• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERCIK. Media Informasi Air Minum dan Pe (48)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "PERCIK. Media Informasi Air Minum dan Pe (48)"

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

Kelompok Kerja Air Minum dan Penyehatan Lingkungan

Penasihat/Pelindung: Direktur Jenderal Cipta Karya DEPARTEMEN PEKERJAAN UMUM

Penanggung Jawab: Direktur Permukiman dan Perumahan,

BAPPENAS

Direktur Penyehatan Air dan Sanitasi, DEPKES

Direktur Pengembangan Air Minum, Dep. Pekerjaan Umum Direktur Pengembangan Penyehatan

Lingkungan Permukiman, Dep. Pekerjaan Umum Direktur Bina Sumber Daya Alam dan

Teknologi Tepat Guna, DEPDAGRI Direktur Penataan Ruang dan Lingkungan Hidup, DEPDAGRI

Pemimpin Redaksi: Oswar Mungkasa Dewan Redaksi: Ismail, Johan Susmono, Indar Parawansa, Bambang Purwanto

Redaktur Pelaksana: Maraita Listyasari, Rewang Budiyana,

Rheidda Pramudhy, Joko Wartono, Essy Asiah, Mujiyanto

Desain/Ilustrasi: Rudi Kosasih

Produksi: Machrudin Sirkulasi/Distribusi:

Agus Syuhada Alamat Redaksi:

Jl. Cianjur No. 4 Menteng, Jakarta Pusat. Telp./Faks.: (021) 31904113

http://www.ampl.or.id e-mail: redaksipercik@yahoo.com

redaksi@ampl.or.id oswar@bappenas.go.id Redaksi menerima kiriman tulisan/artikel dari luar. Isi berkaitan

Laporan Utama

Wajah AMPL 2005, Kepedulian Masih Kurang 3

Kebijakan Nasional Pembangunan AMPL Berbasis Lembaga

Setahun Menunggu Pengesahan 4

Potret Pokja AMPL 2005 9

WASPOLA, Dari Prinsip ke Aksi 11

1,66 Juta Jiwa Penduduk Desa Dapatkan Akses

Air Bersih Dari WSLIC-2 15

SANIMAS Menuju Program Nasional 18

Wawancara

Direktur Perumahan dan Permukiman, Bappenas

Ir. Basah Hernowo 20

Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan

Dr. I Nyoman Kandun, MPH 22

Wawasan

Setia Melayani Selama Delapan Tahun 26

Hari Monitoring Air Sedunia 28

Kisah Sukses

WSLIC-2 Desa Jambearjo, Malang

Sambungan Desa, Manajemen Kota 30

Teropong

Perubahan Perilaku tanpa Subsidi 32

Aturan Adat Tak Mempan 34

Bangun Jamban Melayang 35

Cuma Bikin Lubang Tahi Saja 36

Klinik IATPI

Air Limbah Mandi dan Cuci 37

Seputar WASPOLA 38

Seputar AMPL 41

Info Situs 48

Inovasi

Air Rahmat, Ubah Air Bersih Jadi Air Minum 49

Saringan Air Keramik 50

(3)

Waktu terasa begitu cepat berputar. Tanpa terasa, kita telah melalui tahun 2005. Sebentar lagi tahun 2006 menya-pa kita. Biasanya kita selalu menjadikan masa pergantian tahun ini sebagai saat evaluasi. Apakah yang sudah kita la-kukan selama setahun? Lebih banyak positif ataukah negatifnya. Dan bagi ja-jaran birokrasi, pertanyaannya sudah sejauh mana pengabdian yang diberi-kan kepada negara dan rakyat? Jangan-jangan selama ini hanya menikmati gaji tapi tidak memberi nilai tambah bagi kemajuan rakyat yang telah memba-yarnya. Tentu kita berharap, para bi-rokrat dari semua level telah bekerja se-kuat tenaga mengabdikan dirinya sesuai sumpah jabatannya.

Pembaca, di akhir tahun ini, Percik

pun tak ketinggalan untuk ikut memotret perjalanan penyelenggaraan air minum dan penyehatan lingkungan (AMPL) di Indonesia selama tahun 2005. Tentu secara garis besar. Maksudnya, agar ini menjadi bahan pembelajaran. Kita bisa belajar dari kesuksesan dan kegagalan. Kesuksesan bisa direplikasikan dan di-tingkatkan derajat kesuksesannya di ta-hun 2006. Sedangkan, dengan melihat ke-gagalan, kita bisa membuat kesuksesan dan menghindari kesalahan serupa di ta-hun mendatang.

Kalau kita melihat perjalanan sela-ma tahun 2005 ini dan kita bandingkan dengan tahun 2004, secara umum tidak ada perubahan yang berarti. Kondisi AMPL seperti jalan di tempat. Kasus-kasus pada tahun 2004 (baca Percik

edisi Desember 2004), seakan berulang pada tahun ini. Mulai kasus banjir, penyakit menular, tempat pembuangan akhir (TPA) sampah, pencemaran, kon-flik horizontal terkait AMPL dan seba-gainya muncul lagi. Namun di tengah wajah suram ini tak bisa dipungkiri ada setetes harapan. Proyek-proyek yang di-uji coba tahun 2005 memperlihatkan hasil yang menggembirakan. Tengok misalnya SANIMAS, WSLIC 2, dan CLTS. Pelaksanaan kebijakan nasional pembangunan AMPL berbasis

masyara-kat di daerah juga memberi harapan. Hanya saja cakupan proyek dan uji coba itu terbatas, belum menjangkau seluruh wilayah Indonesia.

Di edisi ini kami menampilkan ber-bagai keberhasilan beberapa proyek ter-sebut. Harapannya ini bisa ditiru dan dikembangkan oleh daerah lain. Tak lu-pa di tengah kesuksesan itu, kami tampilkan pula catatan buruknya dan kendala-kendala yang terjadi di lapang-an. Ini pembelajaran berharga yang harus kita terima. Bukankah orang bijak berkata: kegagalan adalah awal dari se-buah keberhasilan. Pembelajaran ini kami ramu dalam berbagai rubrik. Ada di rubrik teropong, kisah sukses, dan se-bagian di laporan utama.

Pembaca, perlu kiranya pula kita mengetahui dari para penentu kebijak-an AMPL, bagaimkebijak-ana mereka melihat perjalanan AMPL di tahun ini. Untuk itu, kami mewawancarai Direktur

Peru-mahan dan Permukiman Bappenas, Di-rektur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Depar-temen Kesehatan, serta Ketua CPMU WSLIC 2. Intinya masih banyak hal yang harus kita lakukan dalam penye-lenggaraan AMPL di Indonesia. Apalagi Indonesia telah menyatakan dirinya si-ap 'terbebani' target MDGs.

Akhirnya, kami berharap sajian

Percikkali ini bisa mendorong ke arah perubahan yang lebih baik. Dan kami juga berharap ada umpan balik dari Anda, pembaca setia Percik, demi per-baikan majalah ini khususnya, dan penyelenggaraan AMPL di Indonesia pada umumnya di tahun 2006. Mari kita songsong 2006 dengan optimisme dan kepedulian yang lebih terhadap kondisi rakyat. Jangan sampai kita ber-gembira di atas penderitaan rakyat. Se-lamat membaca.Wassalam.„

Mengucapkan

Selamat

Tahun Baru

2006

Mengucapkan

Selamat

Tahun Baru

(4)

Ingin Dapatkan Pustaka

Redaksi Percikyang baik. Pertama kali saya ingin memperkenalkan diri terlebih dahulu. Saya lulusan Teknik Lingkungan ITB angkatan 95, dan

Master of Science dari Technische Uni-versitaet Hamburg, Harburg--Ger-many. Saat ini saya sedang melanjutkan ke program PhD di universitas yang sama.

Saya sedang mengadakan penelitian dengan tema sustainability assessment of sanitation system, terutama untuk

low income urban areasdi Indonesia. Saya sedang mengadakan studi di dae-rah Rungkut, Surabaya. Tujuan utama penelitian saya yaitu to propose an alternative solution for water pollution problems by human waste for low income urban areasin Indonesia. Salah satu alternatifnya adalah sistem ecosan

(Ecological Sanitation), di mana do-mestic wastewater dibagi tiga yaitu tinja atau blackwater, urine atau

yellowwater, dan greywater(dari sela-in air buangan toilet). Sistem sela-ini sudah lama dikembangkan di Eropa (jerman, Austria, Swedia). Profesor pembimbing saya kebetulan termasuk salah satu pe-lopornya.

Untuk mengimplementasikannya, saya dan teman saya yang kuliah di tem-pat yang sama membangun sebuah Eco-san pilot plantdi Pusdakota Ubaya, Su-rabaya, sebuah NGO yang bergerak di bidang pemberdayaan masyarakat.

Dari salah seorang teman di Pus-dakota yang kebetulan mengikuti semi-nar yang diselenggarakan oleh AMPL beberapa waktu silam, saya membaca prosiding seminarnya dan jurnal

Percik vol.4 Tahun I/Juni 2004. Saya tertarik dengan isinya karena sebagian besar berkaitan dengan tema penelitian saya. Sebagian besar data-data yang ada pada Percik edisi tersebut telah saya dapatkan dari beberapa sumber dari internet, akan tetapi ada juga yang belum saya miliki.

Oleh karena itu, saya ingin bertanya

bagaimana jika saya ingin memiliki beberapa referensi dari pustaka Percik. Selain data-data yang disajikan pada Percik edisi tersebut, ada juga beberapa VCD (seperti National Action Plan

Bidang Air Limbah, Methodology for Participatory Approach assessment,

Prosiding Seminar Nasional SANIMAS di bali 2004), prosiding seminar Nasio-nal Hari Air Sedunia 2004, data Inven-tarisasi dan Evaluasi Pelaksanaan Pro-gram Pembangunan Prasarana dan Sa-rana Dasar Permukiman Perkotaan 1992-2002, dan buku pedoman (Pedo-man penanggulangan limbah cair dan tinja) dan lain lain yang saya ingin membuat copy-nya. Bagaimana cara terbaik untuk mendapatkannya?

Almy Malisie

Surabaya

Perlu Buku

Saya adalah staf pengajar di Pro-gram Studi Kesehatan Masyarakat Uni-versitas Jember. Bagian program kami memerlukan buku-buku yang berkaitan dengan Kesehatan Lingkungan, dan ka-mi telah menerima jurnal yang telah Anda kirimkan. Kami ingin

memper-oleh buku yang ada dalam website Anda. Bagaimana caranya?

Rahayu Sri Pujiati, SKM, M.Kes

Program Studi Kesehatan Masyarakat

Universitas Jember

Jl. Kalimantan I/93 Kampus

Tegal Boto, Jember 68121

Telp. (O331) 322995 Fax. (0331) 337878

Berlangganan

Saya pernah beberapa kali membaca Majalah Percikyang dibawa dosen sa-ya. Isi yang ditampilkan cukup menarik dan relevan dengan apa yang saya pela-jari saat ini. Bagaimana cara berlang-ganan majalah ini secara berkala?

Nurul Ichsan

Jln. Banjarsari, Gg. Iwenisari No. 8

Tembalang, Semarang 50275

Buletin dan CD

Bersama ini saya memohon untuk dapat menerima buletin dan CD gratis dari AMPL yang akan kami manfaatkan di perpustakaan Fakultas Ilmu Admi-nistrasi Universitas Brawijaya.

Andy Fefta Wijaya

Fakultas Ilmu Administrasi

Universitas Brawijaya Jl. MT Haryono No 163

Malang - Jawa Timur, Indonesia

Terima kasih kami sampaikan kepada para pembaca setia Percik. Untuk dike-tahui, Percik bisa didapatkan secara cuma-cuma. Kami akan mengirimkan kepada Anda yang telah mencantumkan alamat lengkap. Sedangkan mengenai pustaka, untuk diketahui bahwa jumlah-nya sangat terbatas. Oleh karena itu, kami bisa membantu sejauh pustaka itu ada dan mencukupi. Kalau tidak, Anda perlu memperbanyaknya sendiri. Lebih jelas-nya, silakan anda menghubungi sekretari-at Pokja AMPL. Terima kasih. (Redaksi)

(5)

T

ahun 2005 hampir usai. Pem-bangunan air minum dan pe-nyehatan lingkungan (AMPL) tampaknya juga berlalu begitu saja. Belum ada perubahan signifikan di sek-tor tersebut. Memang bisa dimaklumi, karena sektor lain tak jauh berbeda alias jalan di tempat. Mungkin banyak alasan yang bisa dikemukakan, misalnya pe-merintahan baru terbentuk, anggaran terlambat turun, mutasi birokrasi dan sebagainya.

Diakui atau tidak, sektor ini belum mendapat perhatian yagn memadai. Anggaran pemerintah pusat untuk per-mukiman kurang dari 10 persen. Bisa dinilai berapa persen dari jatah tersebut diperuntukkan untuk sektor AMPL-yang merupakan bagian dari permu-kiman--, sangat kecil. Padahal, diperki-rakan pembangunan AMPL perlu dana Rp 50 trilyun hingga 2015 untuk meme-nuhi target Millennium Development

Goals (MDGs). Perhatian pemerintah daerah bahkan lebih menyedihkan. Ber-dasarkan survei di enam kabupaten, alokasi APBD untuk sektor ini pun ku-rang dari 10 persen, bahkan ada yang mendekati nol persen.

Tak heran cakupan pelayanan AMPL tak beranjak angkanya diban-dingkan tahun-tahun sebelumnya. Tingkat pelayanan air bersih perpipaan di perkotaan mencapai 52 persen dan di perdesaan 5 persen. Secara keseluruh-an, sistem pelayanan air limbah, baik sistem setempat (on site) maupun ter-pusat (off site) di perkotaan telah

men-jangkau 25,5 persen penduduk di 399 kota. Sistem pengelolaan persampahan di perkotaan melayani 32,1 persen pen-duduk di 384 kota. Secara nasional 54,56 persen rumah tangga memiliki sa-luran drainase yang baik, dan 31,98 per-sen tidak mempunyai saluran drainase sama sekali.

Akses masyarakat terhadap sarana dan prasarana AMPL masih rendah, ter-utama di perdesaan. Umumnya pela-yanan AMPL terdistribusi secara tidak merata antardaerah dan wilayah, serta di banyak daerah distribusinya juga tidak adil dan merata di antara masya-rakat yang kaya dan miskin. Tingkat efi-siensi pemanfaatan kapasitas terpasang sistem air bersih, baru mencapai 76 per-sen dari total kapasitas terpasang. Ini berarti bahwa terdapat 24 persen kapa-sitas menganggur, yang berarti inefisi-ensi penggunaan dana untuk pemba-ngunan prasarana tersebut. Hal ini ter-utama disebabkan pembangunan di ma-sa lalu yang lebih mengedepankan pen-dekatan dari atas (top down) sehingga kapasitas yang dibangun tak sesuai kebutuhan.

Proporsi keluarga di perkotaan yang menggunakan tangki septik dan cubluk memang cukup besar yakni 80,5 persen (tanpa memperhatikan kualitasnya), BPS, 2004. Sebanyak 73,13 persen

kelu-Wajah AMPL 2005

K

EPEDULIAN

M

ASIH

K

URANG

Sektor air minum dan sanitasi masih dianggap kurang

penting. Ini terlihat dari tingkat kepedulian terhadap

sek-tor ini dan dampak yang muncul

selama setahun. Perubahan yang diharapkan

masih menjadi impian.

LUMAJANG

TAKALAR

KUNINGAN

SUBANG

SIKKA

SUMBATIMUR

2003 0.56 1.15

1.33 3.06 7.91

2004 5.56 0.01 0.97 1.37 0.85 0.1

2005

(6)

arga perkotaan telah memiliki jamban keluarga dan 16,9 persen menggunakan jamban bersama dan jamban umum. Sedangkan untuk di desa, angkanya berkisar pada 50 persen.

Dalam kondisi yang demikian itu, lingkungan mengalami degradasi yang parah. Ini akibat pertambahan pen-duduk yang cepat, urbanisasi, dan in-dustrialisasi. Daerah tangkapan air mu-lai rusak. Pencemaran air terjadi. Aki-batnya ketersediaan air menjadi ma-salah yang serius. Dari segi kualitas, di beberapa daerah aliran sungai kualitas air terus menurun karena pencemaran baik yang berasal dari air limbah do-mestik maupun industri, atau pun usa-ha lain seperti pertambangan dan peng-gunaan pestisida. Kondisi pencemaran badan air oleh berbagai sebab, khusus-nya air limbah, sudah sangat mempri-hatinkan. Sekitar 76 persen dari 52 su-ngai di Jawa, Sumatera, Bali, dan Sula-wesi tercemar berat oleh cemaran orga-nik, dan 11 sungai-sungai utama terce-mar berat oleh unsur amonium.

Ini semua karena ulah manusia yang tidak mengelola alam secara arif dan bi-jaksana. Penebangan liar terjadi di ma-na-mana tanpa ada tindakan tegas. Tak heran banjir dan tanah longsor terus terjadi, sama seperti tahun sebelumnya. Korban tewas, luka, dan kerugian harta benda tak terelakkan.

Pengeboran air dan pembuangan limbah industri sembarangan, terutama di kota-kota, tak memperhatikan aspek kelestarian dan daya dukung lingkung-an. Sebagai contoh Jakarta, pemanfaat-an air tpemanfaat-anah sudah melampaui 60 per-sen ambang batas aman (safe yield). Akibatnya, pada daerah-daerah tertentu terjadi penurunan permukaan hingga lebih dari lima meter. Akibat pencemar-an oleh industri di kawaspencemar-an Jakarta Utara, nilai ekonomi air di kawasan itu, yaitu Kali Cakung Dalam di Rorotan Marunda, akan terus menurun secara bertahap. Jika nilai air itu diuangkan pada tahun 2003 sebesar Rp 1,094 mil-yar, beberapa tahun kemudian hanya

akan bernilai sekitar Rp 337 juta. Per-ubahan nilai air itu yang turun selama periode 2003-2010, mengakibatkan udang, kepiting, dan kerangan-kerang-an akkerangan-kerang-an keracunkerangan-kerang-an mercuri air kali. Pa-da tahun 2010, karena kaPa-dar Cd air ta-nah melebihi baku mutu, air bersih di kawasan itu tak layak lagi diminum. Se-lanjutnya pada 2028, air tak bisa lagi untuk pertanian karena kadar Hg me-lebihi ambang batas (Suara Pembaharu-an, 18/11/05).

Alam juga makin berat bebannya ka-rena sampah yang terus bertambah. La-ju timbulan sampah pertahun diperki-rakan 1,49 persen. Bagi beberapa dae-rah yang memiliki lahan, mungkin pada saat ini tidak menjadi masalah. Tapi di kota besar, sampah menjadi persoalan besar. Lihat saja Jakarta, yang saat ini kebingungan membuang sampahnya setelah TPST Bojong terus ditentang pengoperasiannya oleh warga sekitar-nya, sedangkan TPA Bantar Gebang tak bisa lagi digunakan. Bandung juga mengalami hal yang sama setelah musi-bah longsornya TPA Leuwigajah. Era otonomi ternyata melahirkan ego dae-rah, tanpa peduli dengan komunitas masyarakat dan kepentingan yang lebih

besar. Di satu sisi, kesadaran masyara-kat untuk melaksanakan 3 R (reuse, re-duce, recycle) terhadap sampah masih rendah. Mereka masih tak peduli terha-dap barang kotor ini. Perilaku masyara-kat untuk hidup bersih dan sehat masih perlu ditingkatkan.

Akses masyarakat yang rendah terha-dap sarana dan prasarana AMPL juga aki-bat masalah kelembagaan dan penegakan hukum. Lembaga atau instansi yang me-ngurusi AMPL sendiri belum menun-jukkan kinerja yang memadai dan profe-sional. Masalah manajemen, keuangan, sumber daya manusia, dan kelembagaan tak kunjung usai. Sementara penegakan hukum berjalan lemah, kalau tidak mau dibilang tidak berjalan sama sekali. Peraturan dan perundang-undangan hanya tertulis di atas kertas. Perusakan terhadap lingkungan tak terelakkan.

Kondisi buruk itu berdampak lang-sung. Aksi sama dengan reaksi, begitu hukum relativitas. Maka ketika tidak ada aksi yang signifikan dalam pemba-ngunan AMPL, reaksi yang diharapkan pun tak muncul, alias terjadi stagnasi. Itu masih lebih baik, faktanya kondisi kesehatan masyarakat-yang merupakan hasil dari sebuah proses yang terkait

(7)

langsung dengan asupan AMPL-makin memburuk. Ini ditandai dengan mun-culnya berbagai penyakit misalnya po-lio, demam berdarah, flu burung, diare, dan cholera. Penyakit yang terakhir ini terjadi belum lama ini tanpa terpub-likasi. Secara umum, dari 175 negara di dunia, Indonesia berada pada peringkat 112 di bidang kesehatan. Menteri Kese-hatan Fadillah Supari menilai ini pe-ringkat yang buruk, meskipun tingkat kesehatan ini lebih baik dibandingkan sebelumnya.

Kondisi ini ada di depan mata. Kita tak bisa menyalahkan ini pada satu pihak. Semua pihak harus ikut bertanggung jawab. Tidak dapat di-pungkiri selama ini ma-syarakat kurang diberda-yakan dalam penyeleng-garaan AMPL sehingga keberlanjutan sarana dan prasarana AMPL tak ter-wujud. Di sisi lain, aparat pemerintah masih memi-liki pola pikir proyek dan menganggap rakyat bo-doh. Penyakit ketidakber-dayaan juga menghing-gapi para birokrat se-hingga bila tidak ada

da-na, tidak ada kerja, dan tidak peduli ter-hadap kondisi rakyat yang harus dila-yaninya. Ketidakberdayaan ini menjadi penyakit kronis yang dihadapi bangsa ini.

Tantangan

Indonesia telah masuk 'jebakan' MDGs. Indonesia, dalam hal ini pe-merintah, merasa harus melaksanakan kesepakatan yang dihasilkan di Jo-hannesburg, Afrika Selatan, tahun 2002 itu. Di bidang AMPL, Indonesia harus bisa mengurangi separuh, pada tahun 2015, dari proporsi penduduk yang tidak memiliki akses terhadap air minum dan sanitasi dasar. Asumsinya, capaian itu akan berpengaruh besar

terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Dari sisi masyarakat, tekad peme-rintah itu sangat baik. Persoalannya adalah apakah itu realistis. Terlalu ba-nyak masalah yang dihadapi oleh negeri ini. Dalam sistem yang carut marut se-perti sekarang ini, para pengambil kebi-jakan-termasuk wakil rakyat-lebih suka hal-hal nyata yang hasilnya bisa dili-hat/dirasakan langsung. Ini tentu ber-beda dengan dampak pembangunan AMPL yang tidak serta merta terasa

atau efeknya jangka panjang. Dukungan dana bagi sektor ini pun tak bisa diha-rapkan, sekali pun dari pihak swasta mengingat begitu besarnya kebutuhan. Sementara negara kaya, yang seharus-nya menyisihkan sebagian dari Produk Domestik Bruto(PDB)-nya untuk mem-bantu negara miskin sebesar 0,1 persen, tak bisa dipegang janjinya.

Muncullah strategi baru pemba-ngunan, yang disebut pemberdayaan. Masyarakat selama ini dianggap tidak berdaya. Karenanya, masyarakat den-gan keterbatasan yang dimilikinya didorong untuk mampu membangun dirinya sendiri. Pemerintah berperan sebagai fasilitator. Rakyat 'difasilitasi'

untuk bersama pemerintah mencapai target MDGs dengan kapasitas yang dimilikinya.

Berdasarkan kajian UNSFIR (2003), Indonesia baru dapat mencapai pengu-rangan separuh dari jumlah penduduk tanpa akses terhadap air minum dan sa-nitasi dasar pada tahun 2040. Diperki-rakan ada 24 propinsi yang tidak men-capai target tersebut pada tahun 2015.

Ada hal paradoks antara target dan proses. Di satu sisi, pemerintah lebih nekankan pembangunan AMPL itu me-lalui proses pemberda-yaan dan itu butuh waktu yang lebih lama. Di sisi lain, target MDGs telah menjadi 'mainstream' yang ha-rus dipenuhi agar komitmen Indonesia dapat terpenuhi. Se-hingga bukan tidak mungkin pola pikir proyek yakni 'mengejar target' kembali akan berlaku.

Yang pasti, ada target atau tidak, rak-yat butuh akses air minum dan penye-hatan lingkungan demi kesejahteraan hidup mereka. Dan ini butuh pena-nganan dan keseriusan pemerintah se-bagai pihak yang telah diberi amanah oleh rakyat untuk mengatur negara. Ini membutuhkan visi dan misi yang jelas, yang tidak tergantung pada negara atau organisasi internasional. Terobosan dan kreativitas sangat dinantikan oleh rak-yat. Makanya pemerintahpun harus berdaya untuk membangun dirinya se-hingga tidak mudah disetir oleh pihak-pihak tertentu yang memiliki misi ter-sembunyi.

Air minum dan lingkungan sehat un-tuk hidup berkualitas sangat dinantikan oleh rakyat. Tentu ini bukan sekadar slo-gan. Kapan bisa diwujudkan?„MJ

(8)

K

ebijakan nasional pemba-ngunan air minum dan penye-hatan lingkungan (AMPL) berbasis masyarakat telah dua tahun dilaksanakan. Kendati belum ke selu-ruh wilayah, uji coba pelaksanaannya memunculkan harapan akan penye-lenggaraan AMPL berbasis masya-rakat di masa mendatang. Namun, ke-bijakan ini belum cukup untuk men-jangkau penyelenggaraan AMPL seca-ra keseluruhan.

Di sisi lain ada tingkat kebutuhan akan sarana dan prasarana AMPL yang relatif besar. Dalam kaitan ini mau tidak mau pengelolaannya akan mengarah kepada berbasis lembaga. Kebutuhan yang besar akan memerlukan sumber daya yang besar pula untuk memenuhi-nya, baik sumber daya manusia, ke-uangan, teknologi dan yang lainnya. Atas dasar itu, pemerintah sedang me-rancang kebijakan nasional pemba-ngunan AMPL berbasis lembaga.

Secara persiapan, proses penyusun-annya sudah selesai. Bahkan akhir De-sember 2004 sebenarnya draftnya ting-gal merevisi. Tapi hingga akhir tahun 2005 ini, draft tersebut belum juga di-tandatangani. Banyak kendala di sana. Ini tentu wajar karena kebijakan ini ter-kait dengan banyak sektor dan banyak 'kepentingan'. Masih ada hal-hal yang perlu disinkronisasikan terlebih dahulu.

Yang pasti dengan adanya kebijakan ini diharapkan ada arahan bagi semua

stakeholderdalam melakukan kegiatan untuk mencapai tujuan penyelenggara-an AMPL, yaitu meningkatkpenyelenggara-an derajat kesehatan masyarakat dan menunjang pertumbuhan ekonomi sehingga terwu-judnya kesejahteraan masyarakat.

Sa-sarannya i) peningkatan akses, ii) peng-gunaan efektif, dan iii) menjamin keber-lanjutan.

Kebijakan umum pembangunan sektor AMPL sebagai berikut:

Mengutamakan Masyarakat Miskin dalam Peningkatan Pelayanan AMPL Menjaga Keseimbangan Antara Kebu-tuhan Penyelenggaraan AMPL dan Daya Dukung Lingkungan

Meningkatkan Keterlibatan Semua Pihak dalam Penyelenggaraan AMPL Mengoptimalkan Penerapan Prinsip Kepengusahaan dan Prinsip Pemulih-an Biaya dalam PenyelenggaraPemulih-an AMPL

Mengefektifkan Penegakan Hukum Mengembangkan Mekanisme Kerja-sama Antardaerah dan Antarsektor dalam Penyelenggaraan AMPL

Kebijakan umum tersebut kemudian diturunkan dalam kebijakan sektor yang terdiri atas empat sektor yakni air minum, air limbah, persampahan, dan drainase.

Air Minum

Pelayanan air minum saat ini masih sangat terbatas. Ini terjadi di perkotaan, khususnya menimpa mereka yang eko-nominya lemah dan tinggal di daerah kumuh. Biaya yang dikeluarkan untuk kebutuhan air terkadang cukup besar dilihat dari penghasilannya.

Di sisi lain, daya dukung lingkungan terhadap sumber daya air makin menu-run. Kendati bisa diperbaharui, keterse-diaan sumber daya air dibatasi kondisi geografis dan musim. Ketersediaan air baku untuk air minum menjadi masalah

Kebijakan Nasional Pembangunan AMPL

Berbasis Lembaga

Setahun Menunggu Pengesahan

1.

2.

3.

4.

5. 6.

(9)

yang dialami oleh sebagian besar penye-dia jasa. Sementara itu, kebutuhan aka-n air miaka-num ceaka-nderuaka-ng makiaka-n meaka-niaka-ng- mening-kat baik yang diakibatkan oleh pertam-bahan penduduk maupun perupertam-bahan pola hidup.

Sementara PDAM yang diharapkan mampu melayani masyarakat belum bi-sa seperti yang diharapkan baik dari sisi kualitas dan kuantitas air yang ditentu-kan. Perusahaan itu masih menghadapi masalah intern baik dari sisi manaje-men, tarif, dan peraturan perundang-undangannya. Sedangkan peran swasta belum tampak.

Atas berbagai kondisi tersebut maka kebijakan sektor air minum berupa:

Peningkatan kualitas dan cakupan pe-layanan dari air bersih menjadi air minum secara bertahap

Meningkatkan akses pada sarana dan prasarana air minum dengan meng-utamakan masyarakat berpenghasil-an rendah dberpenghasil-an daerah rendah akses Melibatkan konsumen dalam mendo-rong peningkatan kualitas pelayanan Pengendalian konsumsi air minum melalui instrumen peraturan dan tarif

Meningkatkan peran pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha dalam penanganan air baku

Menerapkan prinsip kepengusahaan dan pemulihan biaya dalam pengelo-laan air minum dengan menjamin ke-butuhan dasar

Meningkatkan peluang investasi da-lam penyelenggaraan air minum

Air Limbah

UU Sumber Daya Air pasal 40 mengharuskan adanya keterpaduan antara air minum dan air limbah. Namun sampai saat ini masih belum ada keseragaman konsep dalam hal penanganan air limbah. Pembangunan air minum saat ini masih berorientasi pada pengolahan air baku menjadi air minum, tetapi tidak memperhatikan buangan yang dihasilkan dari penggu-naan air minum yang akan

menye-babkan penambahan beban pence-maran air baku. Bila hal ini terus berlanjut akan menyebabkan tingginya dana yang diperlukan untuk menda-patkan kualitas air minum yang memenuhi syarat kesehatan dan pe-mulihan sumber daya air.

Di samping itu, belum adanya stan-dar perencanaan tentang sistem pela-yanan air limbah, baik itu untuk skala kawasan maupun perkotaan, menye-babkan sarana air limbah banyak yang terbangun namun tidak memenuhi sya-rat aman bagi lingkungan

Pencemaran badan air oleh berbagai sebab, khususnya air limbah sudah sa-ngat memprihatinkan. Sebanyak 76,2 persen dari 52 sungai di Jawa, Sumate-ra, Bali, dan Sulawesi tercemar berat oleh cemaran organik, dan 11 sungai-su-ngai utama tercemar berat oleh unsur

amonium. Sungai-sungai utama di per-kotaan umumnya tercemar dengan ra-ta-rata yang telah melampaui ambang batas kadar BOD sebanyak 34,48 persen dan kadar COD sebanyak 51,72 persen. Sebanyak 32,24 persen sampel air mi-num perpipaan dan 54,16 persen sam-pel air minum non perpipaan mengan-dung bakteri coli.

Diakui atau tidak, masyarakat seba-gai pembuang limbah belum begitu

pe-duli terhadap hal yang dilakukannya. Kondisi ini semakin diperparah dengan ketiadaaan/minimnya akses masyara-kat ke sarana dan prasarana air limbah. Bagi yang ada pun, kinerja pengelola dan kedudukannya secara kelembagaan masih rendah. Kepedulian pemerintah pun kurang. Ini terlihat dari minimnya anggaran dan kurangnya peraturan per-undang-undangan di sektor ini.

Untuk mengatasi berbagai persoal-an tersebut, kebijakpersoal-an sektor air limbah disusun sebagai berikut:

Mendorong keterpaduan antara pengaturan sektor air minum dan air limbah

Pengelolaan air limbah dilakukan un-tuk keperluan konservasi air baku Meningkatkan akses masyarakat pada sarana dan prasarana air limbah yang memadai

Memprioritaskan penyediaan akses pada sarana dan prasarana air limbah untuk masyarakat miskin

Penyelenggaraan air limbah dilaku-kan oleh lembaga yang ditunjuk seca-ra khusus

Meningkatkan peran pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha dalam penyelenggaraan air limbah

Penerapan prinsip pemulihan biaya secara bertahap dalam penyelengga-1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

(10)

raan Air Limbah

Mengefektifkan Penegakan Hukum dalam Mencegah Pencemaran Sum-ber Air

Persampahan

Laju pertumbuhan penduduk Indo-nesia yang mencapai 1,49 persen per ta-hun membawa konsekuensi logis pe-ningkatan timbulan sampah perkotaan (2 - 4 persen per tahun). Laju pertum-buhan itu juga diikuti perubahan kom-posisi dan karakteristik sampah karena pertumbuhan industri dan konsumsi masyarakat.

Peningkatan jumlah timbulan sam-pah tidak diikuti dengan ketersediaan sarana dan prasarana persampahan yang memadai sehingga sampah yang tidak tertangani menjadi sumber pence-maran lingkungan. Kesulitan lain yang seringkali dihadapi oleh pemerintah daerah adalah terbatasnya lahan TPA (Tempat Pembuangan Akhir).

Sektor ini pun mengalami masalah dalam kelembagaan, peraturan, dan pembiayaan. Seperti halnya sektor air

limbah, persampahan belum mendapat prioritas yang memadai. Hanya saja ada harapan di tingkat masyarakat karena sebagian masyarakat (individu maupun kelompok) sebenarnya telah mampu melakukan sebagian dari sistem penge-lolaan sampah baik untuk skala indivi-dual maupun skala lingkungan. Kini tinggal bagaimana mendorong potensi yang sudah ada tersebut.

Kebijakan sektor persampahan me-liputi:

Pengurangan sampah semaksimal mungkin dimulai dari sumbernya Mengedepankan peran dan partisipa-si aktif masyarakat sebagai mitra da-lam pengelolaan sampah

Memperkuat kapasitas lembaga pe-ngelola persampahan

Pengembangan kemitraan dengan swasta

Meningkatkan tingkat pelayanan un-tuk mencapai sasaran nasional se-cara bertahap

Menerapkan prinsip pemulihan biaya secara bertahap

Peningkatan efektifitas penegakan Hukum

Drainase

Selama ini belum ada kejelasan apa-kah sistem drainase di Indonesia hanya diperuntukkan untuk pemutusan ge-nangan air hujan atau termasuk untuk penyaluran air limbah dalam suatu sis-tem tercampur. Hal ini menyebabkan masih sering dijumpainya sistem drai-nase yang juga digunakan untuk penya-luran air limbah, khususnya gray wa-ter, walaupun tidak didisain untuk sua-tu sistem tercampur. Sistem tercampur yang tidak direncanakan dengan baik berpotensi menyebabkan pencemaran badan air di daerah hilir.

Banyak pembangunan sarana drai-nase, baik yang dilakukan oleh peme-rintah, swasta ataupun masyarakat yang tidak mengikuti master planyang ada, bahkan di beberapa kota tidak memiliki

master plandrainase. Selain itu, perha-tian terhadap masalah drainase belum berdasarkan pendekatan program, baru berdasarkan pendekatan kasuistis dan pembangunan suatu wilayah seringkali tidak mengikuti tata ruang yang sesuai dengan pola aliran dan memperhatikan kapasitas resapan.

Drainase juga menghadapi kendala pendanaan, penegakan hukum, dan ke-lembagaan. Perhatian pemerintah baru besar jika ada akibat.

Menghadapi hal itu, kebijakan sek-tor ini ditetapkan sebagai berikut:

Menetapkan kewenangan penangan-an drainase oleh pemerintah, swasta, dan masyarakat berdasarkan hirarki sistem drainase

Meningkatkan keterpaduan penanga-nan drainase untuk mendukung ke-seimbangan tata air

Memprioritaskan masyarakat miskin dan daerah padat penduduk dalam penanganan drainase

Semua kebijakan sektor, baik air mi-num, air limbah, persampahan, dan drai-nase kemudian dijabarkan dalam strategi pelaksanaan secara lebih rinci. Proses so-sialisasi pun telah dilaksanakan melalui acara talk showdi televisi. Kini yang kita tunggu tinggal pengesahannya. „(MJ)

8.

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

1.

2.

3.

(11)

K

elompok Kerja (Pokja) Air Minum dan Penyehatan Ling-kungan (AMPL) pada tahun 2005 memfokuskan kegiatan pada kam-panye publik, operasionalisasi Kebijak-an Nasional PembKebijak-angunKebijak-an AMPL Ber-basis Masyarakat di daerah dan penye-lesaian Kebijakan Nasional Penyeleng-garaan AMPL Berbasis Lembaga.

Kampanye publik bertujuan untuk memberikan pemahaman seluruh sta-keholder pembangunan sektor AMPL terhadap prinsip-prinsip kebijakan na-sional AMPL dan meningkatkan kepe-dulian, dan keterlibatan mereka dalam pembangunan sektor ini. Beberapa ke-giatan kampanye publik telah dilaku-kan adalah penerbitan Majalah Percik, pengelolaan website, electronic mailing listdan newsletterAMPL, pencetakan poster dan leaflet, pameran serta talk-show di media elektronik. Talkshow

dilakukan bekerja sama dengan dua sta-siun televisi yaitu TVRI dan Metro TV membahas Kebijakan Nasional Penye-lenggaraan AMPL Berbasis Lembaga.

Operasionalisasi Kebijakan Nasio-nal Pembangunan AMPL Berbasis Masyarakat dilakukan melalui beberapa kegiatan sebagai berikut:

1. Lokakarya

Lokakarya Kebijakan Nasional Pem-bangunan AMPL Berbasis Masyara-kat di tujuh Propinsi.

Lokakarya Operasionalisasi Kebijak-an Nasional PembKebijak-angunKebijak-an AMPL Berbasis Masyarakat di derah untuk Mitra NGO dan Lembaga Terkait. Lokakarya Kebijakan Nasional Pem-bangunan AMPL pada lokasi CWSH. Lokakarya Sosialisasi Kebijakan Nasional Pembangunan AMPL Lokasi WSLIC II

Lokakarya Operasionalisasi Kebijak-an Nasional PembKebijak-angunKebijak-an AMPL Berbasis Masyarakat di Daerah.

2. Pelatihan

Pelatihan Teknis AMPL Pelatihan Teknis ProAir

Pelatihan Teknis Pasca Konstruksi WSLIC 2

Pelatihan MPA-PHAST dan Penerap-annya dalam Perencanaan dan Moni-toring Proyek AMPL Berbasis Masya-rakat

3. Koordinasi Pelaksanaan Kebi-jakan Pembangunan AMPL Berba-sis Masyarakat dengan Mitra Pro-gram.

4. Uji coba pendekatan Commu-nity Led Total Sanitation(CLTS). Uji coba dilaksanakan bekerja sama dengan WASPOLA di enam lokasi yakni di Lumajang, Muaro Jambi, Sambas, Bogor, Muara Enim dan Sumbawa. Pendekatan CLTS cukup berhasil mening-katkan perilaku masyarakat untuk hidup bersih dan sehat. Namun, tidak semua lokasi uji coba memberikan hasil yang baik. Beberapa hal yang mempengaruhi keberhasilan dan kegagalan pendekatan ini adalah budaya dan dukungan tokoh-tokoh masyarakat setempat.

Pada tahun 2005 ini Pokja AMPL telah membidani penyusunan kesepa-katan kerja sama antara Pemerintah Indonesia dengan Plan International, sebuah lembaga swadaya masyarakat

Potret Pokja AMPL 2005





 



   

Pada tahun 2005 ini

Pokja AMPL telah membidani

penyusunan kesepakatan

kerja sama antara Pemerintah

Indonesia dengan

Plan

International

, sebuah

lemba-ga swadaya masyarakat

inter-nasional. Ini merupakan

salah satu upaya pelibatan

aktif seluruh

stakeholder

dalam pembangunan AMPL.

(12)

internasional. Kesepakatan ini ditu-angkan dalam MoU yang telah ditanda-tangani oleh Deputi Infrastruktur Bappenas dan Country Director Plan InternationalIndonesia pada tanggal 19 Oktober 2005. Kerja sama ini merupa-kan salah satu upaya pelibatan aktif se-luruh stakeholderdalam pembangunan AMPL.

Kegiatan penyusunan Kebijakan Nasional Penyelenggaraan AMPL Ber-basis Lembaga telah menghasilkan

draft ketiga revisi ketiga. Draft doku-men kebijakan telah disosialisasikan kepada pejabat-pejabat eselon 1 di Ditjen Bangda, Depdagri, Ditjen PMD Depdagri, Ditjen PP dan PL, Depkes dan Kementerian Lingkungan Hidup.

Rencana 2006

Rencana kerja Pokja AMPL pada tahun 2006, mencakup kampanye pub-lik, operasionalisasi Kebijakan Nasio-nal Pembangunan AMPL (Berbasis Ma-syarakat dan Berbasis Lembaga) serta penyusunan pedoman.

Pada tahun 2006, kegiatan kampanye publik tidak banyak berubah diban-dingkan dengan tahun sebelumnya. Ke-giatan ini meliputi penerbitan Majalah

Percik, pengelolaan website, electronic mailing list dan newsletter AMPL, pen-cetakan poster dan leaflet, pameran serta

talkshowdi media elektronik. Diharapkan pada tahun 2006 ini volume penerbitan Majalah Percik dapat ditingkatkan. Hal ini mengingat semakin besarnya minat kha-layak terhadap majalah ini.

Operasionalisasi Kebijakan Nasio-nal Pembangunan AMPL akan dilaku-kan melalui beberapa kegiatan seperti:

Pertemuan Koordinasi Kebija-kan Nasional Pembangunan AMPL

Pertemuan Koordinasi Kebijakan Nasional Pembangunan AMPL ditu-jukan untuk peningkatan koordinasi, konsultasi dan supervisi pelaksanaan kebijakan dalam rangka pengembangan rencana tindak pokja AMPL Pusat, Pokja propinsi dan Pokja kabupaten.

Pelatihan

Kegiatan-kegiatan pelatihan pada tahun 2006 ditujukan untuk mening-katkan kapasitas para pelaku operasio-nalisasi Kebijakan Nasional Pembangun-an AMPL dengPembangun-an berbagai pengetahuPembangun-an dan ketrampilan yang dibutuhkan serta untuk mempersiapkan replikasi berbagai pendekatan yang telah diujicobakan

pada tahun sebelumnya seperti CLTS dan SANIMAS.

Lokakarya Strategi Komunikasi Disadari bahwa keberhasilan pelak-sanaan Kebijakan Nasional Pemba-ngunan AMPL sangat dipengaruhi oleh penerapan strategi komunikasi kebijakan yang efektif, pada tahun 2006, akan dilakukan penyusunan strategi ko-munikasi yang akan diawali dengan se-buah lokakarya untuk model komunikasi sebagai dasar pengembangan strategi komunikasi Kebijakan Nasional Pemba-ngunan AMPL Berbasis Masyarakat dan Berbasis Lembaga.

Kegiatan penyusunan pedoman pa-da tahun 2006 akan diarahkan untuk menghasilkan berbagai petunjuk pelak-sanaan dan petunjuk teknis serta modul teknis CWSH.

Tahun 2006 merupakan tahun perta-ma realisasi kesepakatan kerja saperta-ma antara Pemerintah dengan Plan International.

Beberapa lingkup kerjasama yang akan dilaksanakan adalah uji coba penerapan kebijakan nasional AMPL, pelatihan-pela-tihan, pengembangan resource centerdan penyusunan strategi komunikasi.„(AK)





Pada tahun 2006,

akan dilakukan penyusunan

strategi komunikasi

yang akan diawali dengan

sebuah lokakarya untuk

model komunikasi sebagai

dasar pengembangan

strategi komunikasi

Kebijakan Nasional

Pembangunan AMPL Berbasis

Masyarakat dan

Berbasis

Lembaga.



(13)

G

agasan reformasi kebijakan sek-tor Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (AMPL) dikem-bangkan dalam rangka menciptakan pe-ningkatan akses pelayanan AMPL yang lebih baik dan tepat sasaran. Pentingnya implementasi pembangunan yang lebih efisien, tepat sasaran, berpihak kepada masyarakat miskin, peningkatan par-tisipasi publik, peran serta perempuan, adalah beberapa dari sejumlah perhatian yang mendasari arah perubahan ke-bijakan sektor AMPL.

Sejak digagas pada tahun 1998, WASPOLA (Water and Sanitation Po-licy and Action Planning) mendorong percepatan ke arah perubahan itu. Ken-dati pada awalnya gagasan reformasi kebijakan sektor belum begitu akrab di kalangan birokrat, dan ditambah lagi minimnya pembelajaran nasional yang dapat dijadikan acuan, namun proses reformasi itu tetap berlangsung dan mendapat dukungan dari berbagai ka-langan. Enam departemen terkait telah menyatakan komitmennya untuk im-plementasi kebijakan AMPL berbasis masyarakat.

Tahun 2005, merupakan tahun ke-2 pelaksanaan WASPOLA 2 sete-lah WASPOLA 1 berakhir di tahun 2003, yang masih mewarnai refor-masi kebijakan AMPL, yang berlang-sung pada proses koordinatif yang dinamis.

Reformasi dan Implementasi Ke-bijakan

Tahun 2005, Kebijakan Nasional Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Berbasis Masyarakat (Kebijakan Berba-sis Masyarakat, KBM) diimplementasi-kan pada 21 kabupaten di 7 propinsi (tabel 1).

Sejumlah pengalaman dapat dipetik dari proses implementasi di 21

kabupa-ten tersebut. Pengalaman pelaksanaan pembangunan AMPL selama ini dapat dijadikan sebagai alasan kuat untuk me-lakukan reformasi kebijakan di daerah. Ketidakberfungsian sarana, inefisiensi, dan pembangunan yang tidak tepat sasaran adalah beberapa contohnya. Setidaknya, tercatat dua hal penting mengapa reformasi kebijakan ini pen-ting, pertama, (i) pelayanan AMPL se-ring dipahami sebagai penyediaan sarana AMPL dan kedua (ii) anggaran yang tersedia untuk mengembangkan sarana AMPL sangat terbatas, dan kare-nanya perlu keterlibatan pihak non-pemerintah. Dukungan fasilitasi WASPOLA terhadap implementasi kebijakan, pada konteks ini adalah men-jembatani transfer informasi dan pe-ngetahuan, agar pelayanan itu tidak sekadar membangun sarana, tetapi lebih dari itu, yakni keberlanjutan. Keberlanjutan diawali oleh perubahan paradigma untuk menuju kesinam-bungan pembangunan dalam aspek ke-lembagaan, keuangan, sosial, teknis dan lingkungan. Selain itu, dukungan juga diberikan dalam rangka membangun si-nergi antara pemerintah dan non-pe-merintah agar pelayanan AMPL dapat

berlangsung berdasarkan komitmen bersama dan peranan berbagai pihak. Pelibatan ini akan membangun tang-gung jawab kalangan, tidak saja dalam pembiayaan operasi dan pemeliharaan tetapi mungkin saja investasi. Beberapa contoh pelaksanaan pembangunan yang diinisiasi dengan konsep demand-driven

dan pendekatan tanggap kebutuhan, telah menunjukkan bahwa sesungguh-nya terdapat potensi tersembunyi di te-ngah masyarakat, baik dana, kemampu-an dkemampu-an komitmen. Prinsip-prinsip kebi-jakan yang dibangun dengan semangat kebersamaan dan komitmen perubah-an, dari penyedia ke fasilitator, seyog-yanya ditunjukkan pada implementasi pembangunan sektor AMPL, oleh pe-merintah pusat dan daerah.

Peningkatan Kapasitas, Kebutuh-an PenyelenggaraKebutuh-an AMPL

Pada pengalaman fasilitasi penyu-sunan kebijakan di daerah, terutama pada konteks reformasi kebijakan AMPL, peningkatan kemampuan sum-ber daya merupakan kebutuhan yang melekat pada reformasi itu sendiri. Isu-isu keberlanjutan dan pelayanan tang-gap kebutuhan merupakan tema pen-ting yang memerlukan kekuatan pema-haman dan komitmen sektoral. Tahun 2005, WASPOLA telah memfasilitasi interaksi masyarakat dan pemerintah dalam rangka penggalian dan tukar informasi tentang pelayanan AMPL di lapangan. Hasilnya antara lain menum-buhkan kepedulian dari kalangan peme-rintah, mendorong apresisasi terhadap peran serta masyarakat dan timbulnya rasa percaya diri masyarakat terhadap pengelolaan sarana AMPL.

Isu-isu keberlanjutan pelayanan AMPL, merupakan isu yang kerap kali disuarakan oleh pelaku pembangunan AMPL di daerah. Identifikasi Pokja

WASPOLA,

Dari Prinsip ke Aksi

PROPINSI

SUMATERABARAT

BANGKABELITUNG

BANTEN

JAWATENGAH

NUSATENGGARABARAT

SULAWESI SELATAN

GORONTALO

KABUPATEN

„SAWAHLUNTOSIJUNJUNG

„KOTAPAYAKUMBUH

„PANDEGLANG

„KOTATANGERANG

„KEBUMEN

„PEKALONAGN

„GROBOGAN

„GORONTALO

(14)

daerah terhadap aspek-aspek keberlan-jutan pelayanan air minum di beberapa kabupaten, menemukan beberapa va-riabel penentu keberlanjutan, dan sa-ling terkait. Sebagai contoh, pada kun-jungan lapangan ke 4 desa di Kabupaten Bone Bolango, yaitu desa Talamelito, Molintogupo, Tangga Jaya dan Illohe-luna, memperlihatkan variabel yang berbeda. Ditemukan bahwa pilihan tek-nologi tidak disertai dengan pengelola-an lembaga dpengelola-an keupengelola-angpengelola-an serta perlin-dungan lingkungan, bahkan ditemukan bahwa keberlanjutan pelayanan AMPL juga rentan terhadap "kebijakan perso-nal" atau perilaku aparat pemerintah desa. Pelayanan air minum di Dese Lo-nuo, yang pernah mendapat apresiasi dari pemerintah dan lembaga interna-sional sebagai percontohan pelayanan air bersih, saat ini terancam tidak ber-fungsi karena lemahnya pengelolaan ke-lembagaan. Pada konteks ini, pemerin-tah daerah mencermati persoalan di la-pangan dan kemudian memberikan

technical assistance untuk perbaikan pelayanan air bersih di desa itu. Hal yang mirip, terjadi di beberapa kabupa-ten dan WASPOLA mendorong proses ini tetap berlangsung. Selain itu pende-katan partisipatif, yang diperkenalkan

WASPOLA melalui pelatihan MPA-PHAST, dapat membantu kelompok kerja AMPL daerah menganalisa berba-gai persoalan di tingkat komunitas.

Analisis Pelayanan AMPL

WASPOLA mendukung pemangku kepentingan untuk melakukan penilaian terhadap pelayanan AMPL. Pada tingkat daerah, kegiatan ini dilakukan dalam bentuk kajian lapangan dan pengem-bangan database, sedangkan di tingkat pusat, dilakukan melalui studi yang kom-prehensif untuk menemukenali persoalan pelayanan AMPL khususnya di era desen-tralisasi. Keseluruhan kegiatan ini, yang dilakukan di daerah dan di pusat, telah menghasilkan pembelajaran penting untuk arah perbaikan pelayanan AMPL, melalui reformasi kelembagaan, ke-uangan dan regulasi.

Langkah Menuju Prioritas AMPL Rendahnya akses pelayanan AMPL pada pembangunan infrastruktur, dite-ngarai karena lemahnya dukungan yang diberikan pada sektor ini. Kebanyakan daerah, bahkan pusat, tidak menjadikan AMPL sebagai prioritas pembangunan, setidaknya terlihat dari proporsi peng-anggaran, kejelasan kelembagaan dan

ketersediaan sumber daya. Di beberapa daerah, rencana strategis daerah (Ren-strada), AMPL dimasukkan sebagai ba-gian dari komponen lain, misalnya pe-rumahan atau kesehatan. Dalam kon-teks ini, penyiapan rencana strategis AMPL merupakan bagian dari upaya menempatkan AMPL sebagai prioritas pembangunan. Dukungan teknis WAS-POLA dalam penyusunan rencana stra-tegis AMPL mendapat apresiasi dari pokja daerah. Renstra ini disusun dalam rangka penyiapan rencana kerja jangka panjang dan menengah yang sejalan de-ngan Renstrada. Formulasi visi, misi, identifikasi faktor internal/eksternal, perumusan mandat, analisa SWOT, isu strategis dan penyusunan program stra-tegis adalah beberapa materi yang perlu diketahui dalam penyusunan renstra. Keterlibatan pemangku kepentingan secara luas dan langsung, adalah ciri yang didorong WASPOLA dalam penyu-sunan renstra AMPL di berbagai dae-rah. Daerah yang telah memiliki renstra akan lebih maju mempersiapkan ren-cana komprehensif pembangunan AMPL dalam rangka pencapaian target MDGs, dan peluang kemitraan strategis dengan berbagai pihak. Menempatkan AMPL sebagai prioritas akan meng-hemat daerah untuk investasi biaya sosial penanggulangan dampak akibat buruknya pelayanan air minum dan sa-nitasi termasuk kesehatan.

Kebijakan Lembaga, Menjawab Pasar

Sebagai bagian dari reformasi kebi-jakan, ketersediaan kebijakan untuk pengaturan pelayanan AMPL oleh lem-baga, disadari semakin penting. Keber-adaan PDAM di hampir seluruh Indonesia, ternyata tidak berkorelasi langsung dengan peningkatan akses pe-layanan air minum. Data PU mencatat cakupan layanan air minum perkotaan berkisar 39 persen, sedangkan PDAM berada di 306 kabupaten (70 persen) di Indonesia . Hal ini terjadi karena cakup-an laycakup-ancakup-an masing-masing PDAM

(15)

but masih sangat rendah, sedangkan untuk mengembangkan daerah layanan kemampuan terbatas. Belum lagi ditam-bah dengan persoalan utang yang melilit hampir seluruh PDAM. Pada sisi lain, swasta telah menunjukkan upaya yang serius untuk berpartisipasi pada pelanan sektor AMPL. Catatan salah sa-tu LSM di Solo, menunjukkan saat ini telah ada 23 PDAM yang siap bekerja-sama dengan swasta. Sejalan dengan itu, untuk menjaga iklim investasi tetap berlangsung dan sekaligus memberi ja-minan pelayanan pelanggan khususnya masyarakat tidak mampu, maka diper-lukan kebijakan yang komprehensif dan dapat mengakomodasi berbagai kepen-tingan. Tantangan inilah yang sedang dijawab oleh pemerintah melalui penye-diaan kebijakan nasional pembangunan sektor AMPL berbasis lembaga. Upaya WASPOLA untuk memfasilitasi proses formulasi telah dilakukan sejak tahun 2003, dan lebih intensif lagi pada tahun 2004-2005. Keterlibatan berbagai sek-tor, baik pemerintah, swasta, LSM, per-guruan tinggi, asosiasi sangat terasa pa-da proses formulasi ini. Kebijakan ber-basis lembaga ini disusun lebih kom-prehensif dengan struktur dan konsep yang lebih kuat. Dibagi atas kebijakan umum dan kebijakan sektor yang terdiri dari air minum, air limbah, drainase dan persampahan. Namun sebagai sua-tu proses, kebijakan ini memerlukan dukungan dan penerimaan dari berba-gai kalangan, khususnya daerah dan ka-langan swasta, agar menjadi kebijakan bersama dan dapat diimplementasikan segera. Untuk pencapaian target MDGs, pemerintah harus secara cepat meng-gandeng berbagai kalangan yang peduli terhadap pelayanan AMPL, khususnya swasta dan sekaligus menciptakan iklim yang kondusif terhadap kebutuhan in-vestor agar kemitraan itu dapat terjalin.

Sanitasi, Gerbong Belakang Sarat Penumpang

Sanitasi, ketika masih dipikirkan terpisah dari pembangunan air minum,

yang diibaratkan pada kereta api adalah kereta tua yang berjalan terseok-seok. Pembangunannya selalu tertinggal di-banding air minum. Namun ketika loko disatukan, sanitasi dan air minum harus dilakukan secara integral, ternyata sani-tasi hanya ditempatkan pada gerbong paling belakang yang sarat penumpang, yang tidak pernah bisa melewati ger-bong depannya. Model yang mirip terja-di pada pembangunan sanitasi, tetap tertinggal tetapi memiliki banyak isu dengan dampak luas. Hal itu semakin nyata, bila menilik anggaran yang di-alokasikan daerah untuk sektor sanitasi. Dalam konteks ini, WASPOLA mendo-rong penerapan perubahan cara pan-dang terhadap pembangunan sanitasi. Melalui pendekatan CLTS (Community Led Total Sanitation) pembangunan sanitasi lebih memerlukan perubahan sikap, baik pemerintah maupun ma-syarakat, agar pemerintah tidak lagi se-harusnya sebagai penyedia, dan ma-syarakat tidak lagi sekedar pengguna. Perubahan cara pandang ini akan men-ciptakan perubahan tingkah laku yang akhirnya merangsang kebutuhan dan inovasi. Pada SANIMAS (sanitasi oleh masyarakat), pelibatan dan partisipasi publik merangsang tumbuhnya rasa memiliki dan willingness to pay. Dua dari sekian konsep pembangunan sani-tasi ini adalah konsep yang diperke-nalkan WASPOLA agar sanitasi tidak lagi menjadi gerbong belakang yang sarat penumpang.

Promosi dan Kemitraan, Upaya untuk Mencapai Hasil

Kebijakan, sebagai suatu hasil pu-blik dan sebagai suatu proses, harus se-nantiasa dipromosikan atau terdisemi-nasi secara berkelanjutan. WASPOLA dan Pokja AMPL, telah berada di jalur itu. Keterlibatan pada berbagai kegiat-an, lokal, nasional, regional dan inter-nasional telah dilakukan, dalam rangka membangun rasa tahu, peduli, komit-men dan ownership. Bersama Pokja kabupaten dan propinsi, kebijakan telah

didiseminasikan ke pemangku kepen-tingan lokal. Kemitraan dengan LSM, perguruan tinggi, swasta juga dilakukan dalam rangka membangun sinergi dan dukungan kapasitas. Beberapa kegiatan yang diikuti oleh WASPOLA, telah menunjukkan fakta yang mengesankan, misalnya di 2 kegiatan pameran, stand

dikunjungi kurang lebih 200 orang dan mendiskusikan isu-isu seputar AMPL

B

EBERAPA KEGIATAN

WASPOLA

PADA TAHUN

2005

„JANUARI2005„

Penyusunan desain kegiatan dukung-an WASPOLA terhadap pengembdukung-ang- pengembang-an kebijakpengembang-an di lokasi WSLIC dpengembang-an CWSH.

Rasionalisasi Rencana Kerja WASPO-LA tahun 2005

Persiapan uji coba CLTS

„PEBRUARI2005 „

Lokakarya konsolidasi operasionali-sasi Kebijakan Nasional berbasis ma-syarakat, tanggal 15-17 Pebruari 2005 di Surabaya.

Lokakarya pengembangan strategi komunikasi, tanggal 17 Pebruari 2005, Surabaya.

Kick off, uji coba pendekatan CLTS di Indonesia.

„MARET2005„

Penilaian kesiapan propinsi dalam operasionaliasasi kebijakan nasional

Roadshowkebijakan nasional berba-sis lembaga kepada kementerian ling-kungan hidup, tanggal 29 Maret 2005 Kegiatan lapangan studi analisis pelayanan AMPL di era desentralisasi Tujuh orang anggota Pokja AMPL dan WASPOLA menghadiri Water Week

2005, di Washington, Amerika Seri-kat, pada tanggal 28 Pebruari-3 Maret 2005

(16)

„APRIL2005

WASPOLA dan Pokja AMPL berpar-tisipasi pada WSP retreat di Guilin, China, tanggal 4-6 April 2005 WASPOLA dan Pokja AMPL, berpar-tisipasi pada pameran World Water Day, di kompleks PU Jakarta. Diha-diri lebih dari 200 pengunjung Partisipasi pada Pencanangan Gerak-an KemitraGerak-an PenyelamatGerak-an Air, 28 April 2005, di istana presiden

„MEI2005

Diseminasi kebijakan nasional di Pro-pinsi Banten

Pelatihan CLTS untuk anggota Pokja AMPL, Proyek WSLIC dan CWSH di Lumajang, 2-5 Mei 2005

Pelatihan CLTS untuk pokja daerah di Sumbawa, 9-12 Mei 2005

Penyusunan Rencana kerja pelatihan CLTS di daerah

„JUNI2005

Pelatihan penyusunan Renstra AMPL di dua regional, Makasar dan Puncak Pelatihan CLTS di Sambas

Penyiapan pelaksanaan studi SANIMAS

Outcome Monitoring Study (SOMS) Pertemuan dan diskusi Global PSP Review, sebagai bagian dari pengka-yaan isu-isu kebijakan berbasis lem-baga, dilakukan di Jakarta.

Kegiatan lapangan studi analisis pela-yanan AMPL di era desentralisasi. Inisiasi kemitraan AMPL, melalui kerjasama pemerintah dengan Plan International (LSM)

„JULI2005

Roadshow Kebijakan Berbasis Ma-syarakat kepada Pengambil Kebijakan di Propinsi Bangka Belitung

Temu wicara radio, Sonora Pangkal Pinang

Pelatihan CLTS di Kabupaten Bogor, Muara Jambi dan Muara Enim Penyusunan Laporan semester WASPOLA

Diskusi persiapan studi Donor Har-monization

„AGUSTUS2005

Lokakarya operasionalisasi Kebijak-an, Hotel Permata Alam Puncak Pertemuan koordinasi pelaksanaan kebijakan, Makasar untuk Pokja wila-yah Timur di Makasar,

RoadshowKebijakan berbasis masya-rakat kepada Policy Makers di Pro-pinsi NTB, Gorontalo dan Banten

Talk showdi TVRI stasiun Gorontalo Pameran dan Seminar SSAWF di Bali

„SEPTEMBER2005

Pertemuan tim koordinasi WASPO-LA, dihadiri oleh Direktur Permukim-an dPermukim-an PerumahPermukim-an Bappenas, Pokja AMPL, AusAID, WSP-EAP dan WASPOLA,

Pameran dan seminar SSWAF di Bali, Lokakarya sinergi kegiatan AMPL di tingkat daerah,

Lokakarya operasionalisasi Kebijakan kepada mitra proyek dan LSM, Hotel Satelit Surabaya,

Roadshow Kebijakan Berbasis Ma-syarakat kepada Policy Makers

di Propinsi Jawa Tengah,

Roadshow Kebijakan Berbasis Ma-syarakat kepada Policy Makersdi Ka-bupaten Pandeglang, Tangerang, Kab. Lombok Barat,

Lokakarya dan pelatihan Rentra kepada TKK Proyek CWSH

Road showKebijakan Lembaga kepa-da Dirjen PPPL, Depkes.

Presentasi studi analisis pelayanan AMPL era desentralisasi

„OKTOBER2005

Orientasi MPA-PHAST untuk Pokja Kabupaten dan Propinsi di Bandung Lokakarya dan pelatihan strategi ke-berlanjutan WSLIC di regional Timur dan Barat di Padang dan Surabaya

Roadshow Kebijakan Berbasis Masya-rakat kepada Policy Makersdi Propinsi Sumatera Barat, dihadiri oleh Wakil Gubernur, Ka Bappeda kabupaten, kota, dinas-dinas, tokoh masyarakat, Pokja AMPL, dan WASPOLA.

Road showKebijakan Berbasis Lem-baga kepada Dirjen PMD, Depdagri Pertemuan jaringan kerja dan kemi-traan AMPL, di Hotel Kartika Chan-dra Jakarta.

Pertemuan dan diskusi pelaksanaan studi donor harmonisasi

Pertemuan dengan lembaga donor, SIDA (Swedish International Deve-lopment Agency)

Lokakarya penyusunan rencana kerja WASPOLA tahun 2006, Hotel Inter-continental

„NOVEMBER2005

Mid Term ReviewWASPOLA Kunjungan studi dalam rangka pe-ngayaan kebijakan lembaga, ke Australia oleh Pokja AMPL dan WASPOLA

Lokakarya data AMPL di Propinsi Banten

„DESEMBER2005

Mid term reviewWASPOLA

Lokakarya pengembangan data AM-PL oleh Pokja Propinsi dan Kabupa-ten

Pelatihan CLTS untuk PCI (LSM) di Kabupaten Pandeglang

Finalisasi annual plan WASPOLA tahun 2006

Fasilitasi lokakarya penyusuan ren-cana kerja Plan International (LSM) Fasilitasi lokakarya data oleh Pokja AMPL. „ dormaringan h. saragih



ketika masih dipikirkan

terpisah dari

pembangunan air minum,

yang diibaratkan pada

kereta api adalah

(17)

A

pa jadinya hidup tanpa air. Kehidupan pasti tidak berlang-sung sebab air merupakan sum-ber kehidupan. Sayang, walaupun air di bumi sangat melimpah, masih ada orang yang belum bisa menikmatinya dengan layak. Sebagian besar waktu mereka habis untuk mencari air. Mere-ka menjadi miskin Mere-karena tidak sempat melakukan kegiatan produktif. Habis waktunya untuk mencari air.

Kini masyarakat perdesaan patut berbangga. Mereka tak sia-sia bahu membahu mengatasi persoalan bersa-ma, menghadirkan air bersih di dekat rumahnya. Bahkan mereka bekerja bakti siang malam untuk mewujudkan impiannya. Usaha mereka tak sia-sia. Kini, tidak kurang dari 1.656.881 jiwa masyarakat perdesaan menikmati tam-bahan akses air bersih hasil kegiatan WSLIC-2.

WSLIC-2 atau Water and Sanita-tion for Low Income Communities, ada-lah kegiatan air bersih dan sanitasi yang diperuntukkan bagi masyarakat ber-penghasilan rendah yang tinggal di dae-rah perdesaan. Ini merupakan perwu-judan kegiatan kemitraan masyarakat dan pemerintah. Kegiatan ini sepe-nuhnya milik masyarakat. Masyarakat merencanakan kegiatan dengan menyu-sun Rencana Kerja Masyarakat (RKM), melaksanakan, mengawasi dan

melaku-kan pengeloaan sarana pascakegiatan. Kegiatan ini sepenuhnya dilaksanakan oleh masyarakat melalui Tim Kerja Ma-syarakat (TKM) yang dibentuk secara demokratis, dari-oleh-dan untuk ma-syarakat. Dalam bekerja masyarakat di-dampingi oleh tim fasilitator. Masyara-kat juga berkontribusi sebesar 20 per-sen dari nilai RKM (nilai RKM berkisar antara Rp 195 - 250 juta per desa). Pe-merintah memfasilitasi kegiatan masya-rakat ini dan menyediakan dana pen-damping sebesar 8 persen dari nilai RKM melalui APBN dan APBD. Sisa-nya, 72 persen, merupakan dana hibah desa yang berasal dari pinjaman lunak tanpa bunga dari Bank Dunia (IDA- Cre-dit) dan hibah dari pemerintah Austra-lia melalui AusAID.

Project Management Report(PMR) merupakan laporan tiga bulanan Mana-jemen Proyek ke Bank Dunia dan ins-tansi lintas sektor terkait yang terga-bung dalam Tim Pengarah. PMR sam-pai dengan triwulan ketiga (Juli-Sep-tember 2005) menunjukkan akses air

bersih untuk 1,66 juta jiwa (47 persen dari 3,5 juta jiwa). Data lain menunjuk-kan jumlah desa terpilih (sort list) 1.605 desa (80 persen), desa yang sudah me-laksanakan MPA-PHAST 1.450 (73 per-sen), Tim Kerja Masyarakat (TKM) yang dibentuk 1.439 (72 persen), Rencana Kerja Masyarakat (RKM) yang diajukan 1.311 (66 persen), dan RKM yang telah disetujui 1.160 (58 persen). Sebanyak 681 desa (34 persen) telah menyelesai-kan pembangunan sarana air bersih. Se-cara keseluruhan implementasi kegiatan telah mencapai 48 persen. Dari hasil mi-si supervimi-si VIII WSLIC-2 (30 Mei-13 Ju-ni 2005), Bank DuJu-nia memberi peJu-nilaian pencapaian kegiatan WSLIC-2 dengan predikat "satisfactory".

Penyediaan air bersih hanyalah sa-saran antara kegiatan WSLIC-2. WSLIC-2 bertujuan untuk meningkat-kan status kesehatan, produktivitas dan kualitas hidup masyarakat yang ber-penghasilan rendah di perdesaan. Kare-nanya bersamaan pembangunan sarana air bersih dilaksanakan berbagai

kegiat-1,66 Juta Jiwa Penduduk Desa

Dapatkan Akses Air Bersih Dari WSLIC-2

Masyarakat perdesaan

bahu membahu bergotong

royong membangun sarana air

bersih dan sanitasi.

Tidak kurang dari 1,66 juta jiwa

masyarakat berpenghasilan

rendah di perdesaan mendapat

tambahan air bersih

melalui kegiatan WSLIC.

FOTO: HARTONO KARYATIN

Menkes DR Siti Fadilah Supari, SPJP, membuka kran umum di Kp. Montor Lekong Desa Aikmal Utara Kab. Lombok Timur. Ketua CPMU WSLIC-2 Zainal I Nampira, SKM Mkes dan Kepala Desa Aikmel Utara, ikut mendampingi. Kunjungan Menkes dilaksanakan pada 14 Juli 2005.

(18)

an PHBS (perilaku hidup bersih dan se-hat) di masyarakat dan di sekolah (SD). Melalui kegiatan ini norma-norma PHBS diperkenalkan ke masyarakat. Tidak kurang dari 1.931 kegiatan usaha kesehatan sekolah (UKS) dilaksanakan di berbagai Sekolah Dasar di wilayah kerja WSLIC-2. Salah satu kegiatannya adalah pemberantasan penyakit cacing-an.

Tambahan akses air bersih tersebut telah dinikmati masyarakat desa di lima propinsi, yakni Sumatera Barat, Suma-tera Selatan, Kepulauan Bangka-Beli-tung, Jawa Timur dan NTB. Provinsi Jawa Barat dan Sulawesi Selatan baru mengimplementasi kegiatan WSLIC-2 di tahun 2005, bahkan propinsi Sulawe-si Barat akan memulai kegiatannya ta-hun 2006. Dengan demikian ketiga propinsi tersebut belum menikmati tambahan akses air bersih. Wilayah kerja WSLIC-2 tersebar di delapan pro-pinsi, 35 kabupaten, dan 2.300 desa di seluruh Indonesia.

Rencana ke Depan

Pada tahun 2006, WSLIC-2 meren-canakan untuk implementasi kegiatan di 610 desa. Desa-desa ini tersebar di delapan wilayah propinsi dan 35 kabu-paten yang merupakan wilayah kerja

WSLIC-2.

Ke depan WSLIC-2 akan lebih mem-perkuat kegiatan kesehatan dan sanitasi melalui perubahan perilaku hidup ber-sih dan sehat (PHBS) di kalangan ma-syarakat dan sekolah. Hal ini merupa-kan langkah tindak lanjut rekomendasi misi supervisi VIII WSLIC-2 Juni lalu. Manajemen juga memberi penekanan kegiatan pascakonstruksi agar kegiatan berkesinambungan. Institusi lokal dari kecamatan sampai kabupaten bahkan sampai provinsi akan lebih dilibatkan. Manajemen WSLIC-2 telah meng-ambil berbagai kebijakan. Buku Pedo-man Penyusunan RKM (Rencana Kerja Masyarakat) telah direvisi. Kegiatan sani-tasi secara terinci harus tercermin dalam RKM yang disusun masyarakat. Harus ada keterpaduan antara kegiatan sanitasi di masyarakat dan di sekolah. RKM yang disusun masyarakat harus mencakup pe-layanan sarana air bersih minimal 80 per-sen dari warga/KK yang dilayani. Bahkan masyarakat harus sudah membuat renca-na untuk mencapai 100 persen buang air besar (BAB) di jamban.

Kini telah tersedia Katalog Pilihan Opsi Sanitasi dan flash card sanitasi. Melalui buku ini disediakan berbagai pi-lihan teknologi jamban. Melalui me-dia komunikasi ini fasilitator (CFT)

da-pat memfasilitasi masyarakat untuk me-milih teknologi jamban sesuai yang di-inginkan dan sesuai kemampuannya. Disediakan pilihan bagi masyarakat un-tuk memilih jamban, dari yang paling sederhana yang dapat dibuat oleh ma-syarakat sampai yang tersedia di toko material.

Puskesmas dan sanitarian akan di-beri alokasi dana untuk melakukan pembinaan dan fasilitasi. Kapasitas sa-nitarian Puskesmas akan ditingkatkan melalui pelatihan bidang MPA-PHAST, Klinik Sanitasi, CLTS dan PKA. Khusus bagi kepala Puskesmas akan dilakukan orientasi pendekatan klinik sanitasi. Pada lokasi WSLIC-2 akan dilakukan integrasi kegiatan kesehatan dan sanita-si melalui Klinik Sanitasanita-si. Dalam pela-tihan dan refreshing CFT, fokus pada bidang sanitasi ini akan lebih ditekankan kembali.

Dalam peningkatan kegiatan kese-hatan dan sanitasi baik di sekolah dan masyarakat akan dilakukan lokakarya nasional Exit Strategi Program UKS dan PHBS di Masyarakat. Kegiatan ini akan ditindaklanjuti di tingkat kabupa-ten dalam bentuk diseminasi dan orien-tasi Guru UKS. Aparat kecamatan akan memberikan dukungan kegiatan PHBS sekolah (paket pascakonstruksi). Du-kungan kegiatan juga akan diberikan dalam bentuk pengembangan media promosi, baik di tingkat nasional, pro-pinsi dan kabupaten.

(19)

K

etika WSLIC diperkenalkan, re-aksi negatif muncul dari peme-rintah daerah. Mereka sangat meragukan konsep WSLIC ini. Mereka mempertanyakan konsep pemberda-yaan masyarakat yang melibatkan war-ga miskin untuk memberikan kontribu-si. Rakyat miskin kok disuruh berkon-tribusi. Selain itu, pemerintah daerah masih meragukan apakah bisa masya-rakat mengelola dana yang diberikan. Mereka sangat khawatir ada kebocoran. Itu dua hal pokok yang dikhawatirkan.

Pemda sempat menawarkan konsep penyaluran dana melalui kabupaten. Artinya dana tidak disalurkan langsung ke masyarakat tapi ke pemda. Pemda yang mengelola untuk masyarakat. Sementara kita ingin dana langsung turun ke tangan masyarakat dan kedian masyarakat mengelola sendiri mu-lai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga pertanggungjawabannya.

Setelah berjalan sejak 2002-2003, proyek ini bisa membangun pemaham-an baru bagi pemda dpemaham-an stakeholders lain. Bupati sudah mulai mau meresmi-kan dan menyerahmeresmi-kan proyek tersebut kepada masyarakat. Memang proses perubahan tidak bisa kita lihat dari sisi fisik. Bahkan dulu reaksi internal Dep-kes pun awalnya agak susah.

Sekarang di tahun 2005, program ini diserahkan pusat kepada kabupaten. Implementasi proses berlangsung dari bawah. Kita ingin menggabungkan pe-ran keduanya sehingga rasa memiliki pemda ada.

WSLIC menerapkan prinsip akun-tabilitas. Tim Kerja Masyarakat (TKM) yang bekerja tanpa diberi honor tapi dituntut transparan dan diaudit oleh auditor independen. Ini adalah proyek yang pertama kali menerapkan audit keuangan kepada masyarakat.

Dari pengalaman kita, ternyata membangun sarana fisik itu mudah. Ka-pasitas semua lini sangat menonjol dan tidak bisa diukur. WSLIC telah mengha-silkan empat hal utama yakni pening-katan kapasitas institusi dan masya-rakat, peningkatan perilaku hidup ber-sih dan sehat (PHBS), penyediaan air bersih dan sanitasi, serta manajemen pengelolaan.

Berdasarkan evaluasi yang

dilaku-kan oleh misi bank Dunia, tim Mid Term Review, Technical Audit, tim

Output Monitoring Study, dan studi analis dampak ekonomi, tidak ada hal yang luar biasa. WSLIC akan dikem-bangkan untuk proyek CWSH. Dari sisi kesehatan proyek ini telah memberi dampak yang signifikan terhadap per-baikan kesehatan masyarakat. Secara teknis, hasil kerja masyarakat telah memenuhi standar. Hal yang perlu diperhatikan ke depan hanya pe-ningkatan kualitas monitoring serta tender dan properti agar lebih fokus.

Malahan di Jawa Timur dan Jawa Barat, pemerintah daerah setempat te-lah mengembangkan program WSLIC ini ke kabupaten lain yang belum mene-rima proyek tersebut. Lebih dari itu, ki-ta tidak sekadar ingin menyelesaikan proyek ini dan mereplikasikannya, tapi harus ada keberlanjutan. Apa artinya kalau tidak ada keberlanjutan? „(MJ)

Zainal I. Nampira, Ketua CPMU WSLIC 2

Perubahan Tak Bisa Dilihat dari Sisi Fisik

Setelah berjalan sejak

2002-2003, proyek ini bisa

membangun pemahaman baru

bagi pemda dan

stakeholders

lain. Bupati sudah mulai mau

meresmikan dan menyerahkan

proyek tersebut kepada

masyarakat.

(20)

T

ahun 2005 merupakan tahun ketiga pelaksanaan Sanitasi Ber-basis Masyarakat (SANIMAS). Program yang dibuat sebagai solusi al-ternatif untuk perbaikan sanitasi kam-pung padat/kumuh/miskin perkotaan ini telah menunjukkan hasil yang posi-tif.

Paling tidak ini bisa dilihat dari ko-ta/kabupaten yang melaksanakan pro-gram tersebut yakni Kota Denpasar (Ba-li), Kota Mojokerto, Kota Pasuruan, Ko-ta Kediri, KoKo-ta BliKo-tar, Kabupaten Sido-arjo, dan Kabupaten Pamekasan (Jawa Timur). Bahkan kini SANIMAS telah di-replikasikan lagi di empat kota di Jawa Tengah dan dua kabupaten di DIY.

Keberhasilan program ini mendo-rong pemerintah untuk melaksanakan kegiatan serupa mulai tahun 2006 ini di 100 lokasi. Rencana ini didorong guna mencapai target Millennium Develop-ment Goals(MDGs) 2015. Hingga kini belum ditentukan kota/kabupaten ma-na saja di Indonesia yang akan menda-patkan proyek tersebut. Yang pasti se-banyak 17 kabupaten/kota di Jawa Ti-mur telah mengajukan minatnya.

SANIMAS hadir untuk mengisi ke-senjangan teknologi, pelayanan, dan da-na. Penduduk kampung padat/kumuh/-miskin perkotaan biasanya lebih suka memilih jamban sederhana dan murah. Untuk membangun itu paling tidak butuh dana Rp. 500 ribu. Persoalannya, lahan tidak cukup tersedia. Di sisi lain, untuk membangun sanitasi terpusat biayanya sangat mahal. Berdasarkan pengalaman, setiap kepala keluarga akan dikenai biaya Rp. 7-7,5 juta.

SANIMAS berusaha memberikan teknologi yang efisien dan biaya yang terjangkau dengan peningkatan pela-yanan. Beban yang harus ditanggung per KK dalam SANIMAS berkisar

Rp. 2,5-3 juta. SANIMAS mengembang-kan prinsip demand responsive appro-ach (pendekatan tanggap kebutuhan), partisipasi masyarakat, pilihan teknis, seleksi sendiri (self selection process), dan pemberdayaan (capacity building). SANIMAS memiliki model-model pilihan sanitasi yakni tangki septik ber-sama, Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Komunal dengan pemipaan, dan MCK Plus. Sedangkan komponen dalam SANIMAS yaitu toilet/WC, pemipaan, pengolahan, pembuangan dan peman-faatan kembali, serta operasional dan perawatan. Masing-masing komponen tersebut memiliki tingkat pembiayaan, efisiensi, dan pembuatan dari yang se-derhana dan murah hingga yang mahal dan rumit.

Tentang pembiayaan, SANIMAS di-danai oleh empat stakeholders yakni pemerintah pusat, pemerintah daerah (kab/kota), donor/swasta, dan masya-rakat. Berdasarkan proyek yang sudah

berjalan, komposisinya sebagai berikut: pemerintah pusat 27 persen, pemda kab/kota 55 persen, BORDA 16 persen, dan masyarakat 2 persen.

Karena adanya dana pemdamping dari pemda kab/kota, maka SANIMAS mengadakan proses seleksi. Hanya ka-bupaten/kota yang berminat dan sang-gup menyediakan anggaran yang akan dimasukkan dalam proses tersebut. Ma-syarakat calon penerima manfaat pun di seleksi. Yang diutamakan adalah ma-syarakat miskin yang tidak punya jam-ban. Setelah seleksi, akan terpilih lokasi dan selanjutnya masyarakat diminta menyusun rencana kerja. Baru kemudi-an konstruksi dkemudi-an akhirnya operasio-nalisasi. Waktu keseluruhan, dari pro-ses persiapan hingga operasional me-makan waktu sekitar satu tahun.

Pembelajaran SANIMAS

Pelaksanaan SANIMAS hingga ta-hun 2005, memberikan pembelajaran

SANIMAS (Sanitasi Berbasis Masyarakat)

Menuju Program Nasional

Referensi

Dokumen terkait

Kepala TK yang melakukan semua perencanaan ini harus sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan serta memiliki kesepakatan dan kerjasama dengan yayasan, agar bisa

[r]

Sebagian perempuan bahkan tak menyadari betapa terikatnya atau betapa cintanya sampai2 mrk merasakan sentakan saat pasangannya tidak ada. Kita terbiasa menganggap kerinduan

In case of the problematic students, negative emotions often affect students’ thoughts. Negative emotions can stimulate students’ cognitive ability. For example, when a

[r]

Kanak­kanak  lebih  mudah  mempelajari  bahasa  asing  berbanding  mereka  yang

Berdasarkan hasil penelitian pada peserta didik kelas IIIA Sekolah Dasar Negeri 29 Pontianak Kota dengan materi menulis karangan yang diajarkan dengan dengan

Praktik Pengalaman Lapangan (PPL) 2 telah dilaksanakan praktikan di SMK Masehi PSAK Ambarawa yang terletak di Jalan Pemuda No. Banyak kegiatan yang telah dilakukan