• Tidak ada hasil yang ditemukan

B. Hasil Penelitian

2. Pelayanan SIUP bagi UMKM di Kota Salatiga

Dalam rangka memberikan pelayanan kepada UMKM di Kota Salatiga, Pemerintah Kota Salatiga telah menetapkan kelembagaan yang bertugas memberikan layanan kepada UMKM, seperti halnya dalam hal penerbitan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP).

SIUP merupakan dokumen untuk menjalankan usaha di bidang perdagangan. Setiap badan usaha yang menjalankan kegiatan jasa perdagangan diwajibkan memiliki SIUP. Dengan memilki SIUP usaha yang diselenggarakan mendapatkan pengakuan atau pengesahan dari pemerintah, sehinga memudahkan untuk pengembangan usahanya. Untuk pengurusan SIUP cukup banyak persyaratan yang diperlukan yaitu :

a. Mengajukan permohonan ke Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi.

b. Mengisi Surat Permohonan Izin yang disediakan dengan membubuhkan meterai. Surat Permohonan Izin dilampiri berkas-berkas foto copy kartu tanda penduduk, foto copy akta pendirian usaha atau Tanda daftar perusahaan, foto copy NPWP, foto copy Izin Gangguan/HO, foto copy IMB, Retribusi IMB, gambar peta lokasi usaha, penanggung jawab usaha.25

Mengenai retribusi penerbitan SIUP setiap daerah kabupeten/kota diatur melalui Peraturan Daerah masing-masing. Kota Salatiga mempunyai Peraturan Daerah No. 10 tahun 2003, tentang Retribusi Surat

25

45

Izin Usaha Perdagangan (SIUP). Dalam peraturan Daerah tersebut terkait dengan retribusi SIUP pada Bab VI pasal 8 ditetapkan pokok-pokok sebagai berikut : Bahwa prinsip penetapan tarif retribusi Surat Izin Usaha Perdagangan didasarkan pada tujuan untuk menutup sebagian atau seluruh biaya penyelenggaraan, peningkatan pelayanan, pengawasan dan pengendalian. Selanjutnya pada pasal 9, bahwa penetapan biaya retribusi didasarkan kepada index investasi, index lokasi jalan, index luas ruangan dan tarif ruangan serta tarif dasar.

Index investasi dihitung dari besar kecilnya modal usaha yang digunakan untuk investasi, index lokasi dihitung dari letak atau kelas jalan (kelas I, II dan III), sedang index luas ruangan dihitung dari luas atau sempitnya ruangan yang dipakai untuk usaha. Dalam pasal 10 retribusi penerbitan SIUP dihitung berdasarkan rumus :

Tarif Dasar + (index investasi x index lokasi jalan x index luas ruangan x tarif ruangan)

Adapun tarif dasar ditetapkan sebesar Rp 38.500,- (tiga puluh delapan ribu lima ratus), dan tariff ruangan sebesar Rp. 20.000,- (dua puluh ribu rupiah). Untuk retribusi perubahan, penggantian, pembaharuan ditetapkan sebesar 60% dari besarnya retribusi penerbitan. Sedangkan retribusi pendaftaran cabang perusahaan atau perwakilan perusahaan yang merupakan bagian perusahaan pusat ditetapkan sama dengan penerbitan SIUP.

Pada Bab VII, pasal 11 mengenai Tata Cara Pemungutan disebutkan bahwa pemungutan retribusi tidak dapat diborongkan dan

46

retribusi dipungut dengan menggunakan SKRD (Surat Keterangan Retribusi Daerah). Pada Bab IX tentang Tata Cara Pembayaran pada pasal 14 disebutkan, Walikota menetapkan tanggal jatuh tempo pembayaran dan penyetoran retribusi terutang paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah saat terutang. Pembayaran retribusi dilakukan di Kas Daerah atau ditempat lain yang ditunjuk sesuai waktu yang ditentukan dengan menggunakan SKRD dan/atau dokumen lain yang dipersamakan. Pasal 15 menyebutkan bahwa pembayaran retribusi harus dilakukan secara tunai. Walikota atau pejabat yang ditunjuk dapat memberikan izin kepada wajib retribusi untuk mengangsur dan atau menunda retribusi yang terutang dalam jangka waktu tertentu dengan alasan yang dapat dipertanggungjawabkan.

SIUP tidak diberikan kepada Warga Negara Asing, Perusahaan Asing yang melakukan usaha tertentu yang tertutup untuk PMA dan PMDN. Tentang sanksi bagi wajib retribusi yang tidak membayar tepat pada waktunya atau kurang membayar dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% setiap bujlan dari retribusi yang terutang atau kurang bayar dan ditagih dengan menggunkan STRD. Selain sanksi administrasi Bab XX mengatur tentang Ketentuan Pidana yaitu bagi wajib retribusi yang tidak melaksanakan kewajibannya sehingga merugikan keuangan daerah diancam pidan kurungan paling lama 3 bulan atau denda paling banyak Rp 1.500.000,- (satu juta lima ratus ribu rupiah).

Sebagaimana diketahui bahwa dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 20 tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah,

47

Peraturan Menteri Perdagangan No. 46/M-DAG/PER/9/2009, tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan No. 36/M-DAG/PER/9/2007, tentang Penerbitan Surat Izin Usaha Perdagangan, dan Peraturan Menteri Perdagangan No. 39/M-DAG/PER/12/2011 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Perdagangan No. 36/M-DAG/PER/9/2007 tentang Penerbitan Surat Izin Usaha Perdagangan, maka Peraturan Daerah Kota Salatiga No. 10 tahun 2003 tentang Retribusi Surat Izin Usaha Perdagangan, sudah tidak sesuai lagi.

Data dari Badan Pelayanan Perijinan Terpadu dan Penanaman Modal Kota Salatiga mencatat realisasi penerbitan Surat Ijin Perdagangan (SIUP) sebagai berikut:

Tabel 2.1.

Realisasi Penerbitan Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP) Tahun 2008 – 2012 Tahun Jumlah 2008 245 2009 221 2010 260 2011 253 2012 240 Total 1219

Sumber: Badan Pelayanan Perijinan Terpadu dan Penanaman Modal Kota Salatiga

Pada tabel di atas dapat dijelaskan, bahwa tahun 2008 sebanyak 245, tahun 2009 sebanyak 221, tahun 2010 sebanyak 260, tahun 2011 sebanyak 253, dan tahun 2012 sebanyak 240. Berdasarkan data tersebut

48

dapat dilihat bahwa jumlah SIUP yang diterbitkan mengalami kecenderungan penurunan.

Kemudian adapun data yang diperoleh dari Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan UMKM Kota Salatiga menunjukkan bahwa jumlah UMKM di Kota Salatiga adalah sebagai berikut:

Tabel 2.2.

Banyaknya UMKM, Tenaga Kerja, dan Investasi Menurut Kelurahan Tahun 2008 s/d 2012

Sumber: Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan UMKM Kota Salatiga

49

Tabel di atas menunjukkan bahwa pada tahun 2012 terdapat 1920 UMKM dengan nilai investasi sebesar 28.264,91 Juta Rupiah. Jumlah tersebut sedikit turun dibanding tahun 2011 yang jumlahnya adalah sebanyak 1922, tapi jika dibandingkan tahun 2008-2010 jumlahnya cenderung mengalami peningkatan. Namun demikian jika dilihat dari nilai investasinya jumlahnya terus mengalami penurunan yang cukup drastis, tahun 2008 nilai investasi sebesar 960.889 Juta Rupiah, tahun 2009 nilai investasi meningkat sebesar 970.613 Juta Rupiah, tahun 2010 meningkat lagi sebesar 1.005.543 Juta Rupiah, tahun 2011 meningkat lagi menjadi 1.057.131 Juta Rupiah, sementara pada tahun 2012 nilai investasinya hanya berkisar 28.264,91 juta rupiah.

Data di atas juga menjelaskan bahwa pada tahun 2012 banyaknya UMKM pada masing-masing kelurahan. Kelurahan Sidorejo memiliki jumlah UMKM sebanyak 575 unit dengan nilai investasi sebesar Rp. 5.293 juta rupiah, Tingkir sebanyak 593 unit dengan nilai investasi sebanyak 5.560,30, Argomulyo sebanyak 286 unit dengan nilai investasi sebanyak 7,423,61 juta rupiah, dan Kelurahan Sidomukti sebanyak 466 unit dengan nilai investasi sebanyak 9.988 juta rupiah. Jika dilihat dari jumlahnya, Kelurahan Tingkir merupakan kelurahan yang paling banyak memiliki UMKM, sementara Kelurahan Argomulyo adalah kelurahan yang paling sedikit memiliki UMKM. Namun jika dilihat dari nilai investasinya, Kelurahan Sidomukti adalah merupakan kelurahan dengan UMKM yang memiliki nilai investasi yang paling besar, sementara Kelurahan Sidorejo merupakan kelurahan dengan UMKM yang memiliki

50

nilai investasi paling rendah. Berdasarkan data kedua table tersebut di atas dapat dijelaskan bahwa penurunan jumlah SIUP setidaknya memberikan indikasi terhadap keberadaan UMKM itu sendiri.

Dari hasil penelitian yang dilakukan melalui kepustakaan, daftar pertanyaan maupun wawancara kepada satuan kerja/instansi yang berkompeten dan kepada pelaku usaha (UMKM) di kota Salatiga, maka beberapa pertimbangan dikeluarkannya kebijakan peniadaan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) oleh Pemerintah Daerah Kota Salatiga antara lain sebagai berikut :

1. Belum ada pencabutan Peraturan Daerah.

Bahwa Peraturan Daerah Kota Salatiga No. 10 tahun 2003 tentang Retribusi Surat Izin Usaha Perdagangan sudah tidak berlaku lagi dikarenakan telah ditetapkannya Undang-undang No. 20 tahun 2008, tentang Usaha Mikro Kecil dan Menengah, dan Undang-undang No. 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retibusi Daerah, dimana kedua Undang-undang tersebut tidak lagi mengatur tentang retribusi Surat Izin Usaha Perdagangan. Kemudian telah ditetapkannya beberapa Peraturan Menteri Perdagangan berturut-turut No. 36/M-DAG/PER/9/2007, tentang pemberian Surat Izin Usaha Perdagangan, Peraturan Menteri Perdagangan No. 46/M-DAG/PER/9/2009, dan Peraturan Menteri Perdagangan No. 39/M-DAG/PER/12/2011 yang pada pasal 16 menegaskan “Setiap perusahaan yang mengajukan permohonan SIUP baru, pendaftaran ulang,

51

perubahan dan/atau penggantian SIUP yang hilang atau rusak tidak dikenakan retribusi”.

Dengan berdasarkan Undang-undang dan peraturan-peraturan tersebut diatas seharusnya dan setidak-tidaknya pada tahun 2012, Pemerintah Daerah Kota Salatiga sudah dapat mengusulkan untuk pencabutan Perda No. 10 tahun 2003 kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur Jawa Tengah. Namun menurut penjelasan Kepala Sub Bagian Perundangan-undangan, Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kota Salatiga, Bapak Basuki Tedjo Sugondo, mengatakan ”Secara de facto

Perda Kota Salatiga No.10 tahun 2003, tentang Retribusi Surat Izin Usaha Perdagangan sudah tidak berlaku lagi, yang kemudian Pemerintah Daerah melaksanakan kebijakan untuk menyesuaikan dengan peraturan yang ada, sambil menyiapkan pencabutan Peraturan Daerah dimaksud, adapun rujukan instruksi Menteri Dalam Negeri No. 582/1107/SJ tentang Penegasan Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 582/476/SJ tentang Pencabutan/Perubahan Peraturan Daerah, Peraturan Kepala Daerah dan Keputusan Kepala daerah yang menghambat Birokrasi dan Perizinan Investasi. Di Kota Salatiga terdapat 11 Perda yang bertentangan dengan Peraturan perundang-undangan yang mana nantinya perlu pencabutan dan Peninjauan kembali.

Sekalipun di dalam daftar usulan perubahan/pembatalan, pencabutan, Peraturan Daerah dari beberapa Peraturan Daerah Kota Salatiga yang sudah tidak sesuai lagi sudah diinventarisir, tetapi dalam

52

prosesnya masih memerlukan mekanisme yang cukup panjang yang dapat melalui beberapa alktrernatif. Kemudian masih menurut Bapak Basuki Tedjo Sugondo mengatakan bahwa beberapa alternatif dalam proses mekanisme yang cukup panjang tersebut yaitu : pertama, Mengusulkan kepada Gubernur dengan dasar keputusan Gubernur tentang pencabutan, selanjutnya kita membuat Peraturan Daerah. Kedua, Menunggu inventarisasi dari Menteri Dalam Negeri, setelah ada keputusan Menteri Dalam Negeri dan/atau keputusan Gubernur, kemudian Peraturan Daerah tersebut dapat diproses untuk kita cabut. Ketiga, Meminta fasilitasi kepada Gubernur, supaya mendapat rekomendasi, sehingga kita bisa cabut peraturan daerahnya. Prinsip pencabutan Peraturan Daerah harus dengan Peraturan Daerah dengan dasar yang jelas. Semua pencabutan Peraturan Daerah pada umumnya sampai sekarang belum ada arahan lebih lanjut.

Dari ketiga alternatif tersebut alternatif pertama dan ketiga merupakan jalan terpendek yang bisa ditempuh. Oleh sebab itu tanpa menunggu sudah seharusnya Gubernur Jawa Tengah membuat Surat Keputusan Gubernur tentang Pencabutan Peraturan-peraturan Daerah di wilayahnya dengan memanggil seluruh Bupati dan Walikota se-Jawa Tengah untuk menuntaskan masalah tersebut. Daerah kabupaten dan kota dapat pula berinisiatif untuk melakukan konsultasi dengan Gubernur sehingga penyelesaian tidak berlarut-larut.

53

2. Menyesuaikan dan Peraturan yang lebih tinggi.

Dengan berlakunya Undang-undang No. 20 tahun 2008, tentang Usaha Mikro Kecil dan Menengah, dan Undang-undang No. 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dan sejumlah Peraturan Menteri Perdagangan, dalam keadaan sedemikian Pemerintah Daerah Kota Salatiga memberlakukan azas lex superior derogate legi inferior. Azas ini memberlakukan peraturan yang lebih tinggi, dengan mengesampingkan peraturan yang lebih rendah. Pemberlakuan azas tersebut sebenarnya dapat segera dihindari apabila sebelumnya dalam waktu yang tepat Pemerintah Daerah Kota Salatiga telah mengambil langkah-langkah untuk memproses pengusulan pencabutan Peraturan Daerah yang sudah tidak berlaku lagi kepada Gubernur. Bahkan apabila perlu menetapkan Peraturan Daerah baru yang lebih inovatif, misalnya setelah keputusan Gubernur tentang Pencabutan Peraturan-Paraturan Daerah yang sudah tidak berlaku keluar, maka sebagai penggantinya di dalam Peraturan Daerah yang baru dapat memuat pula ketentuan yang membuka kesempatan kepada UMKM untuk diberikan keringanan biaya izin-izin lainnya yang merupakan syarat UMKM dalam mengurus pengajuan izin SIUP.

Inisiatif dan berbagai alternatif sangat diperlukan berdasarkan wewenang yang telah diberikan oleh pemerintah pusat antara lain melalui undang No. 12 tahun 2008, tentang perubahan kedua Undang-Undang No. 33 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah yang dinyatakan dalam pasal 10 ayat (1) dan (2). Ayat (1) menjelaskan bahwa Pemerintah

54

Daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya kecuali urusan pemerintah yang oleh Undang-undang ini ditentukan menjadi urusan pemerintah. Kemudian Ayat (2) menjelaskan bahwa Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya sebagaimana dimaksud ayat (1), pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan berdasarkan otonomi dan tugas pembantuan.

Lebih lanjut Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik Sudrajat menjelaskan bahwa “Pejabat Administrasi Negara yang memiliki kewenangan perizinan berada pada tangan Kepala Daerah. Surat Keputusan Kepala Daerah yang berisikan tentang perizinan merupakan salah satu bentuk ketetapan (beschikking) yang terdapat dalam lapangan hukum publik.26

Dalam banyak hal, proses pencabutan Peraturan Daerah terlalu kaku, dengan tidak melihat kewenanganan Kepala Daerah untuk dapat menindaklanjuti setiap peraturan Daerah melalui Surat Keputusan Gubernur atau Bupati/Walikota. Secara lebih lanjut seharusnya hal-hal yang bersifat lebih teknis dapat dibuka pasal tersendiri untuk Peraturan Daerah tersebut dapat ditindaklanjuti pencabutannya cukup dengan Surat Keputusan Kepala Daerah setempat atau Kepala Darah setingkat diatasnya.

26

55 3. Tanggapan para Pelaku Usaha (UMKM).

Dari sisi pelaku usaha, dengan diberlakukannya kebijakan peniadaan pungutan retribusi SIUP oleh Pemerintah Daerah Kota Salatiga, pada umumnya mereka meminta agar pengawasan, pengendalian dan sosialisasi dari pemerintah lebih ditingkatkan. Pendapat tersebut disampaikan dalam kuisener yang mereka isi dan hasil wawancara penulis yang antara lain sebagai berikut :

a. Bahwa pengurusan pengajuan SIUP kepada pemerintah daerah sudah lancar. Dengan ditiadakannya pungutan retribusi penerbitan SIUP hendaknya disertai pula dengan pengurangan besarnya biaya perizinan lainya yang menjadi lampiran kelengkapan syarat mengajukan SIUP. Izin-izin dimaksud seperti Izin Mendirikan Bangunan (IMB), Surat Keterangan Rencana Kota (biayanya menjadi satu dengan IMB), Izin Gangguan dan Pelunasan PBB. Selain itu masih banyak syarat-syarat lain yang harus diajukan dalam pengajuan penerbitan SIUP, seperti izin dari tetangga yang harus disahkan oleh Kepala Desa atau Kelurahan dan Kecamatan, Kartu Keluarga, NPWP dan lain-lain. Persyaratan tersebut diatas tidak mereka pahami bahkan seperti memperpanjang urusan karena beberapa diataranya tidak ada hubungan yang signifikan dengan usaha yang mereka lakukan.

b. Selain perlu pengawasan dan pengendalian, sosialisasi terutama diperlukan terkait dengan kebijakan peniadaan pungutan retribusi SIUP.

56

Sosialisasi dapat menjadi forum dialog antara pemerintah daerah dan pelaku usaha untuk menjembatani masalah-masalah yang masih dihadapi UMKM. Misalnya seperti yang disampaikan oleh Pemilik Toko Anugerah di Argomas Salatiga, bahwa pada awal usaha diharapkan pada tahun pertama sampai tahun kedua pemerintah daerah tidak langsung menerapkan pajak penghasilan secara penuh. Alasannya karena tahun-tahun tersebut masih memerlukan pengeluaran untuk menanggung biaya yang berhubungan dengan konsolidasi usaha.

c. Toko Wahyu Blauran Salatiga, Pemiliknya tidak mengetahui adanya kebijakan Pemerintah Daerah dalam peniadaan pungutan retribusi SIUP, tetapi dalam pengurusan penerbitan SIUP cukup lancar. Namun demikian toko ini merasa keberatan karena setiap hari mereka harus membayar retribusi yang bagi mereka belum jelas retribusi jenis apa yang mereka bayar tersebut. Disini terlihat bahwa sosialisai yang dilakukan pemerintah kepada para pengusaha UMKM dikota salatiga tidak menunjukkan pelayanan yang terbuka dan tidak berjalan dengan baik, yang mengakibatkan minimnya pengetahuan mengenai program-program yang di jalankan pemerintah terhadap para pengusaha UMKM. d. Toko Arimbi Tegalrejo Salatiga, Pemiliknya mengatakan bahwa sudah memiliki SIUP, Dalam pengurusan SIUP cukup sulit karena banyaknya persyaratan dan data-data yang diperlukan dari pihak-pihak terkait yang terkesan cukup berbelit-belit. Pemilik toko menyarankan agar ada sosialisasi pengurusan SIUP, serta hak dan kewajiban UMKM yang

57

terkait dengan pembinaan dari pemerintah untuk pengembangan usaha mikro, kecil dan menengah.

4. Penyusunan Program Legislasi Daerah.

Dengan sudah tidak diberlakukannya Peraturan Daerah No. 10 tahun 2003, tentang Retribusi Surat Izin Usaha Perdagangan, dan untuk mendukung kebijakan yang telah dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah terkait dengan peniadaan pungutan retribusi Surat Izin Usaha Perdagangan, maka apabila dasar pencabutan sudah ada dari Gubernur ataupun dari Menteri Dalam Negeri, pencabutan Peraturan Daerah dimaksud harus disegerakan dalam jadwal Sidang DPRD Kota Salatiga. Sidang untuk perubahan, pencabutan atau pembatalan Peraturan Daerah ini cukup penting karena terdapat pula beberapa Peraturan Daerah yang memerlukan perubahan.

Dengan demikian masih banyaknya Peraturan Daerah yang akan diusulkan untuk masuk dalam program legislasi daerah, maka pekerjaan rumah pemerintah daerah masih cukup banyak. Dikaitkan dengan agenda politik untuk pemilihan Kepala Daerah Kota Salatiga dikuatirkan perubahan, pembatalan dan pencabutan Peraturan-peraturan daerah tersebut diatas kemungkinan untuk pembahasannya masih memerlukan waktu sampai tahun 2017.

58 2. Analisis

Dokumen terkait