali beberapa per-tanyaan untuk SUSENAS 2007 me-nyangkut bidang AM dan PLP kerja sama dengan BAPPENAS dan BPS. Diharap-kan ke depan hal ini bisa berlanjut mengingat data yang dikumpulkan ha-rus time-series, dan kami menyadari bahwa potensi BPS sangatlah kompeten dalam melakukan survei dan pengolah-an data, ypengolah-ang akhirnya menjadi dasar kami dalam mengimplementasikan ke-bijakan yang ditetapkan. „(MJ/GUS)

L A P O R A N

U TA M A

Kasubdit Data dan Informasi, Direktorat Jenderal Cipta Karya, Dep. PU, Dwityo A. Soeranto

Perlu Konsensus Bersama

(11)

T E R O P O N G

S

aat itu waktu menunjukkan pu-kul 05.53 WIB. Banyak warga Yogya dan sekitarnya masih asyik di rumah. Mereka menikmati sarapan pagi sebelum beranjak bekerja. Tiba-tiba bumi berguncang dahsyat. Gempa bumi terjadi. Data Badan Meteorologi dan Geofisika menun-jukkan angka 5,9 pada skala Richter. Orang-orang tunggang langgang menye-lamatkan diri keluar rumah. Sebagian lagi kalah cepat dengan runtuhnya rumah mereka. Mereka tertimpa rerun-tuhan. Ada yang hanya terluka, tapi ada yang meninggal dunia.

Suasana panik menyelimuti daerah bencana sesaat setelah gempa. Ini gara-gara berhembus isu tsunami. Orang berlarian menuju ke arah utara. Jalan-jalan ke arah kota Yogyakarta dari arah Bantul (di selatan) padat dipenuhi

ken-Dalam keramaian itu pun kecelakaan tak terelakkan. Beberapa orang terluka. Hingga akhirnya isu tsunami tak ter-bukti. Warga pun kembali. Sebagian masih bisa bersyukur karena rumahnya hanya rusak ringan. Banyak yang lain harus meneteskan air mata karena kehilangan sebagian anggota keluarga dan tempat tinggalnya.

Di hari kelima pasca bencana, puing-puing rumah masih teronggok di tem-patnya. Mereka belum berpikir untuk membersihkan puing-puing itu. Seba-gian besar masih berpikir untuk men-dapatkan bantuan makanan yang pem-bagiannya masih belum merata hingga seminggu bencana. Daerah-daerah yang jauh dari akses jalan raya kondisinya menyedihkan karena kurang pasokan bahan pangan dan obat-obatan.

Beberapa eskavator yang datang

da-membersihkan puing rumah terpaksa hanya diparkir di kantor Dinas Cipta Karya. Masyarakat belum mau puing rumahnya dibersihkan karena mereka mendengar pernyataan Wapres Yusuf Kalla bahwa korban gempa akan didata untuk mendapatkan bantuan Rp. 10 juta-Rp. 30 juta setiap rumah tergan-tung kerusakannya. Mereka baru mau membongkar puing-puing itu setelah pendataan berakhir.

Dalam kondisi darurat, mereka me-milih bertahan di tenda-tenda darurat. Tidak seperti di Aceh, di mana peng-ungsi terkonsentrasi di barak-barak pengungsian, warga Yogyakarta dan sekitarnya lebih suka berada di sekitar reruntuhan rumah mereka. Mereka membangun tempat tinggal sementara dari tenda maupun seng-seng bekas. Be-berapa di antara mereka malah hanya beratap langit. Mereka beralasan ingin menjaga barang-barang mereka. Apalagi beredar berita banyak terjadi pencurian. Tak heran mereka mencuri-gai setiap yang datang ke daerah mere-ka tanpa identitas atau semere-kadar ingin

Air Lumayan, BAB Sembarangan

Air Lumayan, BAB Sembarangan

(12)

Sebuah tulisan besar misalnya berbunyi, ''Kami bukan tontonan'', atau ''Ini bu-kan daerah wisata gempa''.

Kondisi AMPL

Secara umum kondisi air bersih bagi masyarakat masih tersedia. Sumur-mur warga yang umumnya berupa su-mur gali masih bisa dipakai kendati ha-rus ada upaya untuk membersihkan da-ri puing-puing reruntuhan. Sementara warga yang menggunakan sumur pom-pa, kini beralih ke sumur timba.

Ketua RT 8/13 Dusun Kanubayan, Desa Trirenggo, Kec. Bantul, Kab. Bantul, Karyadi mengungkapkan air tak menjadi masalah. Hanya saja karena lis-trik padam, mereka terpaksa harus me-nimba di sumur, sementara biasanya mereka tinggal pencet tombol pompa, air langsung mengalir.

Lain lagi di RT 02 Dusun Sawungan, Desa Sumbermulyo, Kec. Bambangli-puro, Bantul, air sumur memang masih bisa dipakai tapi agak bau dan keruh. ''Tapi masih lumayan, kita bisa pakai,'' kata Sukindro, warga setempat sambil menunjukkan adanya puing-puing tem-bok yang masuk ke lubang sumur.

Di RW 39 Derman, Desa Sumber-mulyo, kecamatan yang sama rumah yang rusak mencapai 90 persen. Sumur mereka yang 90 persen menggunakan pompa ikut tak berfungsi. ''Makanya di sini air agak kekurangan,'' kata Ketua RW Suwandi, DS.

Air memang cukup untuk meme-nuhi kebutuhan air minum dan masak tapi tidak cukup untuk mandi setiap hari dua kali seperti biasanya. ''Seka-rang kita paling mandi sekali, itu pun menunggu kalau sudah malam karena tempatnya terbuka,'' kata Sukindro.

Masalah air ini pun telah mendapat perhatian. Satu unit mobil pengolah air bersih hasil kerja sama Ditjen Cipta Karya-LAPI ITB-Kodam III Siliwangi diperbantukan untuk memproduksi air bersih. Penyaluran dilakukan oleh re-lawan dari instansi daerah lain yang

datang membantu beserta peralatan-nya. Hidran umum juga ditempatkan di 25 titik rawan air. UNICEF saat itu akan membantu 50 hidran umum dan ratus-an jerigen air bersih. Air cukup kendati masih belum mencukupi standar.

Yang menjadi masalah justru per-soalan sanitasi. Bersamaan dengan run-tuhnya rumah-rumah warga, WC pun ikut hancur. Di daerah Bantul

khusus-nya, kamar mandi dan WC dibangun menempel dengan rumah. Kondisi ini telah mengubah perilaku warga dalam buang air besar (BAB). Mereka kembali BAB sembarangan.

Sungai menjadi pilihan utama. ''Kebetulan kita dekat dengan Sungai Winongo dan Kalisoro. Lagipula airnya mengalir. Ya ini kan darurat. Mau apalagi karena MCK ikut tertimbun,'' kata Suwandi. Menurutnya, pihaknya sangat paham bahwa persoalan sanitasi ini penting tapi warga saat ini perlu res-cue (penyelamatan) terlebih dahulu. ''Saya baru memikirkan sanitasi setelah hari kedelapan. Tapi itu baru mikir lho, entah dilaksanakan atau tidak,'' kata mantan anggota DPRD ini.

''Ya sekarang jadi tren pagi. Sebelum subuh orang-orang padake sungai,'' ka-ta Sukindro. Warga ka-tak mau buang air di sekitar reruntuhan. ''Warga di sini malu kalau buang air sembarangan di dekat rumah. Paling hanya anak-anak yang buang hajat di dekat reruntuhan rumah,'' katanya sambil menunjuk

T E R O P O N G

Bantul 223.117 779.287 4.143 8.673 3.353 71.763 71.372 73.669 236 401 268

Sleman 95.865 364.258 243 689 2.539 19.113 27.687 49.065 2 159 281

Yogyakarta 48.808 205.625 204 245 73 7.186 14.561 21.230 22 144 104

Kln. Progo 19.090 74.976 23 282 1.897 4.527 5.178 8.501 1 20 110 11 177 123 39 57

Gng. Kidul 43.042 179.631 84 1.086 0 12.581 5.950 18.178 307 11 135 280 120

Daerah Istimewa Yogyakarta

Lokasi Korban Kerusakan (Rumah Penduduk) Fasilitas Umum

KK Jiwa Meninggal Lk Berat Lk Ringan Roboh Berat Ringan Tempat Ibadah Sekolah Bang Pemerintah

Roboh Berat Ringan Roboh Berat Ringan Roboh Berat Ringan

Total 429.922 1.603.777 4.697 18.837 7.862 115.170 124.748 170.643 1 20 653 282 1.016 1.056 120 39 57

Secara umum kondisi air bersih

bagi masyarakat masih tersedia.

Sumur-sumur warga yang

umumnya berupa sumur gali

masih bisa dipakai kendati harus

ada upaya untuk membersihkan

dari puing-puing reruntuhan.

Sementara warga yang

menggunakan sumur pompa,

kini beralih ke sumur timba.

Tabel Jumlah Korban dan Kerusakan Akibat Gempa

Daerah Istimewa Yogyakarta

Sumber: Media Center Pemda Propinsi DIY, 17 Juni 2006

Lokasi Korban Kerusakan (Rumah Penduduk) Fasilitas Umum

KK Jiwa Meninggal Lk Berat Lk Ringan Roboh Berat Ringan Tempat Ibadah Sekolah Bang Pemerintah

Roboh Berat Ringan Roboh Berat Ringan Roboh Berat Ringan

Kab. Klaten 1.045 18.127 29.988 62.979 98.552 46 230 22 76 430 439

Kab. Magelang 1.318 5.108 10 386 386 546 1 20 54 56 36 60

Kab. Boyolali 4 300 307 696 708 2 1

Kab. Sukoharjo 3 67 51 1.808 2.475 27 45 6 14 7

Kab. Wonogiri 0 4 17 12 74 25

Kab. Purworejo 1 4 10 214 780 26 87

Total 1.318 5.108 1.063 18.502 30.759 66.095 103.136 47 303 208 163 482 507

Jawa Tengah

Total DIY&Jateng 431.240 1,608.885 5.760 37.339 145.929 190.843 273.779 653 329 1.319 1.264 283 521 564

Kab. Bantul Kab. Sleman Kota Yogyakarta Kab. Kulon Progo Kab. Gunung Kidul

Lokasi

Lokasi

(13)

sebuah sungai yang jaraknya sekitar 200 meter dari kampung.

Selain faktor keterpaksaan, ada pula faktor trauma. Ini seperti yang dialami oleh warga Kampung Pajimatan, Desa Girirejo, Kec. Imogiri Bantul. ''Warga justru saya anjurkan buang hajat di su-ngai, lha wong mereka masih takut. Jangan-jangan ada gempa lagi. Kalau saya sendiri, ke sungai lebih tenang,'' kata Abdul Gani, penasihat LPMD kam-pung tersebut. Di daerah ini, warga juga memanfaatkan MCK umum yang ada di terminal Imogiri, namun jumlahnya tidak mencukupi.

Perilaku seperti ini telah memun-culkan persoalan. Sampai 1 Juni 2006 (hari kelima pasca bencana) semua ru-mah sakit dan posko kesehatan mela-porkan telah menangani pasien pende-rita diare baik dewasa maupun anak-anak. Serangan diare ini sudah diduga sebelumnya. Perkembangan penyakit itu sangat memungkinkan karena kon-disi sanitasi lingkungan yang buruk dan bertumpuknya sampah di mana-mana yang mengundang datangnya lalat. Fasilitas MCK yang ada tak mencukupi. Selain diare, penyakit lainnya yang diprediksi yaitu ISPA (infeksi saluran pernafasan atas), dan cacar di kalangan anak balita.

Bantuan WC darurat memang be-lum masuk. Inisiatif sudah ada. Misal-nya Pemda DKI mengirimkan beberapa unit toilet umum yang diletakkan di la-pangan Desa Trirenggo, Bantul, tepat di depan rumah dinas bupati yang menja-di Posko Satkorlak daerah. Jumlah ini sangat tidak memadai dibandingkan lu-asnya daerah bencana.

Di bidang persampahan, dalam kon-disi darurat, belum ada perhatian. Da-pat dipastikan sampah puing (debris) akan sangat melimpah. Puing-puing itu praktis belum dibersihkan sama sekali karena butuh tenaga yang banyak. Be-berapa keluarga korban dari luar daerah berinisiatif datang khusus untuk mem-bersihkan puing-puing tersebut.

Jumlah rumah yang berhasil dibersih-kan sangat sedikit. Beberapa warga me-manfaatkan kembali sisa-sisa bangunan yang masih bisa dipakai untuk mem-bangun kembali rumah mereka.

Sementara itu, Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Yogyakarta yang ter-letak di Sewon, Bantul terlihat masih aman. Hanya jalan di sekeliling IPAL itu retak-retak. Diduga retakan ini pun ter-jadi di bagian dasar IPAL. Namun itu perlu pembuktian dan agak sulit dila-kukan karena IPAL tak bisa di-stop peng-operasiannya. Sejauh ini warga sekitar

belum mengeluh ada bocoran limbah ke sumur-sumur mereka.

Ke depan, pada masa recovery, re-konstruksi, dan rehabilitasi, perlu ada tenaga-tenaga handal di bidang penye-hatan lingkungan, surveillance, dan gizi. Masyarakat tinggal diarahkan. Mereka mudah untuk diajak partisipasi. Mereka juga punya kesadaran yang tinggi untuk segera bangkit kembali. Bahkan ada yang bertekad untuk tidak mengan-dalkan bantuan pemerintah. „

(Mujiyanto, berdasarkan pantauan hari ke-4--6 pasca bencana)

T E R O P O N G

B

isa dijelaskan kondisi PDAM Bantul karena gem-pa bumi Sabtu lalu?

PDAM Bantul mengelola 12 sistem penyediaan air bersih yang terletak di beberapa kecamatan. Dari jumlah ter-sebut, pada hari kelima (Rabu/7/6) ini sebanyak delapan sistem IPA telah bisa beroperasi, sedangkan empat yang lain belum bisa beroperasi. Ma-sih ada trouble. Yang belum berope-rasi yaitu di Dlingo, Trimulyo, Sran-dakan, dan Plandak. Penyebabnya aliran listrik mati.

Apakah dari yang berfungsi

itu sudah normal?

Belum maksimal, tapi paling tidak sudah bisa berproduksi lagi. Itu tadi karena listriknya dan yang kedua karena jaringan distribusi juga ter-ganggu. Sejauh ini jaringan distribusi yang rusak sekitar 10 persen. Tak heran maka di beberapa lokasi air yang kita hasilkan masih terlihat keruh karena mungkin ada kebocor-an. Kami akan terus perbaiki.

Berapa jumlah pelanggan yang terganggung salurannya?

Sekitar 2.000 pelanggan dari 11.500 pelanggan PDAM Bantul yang ada. Karena perlu diketahui ke-banyakan rakyat Bantul tinggal di de-sa-desa dan memenuhi kebutuhan air bersihnya dari sumur gali dan sumur pompa. Air di sini sangat bagus dan dangkal.

Apa upaya PDAM mengha-dapi kondisi bencana ini, teruta-ma bagi pelanggan?

Kami menyediakan hidran umum. Sampai sekarang kami telah

menyedi-Y

UDI

I

NDARTO

,

Direktur Administrasi PDAM Kabupaten Bantul

(14)

T E R O P O N G

B

isa Anda jelaskan kondisi layanan kesehatan di Ka-bupaten Bantul?

Saat ini semua layanan kesehatan Puskesmas kolaps. Ini terjadi karena hampir 65 persen Puskesmas yang ada hancur atau rusak sehingga tak bisa digunakan untuk melayani masyarakat.

Bagaimana layanan terha-dap korban gempa?

Saat ini kami telah memperoleh bantuan dokter sebanyak 500 dokter umum dan 50 dokter spesialis, di-tambah sekitar 1.000 perawat, leng-kap dengan obat-obatannya. Kami juga menerima bantuan rumah sakit lapangan. Alhamdulillah RSUD masih bisa berfungsi. Ada tiga rumah sakit lapangan dengan kapasitas masing-masing 100 tempat tidur. Rumah sakit itu ada di lapangan Dwiwindu, RS PKU Muhammadiyah, dan RS Panembahan Senopati. Jadi kalau ada masyarakat yang sakit, mereka langsung kami arahkan ke rumah sakit lapangan tersebut. Semua layanan gratis, termasuk yang ada di rumah sakit swasta. Pe-merintah akan menanggung semua biayanya.

Berapa lama kondisi darurat ini akan berlangsung?

Kurang lebih selama 10 hari.

Setelah itu apa rencana beri-kutnya?

Kami sudah mengantisipasi bah-wa setelah bencana ini akan muncul penyakit-penyakit karena kondisi lingkungan yang jelek. Ini bisa terja-di karena banyak sarana sanitasi yang rusak sehingga masyarakat buang air besar sembarangan. Ini kan berbahaya. Makanya saat ini pun kami sudah mulai melakukan pe-nyemprotan untuk membasmi lalat. Kami juga terus mengimbau ma-syarakat agar hati-hati dalam buang air besar. Kami juga terus berkoordi-nasi dengan instansi terkait untuk menyediakan air bersih guna me-menuhi kebutuhan masyarakat.

Penyakit apa saja yang sudah mulai terdeteksi?

Infeksi saluran pernafasan atas (ISPA), kulit berupa gatal-gatal, diare, mata, dan THT.

Langkah apa saja yang Anda ambil setelah kondisi darurat?

Kami ingin Puskesmas segera berfungsi kembali. Kami ingin agar gedung Puskesmas yang hancur segera bisa dibangun kembali de-ngan lebih cepat. Ini sangat pen-ting. Selain itu, kami bekerja sama dengan dinas PU akan segera mem-bangun MCK bagi warga yang ter-timpa bencana.

Apakah masih ada bantuan yang diperlukan?

Dari sisi medis sudah cukup dalam masa tanggap darurat ini. Namun setelahnya kami butuh tena-ga kesehatan lingkuntena-gan, surveil-lance, dan ahli gizi. „(MJ)

akan 50 unit hidran umum ke posko-posko pengungsian. Kapasitasnya satu HU sekitar 3.000 liter. Ini tidak hanya untuk pelanggan kami tapi juga untuk masyarakat. Hidran-hidran itu kami suplai air dari IPA-IPA yang ada meng-gunakan truk tangki yang jumlahnya 18 unit.

Apakah HU yang ada cukup? Kalau bicara cukup, belum cukup. Idealnya minimal ada 150 unit hidran umum. Tapi memang banyak keterba-tasan yang kami miliki.

Maksudnya?

Dana untuk alokasi itu tidak ada. Kami masih mengajukan. Belum tahu kapan akan cair. Di sisi lain kami sendiri mengalami musibah. Hampir 80 persen SDM kami mengalami musi-bah. Satu di antaranya meninggal dunia atas nama Sarjono. Praktis operasional terganggu. Perlu diketahui, operasionalisasi saat ini justru dilakukan oleh pihak luar yang mem-bantu seperti SDM dari PDAM lain yang terjun langsung baik sebagai sopir, operator IPA dan sebagainya. Kami sendiri belum normal. Tapi kami harus tetap buka dari pagi hingga pukul 21.00.

Mengenai soal listrik, apakah PDAM Bantul tak memiliki ca-dangan pembangkit sendiri?

Kami cuma satu unit jenset keliling. Jadi gak mungkin itu digunakan, kare-na semuanya butuh listrik. Makanya kami menunggu listrik dari PLN.

Apa yang mendesak diper-lukan oleh PDAM Bantul?

Dalam kondisi darurat seperti sekarang kami butuh SDM. Selain itu kami butuh truk tangki untuk mendis-tribusikan air. Selama ini kami hanya punya dua unit. „(MJ)

dr. S

ITI

N

OOR

Z

AENAB

, MKes,

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul

(15)

S

etelah peristiwa gempa bumi pada hari Sabtu tanggal 27 Mei 2006 pada pukul 05.53 WIB, yang menghancurkan 200.000 rumah dan menewaskan lebih dari 6.200 orang di Yogyakarta dan Jawa Tengah, perto-longan darurat telah datang dan menghilangkan penderitaan sebagian besar dari korban gempa tersebut.

Pada tahap selanjutnya, sarana air bersih dan sanitasi darurat harus secara tepat direncanakan dan dibangun secepatnya untuk mengurangi risiko menyebarnya penyakit di dalam penam-pungan. Penampungan-penampungan menyediakan ruang untuk 150-500 orang/penampungan dan dibangun di dekat rumah-rumah korban gempa yang rusak. Pos Koordinasi (Posko) menghubungkan bantuan darurat kepa-da masyarakat yang berakepa-da di tempat penampungan di sekitarnya. Kasus per-tama dari munculnya penyakit diare telah terjadi saat ini.

Pengalaman berharga dari peristiwa di Aceh yang dapat diambil adalah per-lunya untuk mengurangi volume air limbah domestik di tempat penampung-an karena tpenampung-angki septik ypenampung-ang ada tidak dirancang untuk menyerap air

limbah domestik dalam volume yang besar. Kapasitas dari truk tinja untuk mengumpulkan limbah tersebut juga sangat terbatas, begitu pula dengan kapasitas pengolahan air lim-bah dan lumpur tinja domestik. Instalasi pengolahan air limbah di Sewon, Kabupaten Bantul mengalami retak-retak pada strukturnya akibat gempa. Pengoperasian secara terus-menerus akan mengakibatkan terjadinya polusi air tanah di

sekitar wilayah tersebut.

Konsep penerapan sanitasi dalam kondisi darurat yakni:

Pengurangan air limbah dengan membatasi jumlah air bersih yang di-gunakan dan memisahkan grey water(air yang telah digunakan un-tuk mencuci, mandi) dengan black water (air hasil pembilasan kotoran di toilet)

Pengolahan blackwater mengguna-kan prinsip DEWATS yang dimodifi-kasi, dimana tangki air telah dimo-difikasi dan diatur untuk mencapai reactor anaerobic8 tingkat.

Sedimentasi dan infiltrasi dari grey-waterdan blackwateryang telah dio-lah

Pemisahan dari sub-unit (tangki) dan dihubungkan dengan penghubung yang fleksibel dari silikon untuk membuat stabil dari goncangan yang masih terjadi setelah peristiwa gempa bumi.

Unit akan mencakup sebuah tangki untuk air bersih. Tidak akan ada pipa

air yang diinstalasikan ke ruang toilet. Pengguna harus membawa wadah air 8 liter ke dalam toilet. Ini untuk memas-tikan penggunaan air yang minimal dan efektif. Sistem perpipaan dalam ruang toilet akan meningkatkan volume air limbah yang dihasilkan lebih dari 8 liter, seperti yang terjadi di Aceh.

Seorang operator akan dipekerjakan dan digaji sebesar Rp 600.000,- (setara dengan 50 euro) per bulannya. Ini un-tuk memastikan kebersihan dari sarana yang digunakan.

Pengolahan air limbah yang diterap-kan dengan prinsip DEWATS aditerap-kan mengurangi BOD dan COD, yang meru-pakan indikator untuk polusi organik dalam blackwaterlebih dari 90 persen. Untuk mempercepat pengoperasian/pe-manasan, lumpur anaerobik dari insta-lasi DEWATS yang telah ada di Yog-yakarta (ada lebih dari 10 unit DEWATS yang beroperasi) akan diinjeksi ke dalam reaktor selama permulaan peng-operasian unit tersebut.

Biaya untuk sebuah sarana tersebut bagi 200 orang adalah Rp 32.000.000,-(setara dengan 3.000 euro), waktu mak-simal setelah identifikasi lokasi yang dibutuhkan sampai dengan permu-laan pengoperasian adalah 5 hari. Pe-fabrikasi (pra-pembuatan) unit-unit tersebut sudah mulai diajukan oleh BORDA-Yogyakarta bekerja sama dengan LSM lokal LPTP. Lokasi tepatnya sedang dalam pro-ses identifikasi. Upaya ini didukung oleh Water & Sanitation Coordina-tion Group yang diketuai oleh UNICEF. Sumber pendanaan untuk pelaksanaan sanitasi dalam kondisi darurat ini berasal dari donasi pri-badi.„

* BORDA Representative Indonesia

T E R O P O N G

Sanitasi

dalam Kondisi Darurat

Oleh: Frank W. Fladerer *

1.

2.

3.

(16)

A

khir Januari lalu pemerintah mengeluarkan Peraturan Peme-rintah baru yang berkaitan de-ngan tata cara pengadaan pinjaman dan/atau penerimaan hibah serta pene-rusan pinjaman dan/atau hibah luar negeri. Peraturan ini secara garis besar mengatur kewenangan meminjam; sumber, jenis dan persyaratan pinjam-an; perencanaan dan pengadaan pin-jaman; pelaksanaan dan penatausahaan pinjaman; tata cara penerusan pinjam-an; pelaporan, monitoring, evaluasi, dan pengawasan; pembayaran pin-jaman; dan transparansi dan akun-tabilitas.

Berdasarkan PP ini, yang berhak meminjam kepada pihak asing yaitu pemerintah melalui menteri. Sedang-kan kementerian Negara/lembaga/pe-merintah daerah dilarang melakukan perikatan dalam bentuk apapun yang dapat menimbulkan kewajiban untuk melakukan pinjaman luar negeri.

Pemerintah dapat meminjam dan/atau menerima hibah dari luar ne-geri yang bersumber dari negara asing, lembaga multilateral, lembaga keuang-an dkeuang-an non keukeuang-angkeuang-an asing, serta lem-baga keuangan non asing. Bentuk pin-jaman ini bisa pinpin-jaman lunak, kredit ekspor, pinjaman komersial, dan pin-jaman campuran.

Rencana kebutuhan pinjaman disu-sun lima tahunan berdasarkan prioritas. Kementerian Negara/lembaga menga-jukan usulan kegiatan prioritas yang dibiayai oleh pinjaman luar negeri

dan/atau hibah kepada Menteri Peren-canaan. Usulan itu termasuk kegiatan yang pembiayaannya akan diterushi-bahkan kepada pemerintah daerah atau sebagai penyertaan modal negara kepa-da BUMN. Sekepa-dangkan pemerintah daerah bisa mengajukan usulan kegiat-an investasi untuk mendapatkkegiat-an pene-rusan pinjaman luar negeri dari peme-rintah kepada Menteri Perencanaan. Hal yang sama bisa dilakukan BUMN.

Usulan kegiatan Kementerian Ne-gara/Lembaga, pemerintah daerah, dan BUMN harus dilampiri kerangka acuan kerja dan dokumen studi kelayakan. Khusus usulan pemerintah daerah harus ditambah surat persetujuan dari DPRD. Semua usulan akan dinilai oleh Menteri Perencanaan sesuai prioritas bidang pembangunan yang dapat dibi-ayai pinjaman luar negeri.

Alokasi pinjaman itu didasarkan atas pertimbangan kebutuhan riil pem-biayaan luar negeri, kemampuan mem-bayar kembali, batas maksimum kumu-latif pinjaman, kemampuan penyerapan pinjaman, serta risiko pinjaman. Bila usulan kegiatan disetujui, selanjutnya akan ada negosiasi dengan pemberi pin-jaman setelah kriteria kesiapan kegiatan dipenuhi.

Mengenai penatausahaan pinjaman, kegiatannya mencakup administrasi dan akuntansi pengelolaan pinjaman dan/atau hibah luar negeri. Jumlah yang tercatat dalam naskah perjanjian pinjaman luar negeri (NPPLN) ditu-angkan dalam dokumen satuan

anggar-an untuk selanggar-anjutkanggar-an dituanggar-angkanggar-an dalam dokumen pelaksanaan anggaran. Pena-rikan pinjaman dan/atau hibah luar ne-geri harus tercatat dalam realisasi APBN. Kementerian Negara/Lembaga wajib memprioritaskan penyediaan dana/porsi rupiah lainnya yang di-persyaratkan dalam NPPLN/NPHLN. Dana yang belum selesai digunakan di-tampung dalam dokumen anggaran ta-hun berikutnya.

Tentang peneruspinjaman pinjam-an/hibah kepada pemerintah dae-rah/BUMN, penetapannya dilaksana-kan sebelum ada negosiasi dengan pem-beri pinjaman. Pertimbangan yang di-pakai adalah kemampuan membayar kembali dan kapasitas fiskal daerah ser-ta pertimbangan Menteri Dalam Negeri. Pelaporan kegiatan dilakukan triwu-lanan. Laporan itu meliputi proses pengadaan barang/jasa, realisasi penye-rapan pinjaman, dan kemajuan fisik kegiatan. Monitoring dilaksanakan oleh Menteri, Menteri Perencanaan, dan Menteri pada Kementerian Nega-ra/Lembaga. Mereka bisa menyelesai-kan pelaksanaan kegiatan yang lambat atau penyerapan pinjaman yang ren-dah, termasuk melakukan pembatalan pinjaman.

Dalam rangka transparansi dan akuntabilitas, Menteri menyelengga-rakan publikasi informasi mengenai pinjaman dan/atau hibah luar negeri yang meliputi kebijakan, jumlah dan posisi, sumber, dan jenis pinjaman dan/hibah luar negeri. „(MJ)

P E R AT U R A N

Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 2006

(17)

B

agaimana Anda melihat per-masalahan sampah di Indo-nesia saat ini?

Masalah persampahan belum men-jadi prioritas dibandingkan dengan pembangunan di bidang lain. Padahal ini masalah kebersihan. Kebersihan adalah investasi, sama dengan kea-manan. Harusnya keduanya sejajar. Ka-lau negara kita aman dan bersih, in-vestor kan akan datang. Bolehlah ke-amanan itu nomor satu, tapi kebersihan jangan nomor 100. Mungkin nomor li-ma, sembilan, atau sepuluh besarlah. Faktanya kebersihan sekarang nomor 100, sedangkan keamanan nomor 1. Ini berbuntut pada pendanaan dan seba-gainya. Biar runtut, saya selalu melihat-nya secara sistematis. Minimal perma-salahan ini kita tinjau dari lima aspek pendekatan yakni aspek hukum, kelem-bagaan/institusi, pendanaan, sosial bu-daya, dan aspek teknologi. Sekarang ini

kebanyakan orang hanya melihat dari aspek teknologi saja. Akhirnya tidak tuntas karena hanya satu aspek.

Bisa dijelaskan permasalahan sampah ini dari aspek hukum?

Undang-undang sampah baru RUU yang setingkat lebih tinggi dari draft akademis. Sekarang Menteri LH dan Menteri hukum sedang menyiapkan. Namun ada kabar baik yaitu DPR menunggu. Dulu kan katanya DPR menghambat dan sebagainya, sekarang malah ada permintaan dari DPR komisi 7. Mungkin dalam hal ini DPR lebih maju. Kita tunggu saja. Nanti kalau ada undang-undangnya akan diikuti dengan peraturan-peraturan pemerintah dan peraturan di bawahnya sebagai payung kita untuk bertindak.

Kalau kita bandingkan dengan negara lain seperti Jepang--jangan ha-nya melihat teknologiha-nya-negara

terse-but telah memiliki UU Persampahan yang melibatkan 16 menteri pada saat penyusunannya dan langsung dipimpin oleh perdana menteri. Di situ terlihat bagaimana pemerintah melihat priori-tas di bidang persampahan. Jadi kita jangan melihat sepotong-sepotong, Je-pang kok bisa begini, bisa begitu. Un-dang-undangnya saja sudah dibuat 20 tahun yang lalu. Dan undang-undang persampahan itu telah diikuti oleh enam undang-undang lainnya yang le-bih spesifik. Ada UU tentang recycle, extended producer responsibility.Kita sekarang baru mulai karena tiga tahun yang lalu saya ketemu dengan komisi VIII DPR yang lama yang meminta menteri LH untuk menyusun UU ten-tang persampahan. Sampai sekarang masih dalam bentuk draft RUU.

Kalau menunggu lahirnya undang-undang kan lama, bagai-mana dengan sekarang?

Kita harus mengefektifkan peratur-an-peraturan yang sudah ada, baik per-aturan di tingkat RT sampai di tingkat nasional. Sebelum ada UU kita pakai yang ada dulu. Tapi itu belum bisa secara menyeluruh. Banyak perda yang umurnya sudah agak lama dan isinya masih parsial misalnya tentang iuran, retribusi, sanksi, dan denda. Di tingkat RT pun harus diatur bahkan sampai tingkat rumah tangga pun harus ada peraturan. Misalnya si ibu mengerjakan apa, bapak apa, anak apa. Anak harus membuang sampah pada tempatnya dan sebagainya.

Persampahan dilihat dari as-pek kelembagaan seperti apa?

Kalau di tingkat nasional, seperti di Jepang, sampai 16 menteri, kita lihat berapa instansi yang terlibat di tingkat

WAWA N C A R A

Direktur Eksekutif Dana Mitra Lingkungan,

Ir. Sri Bebassari, MSc

Master Plan

Persampahan Mutlak

Sampah menjadi bom waktu yang bisa me-ledak setiap saat dan menelan korban. Ledak-an itu sudah dimulai. Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Leuwigajah di Bandung, sebagai con-toh, telah merenggut pu-luhan nyawa. Hal yang serupa bukan tidak

mungkin terjadi di kota-kota lain mengingat kondisi TPA-TPA yang ada tak jauh berbeda.

Di sisi lain, saat ini belum ada kebijakan yang jelas tentang persampahan di In-donesia. Masing-masing instansi atau peme-rintah daerah berkreasi sendiri-sendiri, malah dengan egonya sendiri, mengatasi

persoalan sendiri. Bukannya penyelesaian yang didapat-kan, justru permasalahan ba-ru. Persampahan seolah men-jadi benang kusut yang sulit terurai.

Bisakah persoalan di de-pan mata ini dipecahkan?

Percik mewawancarai Ir. Sri Bebassari, MSc, Direktur Eksekutif Dana Mitra Ling-kunganyang telah berkecimpung lebih dari 26 tahun di bidang ini. Ia sempat mendapat sebutan 'Ratu Sampah' karena dedikasi dan kepakarannya mengurusi barang kotor terse-but. Sebelum menjadi direktur eksekutif, ia adalah peneliti di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT).

(18)

propinsi, kabupaten/kota, kecamatan, desa/kelurahan, hingga ke RT. Ini meli-batkan multidisiplin, multisektoral. Jadi tidak hanya masalah teknologi. Nah sekarang kalau di Indonesia, paling tinggi hanya sampai tingkat dinas. Dinas kebersihan misalnya. Jadi segala-galanya ditanggung oleh dinas kebersih-an. Padahal dia sebenarnya hanya pelaksana saja. Yang mendisain sebe-narnya yang lebih tinggi apakah Bappeda, wakil walikota, atau kalau di tingkat propinsi wakil gubernur dan sebagainya. Mereka inilah yang me-mungkinkan untuk mengakomodasi dinas-dinas terkait tadi. Kalau hanya dinas kebersihan, dia tidak akan bisa mengait dinas yang setingkat. Ketika saya terlibat dalam penilaian Adipura, biasanya kota-kota yang memperoleh Adipura itu walikota atau wakilnya yang mengordinasikan kegiatan kebersihan ini. Nanti di tingkat RT pun seperti itu. Lembaga institusi apa yang harus dibentuk dan siapa yang bertanggung jawab. Ini pembangunan institusi. Dalam rangka emergencymungkin kita perlu adanya lembaga yang sifatnya sementara. Kalau kita boleh belajar dari program KB yang cukup berhasil, itu kan juga ada badan khusus yang disebut BKKBN. Itupun konon baru tahun ke-9, BKKBN berhasil membuat KB Mandiri. Untuk sampah pun kita harus membuat badan khusus seperti itu yang bersifat sementara dan bisa dibubarkan sewak-tu-waktu kalau keadaan telah lebih baik. Apalagi kalau kita lihat TPA di seluruh Indonesia, semuanya sudah masuk stadium 5. Ini bom waktu kare-na TPA di Indonesia di bawah standar.

Idealnya seperti apa badan khusus itu?

Kurang lebih seperti BKKBN. Di sana berkumpul orang-orang profesio-nal yang punya ilmu dan komitmen. Tidak memikirkan jabatan. Dan badan ini akan menyelamatkan karena sia-papun yang jadi presiden, badan ini

secara fungsional terus berjalan. Saya pikir banyak orang yang memiliki kapa-sitas itu. Sekarang ini kan belum ada mekanisme yang bisa menampung teman-teman seperti ini.

Bagaimana dengan pendana-an?

Kita harus menggunakan filosofi bahwa kebersihan adalah investasi seperti halnya keamanan. Jadi sebe-narnya masih cost center. Ini adalah industri jasa. Bukan profit center, yang bicara soal benefit. Makanya hati-hati dengan pendekatan waste to product, yang akhir-akhir ini sering saya luruskan karena saya dulu juga berangkat dari teknologi. Waste to product harus hati-hati karena dalam pengelolaan kebersihan, produk-pro-duk yang dihasilkan dari pengolahan seperti daur ulang kertas, kompos dan sebagainya adalah produk sampingan. Produk utamanya adalah kebersihan. Industrinya adalah industri jasa. Con-toh, cleaning service suatu gedung itu dibayar karena jasanya membersihkan. Artinya memindahkan sampah dari titik A ke titik B. Apalagi kalau ada industri yang bisa mengurangi dan mengolah, maka dia harus juga dibayar dari jasanya. Perkara dia memiliki produk sampingan seperti kompos, itu adalah

bonus mereka. Dan mereka akan bisa kuat di bisnis itu karena bisa bersaing. Kalau kita anggap produk sampingan sebagai produk utama maka kita akan terjebak menjadi pabrik dan perhi-tungan biaya produksi. Akhirnya kom-pos pun tak bisa bersaing dengan pupuk-pupuk lain.

Perusahaan yang mengurangi, mengolah, sampah harus mendapatkan insentif karena dia bisa mengurangi biaya TPA, biaya transportasi. Jadi ada tigaincomebagi perusahaan yakni jasa kebersihan, insentif, dan produk sam-pingan. Ini yang tidak disadari oleh teman-teman yang bertindak sebagai decision makermaupun yang berbisnis di bidang ini. Banyak sekali MoU de-ngan swasta yang akhirnya tidak tuntas karena pandangan bisnisnya selalu membuat pabrik. Meskipun saya juga tidak menutup mata bahwa ada se-kelompok orang yang tanpa dibayar insentifnya mereka bisa tetap hidup dari berjualan barang bekas. Tapi ber-jualan barang bekas itu berbeda dengan kebersihan. Ada atau tidak ada keber-sihan, memang mereka jual barang bekas. Mereka sebenarnya bisa lebih maju jika digandengkan dengan jasa cleaning service dia. Inilah satu pengembangan konsep extended pro-ducer responsibility, bahwa produsen

WAWA N C A R A

(19)

yang menghasilkan limbah-limbah ru-mah tangga harus terlibat dalam me-ngelola limbah-limbah mereka yang menjadi limbah domestik. Misalnya limbah makanan kecil, batere dan seba-gainya, maka produsen harus bekerja sama dengan mereka yang mengolah atau mengumpulkan. Sekarang ikatan itu tidak ada. Seolah-olah produsen tak terlibat lagi ketika ada limbahnya. Maka harus ada kerja sama win-win solution. Karena sumber utama sampah itu bukan konsumen tapi produsen, terma-suk industri pertanian.

Tentang anggaran pemerintah? Kita juga harus bijaksana dalam menyusun anggaran, berapa APBN, APBD, sampai anggaran rumah untuk kebersihan. Perencanaan kota-kota di Indonesia kebanyakan masih mempri-oritaskan pada hal-hal yang sifatnya ter-lihat langsung oleh mata. Kalau dimisal-kan rumah, dana kita itu lebih banyak untuk ruang tamu atau teras diban-dingkan untuk WC atau tempat sampah. Ini harus dievaluasi. Mungkin anggaran untuk WC bisa lebih mahal dari ruang tamu. Karena itu anggaran untuk TPA sampah kota bisa lebih mahal dari anggaran airport. Saat ini airport, mall, dan sebagainya sudah internasional tapi TPA yang ada masih primitif. Ini per-juangan bagaimana agar seimbang. Jadi faktor pendanaan ini tidak sesederhana yang dibicarakan orang. Ini dimulai dari perhitungan anggaran belanja negara. Kalau kita bandingkan dari pengalaman beberapa negara, biaya operasionalnya saja berkisar antara Rp. 300-500 ribu per ton, itu dari mulai pengumpulan, pengangkutan, pengolahan, sampai pembuangan. Sedangkan untuk inves-tasi, dananya berkisar Rp 100 juta-Rp. 1 milyar/ton/hari. Dari sini bisa dihitung berapa rupiah per bulan per rumah. Dengan TPA yang standar sanitary landfill, tanpa dikurangi, maka per rumah kena Rp. 50-Rp. 100 ribu. Kita jangan berpikir mahal murah dulu, tapi berapa warga yang bisa bayar, dan

bera-pa persen yang harus disubsidi. Subsidi itu makin lama makin berkurang seper-ti subsidi BBM. Dengan kesadaran yang semakin meningkat, pelayanan makin baik, orang akan bersedia membayar. Faktanya mereka yang high income te-lah membayar Rp. 50-Rp. 60 ribu/ru-mah tangga. Namun sebagian besar rakyat kita hanya membayar Rp. 5 ribu. Jadi tidak hanya ini harus teknologi begini, tapi juga berapa harganya, bera-pa kita harus bayar dan berabera-pa tahun. Misalnya sistem pengumpulan, trans-portasi, dan sebagainya. Semua dihar-gai. Sebenarnya hitungan itu sudah ada, tapi orang yang mengerti hitungan ini belum didengar. Dan biasanya kalau belum stadium 5, resep belum dibeli, dokter juga belum didengar. Kalau kota kita bersih dan aman, investasi akan datang, kesejahteraan akan meningkat, dan ekonomi akan meningkat. Kalau ada yang bilang komoditi sampah itu adalah emas, oke saja tapi itu hanya sebagian dari keseluruhan. Yang saya agak risau, ada pihak-pihak yang mengetahui sebagian kecil dari per-masalahan sampah seolah-olah sudah tahu semua sehingga keluar pernyataan bahwa satu-satunya cara dengan tekno-logi atau solusi ini. Jadi jangan sampai ada pernyataan yang masih parsial. Yang tahu teknologi bilangnya harus teknologi. Yang tahu pemberdayaan bilangnya harus partisipasi masyarakat. Padahal semua penting dan harus di-mulai dari kebijakan pemerintah.

Bagaimana dengan aspek sosi-al budaya?

Ini juga penting. Masyarakat harus disadarkan bahwa kita semua adalah produsen sampah. Tidak ada orang di dunia yang tidak buang sampah. Rata-rata setengah kilogram per orang per hari. Kita bisa hitung. Makanya DKI bisa 6.000 ton per hari. Masyarakat harus dilibatkan sejak awal peren-canaan. Untuk merencanakan, sosial-isasi, penyuluhan, pendidikan, tentang persampahan itu harus didisain,

diren-canakan oleh ahlinya. Ahli komunikasi, ahli sosiologi, pendidikan, psikologi, ulama dan sebagainya. Mereka harus dilibatkan semua, bukan hanya disain mesinnya. Kalau kita belajar dari keja-dian TPST Bojong dan pembangunan TPA lain diprotes, ini karena disain untuk partisipasi masyarakat masih belum profesional karena tidak didisain oleh ahlinya. Yang ada hanya disain teknologi, ada investasi. Harusnya kalau untuk membangun TPA itu 100 juta, berapa persen untuk membangun manusianya. Seharusnya untuk manu-sianya ini 10-30 persen. Ini jauh lebih sulit dan jauh lebih lama dibandingkan dengan membangun mesin. Beda kota juga beda perlakuan dan waktu. Varia-bel disainnya lebih banyak dan kom-pleks. Kalau bicara mesin kita bicara ku-antitatif dan itu lebih mudah. Makanya saya wanti-wanti sekali setiap peren-canaan jangan lupa itu [faktor manu-sia]. Minimal 10 persen. Kalau ini tidak didisain dari awal dengan benar, di belakangnya biaya sosial bisa lebih dari 30 persen.

Gambar

Tabel Jumlah Korban dan Kerusakan Akibat Gempa
Tabel 1 menunjukkan bahwa aliran
Tabel 2Skenario I-V
sia di bidang teknologi keairan, Herodo-tus Halikamassos yang sangat pupulerUNESCO, di Iran tercatat empat buahsitus purbakala, salah satunya adalahGambar 1.Skema tanpa skala bangunan penjernih air
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kepala TK yang melakukan semua perencanaan ini harus sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan serta memiliki kesepakatan dan kerjasama dengan yayasan, agar bisa

[r]

Sebagian perempuan bahkan tak menyadari betapa terikatnya atau betapa cintanya sampai2 mrk merasakan sentakan saat pasangannya tidak ada. Kita terbiasa menganggap kerinduan

In case of the problematic students, negative emotions often affect students’ thoughts. Negative emotions can stimulate students’ cognitive ability. For example, when a

[r]

Kanak­kanak  lebih  mudah  mempelajari  bahasa  asing  berbanding  mereka  yang

Berdasarkan hasil penelitian pada peserta didik kelas IIIA Sekolah Dasar Negeri 29 Pontianak Kota dengan materi menulis karangan yang diajarkan dengan dengan

Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) 2 telah dilaksanakan praktikan di SMK Masehi PSAK Ambarawa yang terletak di Jalan Pemuda No. Banyak kegiatan yang telah dilakukan