• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN LITERATUR dan PERUMUSAN HIPOTESI

B. Pelatihan

Bila mana seseorang akan mengerjakan sesuatu tugas atau pekerjaan yang asing baginya, terasalah perlunya terlebih dahulu mempelajari cara bagaimana mengerjakan. Hampir tidak ada seseorang yang mampu melaksanakan suatu tugas atau pekerjaan dengan baik, bila mana tidak dipelajarinya terlebih dahulu. Dalam suatu perusahaan dimana ditempatkan karyawan baru untuk suatu jabatan tertentu, atau dimana karyawan lama ditugaskan memangku jabatan baru, bila diharapkan karyawan tersebut sukses mengerjakan tugas-tugasnya, perlulah karyawan tersebut dididik atau dilatih terlebih dahulu. Pemberian latihan kepada karyawan dalam suatu perusahaan merupakan tanggung jawab setiap manajer lini.

1. Pengertian Pelatihan

Pelatihan sebagai salah satu metode pengembangan sumber daya manusia yang ada dalam organisasi merupakan aspek penting yang harus dilakukan agar ketrampilan dan keahlian karyawan terus berkembang sesuai dengan arah dan tujuan organisasi, serta dapat menyesuaikan dengan perubahan baik yang terjadi dalam lingkungan maupun diluar lingkungan organisasi. Untuk lebih memahami konsep pelatihan dalam sebuah organisasi maka akan dipaparkan pengertian pelatihan, yaitu :

a. Pelatihan adalah suatu usaha untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan karyawan dalam melaksanakan pekerjaannya yang lebih efektif dan efisien. Menurut Rae (dalam Sofyadi, 2008 : 113). b. Pelatihan adalah usaha untuk memperbaiki penguasaan berbagai

keterampilan dan teknik pelaksanaan kerja tertentu dalam waktu yang pendek.( Martoyo, 2000 : 63 ).

c. Pelatihan merupakan proses pembelajaran yang melibatkan perolehan keahlian, konsep, peraturan atau sikap untuk meningkatkan kinerja karyawan.( Simamora, 2004 : 273 ).

Maka kesimpulan yang dapat diambil adalah bahwa pelatihan merupakan suatu proses pembelajaran yang melibatkan perolehan keahlian, konsep, peraturan atau sikap serta suatu usaha untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan karyawan agar lebih efektif dan efisien dalam jangka waktu tertentu.

2. Tujuan Pelatihan

Tujuan merupakan pernyataan umum mengenai maksud yang memberikan rancangan global terhadap persoalan tanpa batas yang pasti. Suatu kegiatan yang mempunyai rencana yang matang, tentu saja mempunyai tujuan-tujuan tertentu yang ingin dicapai. Demikian halnya dengan pelatihan sumber daya manusia dalam suatu organisasi. Hal ini tentu saja telah dirasakan sepenuhnya oleh manajemen perusahaan akan pentingnya pelatihan sumber daya manusia. Menurut Beach (Sofyandi, 2008:114), tujuan pelaksanaan program pelatihan secara luas dapat dikelompokkan menjadi 6 bidang yaitu:

a. Reduce learning time to teach acceptable performance, maksudnya dengan adanya pelatihan maka jangka waktu yang digunakan karyawan untuk memperoleh keterampilan akan lebih cepat. Karyawan akan lebih cepat pula menyesuaikan diri dengan pekerjaan yang dihadapi.

b. Improve performance on present job, pelatihan bertujuan untuk meningkatkan prestasi kerja karyawan dalam menghadapi pekerjaan-pekerjaan yang sedang dihadapi.

c. Attitude formation, pelatihan diharapkan dapat membentuk sikap dan tingkah laku para karyawan dalam melakukan pekerjaannya. Dititikberatkan pada peningkatan partisipasi dari para karyawan, kerjasama antar karyawan dan loyalitas terhadap perusahaan.

d. Aid in solving operation problem, pelatihan membantu memecahkan masalah-masalah operasional perusahaan sehari-hari seperti mengurangi kecelakan kerja, mengurangi absen, mengurangi labor turnover, dan lain-lain.

e. Fill manpower needs, pelatihan tidak hanya mempunyai tujuan jangka pendek tetapi juga jangka panjang yaitu mempersiapkan karyawan memperoleh keahlian dalam bidang tertentu yang dibutuhkan perusahaan.

f. Benefit to employee themselves, dengan pelatihan diharapkan para karyawan akan mempunyai kemampuan dan pengetahuan yang tinggi sehingga karyawan tersebut akan semakin berharga bagi perusahaan. Selain itu juga akan menambah nilai dari karyawan tersebut yang akan

membuat karyawan yang bersangkutan memperoleh rasa aman dalam melakukan pekerjaannya sehingga menimbulkan kepuasan dalam dirinya.

3. Manfaat Pelatihan

Pelatihan berperan besar dalam menentukan efektivitas dan efisiensi suatu perusahaan. Beberapa manfaat nyata yang dihubungkan dengan program pelatihan adalah sebagai berikut (Simamora, 2004:278) :

a. Meningkatkan kualitas dan kuantitas produktivitasnya.

b. Mengurangi waktu belajar yang diperlukan karyawan untuk mencapai standar-standar kinerja yang dapat diterima.

c. Menciptakan sikap, loyalitas dan kerjasama yang lebih menguntungkan. d. Meningkatkan fleksibilitas dari angkatan kerja.

e. Meningkatkan komitmen karyawan.

f. Memenuhi persyaratan perencanaan sumber daya manusia g. Mengurangi jumlah dan biaya kecelakaan kerja.

h. Membantu karyawan dalam peningkatan dan pengembangan pribadi mereka

.

4. Metode Pelatihan

Karyawan dalam suatu organisasi atau perusahaan sebagai sumber daya manusia dan sebagai hasil dari proses seleksi harus dikembangkan agar kemampuan mereka dapat mengikuti perkembangan organisasi. Pelatihan merupakan salah satu cara untuk meningkatkan ketrampilan karyawan agar

dapat bekerja secara optimal. Penulis akan menguraikan beberapa metode pelatihan berikut ini (Effendi, 2002:186) :

a. On-The-Job Training

Metode On The Job Training adalah pelatihan langsung pada jabatan, yang bertujuan untuk mengenalkan secara langsung kepada trainee (peserta pelatihan) tentang seluk beluk tugas tersebut. Metode ini cocok untuk pelatihan bagi karyawan baru, karyawan magang (apprenticeship), penggunaan teknologi baru dan karyawan yang baru dipromosikan pada jabatan yang baru. Karena alasan-alasan itu kemampuan dan keahlian karyawan perlu diperbaharui (upgrade).

Kekuatan atau manfaat dari metode On The Job Training adalah

1) Karyawan melakukan pekerjaan yang sesungguhnya, bukan tugas-tugas yang disimulasikan.

2) Karyawan mendapatkan instruksi-instruksi dari karyawan senior atau penyelia yang berpengalaman yang telah melaksanakan tugasnya.

3) Pelatihan dilaksanakan dalam lingkungan kerja yang sesungguhnya, dibawah kondisi normal dan tidak membutuhkan fasilitas khusus.

4) Pelatihannya informal, relatif tidak mahal dan mudah dijalankan.

5) Pelatihan dapat menciptakan hubungan kerja sama yang baik antara karyawan dan pelatih.

6) Program ini sangat relevan dengan pekerjaan, menyita biaya keluar kantong (out-of-pocket) yang relative rendah dan membantu memotivasi kinerja yang kuat.

Disamping mempunyai kekuatan atau manfaat, metode On-The-Job Training juga mempunyai kelemahan-kelemahan potensial yaitu :

1) Pelatih mungkin tidak termotivasi untuk melatih atau memikul tanggung jawab untuk pelatihan sehingga pelatihan dapat menjadi serampangan.

2) Pelatih mungkin melaksanakan pekerjan dengan baik, namun kurang memiliki kemampuan melatih orang lain agar dapat melaksanakan pekerjaan dengan baik.

3) Pelatih mungkin tidak memiliki waktu untuk melatih dan menghapuskan elemen penting dari proses pelatihan.

4) Karyawan yang tidak terlatih mungkin memiliki dampak negative pada pekerjaan dan kinerja organisasional.

5) On-The-Job Training mungkin tidak efektif biaya, apabila dibandingkan dengan program pelatihan terstruktur, karena karyawan yang berkeahlian sangat tinggi digunakan sebagai pelatih dan pelatihan biasanya digunakan satu persatu.

6) On-The-Job Training dapat menyebabkan lebih banyak waktu yang dikorbankan untuk melaksanakan pekerjaan secara salah ataupun benar daripada harus mempelajari bagaimana melaksanakan pekerjaan tersebut dengan benar.

Metode-metode On-The-Job Training yang sering dipakai adalah : a) Apprenticeship

Pelatihan yang mengkombinasikan antara pelajaran di kelas dengan prektek di lapangan, yaitu setelah sejumlah teori diberikan kepada peserta, peserta dibawa prektek ke lapangan.. b) Job instruction training

Dalam metode ini peserta program pelatihan diberikan latihan langsung di tempat pekerjaan yang sebenarnya dibawah instruksi seorang trainer, supervisor, atau karyawan senior yang sudah berpengalaman. Metode ini digunakan untuk mengajar para karyawan untuk melakukan pekerjaan mereka.. c) Job rotation

Program pelatihan yang direncanakan secara formal dengan cara menugaskan karyawan pada beberapa pekerjaan yang berbeda dan dalam bagian yang sama atau bisa juga berbeda dengan perusahaan untuk menambah pengetahuan mengenai pekerjaan dalam perusahaan. Ini biasanya dilakukan untuk pengembangan karyawan untuk memahami aktivitas perusahaan yang lebih luas.

d) Coaching

Bentuk pelatihan dan pengembangan yang dilakukan di tempat kerja karyawan dalam pelaksanaan pekerjaan rutin

mereka oleh atasan dengan membimbing karyawan melakukan pekerjaan secara informal dan biasanya tidak terencana.

b. Off –The-Job Training

Metode Off-The-Job Training ini ditujukan bagi peningkatan kemampuan atau keahlian yang tidak terkait dengan pekerjaan secara langsung tetapi sangat mempengaruhi keberhasilan dalam menjalankan tugas atau pekerjaan. Misalnya kemampuan mengambil keputusan. Kemampuan ini harus dimiliki setiap manajer pada setiap level jabatan. Pada jabatan yang lebih tinggi, biasanya persoalan yang dihadapi lebih kompleks, sehingga manajer yang bersangkutan perlu menambah kemampuannya melalui pelatihan dengan metode Off-The-Job Training. Keunggulan dari metode Off-The-Job Training yaitu :

1) Biaya pelatihan yang efisien karena pelatihan dilakukan secara berkelompok bukan perindividu.

2) Pelatih biasanya instruktur purnawaktu atau staf pelatih, sehingga kemungkinan lebih berkompeten dibanding dengan On-The-Job Trainer yang biasanya hanya mengorbankan sebagian kecil waktu mereka untuk memberikan pelatihan.

3) Kursus-kursus dan seminar yang off-site memungkinkan perusahaan-perusahaan kecil dengan sumber daya yang terbatas untuk melatih karyawan tanpa adanya biaya yang berat dari staf pelatih dan fasilitas pelatihan.

4) Membuka wawasan karyawan terhadap perusahan-perusahaan lain dan memungkinkan peserta untuk mempelajari metode-metode dan teknik-teknik disamping materi-materi baru yang disajikan selama program berjalan.

5) Memindahkan pelatihan dari pekerjaan memungkinkan karyawan berkonsentrasi guna mempelajari keahlian-keahlian dan sikap baru tanpa harus secara bersamaan mengkhawatirkan kinerja pekerjaan.

6) Mengurangi resiko bagi orang untuk menggunakan karyawan yang tidak memiliki pengetahuan yang memadai.

Sedangkan kelemahan dari metode Off-The-Job Training adalah :

1) Karyawan tidak melakukan pekerjaan mereka, sehingga mengakibatkan tambahan biaya pelatihan, meskipun dalam jangka panjang manfaat pelatihan tersebut akan melebihi biaya yang dikeluarkan.

2) Kelemahan terbesar dari metode pelatihan ini adalah pada masalah transfer belajar (transfer or learning), yang seringkali terjadi adalah peserta pelatihan tidak bisa menerapkan apa yang didapat selama pelatihan pada dunia kerja mereka yang sebenarnya.

3) Kecocokan antara tipe-tipe pelatihan ini dan kebutuhan-kebutuhan yang dinilai sangat rendah.

Metode-metode Off-The-Job Training yang lazim digunakan oleh perusahaan adalah :

a) Kuliah (Lecture)

Merupakan metode yang menyajiakan informasi-informasi mengenai pekerjaan secara lisan.

b) Studi Kasus (Case Studies)

Merupakan metode yang menyajikan informasi-informasi mengenai pekerjaan secara tertulis dalam bentuk narasi dan serangkaian permasalahan, kemudian dianalisis dan dipecahkan oleh peserta pelatihan.

c) Simulasi (Simulation)

Metode ini mengacu pada materi-materi yang berupaya menciptakan suatu lingkungan pengambilan keputusan yang realistik bagi peserta pelatihan.

d) Pelatihan Beranda (Vestibule Training)

Merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan pelatihan dalam sebuah ruangan kelas bagi pekerjaan-pekerjaan semi ahli. Penekanan dari jenis pelatihan ini lebih pada belajar daripada produksi.

e) Permainan peran (Role Playing)

Tujuan utama dari jenis pelatihan ini adalah agar para peserta dapat menganalisis masalah-masalah antarpribadi dan memupuk keahlian-keahlian hubungan manusia.

f) Peniruan Perilaku

Metode pelatihan yang berorientasi kelas yang umumnya digunakan untuk mengajarkan ketangkasan-ketangkasan pemecahan masalah kepada penyelia-penyelia lini pertama. g) Pelatihan di Alam Terbuka

Merupakan program pengembangan manajemen dan eksekutif yang berlangsung dialam terbuka, misalnya pendakian gunung, pelayaran, arung jeram, sepeda gunung, dan lain-lain.

1. a) Perumusan Hipotesis : Relasi karakteristik usia terhadap motivasi

karyawan untuk mengikuti program pelatihan.

Kualifikasi usia dalam program pelatihan karyawan juga mendapatkan perhatian dari perusahaan. Dengan adanya program pelatihan mereka yang berusia produktif pada umumnya akan lebih mampu menyerap dan menerima pengalaman baru. Dengan memiliki vitalitas fisik yang cukup baik, “labour turnover” pada mereka lebih besar serta cenderung memiliki self confident tinggi dan tampil berani, bersemangat dan penuh energi. Dan di usia rata-rata yang dicapai seseorang merupakan tingkat kematangan pekerjaan serta pendidikan. Kemudian secara fisik maupun kemampuan mereka juga masih mampu menerima pengetahuan dalam mengikuti pelatihan yang diadakan perusahaan. Karena itu pelatihan digunakan sebagai sarana untuk mengembangkan kemampuan, ketrampilan serta

keahlian agar mendapatkan kualitas-kualitas yang diperlukan oleh perusahaan yang bersangkutan. (Martoyo, 2000:52)

Oleh karena itu berdasarkan tingkat kemampuan mengikuti pelatihan maka penulis membagi menjadi tiga kelompok usia dan dipilih kelompok usia pertama yaitu 20 tahun – 30 tahun, kelompok usia kedua yaitu 31 tahun – 40 tahun dan kelompok usia ketiga yaitu 41 tahun – 50 tahun.

Oleh karena itu diajukan hipotesis 1a : usia karyawan 31 tahun – 40

tahun mempunyai motivasi paling tinggi untuk mengikuti program

pelatihan dibanding kelompok usia 20 tahun – 30 tahun dan usia 41

tahun – 50 tahun.

b)Perumusan Hipotesis : Relasi karakteristik pengalaman kerja

terhadap motivasi karyawan untuk mengikuti program pelatihan.

Pengalaman dapat menunjukkan apa yang dapat dikerjakan oleh karyawan pada saat dia bekerja. Pengalaman yang dimiliki setiap karyawan tentunya akan berbeda satu sama lain. Karyawan yang memiliki pengalaman kerja belum terlalu lama akan mempunyai semangat untuk mengikuti program pelatihan yang diadakan oleh perusahaan. Karena karyawan merasa kemampuan dan ketrampilan yang mereka miliki masih terbatas. Oleh karena itu dengan adanya program pelatihan yang diberikan perusahaan karyawan di harapakan untuk dapat meningkatkan kemampuannya dalam

menyelesaikan suatu jenis pekerjaan yang diberikannya. Pengalaman merupakan kualifikasi yang juga diperhatikan dalam program pelatihan. (Manullang, 2004:102)

Oleh karena itu berdasarkan pengalaman yang dimiliki untuk mengikuti program pelatihan yang nantinya akan berhubungan dengan pelaksanaan tugas yang akan diberikan, maka penulis membagi menjadi tiga kelompok pengalaman kerja dan dipilih kelompok pengalaman kerja pertama yaitu pengalaman kerja kurang dari 2 tahun, pengalaman kerja 2-5 tahun dan pengalaman kerja 6-10 tahun.

Oleh karena itu diajukan hipotesis 1b : kelompok pengalaman kerja

karyawan kurand dari 2 tahun mempunyai motivasi paling tinggi

untuk mengikuti program pelatihan dibanding kelompok pengalaman

kerja karyawan 2-5 tahun dan pengalaman kerja 6-10 tahun.

c) Perumusan Hipotesis : Relasi karakteristik latar belakang

pendidikan terhadap motivasi karyawan untuk mengikuti program

pelatihan.

Faktor latar belakang pendidikan juga tidak kalah penting bagi karyawan untuk mengikuti program pelatihan. Karena dalam pelatihan akan diharapkan seorang karyawan mampu dan dapat mengerti mengenai hal yang berhubungan dengan pekerjaan. Setiap karyawan pasti akan memiliki

latar belakang pendidikan yang berbeda satu dengan yang lainnya. Dalam hal ini para pelajar baik SLTP, SLTA dan Mahasiswa mempunyai mutu atau kualitas mengikuti program pelatihan yang berbeda sesuai dengan tingkat pendidikan masing-masing, dan dari segi usia, semakin dewasa usia seseorang maka kebutuhan akan berbagai jenis pelatihan juga semakin bervariasi. Dengan demikian pendidikan merupakan salah satu kualifikasi dari seorang karyawan yang akan mengikuti program pelatihan dalam bekerja. Karena itu perusahaan dapat melakukan pengarahan dan pengendalian dengan meningkatkan mutu penyeliaan dengan seleksi dan pelatihan yang lebih baik dan merencanakan kembali proses pengarahan dan pengendalian agar dapat digunakan dengan hemat dan selektif sehingga tujuan motivasi pelatihan dapat terwujud (Manullang 2004:105) . Oleh karena itu berkaitan dengan segi usia dan tingkat pendidikannya maka dipilih pula faktor tingkat pendidikan yaitu SLTP, SLTA dan Diploma 3

Oleh karena itu diajukan hipotesis 1c : latar belakang pendidikan

Diploma 3 mempunyai motivasi paling tinggi untuk mengikuti

program pelatihan dibanding latar belakang pendidikan SLTP dan

Dokumen terkait