• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pelayanan Pendidikan Pekerja Anak Melalui Program Literacy Class

ANALISA DAN TEMUAN DATA

1. Pelayanan Pendidikan Pekerja Anak Melalui Program Literacy Class

Pekerja anak merupakan salah satu perhataian banyak pihak yang harus diperhaikan, apalagi jika pekerja anak tersebut masih usia dini.

Program literacy class ini diadakan karena banyak anak usia dini yang membutuhkan pendidikan sebelum sekolah formal. Sehingga pihak YPSI berinisiatif untuk mengadakan program literacy class. Selain dari alasan di atas juga seperti hasil wawancara:

“Banyak pekerja anak disini yang usianya 3 sampe 6 tahun nggak bisa sekolah karena buat masyarakat biaya yang dikeluarin lumayan besar dibandingin

untuk biaya Sekolah Dasar (SD) makanya masyarakat sini mikir-mikir lagi buat nyekolahin anaknya, hehehe…” 33

Dari keprihatinan itu, berdasarkan hasil wawancara sebagai berikut:

“Begini, YPSI berusaha meringankan beban para orang tua agar anaknya terfasilitasi dengan tepat dari usia dini dalam hal pendidikan. Yaaa, sejak dibukanya program baru ini, awalnya anak-anak yang datang untuk mendaftar cukup banyak, tetapi yang diharapkan adalah kualitas bukan kepada kuantitas dan suasana belajar juga harus berjalan efektif, kan enak…” 34

Proses dari program literacy class ini yaitu: a. Proses Awal Program Literacy Class

Sejak pertama, YPSI yang memiliki komitmen awal melalui kontrak dengan wilayah setempat untuk dijadikan daerah dampingan, kurang lebih setiap 2 tahun. Kontrak ini yang biasanya dilaksanakan atas persetujuan 3 pihak yaitu YPSI, Pemda Tangerang dan masyarakat setempat. Kontrak bisa dilakukan kembali jika dari berbagai pihak seperti kader, orang tua dan pekerja anak yang mengikuti program literacy class belum mandiri, dan belum berhasil mendidik anak dampingannya dengan baik dan belum bisa mengurangi angka pekerja anak di daerahnya, orang tua yang belum mengerti dan belum sadar akan pentingnya perlindungan hak pendidikan dan hak-hak dasar anak di samping profesinya sebagai pekerja anak.

33

Wawancara pribadi dengan ibu Aryati, di depan ruang kelas, tanggal 09 Februari 2009.

34

Sebagai langkah awal untuk melaksankan program literacy class,

sebagaimana hasil wawancara:

“YPSI melakukan pendataan terhadap anak dampingan dalam kategori pekerja anak. Pendataan tersebut dilakukan dengan menetapkan kategori yang menjadi anak dampingan yang telah ditetapkan YPSI itu berusia 3 hingga 6 tahun dan merupakan daerah dampingan YPSI

Setelah melakukan pendataan tersebut, eee... kemudian YPSI menetapkan anak dampingan yang memenuhi kualifikasi tersebut. Untuk melaksanakan program literacy class dengan menggunakan tempat-tempat atau rumah warga yang tidak ditempati, lalu jika rumah tersebut sudah memenuhi kriteria untuk kegiatan program literacy class, yaitu sesuai untuk ruangan dimana anak melakukan proses aktivitas belajarnya. Untuk itu bulan Januari tahun 2008 saat program literacy class berdiri, YPSI memberikan fasilitas yang pada umumnya seperti bangku, meja, papan tulis, penghapus, poster huruf dan angka, seragam olahraga.

Selain itu pembekalan materi untuk para anak dampingan dilakukan dalam kelas yang telah ditentukan sebagai sarana belajar. Pekerja anak dampingan ini dibimbing oleh masing-masing 2 orang kader di setiap kelas, kader di sini sudah dipilih dan tersaring yang memiliki karakteristik dan emosional sebagai seorang guru, peran sebagai guru ini sebelumnya sudah melewati pelatihan-pelatihan yang diberikan YPSI dan komitmen untuk memberikan kemajuan pada program

literacy class ini, yaaa... begituu...”35

Pada awalnya program literacy class ini berupa pendataan calon peserta yang dibuka sejak Januari 2008, jumlah peserta program literacy class berjumlah 51 orang yang terdiri dari 4 RT, jumlah murid perempuan sebanyak 26 jiwa dan jumlah murid laki-laki 24 jiwa.

Tabel 2

Data peserta program literacy class

di RW 04 Desa Kedaung Wetan

No. Nama Umur (tahun) RT

1. M. Ridwan 4 1 2. M. S. Amri 4 1 3. Saniatun 4 1 4. Aldi 4 1 5. Riana 4, 5 1 6. Imron 4 1 7. M. Mahesa 5 1 8. Arum 5 1 9. Wulan 4 1

10. Syifa Nur Jannah 4 1

11. Vera 4 1 12. Wildan 5 1 13. Rio Saputra 4 1 14. Siti Kurnia 5 1 15. Putri Lestari 5 1 16. Putri Febrianti 5 1 17. Iqbal Ramdani 5 1

18. M. Farhan 6 1 19. Haikal 6 1 20. Riziq 6 1 21. Nani 6 1 22. Nurul Jannah 5 1 23. Abdul Jafar 6 1 24. Rafi 5 1 25. Usman 6 2 26. Ika 6 3 27. Putri 6 2 28. Nova 6 2 29. Herti 6 3 30. Aldi 6 2 31. Yadi 6, 5 3 32. Samsudin 6 3 33. Putri H 6 2 34. Arjaya 6 4 35. Sri Wahyuni 6 4 35. Nita 5, 5 4 37. Rizki 5 3 38. Nuryadi 5 2

39. Ganda Saputra 6 3 40. Pebrian 6 2 41. Anita 4, 5 3 42. Rangga 6 2 43. Siti Warda 4, 5 3 44. Tasya 4, 5 4 45. Yanah 5 4 46. Rindi 5, 5 4 47. Amirah 4 2 48. Dila 4 3 49 Ratna 6 2 50. Samsuri 6 3

b. Proses Belajar Program Literacy Class

YPSI melalui program literacy class dalam pelaksanaannya dilakukan salah satunya melalui kegiatan membaca, menulis, berhitung, bernyanyi, bercerita dan bermain. Kegiatan ini dilaksanakan sesuai dengan kurikulum untuk pendidikan anak usia dini yang berkisar antara 3-6 tahun.

Adapun proses pelaksanaan dari kegiatan program literacy class

berdasarkan hasil wawancara sebagai berikut:

“Pekerja anak kan disini sebagai murid, kesehariannya datang sesuai jadwal, 07.30-09.30 setiap hari Senin-Jumat. Setiap pertemuan, kita para kader yang berperan sebagai guru atau pendidik, memberikan materi yang berbeda setiap harinya, materi yang sama bisa di ulang lagi, heeee... jika materi yang disampain belum selesai dan pemahaman anak tentang materi-materi yang disampain masih terasa kurang.”36

Dalam memberikan materi, usia para murid anak dampingan dengan kisaran usia antara 3 hingga 6 tahun lebih baik dilakukan praktek tanpa menggunakan teori, dikarenakan dalam usia ini adalah tahap awal proses dalam membaca, menulis, berhitung, bernyanyi dan bercerita. Dalam usia ini saraf motoriklah yang berfungsi sehingga pemahaman akan benda-benda anak-anak dikuasai dengan cepat dibandingkan dengan memberikan materi yang menggunakan kecepatan saraf sensorik dikarenakan saat usia ini saraf sensorik yang seharusnya digunakan untuk menghafal huruf-huruf kurang tepat digunakan di tingkatan usia ini.

Catatan lapangan: No. 1 Pengamatan: Observasi

Waktu: tanggal 12 Januari 2009, pukul 08.00-10.00 Disusun jam: 13.00

Tempat: teras kelas RT 01

(Anak-anak yang bersemangat)

Ketika peneliti melihat langsung kegiatan dari luar kelas terlihat mereka sangat senang. Wajah yang berseri, anak perempuannya bersolek dengan ibunya sedangkan anak lakinya menggunakan peci dan minyak rambut, suara mereka pun riang. Bahkan saya yang ada di luar ruangan pun menutup telinga karena gerakan tubuh mereka yang gesit.

(Tanggapan peneliti)

Anak-anak menikmati masa kecilnya walau sebenarnya mereka mempunyai tanggung jawab sebagai pekerja.

Kegiatan belajar ini lebih menekankan langsung praktek dalam proses belajarnya, misalnya dengan materi Panca Indera, seperti biasa sebelum belajar murid dibimbing berdoa bersama-sama dengan disuarakan setelah selesai berdoa murid di absent satu persatu, setiap anak bersemangat dan ceria melihat dengan seksama bagaimana guru menunjukkan satu persatu panca indera, setelah diperagakan satu per satu panca indera sambil dinyanyikan agar murid tidak merasa monoton dan merasa suasana kelas hidup supaya anggota tubuh anak-anak semua bergerak, lalu guru menunjuk salah satu murid untuk maju ke depan dan memperagakannya sambil bernyanyi seperti yang sama dicontohkan ibu guru.

Dari hasil menggambar panca indera, berdasarkan hasil wawancara, yaitu sebagai berikut:

“Hasil gambar kelihatan kan bahwa beberapa anak nunjukin kreatifitas juga berbakat, hasil gambarnya terlihat sempurna hasil karyanya bisa lebih

dihias lagi dan dibuat Majalah Dinding (Mading) buat ngerangsang masing-masing otak anak bisa berkreasi dan semakin hari bentuk kreatifitas semakin tinggi. Dari hasil pengamatan sebagai guru, terlihat anak-anak yang terlihat cerdas, aktif dan kreatif, iya kan???.”37

Selain materi panca indera ada juga mengeja huruf, misalnya, para guru bersemangat menyampaikan materi tetapi suasana tidak terkondisi dikarenakan ibu-ibu dari para murid ikut serta masuk ke dalam kelas dan suasananya sangat mengganggu konsentrasi anak-anak mereka, tetapi ini terjadi tidak hanya satu hari itu saja bahkan dari awal-awal kegiatan belajar ini berlangsung sehingga anak-anak juga sibuk dengan dunianya sendiri, misalnya dengan mencoret-coret buku, berjalan-jalan di dalam kelas bahkan di luar kelas dan ada yang sedang mengobrol antara murid yang satu dengan murid yang lainnya.

c. Perkembangan Program Kegiatan Literacy Class

Perkembangan perlindungan hak pendidikan yang diberikan YPSI koordinator lapangan beserta 4 ibu kader selain memonitor pelaksanaan program

literacy class juga adanya home visit yang kegiatannya yaitu:

Koordinator lapangan dan 4 orang ibu kader mengadakan home vist dengan mendatangi langsung rumah-rumah anak dampingan yang mengikuti program

literacy class untuk memberitahukan perkembangan anak dampingannya dan untuk pertemuan selanjutnya orang tua mereka memberitahukan kondisi sebenarnya anak-anak dampingan setelah mengikuti program literacy class

Home visit merupakan proses evaluasi dari masing-masing peserta anak dampingan yang mempunyai beberapa tujuan, alasan ini berdasrkan hasil wawancara:

“Koordinator lapangan dan kader memberikan masukan-masukan cara mendidik anak yang benar sesuai dengan usia dan keadaan anak. Diadakanya home visit juga untuk menyampaikan program-program YPSI yang akan direalisasikan untuk menambah metode dan materi dalam mengajar. Selain itu juga menyampaikan program-program yang sudah berjalan, orang tua dan anak dampingan itu sendiri diharapkan memberikan tanggapan serta kritik selama ini anak mereka mengikuti kegiatan program literacy class supaya dari pihak YPSI bisa membenahi dan membuat solusi yang tepat.”38

Catatan lapangan: No. 2 Pengamatan: Observasi

Waktu: tanggal 23 Januari 2009, pukul 13.00-15.00 Disusun: Pukul 17.00

Tempat: Teras rumah masing-masing orang tua anak dampingan Subjek penelitian: Koordinator lapangan dan 2 ibu kader

(Kunjungan yang melelahkan)

Koordinator dan para kader terlihat semangat ketika memberikan pengarahan kepada orang tua. Tetapi yang peneliti amati ketika mengikuti kegiatan ini, orang tua merasa malas-malasan untuk mendengarkan arahan dari pihak YPSI. Di salah satu rumah, seorang ibu ketika diberi pengarahan dan memberi masukan sambil memangku tangan di atas paha sembari

makan, sedangkan anaknya lari-larian. Padahal sesuai peraturan yang ada di YPSI ketika ada home visit untuk acara resmi seperti pertemuan formal dan diharapkan ada take and give. Ibu yang diajak berbicara serius malah ada yang memotong bawang merah serta sayuran dengan alasan sekalian kerja. (Tanggapan peneliti)

Masyarakat kurang berpartisipasi dalam kegiatan ini, hambatannya mungkin karena selama setahun YPSI berdiri hanya ada 1 orang koordinator lapangan dan 4 orang ibu kader).

Catatan lapangan No. 3

Pengamatan: Observasi dan Wawancara Waktu: 26 Januari 2009, pukul 13.00-15.00 Disusun: pukul 16.00

Tempat: teras ruangan kelas RT 01

Subjek penelitian: Koordinator lapangan dan 2 orang ibu kader (Ibu-ibu agak antusias)

Pihak YPSI memberitahukan di pertemuan home visit yang terakhir bahwa akan membawa orang baru. Ketika semua datang ternyata ibu-ibu sudah siap dengan menggunakan celana panjang dan menyediakan bangku plastik di depan rumahnya.

(Tanggapan peneliti)

Perlu ada suasana baru karena ketika peneliti datang langsung mereka sempat memberi masukan kepada pihak YPSI bahwa kalau bisa diha dirkan tamu atau orang baru).

Kegiatan home visit berguna untuk mengetahui bagaimana perkembangan anak dampingan peserta program, home visit merupakan suatu kegiatan yang dilakukan YPSI untuk mendampingi pekerja anak, program literacy class memiliki beberapa keleibihan dibandingkan dengan

1). Program literacy class adalah sekolah yang dibuka untuk pekerja anak di daerah dampingan YPSI.

2) Berbeda dengan sekolah dini lainnya yang membutuhkan banyak uang dan yang menjadi peserta hanya dari kalangan ekonomi menengah, sedangkan

literacy class diperuntukkan khusus anak usia dini.

3). Tenaga pengajar bukanlah dari pendidikan guru tetapi adalah tenaga sukarela yang bersedia membantu berjalannya proses kegiatan literacy class.

Program literacy class ini agak sedikit unik, berdasarkan hasil wawancara diperoleh:

“Emang lucu ya, pemilihan lokasi atau tempat belajar adalah tempat yang disediakan dari para relawan atas keikhlasannya agar program literacy class

berjalan dan para tenaga pengajar atau pendidik bukan yang ahli pendidikan misalnya lulusan Pendidikan Guru Taman Kanak-Kanak (PGTK), dari segi waktu pun terbatas karena waktu yang digunakan untuk bekerja. Lalu dari kita para kader pun sebelum di bawah naungan YPSI malah sampe sekarang sebagian dari kita itu kader Posyandu (Pos Pelayanan Terpadu) sehingga tidak fokus ke YPSI aja, jadi sama-sama harus bisa pinter bagi waktu. Yaa gitulah…”39

Catatan lapangan: No. 4 Pengamatan: Wawancara

Waktu: tanggal 08 Januari 2009, pukul 15.00-15.30 Disusun: pukul 16.00

Tempat: rumah salah satu kader, ibu Aryati

(Lagi pada Curhat)

Bu Aryati yang orangnya kalem, kalau ingat waktu pertama YPSI datang merekrut calon ibu kader, dia jadi semangat sambil memainkan tangannya dan memegang gelas untuk minum, tidak lama dia tersentak karena

handphone- nya bunyi. (Tanggapan peneliti)

YPSI yang bisa meyakinkan kader bahwa semua orang bisa (kader) asal ada kemauan.

YPSI yang memberikan pengarahan kepada kader untuk dilatih menjadi guru atau pendidik dengan pelatihan yang berkesinambungan sehingga memiliki kepandaian menjadi guru yang bisa mendidik anak usia dini yang membutuhkan kesabaran. Tidak cukup dengan kader, pekerja sosial profesional yang berperan sebagai educator atau pendidik. Peran sebagai pendidik tidak mudah untuk batasan anak usia dini dan pekerja anak, dibutuhkan banyak kesabaran dalam prosesnya, ada anak yang tidak konsentrasi ketika belajar karena lelah bekerja atau anak yang masih belum siap masuk kelas untuk belajar karena umur mereka yang masih Balita (di bawah lima tahun). Untuk mengatasinya pekerja sosial sebelum proses belajar berlangsung, melakukan pendekatan dengan anak yang mengalami sedikit permasalahan, misalnya dengan menanyakan apa yang diinginkannya atau membuat gambar dan mendongeng agar mereka konsentrasi, menerima dan terbiasa mengikuti kegiatan belajar. Pekerja sosial profesional juga bisa membantu mendengarkan cerita dan keluhan tentang kegiatan mereka selama bekerja.

Dengan langkah awal tersebut, educator bisa menjelaskan hak dasar anak yang harus mereka dapatkan, agar tanggung jawabnya sebagai pekerja anak juga searah dengan pemenuhannya akan hak. Hal ini merupakan pelayanan yang diberikan oleh pekerja sosial profesional juga salah satu bentuk yang bisa didedikasikan pekerja sosial profesional sebagai educator.

Dokumen terkait