• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL TEMUAN DAN ANALISA DATA

A. Pelayanan Sosial di P2TP2A

1. Pelayanan Medis

Pelayanan medis yaitu bantuan kepada korban KDRT yang mengalami luka fisik yang membutuhkan pengobatan dan ingin melakukan visum untuk bukti kepada pihak Kepolisian apabila klien/korban KDRT ingin melaporkan pelaku.

Menurut Dr. Henry Richardson bahwa peran pekerja sosial medis tujuan akhirnya ialah membantu pasien menggunakan kemampuan-kemampuannya untuk mencari dan mempergunakan perawatan medis, untuk mencegah terjadinya komplikasi-komplikasi lebih lanjut, dan untuk mempertahankan kesehatannya.4 Dimana peran pekerja sosial medis ini dilakukan oleh Staf Penerima Pengaduan.

Korban KDRT yang datang ke P2TP2A dengan kondisi fisik yang terluka, maka Staf Penerima Pengaduan akan mendampingi korban ke Kepolisian untuk melapor, setelah mendapat surat dari Kepolisian, korban akan dirujuk ke rumah sakit untuk melakukan visum terkait luka

3

Brosur P2TP2A Kota Tangerang Selatan.

4

Johnston, Relasi Dinamis antara Pekerja Sosial dengan Klien dalam Setting Rumah Sakit, h. 38.

fisiknya sebagai bukti pada saat ingin melanjutkan untuk melaporkan pelaku.

Pelayanan medis secara langsung di Kantor P2TP2A memang tidak ada, karena Kantor P2TP2A hanya sebagai tempat pelayanan pengaduan, dan hanya terdapat ruang konsultasi hukum, rumah aman

(shelter)5 bagi klien/korban KDRT yang membutuhkan tempat tinggal

sementara dengan batas maksimal 3 hari 2 malam.

P2TP2A dalam memberikan pelayanan medis berkoordinasi dengan rumah sakit, terutama rumah sakit umum (biasanya RSUD, kecuali visum diluar RSUD) dan 25 puskesmas yang sudah paham dalam penanganan korban tindak kekerasan. Untuk rumah sakit swasta masih belum berkoordinasi tetapi pihak P2TP2A sudah menitipkan ke Dinas Kesehatan agar rumah sakit swasta juga paham dalam penanganan korban tindak kekerasan.

Klien/korban KDRT yang membutuhkan pengobatan segera atau harus melakukan visum maka Staf Penerima Pengaduan akan mendampingi sebagaimana dikatakan Bu Dini Staf Penerima Pengaduan sebagai berikut:

“Nah dari situ kalau memang keadaannya seperti yang tadi

saya bilang, dia lebam-lebam semuanya nih habis dipukuli trus dia ingin melaporkan pelakunya, kita utamakan adalah visum, nah itu nanti akan jadi bukti otentik saat dia pelaporan di Kepolisian, kalau kasusnya ini ditindaklanjuti sampai ke tahap pengadilan. Nah itu kita harus segera karena kan kalau lebam itu bisa hilang jadi kita harus segera visum, nah visum ini

ditanggung secara gratis oleh P2TP2A.”6

5

Observasi Peneliti pada Rabu, 18 Februari 2015, lihat lampiran I.

6

Untuk memperkuat data, peneliti juga mewawancarai Bu Listya Wakil Ketua II P2TP2A, ia mengatakan:

“mereka butuh visum atau pelayanan kesehatan, mereka biasanya didampingi untuk ke pelayanan kesehatan. Nah rumah sakit dan puskesmas se-Tangsel ini semuanya sudah jejaringnya kita. Hanya rumah sakit umum ya terutama, kalo rumah sakit swastanya belum, tapi kalo rumah sakit umum mereka sudah menerima dari P2TP2A.”7

Jadi klien/korban KDRT yang membutuhkan pelayanan medis berupa pengobatan dan visum akan segera dirujuk ke rumah sakit, dimana sebelum melakukan visum, Staf Penerima Pengaduan P2TP2A mendampingi klien/korban KDRT untuk melapor ke Kepolisian agar mendapat surat pengantar melakukan visum di rumah sakit yang ditunjuk dari Kepolisian.

Apabila ada klien/korban KDRT yang membutuhkan pelayanan medis lebih lanjut seperti rawat inap maka P2TP2A akan mengkoordinasikan dengan Dinas Kesehatan. Karena P2TP2A tidak mempunyai anggaran untuk rawat inap dan lain-lain, tetapi untuk visum sudah ada anggarannya.

2. Pelayanan Hukum

P2TP2A bekerja sama dengan Lembaga Bantuan Hukum Pusat Advokasi Hukum dan Hak Asasi Manusia (LBH PAHAM) dalam memberikan pelayanan hukum, yaitu Konselor Hukum yang berasal

lampiran II.

7

Wawancara Pribadi dengan Hj. Listya Windyarti, S.Sos, MKM, Tangerang Selatan, 07 April 2015, lihat lampiran VI.

dari LBH PAHAM yang standby di Kantor P2TP2A setiap hari Rabu, sebelumnya P2TP2A pernah bekerja sama dengan LBH Keadilan. Pelayanan hukum P2TP2A yaitu berupa konsultasi hukum yang diberikan oleh Konselor Hukum untuk klien/korban KDRT yang membutuhkan informasi mengenai tindakan hukum yang harus dilakukan terhadap permasalahannya.

Selain konsultasi mengenai permasalahan klien, pelayanan hukum yang diberikan P2TP2A adalah pendampingan hukum seperti mendampingi korban untuk melapor ke Kepolisian. Pendampingan yang diberikan oleh P2TP2A hanya mendampingi klien melapor ke Kepolisian, sedangkan untuk mendampingi ke tahap yang lebih tinggi misalnya pengadilan, P2TP2A belum mempunyai wewenang untuk itu. Sebagaimana dikatakan Pak Rizky Konselor Hukum sebagai berikut:

“Kalau dalam hal pendampingan hukum yang lebih jauh lagi

P2TP2A ngga punya wewenang. Dalam prosesnya biasanya kekerasan dalam rumah tangga itu masuk dalam kategori pidana, ketika dia ke pengadilan kasusnya itu sudah kewenangan atau

tanggung jawab dari kepolisian dan kejaksaan.”8

Kegiatan pendampingan di pengadilan yang dimaksud oleh Pak Rizky bahwa pihak P2TP2A hanya sebatas mendampingi bukan untuk membela klien atau menjadi pengacara klien diperkuat dari hasil wawancara dengan Bu Listya Wakil Ketua II P2TP2A yaitu sebagai berikut:

8

Wawancara Pribadi dengan Rizky Dwi Pradana, S.H.I, Tangerang Selatan, 18 Maret 2015, lihat lampiran III.

“Untuk pendampingan hukum ini mereka mulai dari konseling hukum sampai dengan pendampingan hukum. Tapi kalo udah sampe ranah pengadilan, mereka biasanya didampingi oleh pengacara yang disediakan oleh pengadilan. Jadi untuk LBHnya atau bagian hukumnya mereka hanya mendampingi.”9

Berdasarkan informasi yang peneliti juga dapat dari Bu Dini, Staf Penerima Pengaduan ketika berbincang-bincang pada 10 Maret 2015 yaitu misalnya dalam pengadilan, Konselor Hukum P2TP2A bertindak bukan sebagai pengacara klien tetapi hanya mendampingi klien (menyimak proses di pengadilan agar bisa memikirkan saran bagi klien dalam langkah berikutnya).

Hal itu diperkuat dari hasil wawancara dengan Bu Herlina Ketua P2TP2A bahwa di pengadilan pihak hukum P2TP2A hanya mendampingi klien/korban KDRT, apabila klien/korban KDRT tidak mampu maka pihak P2TP2A akan membantu klien mendapat pengacara yang ada di pengadilan. Hasil wawancara sebagai berikut:

“Pendampingan sampai di pengadilan diawasin, di kantor polisi apalagi. Yang paling susah itu kan klien pendampingan ke kantor polisinya, kalau salah ngomong jadi jangan sampai dia yang mengadu tapi malah dia yang dikriminalkan. Nah untuk pengacara di pengadilan bagi yang ngga mampu kan di pengadilan ada yang pro bono, nah kita membantu dia mendapatkan pro bono itu.”10

P2TP2A berperan sebagai advokat disini yaitu membantu klien mendapatkan pelayanan berupa pengacara dari pengadilan. Seperti yang sudah dibahas tujuan dari advokasi yaitu untuk membantu orang

9

Wawancara Pribadi dengan Hj. Listya Windyarti, S.Sos, MKM, Tangerang Selatan, 07 April 2015, lihat lampiran VI.

10

Wawancara Pribadi dengan Herlina Mustikasari, S.Pd, MA, Tangerang Selatan, 17 April 2015, lihat lampiran IX.

menghadapi berbagai hambatan dalam mencapai tujuan hidup dan mendapatkan akses pelayanan sosial.11

Berdasarkan pengamatan peneliti ketika berkunjung ke P2TP2A, ketika ada klien/korban KDRT yang datang melapor dan setelah klien/korban KDRT mengisi formulir pengaduan, klien/korban KDRT yang membutuhkan pelayanan berupa bantuan dan perlindungan hukum maka Staf Penerima Pengaduan merujuk ke Konselor Hukum.12 Setelah itu Konselor Hukum menanyakan kronologi kasusnya kepada klien dan klien menceritakan kejadian KDRT yang menimpanya. Disini Konselor Hukum memberi beberapa saran untuk masalah klien, berdasarkan dari kasus klien apakah mau menggugat secara pidana atau perdata. Tetapi keputusan semua ada di tangan klien karena Konselor Hukum hanya sebatas memberi saran.

Tahap dalam konseling yaitu menggali solusi alternatif dimana yang perlu diperhatikan dalam tahap ini adalah bahwa klien memiliki hak menentukan nasibnya sendiri (the right to self determination), yakni untuk memilih sendiri beberapa alternatif yang paling sesuai dengan aspirasi dan keadaannya.13

Apabila klien/korban KDRT tidak ingin melaporkan pelaku ke pihak berwajib, maka Konselor Hukum/Pihak P2TP2A akan membantu memediasi antara klien dengan pelaku untuk mencari jalan keluar yang terbaik bagi kedua belah pihak.

11

Ariefuzzaman dan Fuaida, Belajar Teori Pekerjaan Sosial, h. 50.

12

Observasi Peneliti pada Rabu, 25 Februari 2015, lihat lampiran I.

13

Di P2TP2A sendiri ada program Bedah Kasus setiap 3 bulan sekali yaitu para pengurus, anggota divisi-divisi, dan konselor mengadakan pertemuan membahas dan mencari solusi apabila kegiatan pendampingan mengalami kesulitan.

3. Pelayanan Psikis

Dalam Undang-undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga Pasal 5, kekerasan psikis yaitu perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat pada seseorang.14

Korban kekerasan dalam rumah tangga dapat mengalami trauma fisik, psikologis (mental) dan psikososial antara lain dari segi psikologis/mental yaitu kehilangan nafsu makan, gangguan tidur (insomnia, mimpi buruk), cemas, takut, tidak percaya diri, hilang inisiatif/tidak berdaya, tidak percaya pada apa yang terjadi, mudah curiga/paranoid, kehilangan akal sehat, depresi berat.15 Pelayanan psikis disini bertujuan untuk membantu memulihkan kondisi psikis korban KDRT, karena biasanya korban KDRT akan mengalami kecemasan, tertekan, takut, tidak percaya diri, dan lain sebagainya.

Pelayanan psikis yaitu berupa konseling. Menurut The American Psychological Association, Division of Counseling Psychology,

14

Undang-undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

15

Committee on Definition mendefinisikan konseling sebagai sebuah proses membantu individu untuk mengatasi masalah-masalahnya dalam perkembangan dan membantu mencapai perkembangan yang optimal dengan menggunakan sumber-sumber dirinya.16

Dalam memberikan pelayanan psikis, P2TP2A bekerja sama dengan lembaga konsultasi yaitu Rumah Konseling. Klien/korban KDRT yang membutuhkan pelayanan psikis akan dirujuk ke Konselor Psikis/Psikolog di Rumah Konseling. Dimana Staf Penerima Pengaduan akan mengantar atau mendampingi klien/korban KDRT ke Rumah Konseling yang jaraknya cukup jauh dari Kantor P2TP2A. Tugas dari Staf Penerima Pengaduan juga untuk mengatur jadwal konseling antara klien/korban KDRT dengan Konselor Psikis.

Ketika klien/korban KDRT datang ke Konselor Psikis, mereka tidak diinterogasi, hal yang dilakukan yaitu menenangkan klien, mendengarkan klien, dan memberi penguatan. Hasil wawancara dengan Bu Zeezee Konselor Psikis sebagai berikut:

“Setiap kali ada korban yang datang untuk konseling yang di

refer oleh petugas P2TP2A, kita langsung berikan pertama adalah bagaimana supaya menenangkan dia dulu, karena kebanyakan dalam kondisi yang sangat rapuh jadi mereka ada stres juga kemudian dalam kondisi ada marah, sedih, tertekan, dan ketakutan makanya pertama kita harus bikin mereka calm down dulu, kita pinjamkan telinga kita untuk mendengarkan mereka, apa yang mereka curahkan itu kita dengarkan kemudian setelah itu kita motivasi mereka, karena dalam kondisi tekanan yang sangat berat itu mereka kan jadi ngga punya percaya diri, mental mereka down dan juga jadi paranoid. Jadi kita berikan motivasi ya sekedar untuk uplifting mental mereka.”17

16

Komalasari, Teori dan Teknik Konseling, h. 9.

17

Untuk memperkuat data, peneliti juga mewawancarai klien P2TP2A yaitu Wilis (bukan nama sebenarnya), berikut hasil wawancaranya:

“Ya saya kan datang sambil nangis trus sama Mba Zeezee saya ditenangin dulu, keluarin semua unek-unek saya. Saya cerita dan Mba Zeezee dengerin. Trus Mba Zeezee ngasih saya semangat, motivasi kalo saya harus bangkit, harus bisa keluar dari permasalahan saya.”18

Strategi yang digunakan oleh Konselor Psikis yaitu memberikan motivasi dan penguatan kepada klien/korban KDRT untuk bangkit dari keterpurukan dan mengembalikan rasa percaya diri klien/korban KDRT. Berdasarkan perspektif Pekerja Sosial, konseling dapat dilakukan melalui tiga tahap, yakni membangun relasi, menggali masalah secara mendalam, dan menggali solusi alternatif. Dalam membangun relasi, Pekerja Sosial dalam hal ini perannya dilakukan oleh Konselor Psikis menunjukkan sikap penerimaan, respek dan perhatian kepada klien yaitu dengan menenangkan klien terlebih dahulu dan mendengarkan curahan hati klien agar klien merasa bahwa dirinya diterima.

Dokumen terkait