BAB IV. SITUASI UPAYA KESEHATAN
4.1 Pelayanan Kesehatan Dasar
Upaya pelayanan kesehatan dasar merupakan langkah penting dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Dengan pelayanan kesehatan dasar secara tepat dan cepat, diharapkan sebagian besar masalah kesehatan masyarakat dapat diatasi. Berbagai pelayanan kesehatan dasar yang dilaksanakan adalah sebagai berikut ini.
4.1.1. Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak
Kebijakan tentang kesehatan ibu dan bayi baru lahir secara khusus berhubungan dengan pelayanan antenatal, persalinan, nifas dan perawatan bayi baru lahir yang diberikan di semua jenis fasilitas pelayanan kesehatan, dari posyandu sampai rumah sakit pemerintah maupun fasilitas pelayanan kesehatan swasta. Kesehatan anak meliputi bayi, balita dan remaja.
Angka kematian merupakan salah satu indikator status kesehatan masyarakat. Angka kematian yang berhubungan dengan ibu dan anak adalah Angka Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian Neonatus (AKN), Angka Kematian Bayi (AKB), dan Angka Kematian Balita (AKABA). Dibandingkan dengan negara – negara ASEAN lainnya, AKI, AKB, dan AKABA di Indonesia termasuk tinggi. Menurut data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, AKI sebesar per 100.000 kelahiran hidup, AKB 32 per 1.000 kelahiran hidup, AKN 19 per 1.000 kelahiran hidup, dan AKABA 40 per 1.000 kelahiran hidup.
Dalam upaya pencapaian MDG’s dan tujuan pembangunan kesehatan, peningkatan pelayanan kesehatan ibu diprioritaskan yaitu dengan menurunkan Angka Kematian Ibu menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015 dari 425 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 1992 (SKRT). Untuk menurunkan
Profil Kesehatan Kota Tanjungpinang Tahun 2013 44
Angka Kematian Ibu diperlukan upaya – upaya yang terkait dengan kehamilan, kelahiran dan nifas.
Upaya untuk mempercepat penurunan AKI telah dimulai sejak akhir tahun 1980-an melalui program Safe Motherhood Initiative yang mendapat perhatian besar dan dukungan dari berbagai pihak baik dalam maupun luar negeri. Pada akhir tahun 1990-an telah diperkenalkan lagi upaya untuk menajamkan strategi dan intervensi dalam menurunkan AKI melalui Making Pregnancy Safer (MPS) yang dicanangkan oleh pemerintah pada tahun 2000.
4.1.1.1. Pelayanan Kesehatan Ibu Hamil (K1 dan K4)
Pelayanan antenatal adalah pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan untuk ibu selama masa kehamilannya, dilaksanakan sesuai standar pelayanan antenatal yang ditetapkan dalam Standar Pelayanan Kebidanan (SPK). Sedangkan tenaga kesehatan yang berkompoten memberikan pelayanan antenatal kepada ibu hamil antara lain dokter spesialis kebidanan, dokter dan perawat.
Pelayanan antenatal yamg sesuai standar meliputi timbangan berat badan, pengukuran tinggi badan, tekanan darah, nilai status gizi (ukur lingkar lengan atas), tinggi fundus uteri, menentukan presentasi janin dan denyut jantung janin (DJJ), skrining status imunisasi tetanus dan memberikan imunisasi Tetanus Toksoid (TT) bila diperlukan, pemberian tablet zat besi minimal 90 tablet selama kehamilan, tes laboratorium (rutin dan khusus), tatalaksana kasus, serta temu wicara (konseling), termasuk Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K) serta KB pasca persalinan.
Profil Kesehatan Kota Tanjungpinang Tahun 2013 45
Pelayanan antenal disebut lengkap apabila dilakukan oleh tenaga kesehatan serta memenuhi standar tersebut. Ditetapkan pula bahwa distribusi frekuensi pelayanan antenatal adalah minimal 4 kali selama kehamilan, dengan ketentuan waktu pemberian pelayanan yang dianjurkan yaitu : minimal 1 kali pada triwulan pertama, 1 kali pada triwulan kedua dan 2 kali pada triwulan ketiga. Standar waktu pelayanan antenatal tersebut dianjurkan untuk menjamin perlindungan kepada ibu hamil, berupa deteksi dini faktor risiko, pencegahan dan penanganan komplikasi.
Grafik 4.1
Cakupan Kunjungan Ibu Hamil K1 dan K4 di Kota Tanjungpinang Tahun 2009-2013 103,61 95,94 96,54 97,38 101,73 92,33 90,51 90,81 91,87 95,57 0 50 100 150 200 250 2009 2010 2011 2012 2013
Hasil pencapaian program pelayanan kesehatan ibu hamil dapat dinilai dengan menggunakan indikator cakupan K1 dan K4 yang dihitung dengan membagi jumlah ibu hamil yang dilakukan pemeriksaan antenatal pertama kali oleh tenaga kesehatan
K4
K1
Profil Kesehatan Kota Tanjungpinang Tahun 2013 46
(untuk penghitungan indikator K1) atau jumlah ibu hamil yang melakukan pemeriksaan kehamilan minimal 4 kali sesuai standar oleh tenaga kesehatan di suatu wilayah pada kurun waktu yang ada di wilayah kerja dalam 1 tahun. Hasil pencapaian cakupan K1 tahun 2013 sebesar 101,73% dan K4 sebesar 95,57%. Bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya maka terjadi kenaikan capaian yang signifikan terhadap K1 (97,38%) begitu juga dengan K4 (91,87%).
4.1.1.2. Pertolongan Persalinan oleh Tenaga Kesehatan dengan Kompetensi Kebidanan (Pn)
Periode persalinan merupakan salah satu periode yang berkontribusi besar terhadap Angka Kematian Ibu di Indonesia. Kematian saat bersalin dan 1 minggu pertama diperkirakan 60% dari seluruh kematian ibu (Maternal Mortality: who, when, where dan why; Lancet 2006). Sedangkan dalam target MDG’s, salah satu upaya yang harus dilakukan untuk meningkatkan kesehatan ibu adalah menurunkan angka kematian ibu menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 2015 dari 425 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 1992 (SKRT) serta meningkatkan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan menjadi 90% pada tahun 2015 dari 40,7% pada tahun 1992 (BPS). Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan adalah pelayanan persalinan yang aman yang dilakukan oleh tenaga kesehatan dengan kompetensi kebidanan.
Pada tahun 2013 cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan di Kota Tanjungpinang telah mencapai 99,98%. Bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya terjadi peningkatan (92,21%). Rincian capaian target perpuskesmas dapat dilihat pada lampiran table 28.
Profil Kesehatan Kota Tanjungpinang Tahun 2013 47
Grafik 4.2
Cakupan Pertolongan Persalinan oleh Tenaga Kesehatan yang Memiliki Kompetensi Kebidanan
di Kota Tanjungpinang Tahun 2009-2013 94,77 100,6 105,12 92,21 99,98 85 90 95 100 105 110 2009 2010 2011 2012 2013
4.1.1.3. Cakupan Pelayanan Kesehatan Ibu Nifas (KF3)
Pelayanan kesehatanan ibu nifas adalah pelayanan kesehatan sesuai standar pada ibu melahirkan mulai 6 jam sampai 42 hari paska persalinan oleh tenaga kesehatan. Untuk deteksi dini komplikasi pada ibu nifas diperlukan pemantauan pemeriksaan terhadap ibu nifas dengan melakukan kunjungan minimal 3 kali dengan distribusi waktu: 1) Kunjungan Nifas pertama (KF1) pada 6 jam setelah persalinan sampai 3 hari; 2) Kunjungan Nifas ke dua (KF2) dilakukan dalam waktu hari ke – 4 sampai dengan hari ke 28 setelah persalinan; dan 3) Kunjungan Nifas ketiga (KF3) dilakukan dalam waktu hari ke – 29 sampai dengan hari ke – 42 setelah persalinan. Pelayanan kunjungan
Profil Kesehatan Kota Tanjungpinang Tahun 2013 48
nifas didefinisikan sebagai kontak ibu nifas dengan tenaga kesehatan baik di dalam maupun di luar gedung fasilitas kesehatan (termasuk bidan di desa / polindes / poskesdes) dan kunjungan rumah.
Pelayanan kesehatan ibu nifas yang diberikan meliputi: 1) pemeriksaan tekanan darah, nadi, respirasi dan suhu; 2) pemeriksaan tinggi fundus uteri; 3) pemeriksaan lokhia dan pengeluaran per vaginam lainnya; 4) pemeriksaan payudara dan anjuran ASI ekskusif 6 bulan; 5) pemberian kapsul Vitamin A 200.000 IU sebanyak dua kali dan 6) pelayanan KB pasca persalinan.
Cakupan pelayanan ibu nifas pada tahun 2013 adalah 104,96%. Bila dibandingkan dengan tahun 2012 terjadi peningkatan yang sangat signifikan dimana capaian ibu nifas sebesar 96,86%. Rincian lebih detail tentang cakupan perpuskesmas dapat dilihat pada lampiran table 28.
Grafik 4.3
Cakupan Pelayanan Nifas di Kota Tanjungpinang Tahun 2009-2013 94,77 60,51 110,51 96,86 104,96 0 20 40 60 80 100 120 2009 2010 2011 2012 2013
Profil Kesehatan Kota Tanjungpinang Tahun 2013 49
Salah satu pelayanan yang diberikan saat pelayanan ibu nifas adalah pemberian vitamin A. Tahun 2013, ibu nifas yang mendapatkan kapsul vitamin A sebanyak 6.353 orang (104,96%). Bila dibandingkan dengan tahun 2012 terjadi penurunan (83,40%).
4.1.1.4. Penanganan Komplikasi Obstetri dan Neonatal
Komplikasi kebidanan adalah keadaan penyimpangan dari normal, yang secara langsung menyebabkan kesakitan dan kematian ibu maupun bayi. Komplikasi kebidanan antara lain ketuban pecah dini, perdarahan per vaginam, hipertensi dalam kehamilan (sistole > 140 mmHg, diastole > 90 mmHg) dengan atau tanpa edema pre tibial, ancaman persalinan prematur, infeksi berat dalam kehamilan, distosia (persalinan macet, persalinan tidak maju) dan infeksi nifas.
Cakupan penanganan komplikasi kebidanan tahun 2013 di Kota Tanjungpinang sebesar 90,87%. Target SPM kesehatan untuk cakupan penanganan komplikasi kebidanan tahun 2015 adalah 80%. Bila dibandingkan dengan tahun 2012 terjadi peningkatan, dimana capaian tahun 2012 sebesar 86,14%. Rincian perpuskesmas dapat dilihat pada lampiran table 31.
Neonatus risti / komplikasi meliputi asfikasia, tetanus neonatorum, sepsis, trauma lahir, BBLR (Berat Badan Lahir < 2.500 gram), sindroma gangguan pernafasan dan kelainan neonatal. Neonatus risti / komplikasi yang ditangani adalah neonatus risti / komplikasi yang mendapat pelayanan oleh tenaga kesehatan yang terlatih yaitu dokter dan bidan di polindes, puskesmas, rumah bersalin dan rumah sakit.
Pada tahun 2013 cakupan penanganan neonatal komplikasi yang dilaporkan sebesar 59,96%. Sementara target
Profil Kesehatan Kota Tanjungpinang Tahun 2013 50
standar pelayanan minimal bidang kesehatan untuk indikator tersebut yang harus dicapai pada tahun 2015 adalah 80%. Artinya, pada tahun 2013 cakupan penanganan neonatal komplikasi tidak mencapai target. Rincian cakupan penanganan komplikasi neonatal per puskesmas dapat dilihat pada lampiran tabel 31.
Grafik 4.4
Cakupan Neonatal Risti/Komplikasi Ditangani di Kota Tanjungpinang Tahun 2009-2013
0 50 100 2009 2010 2011 2012 2013 100 21,77 60,83 68,91 59,96 4.1.1.5. Kunjungan Neonatal
Neonatus atau bayi baru lahir (0 – 28 hari) merupakan golongan umur yang memiliki risiko gangguan kesehatan paling tinggi. Upaya kesehatan yang dilakukan untuk mengurangi risiko tersebut antara lain dengan melakukan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan dan memberikan pelayanan kesehatan sesuai standar pada kunjungan bayi baru lahir.
Profil Kesehatan Kota Tanjungpinang Tahun 2013 51
Berdasarkan Riskesdas tahun 2007, sebagian besar (78,5%) kematian neonatus terjadi pada minggu pertama kehidupan (0 – 6 hari). Mengingat besarnya risiko kematian pada minggu pertama ini, setiap bayi baru lahir harus mendapatkan pemeriksaan sesuai standar lebih sering dalam minggu pertama untuk mendeteksi adanya penyakit atau tanda bahaya sehingga dapat dilakukan intervensi sedini mungkin untuk mencegah kematian. Terkait hal tersebut, tahun 2008 ditetapkan perubahan kebijakan dalam pelaksanakan kunjungan neonatus dari semula 2 kali (satu kali pada minggu pertama dan satu kali pada 8 – 28 hari), menjadi 3 kali (dua kali pada minggu pertama). Dengan perubahan ini, jadwal kunjungan neonatus dilaksanakan pada umur 6 – 48 jam, umur 3 – 7 hari dan umur 8 – 28 hari.
Pelayanan pada kunjungan neonatus sesuai dengan standar mengacu pada pedoman Manajemen Terpadu Balita Muda (MTBM) yang meliputi pemeriksaan tanda vital, konseling perawatan bayi baru lahir dan ASI eksklusif, injeksi Vit. K1, Imunisasi (jika belum diberikan saat lahir), penanganan dan rujukan kasus serta penyuluhan perawatan neonatus di rumah dengan menggunakan buku KIA.
Pelayanan kesehatan neonatal digambarkan dengan indikator cakupan kunjungan neonatal. Pencapaian cakupan kunjungan neonatal pertama (KN1) berdasarkan laporan rutin tahun 2013 yaitu sebesar 100%. Sedangkan cakupan KN Lengkap sebesar 95,68%. Rincian capaian KN1 dan KN Lengkap per puskesmas dapat dilihat pada lampiran table 36.
Profil Kesehatan Kota Tanjungpinang Tahun 2013 52
4.1.1.6 Pelayanan Kesehatan Pada Bayi
Pelayanan Kesehatan Bayi adalah pelayanan kesehatan sesuai standar oleh tenaga kesehatan (Dokter, Bidan dan Perawat) minimal 4 kali dalam setahun, yaitu 1 kali pada umur 29 hari – 3 bulan, 1 kali pada umur 3 – 6 bulan, 1 kali pada umur 6 – 9 bulan, dan 1 kali pada umur 9 – 11 bulan.
Pelayanan kesehatan yang diberikan meliputi pemberian imunasasi dasar (BCG, DPT HB1-3, Polio 1-4, dan Campak), stimulasi deteksi intervensi dini tumbuh kembang (SDIDTK) bayi, dan penyuluhan perawatan kesehatan bayi. Indikator ini merupakan penilaian terhadap upaya peningkatan akses bayi memperoleh pelayanan kesehatan dasar, mengetahui sedini mungkin adanya kelainan atau penyakit, pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit serta peningkatan kualitas hidup bayi.
Pada tahun 2013 cakupan pelayanan kesehatan bayi sebesar 50,26%, bila dibandingkan dengan tahun 2012 maka terjadi penurunan yaitu sebesar 39,6%, dimana cakupan kunjungan bayi tahun 2012 sebesar 89,86%. Rincian cakupan kunjungan bayi perpuskesmas dapat dilihat pada lampiran tabel 37.
Profil Kesehatan Kota Tanjungpinang Tahun 2013 53
Grafik 4.5
Cakupan Kunjungan Bayi di Kota Tanjungpinang Tahun 2009-2013 0 20 40 60 80 100 2009 2010 2011 2012 2013 99,81 60 92,27 89,86 50,26
4.1.1.7. Pelayanan Kesehatan pada Balita
Pelayanan kesehatan anak balita adalah pelayanan kesehatan pada anak umur 12-59 tahun sesuai standar meliputi pemantauan pertumbuhan minimal 8x setahun, pemantauan perkembangan minimal 2x setahun dan pemberian vitamin A 2x setahun (Bulan Februari dan Agustus).
Pemantauan pertumbuhan dilakukan melalui penimbangan Berat Badan, pengukuran Tinggi Badan di posyandu, Puskesmas dan Rumah Sakit, Bidan Praktik Swasta serta sarana / fasilitas kesehatan lainnya. Pemantauan perkembangan dapat dilakukan melalui SDIDTK (Stimulasi, Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang) oleh petugas kesehatan. Pemberian Vitamin A dilaksanakan oleh petugas kesehatan di sarana kesehatan.
Pada tahun 2013 cakupan pelayanan kesehatan anak balita (1-4 tahun) sebesar 38,98%. Bila dibandingkan dengan tahun 2012 maka terjadi penurunan, dimana cakupan pelayanan kesehatan anak balita (1-4 tahun) tahun 2012 sebesar 48,94%.
Profil Kesehatan Kota Tanjungpinang Tahun 2013 54
Cakupan pelayanan kesehatan anak balita per puskesmas dapat dilihat pada lampiran table 43.
Indikator lain yang cukup sensitif dalam memotret upaya pelayanan kesehatan pada balita adalah cakupan D/S yaitu cakupan balita yang ditimbang terhadap jumlah seluruh balita. Balita yang ditimbang diasumsikan sudah mendapatkan pelayanan-pelayanan kesehatan sesuai standar. Cakupan balita ditimbang tahun 2013 adalah 62,54%, bila dibandingkan dengan tahun 2012 maka terjadi peningkatan yang signifikan, dimana cakupan balita ditimbang tahun 2012 sebesar 47,18%. Rincian cakupan balita yang ditimbang perpuskesmas dapat dilihat pada lampiran tabel 44.
Grafik 4.6
Cakupan Pelayanan Anak Balita di Kota Tanjungpinang Tahun 2009-2013 0 10 20 30 40 50 60 2009 2010 2011 2012 2013 58,24 28,81 25,52 48,94 38,98
Profil Kesehatan Kota Tanjungpinang Tahun 2013 55
4.1.1.8. Pelayanan Kesehatan Pada Siswa SD dan sederajat
Berbagai data menunjukkan bahwa masalah kesehatan anak usia sekolah semakin kompleks. Pada anak usia sekolah dasar biasanya berkaitan dengan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) seperti mengosok gigi dengan baik dan benar, mencuci tangan menggunakan sabun. Beberapa masalah kesehatan yang sering dialami anak usia sekolah adalah karies gigi, kecacingan, kelainan refraksi / penurunan ketajaman penglihatan dan masalah gizi.
Oleh karena itu, sangat perlu adanya penjaringan kesehatan terhadap murid SD / MI kelas I dimana sebagai indikatornya adalah jumlah sekolah dasar yang melaksanakan penjaringan kesehatan siswa kelas I. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas kesehatan anak usia sekolah.
Grafik 4.7
Cakupan Penjaringan Kesehatan Siswa SD dan Setinggat di Kota Tanjungpinang Tahun 2009-2013
96,14 94,17 91,47 93,88 90,14 86 88 90 92 94 96 98 2009 2010 2011 2012 2013
Profil Kesehatan Kota Tanjungpinang Tahun 2013 56
Cakupan penjaringan kesehatan siswa SD/MI kelas I tahun 2013 sebesar 90,14%. Dibandingkan dengan tahun 2012 terjadi penurunan, dimana cakupan penjaringan siswa kelas I SD/MI tahun 2012 sebesar 93,88%. Rincian cakupan per puskesmas dapat dilihat pada lampiran tabel 46.
4.1.2. Pelayanan Keluarga Berencana (KB)
Menurut hasil penelitian, usia subur seorang wanita biasanya antara 15 – 49 tahun. Oleh karena itu untuk mengatur jumlah kelahiran atau menjarangkan kelahiran, wanita / pasangan ini lebih diprioritaskan untuk menggunakan alat / metode KB.
Tingkat pencapaian pelayanan keluarga berencana dapat dilihat dari cakupan peserta KB yang sedang menggunakan alat / metode kontrasepsi (KB aktif), cakupan peserta KB yang baru menggunakan alat metode kontrasepsi, tempat pelayanan KB, dan jenis kontrasepsi yang digunakan akseptor. Persentase peserta KB Aktif tahun 2013 sebesar 71,44%. Target SPM bidang kesehatan untuk peserta KB Aktif pada tahun 2013 adalah 70%, dengan demikian target tersebut belum dapat tercapai.
Proporsi peserta KB aktif menurut metode kontrasepsi yang sedang digunakan tahun 2013 adalah sebagai berikut : kontrasepsi suntikan (46,46%), Pil KB (34,14%), Kondom (4,63%), Implan (8,17%), IUD (5,37%), MOW (Metode Operasi Wanita) sebesar 1,16% dan MOP (Metode Operasi Pria) yang paling rendah proporsi penggunaannya yaitu hanya sebesar 0,07%.
Berdasarkan jenis kelamin, metode kontrasepsi yang digunakan oleh peserta laki – laki adalah MOP dan kondom (dengan mengsumsikan bahwa kondom sebagian besar digunakan oleh laki – laki). Sedang metode kontrasepsi yang digunakan perempuan adalah suntik, pil, IUD, implan, dan MOW. Dengan demikian sebagian besar peserta KB aktif adalah perempuan yaitu
Profil Kesehatan Kota Tanjungpinang Tahun 2013 57
sebesar 95,16% dan 4,84% lainnya adalah laki-laki. Terdapatnya kesenjangan yang tinggi antara laki -laki dan perempuan dalam partisipasi terhadap penggunaan metode/alat KB. Untuk itu perlu adanya suatu upaya untuk meningkatkan partisipasi laki – laki terhadap penggunaan metode/alat KB. Rincian proporsi peserta KB Aktif, KB Baru dan jumlah peserta KB aktif dan KB baru per kecamatan dapat dilihat pada lampiran tabel 33, 34 dan 35.
4.1.3. Pelayanan Imunisasi
Bayi dan anak – anak memiliki risiko yang lebih tinggi terserang penyakit menular yang dapat mematikan, seperti : Difteri, Tetanus, Hepatitis B, radang selaput otak, radang paru – paru dan masih banyak penyakit lainnya. Untuk itu salah satu pencegahan yang terbaik dan sangat vital agar kelompok berisiko ini terlindungi adalah melalui imunisasi.
Pada saat pertama kali kuman (antigen) masuk ke dalam tubuh, maka sebagai reaksinya tubuh akan membuat zat anti yang disebut dengan antibodi. Pada umumnya, reaksi pertama tubuh membentuk antibodi tidak terlalu kuat, karena tubuh belum mempunyai “pengalaman”. Tetapi pada reaksi yang ke-2, ke-3 dan seterusnya, tubuh sudah mempunyai memori untuk mengenali antigen tersebut sehingga pembentukan antibodi terjadi dalam waktu yang lebih cepat dan dalam jumlah yang lebih banyak. Itulah sebabnya, pada beberapa jenis penyakit yang dianggap berbahaya, dilakukan tindakan imunisasi atau vaksinasi. Hal ini dimaksudkan sebagai tindakan pencegahan agar tubuh tidak terjangkit penyakit tersebut atau seandainya terkena pun, tidak akan menimbulkan akibat yang fatal.
Profil Kesehatan Kota Tanjungpinang Tahun 2013 58
4.1.3.1. Imunisasi Dasar pada Bayi
Program imunisasi dasar lengkap (LIL / Lima Imunisasi dasar Lengkap) pada bayi yang dicanangkan pemerintah meliputi : 1 dosis BCG, 3 dosis DPT, 4 dosis Polio, 4 dosis Hepatitis B, dan 1 dosis Campak.
Di antara penyakit pada balita yang dapat dicegah dengan imunisasi, campak adalah penyebab utama kematian pada balita. Oleh karena itu pencegahan campak merupakan faktor penting dalam mengurangi angka kematian balita. Dari beberapa tujuan yang disepakati dalam pertemuan dunia mengenai anak, salah satunya adalah mempertahankan cakupan imunisasi campak sebesar 90%. Diseluruh negara ASEAN dan SEARO, imunisasi campak diberikan pada bayi umur 9 -11 bulan dan merupakan imunisasi terakhir yang diberikan kepada bayi diantara imunisasi wajib lainnya.
Pada tahun 2013, Kota Tanjungpinang telah mencapai cakupan imunisasi campak sebesar 93,28%. Dengan demikian Kota Tanjungpinang belum mampu mencapai target imunisasi campak yang telah ditetapkan oleh WHO. Data mengenai cakupan imunisasi dasar pada bayi menurut puskesmas tahun 2013 terdapat pada Lampiran table 39.
Profil Kesehatan Kota Tanjungpinang Tahun 2013 59
Grafik 4.8
Cakupan Imunisasi DPT, HB, dan Campak pada Bayi di Kota Tanjungpinang Tahun 2009-2013
106,95 97,05 98,28 93,42 92,86 103,09 93,29 95,36 92,9 93,16 99,81 88,31 89,95 89,86 93,28 0 50 100 150 200 250 300 350 2009 2010 2011 2012 2013 Campak DPT2, HB2 DPT1, HB1
Pencapaian Universal Child immunization (UCI) pada dasarnya merupakan proyeksi terhadap cakupan atas imunisasi dasar secara lengkap pada bayi (0-11 bulan). Desa UCI merupakan gambaran desa / kelurahan dengan ≥ 80% jumlah bayi yang ada di desa tersebut sudah mendapatkan imunisasi dasar lengkap dalam waktu satu tahun. Target Standar Pelayanan Minimal (SPM) menetapkan target 100% desa / kelurahan UCI pada tahun 2010 untuk setiap kabupaten / kota.
Idealnya, seorang anak mendapatkan seluruh imunisasi dasar sesuai umurnya, sehingga kekebalan tubuh terhadap penyakit – penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi dapat optimal. Namun kenyataannya, sebagian anak tidak mendapatkan imunisasi dasar secara lengkap. Anak – anak inilah yang disebut dengan drop out imunisasi. Imunisasi DPT-HB1 adalah jenis imunisasi yang pertama kali diberikan pada bayi. Sebaliknya,
Profil Kesehatan Kota Tanjungpinang Tahun 2013 60
imunisasi campak adalah imunisasi dasar yang terakhir diberikan pada bayi. Diasumsikan bayi yang mendapatkan imunisasi campak telah mendapatkan imunisasi dasar lengkap. Untuk itu maka drop out rate imunisasi bayi dihitung berdasarkan persentase penurunan cakupan imunisasi campak terhadap cakupan imunisasi DPT-HB1. Drop out rate cakupan imunisasi DPT-HB1-Campak tahun 2013 adalah-0.44%.
4.1.3.2. Imunisasi pada Ibu Hamil
Tetanus disebabkan oleh toksin yang diproduksi oleh bakteri yang disebut Clostridium Tetani. Tetanus juga bisa menyerang pada bayi baru lahir (Tetanus Neonatorum) pada saat persalinan dan perawatan tali pusat. Tetanus merupakan salah satu penyebab kematian bayi di Indonesia.
Masih banyak calon ibu di masyarakat terutama yang tinggal di daerah – daerah terpencil berada dalam kondisi yang masih jauh dari kondisi steril saat persalinan. Hal inilah yang bisa menimbulkan risiko ibu maupun bayinya terkena tetanus.
Maternal and Neonatal Tetanus Elimination (MNTE) merupakan program eliminasi tetanus pada neonatal dan wanita usia subur termasuk ibu hamil. Strategi yang dilakukan untuk mengeliminasi tetanus neonatorum dan maternal adalah 1) pertolongan persalinan yang aman dan bersih; 2) cakupan imunisasi rutin TT yang tinggi dan merata; dan 3) penyelenggaraan surveilans.
Beberapa permasalahan imunisasi Tetanus Toksoid (TT) pada wanita usia subur yaitu pelaksanaan skrining yang belum optimal, pencatatan yang dimulai dari kohort WUS (baik kohort ibu maupun WUS tidak hamil) belum seragam dan cakupan iminisasi TT2 bumil jauh lebih rendah dari cakupan K4.
Profil Kesehatan Kota Tanjungpinang Tahun 2013 61
Pada tahun 2013, cakupan ibu hamil yang mendapat imunisasi TT2+ sebesar 167,60%. Bila dibandingkan dengan tahun 2012 terjadi peningkatan yang sangat signifikan. Cakupan ibu hamil yang mendapat imunisasi TT2+ pada tahun 2012 sebesar 127,93%.
Beberapa langkah yang perlu segera dilakukan adalah sosialisasi ke seluruh petugas lapangan agar mengacu pada kriteria Ante Natal Care (ANC) berkualitas, yang salah satunya dengan imunisasi TT dan semua sistem pencatatan dalam pelaksanaan imunisasi TT WUS termasuk ibu hamil memakai sistem pencatatan yang sama, yaitu T1-T5.
4.1.4. Ketersediaan Obat
Program peningkatan ketersediaan obat dan vaksin dilaksanakan sebagaimana amanat yang tertuang dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 3 tahun 2010 tentang Program Pembangunan yang Berkeadilan. Obat adalah salah satu kebutuhan dasar dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dan merupakan barang publik yang perlu dijamin ketersediaannya dalam upaya pemenuhan pelayanan kesehatan. Dalam rangka mendukung program tersebut dilakukan pengadaan buffer stock obat untuk menjamin ketersediaan obat, pemerataan pelayanan dan terjaminnya mutu obat dan pembekalan kesehatan sampai ke masyarakat.
Dalam hal perencanaan dan penyusunan kebutuhan obat (RKO) buffer stok diperlukan data kebutuhan dari masing – masing puskesmas. Dalam perhitungan tersebut, tingkat kecukupan obat harus dapat tersedia untuk kurun waktu minimal selama 18 bulan dengan asumsi 12 bulan untuk pemenuhan kebutuhan obat selama 1 tahun anggaran dan 6 bulan untuk pemenuhan kebutuhan selama waktu tunggu proses pengadaan obat di tahun anggaran
Profil Kesehatan Kota Tanjungpinang Tahun 2013 62
selanjutnya. Daftar obat yang disertakan dalam perhitungan