• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN

PANGAN 8 Asesulfam & Siklamat Sirup Beraroma

13. Pelatihan Karyawan

Pemilik/penanggung jawab yang telah mengikuti penyuluhan CPPB-IRT seharusnya mengajarkannya kepada karyawan agar karyawan yang belum mengikuti penyuluhan tersebut juga mengetahui aspek-aspek CPPB-IRT.

Data pengetahuan responden untuk kegiatan ini menunjukkan bahwa 50% menjawab sangat tahu, 43% menjawab tahu, dan 7% menjawab ragu-ragu. Praktek di lapang untuk kegiatan ini cukup memuaskan, karena responden yang mendapatkan nilai Baik hanya 93%, selebihnya 7% mendapat nilai Kurang.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil kajian penggunaan pemanis buatan baik secara tunggal maupun kombinasi pada produk pangan yang terdaftar pada tahun 1992 hingga 2003 (sebelum diberlakukannya Keputusan Kepala Badan POM RI No. HK.00.05.5.1.4547 tahun 2004 tentang Persyaratan BTP Pemanis Buatan dalam Produk Pangan) dibandingkan tahun 2004 – 2007 (sesudah diberlakukannya Keputusan Kepala Badan POM RI No. HK.00.05.5.1.4547 tahun 2004 tentang Persyaratan BTP Pemanis Buatan dalam Produk Pangan) dapat disimpulkan bahwa jenis pangan yang menggunakan pemanis buatan hampir tidak ada perubahan, namun jumlah produknya meningkat; untuk penggunaan tunggal meningkat 116% dan penggunaan kombinasi meningkat 255%. Adanya penambahan jumlah produk pangan tersebut tidak terkait dengan pemberlakuan Keputusan Kepala Badan POM RI No. HK.00.05.5.1.4547 tahun 2004 tentang Persyaratan BTP Pemanis Buatan dalam Produk Pangan, tetapi disebabkan oleh penambahan industri pangan baru, pengembangan produk oleh industri pangan yang sudah ada (penambahan varian produk) dan adanya tuntutan konsumen tertentu yang ingin membatasi asupan kalorinya.

Berdasarkan kadarnya, sesudah diberlakukan Keputusan Kepala Badan POM RI No. HK.00.05.5.1.4547 tahun 2004 tentang Persyaratan BTP Pemanis Buatan dalam Produk Pangan, hampir semua produk pangan menggunakan pemanis buatan sesuai batas maksimum persyaratan, namun ada temuan 0,2% dari 820 produk terdaftar melebihi batas maksimum persyaratan yaitu minuman beralkohol dan permen pastiles rendah kalori.

Berdasarkan jenisnya, penggunaan pemanis buatan tunggal meningkat dari 5 jenis (aspartam, sorbitol, asesulfam K, siklamat dan sakarin) dari 11 jenis yang diizinkan (berdasarkan Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 dan izin khusus) menjadi 8 jenis (aspartam, asesulfam K, isomalt, maltitol, sorbitol, siklamat, sakarin, dan sukralosa) dari 13 jenis yang diizinkan menurut Keputusan Kepala Badan POM RI No. HK.00.05.5.1.4547 tahun 2004 tentang Persyaratan BTP Pemanis Buatan dalam Produk Pangan. Jenis kombinasi pemanis buatan meningkat dari 9 jenis menjadi 26 jenis kombinasi, dimana produk yang paling banyak menggunakan kombinasi pemanis buatan adalah minuman serbuk dan produk yang paling banyak

belum pernah digunakan dalam produk pangan adalah Laktitol.

Berdasarkan hasil kajian implementasi penggunaan pemanis buatan pada IRTP, responden yang menyatakan menggunakan pemanis buatan pada produknya hanya 1 (4%) responden dan 7 (23%) responden menggunakan campuran gula dan pemanis buatan. Takaran penggunaan dari pemanis buatan tersebut juga tidak memperhatikan batas maksimum persyaratan, karena resonden menggunakan pemanis buatan tersebut berdasarkan sensori saja. Dari ke-8 responden yang menggunakan pemanis buatan, 2 responden mendapat nilai Kurang dan 6 responden mendapat nilai Cukup pada penerapan CPPB.

Hasil pengamatan di pasaran ada 2 (dua) macam pemanis buatan yang dijual secara bebas tanpa aturan distribusi yaitu natrium siklamat dan natrium sakarin. Pemanis buatan tersebut dijual dalam kemasan rencengan (sachet) yang berlabel dan kiloan tanpa label. Pada label kemasan pemanis buatan tersebut juga tidak ada informasi takaran penggunaan.

Pengetahuan pengusaha IRTP tentang keamanan pangan adalah cukup baik, yaitu 37,6% responden sangat tahu dan 52,4% tahu (total: 90% responden) dan yang belum tahu aspek-aspek CPPB sebanyak 10% responden. Namun demikian hasil pengamatan di lapang menunjukkan bahwa hanya 17% IRTP yang mendapatkan nilai Baik, selebihnya 57% IRTP mendapat nilai Cukup dan 26% mendapat nilai Kurang, artinya dari 90% responden tahu aspek-aspek CPPB, ada 16% responden yang tidak menerapkan CPPB sama sekali dan 57% responden belum sepenuhnya menerapkan CPPB.

Saran

1. Kemampuan laboratorium penguji perlu ditingkatkan agar pengawasan post

market dapat dilakukan terhadap seluruh jenis pemanis buatan yang sudah diatur regulasinya.

2. Pemerintah perlu meningkatkan pembinaan terhadap IRTP agar kesadaran IRTP dalam menerapkan CPPB meningkat

3. Pemerintah perlu menetapkan aturan distribusi pemanis buatan agar sasaran distribusinya tepat

4. Perlu dilakukan proses manajemen risiko terhadap implementasi bahan tambahan pangan yang lain

5. Industri pangan, terutama IRTP hendaknya lebih memperhatikan persyaratan penggunaan BTP, agar konsumen dapat memperoleh produk pangan yang aman

Auerbach MH, Loecke G, Hendrick ME. 2001. Alitame. Di dalam: Nabors LOB, editor. Alternative Sweetener, Ed ke-3, New York. 2001. hlm 31-40.

Baldwin, RE. dan Korschgen, BM. 1979. Intensification of fruit-flavors by aspartame. J. Food Sci. Diacu oleh Butcho HH, Stargel WW, Comer CP, Mayhew DA, Andress SE. 2001. Aspartame. Di dalam: Nabors LOB, editor. Alternative Sweetener, Ed ke-3, New York. 2001. hlm 44

Butcho HH, Stargel WW, Comer CP, Mayhew DA, Andress SE. 2001. Aspartame. Di dalam: Nabors LOB, editor. Alternative Sweetener, Ed ke-3, New York. 2001. hlm 41-53 Bakal AI. 2001. Mixed Sweetener Functionality. Di dalam: Nabors LOB, editor. Alternative

Sweetener, Ed ke-3, New York. 2001. hlm 463-479.

Bopp BA, Price P. 2001 Cyclamate. Di dalam: Nabors LOB, editor. Alternative Sweetener, Ed ke-3, New York. 2001. hlm 63-81.

[BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. 2004. Keputusan Kepala Badan POM RI Nomor HK.00.05.5.1.4547 tentang Persyaratan Penggunaan Bahan Tambahan Pangan Pemanis Buatan Dalam Produk Pangan. Jakarta: Badan POM RI

[CAC] Codex Alimentarius Commsision. 2006. General Standard for Food Additives, Codex Stan 192-1995 (rev. 7-2006). Rome: CAC

[CAC] Codex Alimentarius Commsision. 2008. General Standard for Food Additives, 31st Session Codex Alimentarius Commsision. Rome: CAC

[Depkes] Departemen Kesehatan RI. 1988. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia RI nomor 722/Menkes/Per/IX/88 tentang Bahan Tambahan Makanan. Depkes RI: Jakarta

Goldsmith LA, Merkel CM. 2001. Sucralose. Di dalam: Nabors LOB, editor. Alternative Sweetener, Ed ke-3, New York. 2001. hlm 185-206.

Kato K, Moskowitz AH. 2001. Maltitol. Di dalam: Nabors LOB, editor. Alternative Sweetener, Ed ke-3, New York. 2001. hlm 283-193

Le AS, Mulderrig KB, 2001. Sorbitol and Mannitol. Di dalam: Nabors LOB, editor. Alternative Sweetener, Ed ke-3, New York. 2001. hlm 317-333.

Lipiski GWR, Hanger LY. 2001. Acesulfame K. Di dalam: Nabors LOB, editor. Alternative Sweetener, Ed ke-3, New York. 2001. hlm 13-27

Mesters PHJ, Velthuijsen JA, Brokx S. Lactitol. 2001. Di dalam: Nabors LOB, editor. Alternative Sweetener, Ed ke-3, New York. 2001. hlm 297-314.

Nazir Moh. 2003. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta.

Olinger PM, Pepper T. 2001. Xylitol. Di dalam: Nabors LOB, editor. Alternative Sweetener, Ed ke-3, New York. 2001. hlm 335-353.

Pearson RL. 2001. Saccharin. Di dalam: Nabors LOB, editor. Alternative Sweetener, Ed ke- 3, New York. 2001. hlm 147-162.

329/.MEN.KES/PER/XII/76 tentang Bahan Tambahan Makanan. Jakarta.

Pemerintah RI. 1979. Peraturan Menteri kesehatan Republik Indonesia No.235/.MEN.KES/PER/VI/79 tentang Bahan Tambahan Makanan yang Diijinkan dan yang Dilarang. Jakarta.

Pemerintah RI. 1985. Peraturan Menteri kesehatan Republik Indonesia No. 208/.MEN.KES/IV/1985 tentang Pemanis Buatan. Jakarta.

Pemerintah RI. 1988. Peraturan Menteri Kesehatan No. 722/Permenkes/88 tentang Bahan Tambahan Makanan: Badan POM RI. Jakarta.

Pemerintah RI. 1995. Undang-undang Nomor 9 tahun 1995 tentang Usaha Kecil. Jakarta. Rahayu WP, Kusumaningrum HD. 2004. Prinsip-prinsip Analisis Risiko. Jakarta: BPOM RI. Schiffman, SS. 1984. Comparison of Taste Properties of Aspartame with Other Sweetener.

Diacu oleh Butcho, HH., Stargel, WW., Comer, CP., Mayhew, DA., Andess, SE. 2001. Aspartame. Di dalam: Nabors LOB, editor. Alternative Sweetener, Ed ke-3, New York. 2001. hlm 42-44.

Stargel WW, Mayhew DA, Comer CP, Andress SE, Butcho HH. 2001. Neotame. Di dalam: Nabors LOB, editor. Alternative Sweetener, Ed ke-3, New York. 2001. hlm 129-144. Wijers MC, Sträter PJ. 2001. Isomalt. Di dalam: Nabors LOB, editor. Alternative Sweetener,

Ed ke-3, New York. 2001. hlm 265-279.

Winarno FG. 1997. Keamanan Pangan (Naskah Akademis). IPB. Bogor

Wirakartakusumah, M.A dan Syarief, H. 1986. Penggunaan Bahan Tambahan Kimiawi dalam Industri Pangan. Dalam Risalah Seminar Bahan Tambahan Kimiawi. Jakarta.

Minuman berbasis susu, beraroma, dan/atau terfermentasi (misalnya: susu coklat, kakao, eggnog, yogurt minuman, minuman berbasis whey)

Susu fermentasi dan produk susu hasil hidrolisa enzim renin (tawar

Krim (tawar) dan sejenisnya Makanan penutup atau pencuci mulut berbahan dasar susu (misalnya: es susu, puding, buah atau yogurt beraroma)

ES, TERMASUK SHERBET DAN SORBET Buah dalam cuka, minyak dan larutan garam

Jem, jeli dan marmalad

Produk oles berbasis buah-buahan (misalnya: chutney) tidak termasuk produk pada kategori 04.1.2.5

Sayuran dan rumput laut dalam cuka, minyak, larutan garam atau kecap kedelai adalah produk yang diperoleh dengan menambahkan larutan garam pada sayuran segar

KEMBANG GULA NOMOR : HK.00.05.5.1.4547 TANGGAL : 21 Oktober 2004

Dokumen terkait