• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kebijakan Peniadaan Pungutan Retribusi Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP) bagi UMKM di Kota Salatiga T1 312012030 BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kebijakan Peniadaan Pungutan Retribusi Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP) bagi UMKM di Kota Salatiga T1 312012030 BAB II"

Copied!
51
0
0

Teks penuh

(1)

18

BAB II

PEMBAHASAN

A. Kebijakan Pemerintah Daerah dalam pelayanan UMKM 1. Kebijakan Pemerintah Daerah

Secara umum, istilah “kebijakan” atau “policy” digunakan untuk

menunjuk perilaku seorang aktor (misalnya seorang pejabat, suatu kelompok, maupun suatu lembaga pemerintahan) atau sejumlah aktor dalam suatu bidang kegiatan tertentu.1 Makna kata policy dengan kebijakan dan kebijaksanaan dalam bahasa Indonesia masih belum memperoleh kesamaan pendapat. Beberapa penulis mengartikan policy

sebagai kebijakan, sementara penulis yang lain mengartikannya sebagai

kebijaksanaan bahkan ada sementara penulis yang juga menetapkkan istilah policy sebagai kebijakan dan wisdom sebagai kebijaksanaan. Agar tidak terjadi kesalahpahaman, penulis menetapkan arti policy sebagai kebijakan dengan alasan bahwa kebanyakan pengarang atau penulis Indonesia menggunakkannya untuk mengartikan policy dan dikuatkan pula karena terjemahan policy kedalam bahasa Indonesia sulit mendapatkan padanannya yang tepat. Kebijakan (policy) adalah an authoritative decision atau keputusan otoritatif. Keputusan yang dibuat oleh orang yang memegang otoritas ,formal atau informal. Publik adalah

1

Winarno, Budi. Implementasi Konsep “Reinventing Government” dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah. (Makalah disampaikan dalam Seminar Nasional di Ruang Seminar Penida Noor Fia UPN

(2)

19

sekelompok orang yang terikat dengan suatu isu tertentu. Jadi publik bukanlah umum, rakyat, masyarakat, atau sekedar stakeholders. Publik juga adalah dimana orang menjadi warga negara saling berinteraksi dengan masyarakat yang ada. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa kebijakan publik adalah setiap keputusan yang dibuat oleh negara, sebagai strategi untuk merealisasikan tujuan dari negara. Kebijakan publik adalah strategi untuk mengantar masyarakat pada masa awal, memasuki masyrakat pada masa transisi, untuk menuju kepada masyarakat yang dicita-citakan.

Van Meter dan Van Horn mendefinisikan kebijakan sebagai tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu atau pejabat-pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijaksanaan.2 Tindakan-tindakan yang dimaksud mencakup usaha-usaha untuk mengubah keputusan-keputusan menjadi tindakan-tindakan operasional dalam kurun waktu tertentu maupun dalam rangka melanjutkan usaha-usaha untuk mencapai perubahan-perubahan besar dan kecil yang ditetapkan oleh keputusan-keputusan kebijakan.3

Kebijakan dapat juga didefinisikan sebagai bentuk peraturan umum tentang pelaksanaan wewenang pemerintahan terhadap warga negara juga terhadap organ pemerintah lainnya ditetapkan berdasarkan kekuasaan sendiri oleh instansi pemerintah yang berwenang atau instansi

2

Agustino, Leo. Dasar-dasar Kebijakan Publik. Bandung: Alfabeta, 2008, hal 139. 3Ibid

(3)

20

pemerintahan yang secara hirarkhi lebih tinggi.4 Sementara Heinz Eulau dan Kenneth Prewitt mengatakan kebijakan dapatlah diberi definisi sebagai suatu keputusan yang siap dilaksanakan dengan ciri adanya kemantapan perilaku dan berulangnya tindakan, baik oleh mereka yang membuatnya maupun oleh mereka yang harus mematuhinya.5

Berdasarkan pendapat berbagai ahli tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa kebijakan adalah tindakan-tindakan atau kegiatan yang sengaja dilakukan atau tidak dilakukan oleh seseorang, suatu kelompok atau pemerintah yang di dalamnya terdapat unsur keputusan berupa upaya pemilihan diantara berbagai alternatif yang ada guna mencapai maksud dan tujuan tertentu, seperti: pengelolaan dan pendistribusian sumber daya alam, finansial dan manusia.

Setelah memahami dengan seksama pengertian dari kebijakan sebagaimana diuraikan di atas, adalah penting sekali bagi kita untuk menguraikan makna dari kebijakan publik, karena pada dasarnya kebijakan publik nyata-nyata berbeda dengan kebijakan privat/swasta.6 Dari berbagai definisi tentang kebijakan publik, tidak ada satupun definisi yang berlaku umum dan dapat memuaskan semua orang. Karena disebabkan liputan kebijakan publik mencakup hampir setiap bidang kehidupan manusia, serta mencakup baik skala regional maupun nasional. Pengertian kebijakan publik dewasa ini begitu beragam, namun

4

Ibid hal 156. 5

Soenarko, H. Public Policy. Surabaya, Airlangga University, 2003, hal 41. 6

(4)

21

demikian tetap saja pengertian kebijakan publik berada dalam wilayah tentang apa yang dilakukan dan tidak dilakukan oleh pemerintah selaku pembuat kebijakan.

Pemahaman strategis-pragmatis kebijakan publik yang didasarkan pada definisi Thomas Dye, kebijakan publik terdiri dari dua konsep dasar: kebijakan dan publik. Kebijakan adalah keputusan pemerintahan yang dibuat oleh seseorang yang memegang kekuasaan baik formal maupun informal. Publik adalah masyarakat umum, rakyat, atau pemegang saham. Publik adalah bagian dari tim yang sangat terkait dengan isu-isu khusus. Oleh karena itu, kebijakan publik adalah keputusan negara atau pemerintah (sebagai pemegang kekuasaan) untuk me-manage kehidupan publik ( sebagai lingkungan) agar dapat mencapai misi bangsa.7

Carl Friedrich dalam Agustino mendefinisikan kebijakan publik sebagai serangkaian tindakan/kegiatan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu dimana terdapat hambatan-hambatan (kesulitan-kesulitan) dan kemungkinan-kemungkinan (kesempatan-kesempatan) dimana kebijakan tersebut diusulkan agar berguna dalam mengatasinya untuk mencapai tujuan yang dimaksud.8

Chandler dan Plano mendefinisikan kebijkan publik sebagai pemanfaatan yang strategis terhadap sumber daya-sumber daya yang ada

7

Riant Nugroho, Kebijakan Publik di Negara-negara Berkembang, Pustaka Belajar, Yogyakarta, 2014, hal 47.

8

(5)

22

untuk memecahkan masalah-masalah publik atau pemerintah. Kebijakan publik merupakan suatu bentuk intervensi yang dilakukan secara terus menerus oleh pemerintah demi kepentingan kelompok yang kurang beruntung dalam masyarakat agar mereka dapat hidup, dan ikut berpartisipasi dalam pembangunan secara luas. Pengertian kebijakan publik menurut Chandler dan Plano dapat diklasifikasikan kebijakan sebagai intervensi pemerintah. Dalam hal ini pemerintah mendayagunakan berbagai instrumen yang dimiliki untuk mengatasi persoalan publik.9

Anderson dalam Tangkilisan memberikan definisi kebijakan publik sebagai kebijakan-kebijakan yang dibangun oleh badan-badan dan pejabat-pejabat pemerintah, dimana implikasi dan kebijakan itu adalah: 10

a. kebijakan publik selalu mempunyai tujuan tertentu atau mempunyai tindakan-tindakan yang berorientasi pada tujuan; b. kebijakan publik berisi tindakan-tindakan pemerintah;

c. kebijakan publik merupakan apa yang benar-benar dilakukan oleh pemerintah, jadi bukan merupakan apa yang masih dimaksudkan untuk dilakukan;

d. kebijakan publik yang diambil bisa bersifat positif dalam arti merupakan tindakan pemerintah mengenai segala sesuatu masalah tertentu, atau bersifat negatif dalam arti merupakan keputusan pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu;

e. kebijakan pemerintah setidak-tidaknya dalam arti yang positif didasarkan pada peraturan perundangan yang bersifat mengikat dan memaksa.

Definisi kebijakan publik menurut Anderson dapat diklasifikasikan sebagai proses manajemen, dimana didalamnya terdapat fase serangkaian kerja pejabat publik ketika pemerintah benar-benar

9

Tangkilisan, Hessel Nogi. S. Implementasi Kebijakan Publik., Jakarta, Lukman Offset, 2003, hal 1.

(6)

23

berindak untuk menyelesaikan persoalan di masyarakat. Definisi ini juga dapat diklasifikasikan sebagai decision making ketika kebijakan publik yang diambil bisa bersifat positif (tindakan pemerintah mengenai segala sesuatu masalah) atau negatif (keputusan pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu).

Menurut Amir Santoso pada dasarnya pandangan mengenai kebijakan publik dapat dibagi kedalam dua kategori, yaitu:11

1) Pendapat ahli yang menyamakan kebijakan publik sebagai tindakan-tindakan pemerintah.Semua tindakan pemerintah dapat disebut sebagai kebijakan publik. Definisi ini dapat diklasifikasikan sebagai decision making dimana tindakan-tindakan pemerintah diartikan sebagai suatu kebijakan.

2) Pendapat ahli yang memberikan perhatian khusus pada pelaksanaan kebijakan. Kategori ini terbagi dalam dua kubu, yakni :

a) Mereka yang memandang kebijakan publik sebagai keputusan-keputusan pemerintah yang mempunyai tujuan dan maksud-maksud tertentu dan mereka yang menganggap kebijakan publik sebagai memiliki akibat-akibat yang bisa diramalkan atau dengan kata lain kebijakan publik adalah serangkaian instruksi dari para pembuat keputusan kepada pelaksana kebijakan yang menjelaskan tujuan-tujuan dan cara-cara untuk mencapai tujuan tersebut.

Definisi ini dapat diklasifikasikan sebagai decision making

oleh pemerintah dan dapat juga diklasifikasikan sebagai interaksi negara dengan rakyatnya dalam mengatasi persoalan publik.

b) Kebijakan publik terdiri dari rangkaian keputusan dan tindakan.

Kebijakan publik sebagai suatu hipotesis yang mengandung kondisi-kondisi awal dan akibat-akibat yang bisa diramalkan (Presman dan Wildvsky). Definisi ini dapat diklasifikasikan sebagai decision making dimana terdapat wewenang pemerintah didalamnya untuk mengatasi suatu persoalan publik. Definisi ini juga dapat diklasifikasikan sebagai intervensi antara negara terhadap rakyatnya ketika negara menerapkan kebijakan pada suatu masyarakat.

11

(7)

24

Pandangan lainnya dari kebijakan publik, melihat kebijakan publik sebagai keputusan yang mempunyai tujuan dan maksud tertentu, berupa serangkaian instruksi dan pembuatan keputusan kepada pelaksana kebijakan yang menjelaskan tujuan dan cara mencapai tujuan. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Soebakti bahwa kebijakan negara merupakan bagian keputusan politik yang berupa program perilaku untuk mencapai tujuan masyarakat negara. Kesimpulan dari pandangan ini adalah: pertama, kebijakan publik sebagai tindakan yang dilakukan oleh pemerintah dan, kedua kebijakan publik sebagai keputusan pemerintah yang mempunyai tujuan tertentu.12

Kebijakan publik dipahami sebagai pilihan kebijakan yang dibuat oleh pejabat atau badan pemerintah dalam bidang tertentu.13 Heinz Eulau dan Kenneth Prewitt sebagaimana dikutip oleh Agustino dalam prespektif mereka mendefinisikan kebijakan publik sebagai keputusan tetap yang dicirikan dengan konsistensi dan pengulangan (repitisi) tingkah laku dari mereka yang membuat dan dari mereka yang mematuhi. Kebijakan publik menurut Thomas Dye sebagaimana dikutip oleh Subarsono adalah (public policy is whatever governments choose to do or not to do) apapun pilihan pemerintah untuk melakukan atau tidak

12

Wibowo, Samudro, Evaluasi Kebijakan Publik, Jakarta, Grafindo Persada, 1994, hal 190. 13

(8)

25

melakukan, pengertian kebijakan publik dari Thomas Dye mengandung beberapa makna yaitu:14

1) Kebijakan publik dibuat oleh oleh pemerintah, bukan pihak swasta; 2) Kebijakan publik menyangkut pilihan yang harus dilakukan atau

tidak dilakukan oleh badan pemerintah.

Berpijak dari penjelasan tersebut di atas maka kebijakan pemerintah daerah dapat didefinisikan sebagai suatu instrumen yang dibuat oleh pemerintah daerah yang berbentuk aturan-aturan umum dan atau khusus baik secara tertulis maupun tidak tertulis yang berisi pilihan-pilihan tindakan yang merupakan keharusan, larangan dan atau kebolehan yang dilakukan untuk mengatur seluruh warga masyarakat, pemerintah daerah, dan dunia usaha dengan tujuan tertentu.

Dalam pandangan David Easton dalam Subarsono, ketika pemerintah membuat kebijakan publik, ketika itu pula pemerintah mengalokasi nilai-nilai kepada masyarakat, karena setiap kebijakan mengandung seperangkat nilai didalamnya. Itu memiliki makna bahwa kebijakan publik itu tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai sosial yang ada dalam kehidupan masyarakat. Apabila kebijakan publik itu berisikan kebijakan atau keputusan yang menyimpang dari nilai-nilai sosial yang ada di masyarakat maka kebijakan itu akan mendapat penolakan ketika diimplementasikan, dan sebaliknya, apabila kebijakan

14Ibid,

(9)

26

publik itu berlandaskan atas nilai-nilai sosial dalam praktek kehidupan masyarakat maka kebijakan itupun akan diterima oleh masyarakat.15

Pendapat tersebut sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Agustino, bahwa kebijakan publik dibuat harus dengan berbagai pertimbangan, agar kebijakan tersebut bisa diterima dan dipatuhi oleh masyarakat. Faktor yang harus diperhatikan dalam kebijakan publik meliputi: pertama, lingkungan umum di luar pemerintahan dalam arti pola-pola yang melibatkan faktor sosial, ekonomi, politik dan nilai-nilai tertentu. Kedua, lingkungan di dalam pemerintahan dalam arti institusinal, seperti: karakteristik birokrasi, sumberdaya yang dimiliki, sumberdaya finansial yang tersedia. Ketiga, Lingkungan Khusus yang mempengaruhi kebijakan.16

Dari pendapat di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor yang perlu diperhatikan dalam kebijakan publik oleh pemerintah daerah, yaitu: pertama, kebijakan publik hendaknya sesuai dengan nilai-nilai yang berada di masyarakat. Kedua, kebijakan publik yang dibuat harus didukung oleh birokrasi yang turut mendukung kebijakan publik tersebut. Ketiga, kebijakan yang dibuat oleh pemerintah haruslah berpihak pada kepentingan masyarakat.

Kebijakan publik untuk negara-negara berkembang bersifat pasti, karena keberhasilan dan kegagalan negara-negara berkembang akan semakin tegantung pada bagaimana keberhasilan negara-negara tersebut

15Ibid , hal. 3. 16Ibid

(10)

27

dalam mengembangkan kebijakan-kebijakan publik yang unggul. Kebijakan publik adalah kunci keberhasilan, oleh Karena itu bahwa dalam proyek apapun untuk membuat negara-negara berkembang menjadi unggul, agendanya sekarang bergerak dari “memperdalam demokrasi” menuju ” kebijakan publik yang unggul”.17

Kemudian tujuan kebijakan publik yang pertama adalah untuk mendistribusikan sumber daya nasional, yang mencangkup reditribusi dan absorpsi sumber daya nasional. Pajak adalah satu-satunya pendapaan pemerintah yang dapat diterima dan paling efektif. Pajak adalah kebijakan absorptif. Kebijakan absorptif bertujan mendukung kebijakan distributif, seperti subsisidi sosial, penghapusan kemiskinan, perumahan dan perawatan kesehatan. Tujuan kebijakan publik kedua adalah untuk meregulasi, meliberasi dan menderegulasi. Kebijakan regulasi akan seperti namanya, meregulasi, memerintah, menciptakan kontrol, menstandarisasi, melegalisasi dan menyelaraskan. Sebaliknya kebijakan deregulasi adalah kebijakan yang melepaskan, melonggarkan, menghentikan atau membebaskan kebijakan regulatif apapun. Tujuan kebijakan publik yang ketiga adalah dinamika dan stabilisasi. Tujuan kebijakan adalah untuk menstabilisasi. Tujuan kebijakan publik yang keempat adalah memperkuat negara dan memperkuat pasar. Kebijakan memperkuat pasar secara global diterima sebagai liberalisasi dan menjadi nama permainan dewasa ini. Jika agendanya adalah tentang alokasi

17

(11)

28

sumber daya, tujuannyaakan menjadi “untuk mendistribusikan atau untuk mengabsorbsi”. Jika agendanya adalah tentang gaya, tujuannya akan menjadi “untuk menstabilkan atau mebuat dinamika”. Dan, jika

agendanya adalah tentang fokus, tujuannya akan menjadi “untuk

memperkuat negara atau untuk memperkuat pasar”. Tujuan-tujuan tersebut tergantung pada siapa tujuan utamanya: negara atau masyarakat.18

Bila kebijakan dihubungkan dengan kebijakan pemerintahan, di mana terkait pula dengan suatu pedoman, rencana, program, dan keinginan tertentu yang biasanya dilakukan oleh pemerintah (pejabat, instansi pemerintah) ternyata cukup relevan. Dengan demikian yang membedakan antara kebijakan pemerintah atau bukan kebijakan pemerintah ialah: pertama, bahwa kebijakan pemerintah dibuat oleh suatu badan pemerintah, baik pejabat maupun instansi pemerintah, kedua, kebijakan dibuat dalam dalam rangka hubungan pemerintah dengan masyarakat(sebagaian besar warga masyarakat/publik), ketiga, kebijakan merupakan pilihan pemerintah, baik melakukan maupun tidak melakukan sesuatu yang menyangkut masyarakat banyak.

Lebih penting untuk diketahui bahwa keberadaan kebijakan tidak bisa dilepaskan dengan kewenangan bebas dari pemerintah yang sering disebut dengan Freies Ermessen. Secara bebas Freies Ermessen berasal dari kata frei, vrij bestuur (bestuur nach freien Ermessen) yang artinya

18Ibid

(12)

29

bebas, lepas, tidak terikat dan merdeka. Sementara Ermessen berarti mempertimbangkan, menilai, menduga dan memperkirakan. Freies Ermessen berarti orang yang memiliki kebebasan untuk menilai, menduga dan mempertimbangkan sesuatu. Tindakan ini secara khas kemudian digunakan dalam bidang pemerintahan oleh Kepala Wilayah/Daerah sebagai salah satu cara untuk memberikan ruang gerak bagi pejabat atau badan-badan admnistrasi negara untuk melakukan tindakan berupa keputusan tanpa harus terikat kepada peraturan perundang-undangan. Dalam keadaan khusus, mendesak dan luar biasa dapat dilakukan Freies Ermessen untuk tercapainya suatu tujuan dari pada selalu berpegang teguh pada ketentuan hukum. Freies Ermessen, pada Undang-undang Dasar 1945 dalam ketentuan pasal 5 ayat (2) menyatakan “Presiden menetapkan Peraturan Pemerintah untuk

(13)

30

Dalam kerangka Negara hukum, Freies Emerssen tidak dapat digunakan tanpa batas. Atas dasar itulah maka dapat diambil suatu unsur-unsur dari Freies Emerssen, sebagai berikut :

a. Sebagai bentuk konsekuensi dari konsep welfare state.

b. Merupakan bentuk sikap dari campur tangan pemerintah atau pejabat Administrasi Negara.

c. Dimaksudkan untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang muncul secara tiba-tiba atau belum dimuat dalam ketentuan undang-undang.

d. Diambil berdasarkan inisiatif sendiri dari pemerintah atau admnistrasi negara.

e. Bertujuan untuk memberikan pelayanan publik.

f. Dimaksudkan untuk mengisi kekurangan dan kelemahan dari peraturan perundang-undangan.

g. Tidak bertentangan dengan sistem hukum atau norma-norma dasar.19

Freies Emerssen merupakan hal yang tidak terelakan dalam tatanan negara kesejahteraan modern yang kehidupan sosial ekonomi para warganya semakin kompleks.

2. Pelayanan UMKM

Dalam pertimbangan Undang-undang No. 25 tahun 2009, tentang Pelayanan Publik dengan jelas dinyatakan “bahwa Negara berkewajiban

melayani setiap warga Negara dan penduduk untuk memenuhi hak dan kebutuhan dasarnya dalam kerangka pelayanan publik yang merupakan amanat Undang-Undang Dasar 1945”. Pertimbangan selanjutnya menyatakan pokok-pokok sebagai berikut :

19

(14)

31

a. Bahwa pelayanan publik untuk membangun kepercayaan masyarakat atas pelayanan publik yang dilakukan penyelenggara pelayanan publik merupakan kegiatan yang harus dilakukan. b. Bahwa pelayanan publik sebagai upaya untuk mempertegas hak

dan kewajiban setiap warga dan penduduk serta tanggung jawab Negara dan koorporasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik diperlukan norma hukum yang memberi pengaturan secara jelas. c. Sesuai dengan asas-asas umum pemerintahan dan koorporasi yang baik serta untuk memberi perlindungan bagi setiap warga Negara dan penduduk dari penyalahgunaan wewenang di dalam penyelenggaraan pelayanan publik maka diperlukan pengaturan-pengaturan yang mendukung.

(15)

32

dengan asas asas umum pemerintahan dan koorporasi yang baik serta terwujudnya perlindungan dan kepastian hukum bagi masyarakat.20

Kemudian adapun jenis-jenis kebijakan publik, salah satu jenis nya adalah Kebijakan Formal, yang di dalamnya di kelompokan menjadi Perundang-undangan, hukum, dan regulasi. Untuk perundang-undangan itu sendiri adalah kebiajakan publik berkenaan dengan usaha-usaha pembangunan nasional, baik berkenaan dengan negara (state) maupun masyarakat atau rakyat (society). Oleh karena berkenaan dengan pembangunan, maka perundang-undangan lazimnya bersifat menggerakkan, maka wajarnya perundang-undangan itu bersifat mendinamiskan, mengantisipasi, dan memberi ruang bagi inovasi. Perundang-undangan terdapat dua pemahaman: pola Anglo-Saxon, yang berupa keputusan legislatif dan keputusan eksekutif; dan pola kontinental, yang biasanya terdiri dari pola makro, messo, mikro. Kebijakan publik yang bersifat makro

atau umum, atau mendasar, yang lazim diterima mencakup UUD, Tap MPR, UU/Perpu. Lalu kebijakan publik yang bersifat

messo atau menengah, atau penjelas pelaksanaan, yang lazim diterima mencakup PP dan Perpres. Dan kebijakan publik yang bersifat mikro adalah kebijakan yang mengatur pelaksanaan atau implementasi dari kebijakan di atasnya yang lazim diterima mencakup Perda-Perda. Di Indonesia terdapat pula pemahaman bahwa kebijakan messo dan mikro mencakup peraturan-peraturan di tingkat kementrian, sehingga dapat dikategorikan sebagai “pencopetan kewenangan”. Misalnya, sebuah Permen mengatur daerah otonom. Seharusnya, kebijakan yang mengatur daerah otonom disusun dalam bentuk Peraturan Pemerintah, atau setidaknya Peraturan Presiden. Alih-alih “mewakili Presiden”, Kementrian Dalam Negeri menjadi salah satu Kementrian yang “rajin mengatur daerah”, sehingga membuat tata kelola pemerintahan Indonesia yang baik sulit tercapai.21

Berdasarkan Undang-undang No. 23 tahun 2014 Tentang Pemerintah Daerah, adanya pemberian kewenangan kepada daerah diharapkan dapat memberikan dampak yang luas terhadap peningkatan pelayanan publik sebagaimana dituangkan dalam Bab XIII, pasal 344

20

Pasal 2 undang-undang No. 25 tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik. 21

(16)

33

sampai pasal 352. Adapun pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah yang dikehendaki Undang-undang tersebut memungkinkan terjadinya penyelenggaraan pelayanan dengan jalan birokrasi yang lebih pendek dan lebih cepat dan membuka peluang bagi pemerintah daerah dalam melakukan inovasi dalam pemberian dan peningkatan kualitas pelayanan publik. Pada pasal 344 ayat (2) Undang-undang No. 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, pelayanan publik diselenggarakan berdasarkan asas :

a. Kepentingan hukum b. Kesamaan hak

c. Keseimbangan hak dan kewajiban d. Keprofesionalan

e. Partisipatif

f. Persamaan perlakuan/tidak diskriminatif g. Keterbukaan

h. Akuntabilitas

i. Fasilitas dan perlakuan khusus bagi kelompok rentan. j. Ketepatan waktu

k. Kecepatan, kemudahan dan keterjangkauan

(17)

34

informasi dan komunikasi dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Sedangkan dalam pasal 350 ditegaskan bahwa daerah wajib memberikan pelayanan perizinan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Dalam memberikan pelayanan perizinan daerah membentuk unit pelayanan terpadu satu pintu. Kepala Daerah yang tidak memberikan pelayanan perizinan dikenai sanksi administratif.

(18)

35

Dalam penyelenggaraan pelayanan publik Juniarso Ridwan dan A Sodik Sudrajat, menjelaskan perlunya memperhatikan dan menetapkan adanya pedoman mengenasi prinsip pelayanan publik sebagai berikut :

a. Kesederhanan tidak berbelit-belit dan mudah dilaksanakan. b. Kejelasan memuat tentang persyaratan teknis dan administrasi

pelayanan publik, unit kerja atau pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan dan penyelesaian keluhan/persoalan/sengketa dan rincian biaya pelayanan dan tata cara pembayaran.

c. Kepastian waktu, dimana dalam pelayanan publik dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang sudah ditentukan.

d. Akurasi, dimana produk pelayanan publik dapat diterima dengan benar, tepat dan sah.

e. Keamanan, proses dan produk memberikan rasa aman dan kepastian hukum.

f. Tanggung jawab pimpinan atau pejabat yang ditunjuk untuk bertanggungjawab atas penyelenggaraan pelayanan publik. g. Kelengkapan sarana dan prasarana kerja termasuk sarana

teknologi komunikasi dan informatika.

h. Kemudahan akses. Dimana lokasi serta sarana pelayanan yang memadai, mudah dijangkau oleh masyarakat.

i. Kedisiplinan, kesopanan dan keramahan serta memberikan pelayanan dengan ikhlas.

j. Kenyamanan, lingkungan pelayanan publik harus tertib, teratur, ada ruang tunggu, bersih, rapi, lingkungan yang indah dan sehat dan dilengkapi fasilitas pendukung lainnya.22

Selain prinsip-prinsip dimaksud di atas dalam pelayanan publik pola penyelenggaraannyapun harus jelas yang meliputi pola fungsional yaitu penyelenggara pelayanan sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. Terpusat dalam arti pola pelayanan diberikan secara tunggal berdasarkan pelimpahan wewenang dan pola terpadu satu atap satu pintu yang meliputi berbagai jenis pelayanan yang memiliki keterkaitan proses dilayani melalui satu pintu.

22

(19)

36

Disamping pola yang jelas, biaya pelayanan publik memerlukan perhatian terkait dengan tingkat kemampuan masyarakat, kejelasan rincian biaya dan ditetapkan oleh pejabat yang berwenang. Dengan adanya kejelasan, kemudahan dan kelancaran pelayanan publik akan memberikan kepuasan pada masyarakat. Kondisi tingkat kepuasan masyarakat perlu mendapat perhatian serius mengingat dewasa ini masih banyak ditemui kelemahan dan pelayanan yang belum memenuhi kualitas yang diharapkan masyarakat. Ini dibuktikan dengan munculnya banyak keluhan dari masyarakat yang disampaikan melalui media masa dan informasi yang disampaikan dalam pengurusan izin-izin tertentu sehingga menimbulkan citra yang kurang baik bagi aparatur pemerintah dalam pelayanan publik.

Menurut Undang-undang No. 28 tahun 2009 retribusi adalah “pungutan sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu yang khusus disediakan dan/atau diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang pribadi atau badan.”Perizinan dimaksud bersifat tertentu yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana, fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan.

Retribusi menurut Angger Sigit Pramukti dan Fuady Primaharsya, dibagi kedalam 3 golongan. yaitu :

(20)

37

kepentingan dan kemanfaatan umum serta dapat dinikmati oleh orang pribadi atau badan. Retribusi ini antara lain retribusi pelayanan kesehatan, retribusi persampahan/kebersihan, retribusi pelayanan parker di jalan umum, retribusi pasar dan lain-lain.

b. Retribusi jasa usaha, yaitu retribusi atas jasa yang disediakan oleh pemerintah daerah dengan menganut prinsip komersial karena pada dasarnya dapat pula disediakan oleh sektor swasta. Contohnya retribusi tempat khusus parker, retribusi tempat rekreasi, retrebusi terminal dan lain-lain.

c. Retribusi perizinan tertentu, yaitu retribusi atas kegiatan tertentu pemerintah daerah dalam rangka pemberian izin kepada orang atau badan yang dimaksudkan untuk pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan atas kegiatan pemanfaatan ruang, penggunaan sumber daya alam, barang, prasarana, sarana, atau fasilitas tertentu guna melindungi kepentingan umum dan menjaga kelestarian lingkungan. Sebagai contoh retribusi izin mendirikan bangunan, retribusi izin gangguan, retribusi izin trayek dan lain-lain.23

Penetapan retribusi diatur melalui Peraturan Daerah, dalam peraturan daerah dimaksud sukurang-kurangnya mengatur ketentuan mengenai nama, obyek dan subyek retribusi, golongan retribusi, cara mengukur tingkat penggunaan jasa, prinsip yang dianut untuk menetapkan besarnya bretribusi, struktur dan besarnya tarif, wilayah dan tata cara pemungutan, saksi yang diberikan, tata cara penagihan dan saat mulai berlakunya retribusi dimaksud. Peraturan daerah mengenai retribusi dapat pula mengatur ketentuan mengenai masa dari retribisi, pemberian keringanan, pengurangan dan pembebasan dalam hal-hal tertentu serta tata cara penghapusan piutang retribusi yang kedaluwarsa.

Sejarah keberadaan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Indonesia telah melalui masa yang panjang yang telah bersaing secara

23

(21)

38

keras dengan usaha besar yang lebih efisien dan mengglobal. Usaha mikro kecil dan menengah sebelum dikenal seperti sekarang biasa disebut sebagai perekonomian rakyat. Tingginya urbanisasi untuk memperoleh pekerjaan di sektor industri dan jasa tidak dapat menampung jumlah penduduk desa yang mengalir ke kota. Akibat keadaan tersebut tenaga kerja di kota menjadi sangat tidak seimbang dan terjadi banyak pengangguran. Para penganggur mencari nafkah seadanya untuk tetap bisa mempertahankan hidup menimbulkan pola pencarian nafkah seadanya (survival) yang selanjutnya dikenal dengan sektor informal.

Ekonomi rakyat dilakukan oleh rakyat tanpa modal besar dan dilakukan dengan cara-cara swadaya. Mubyarto menjelaskan “Dalam usaha ekonomi rakyat tidak ada buruh, tidak ada majikan, tidak ada motivasi mengejar untung, ekonomi rakyat adalah strategi bertahan hidup yang dikembangkan oleh penduduk, rakyat miskin di kota maupun di desa-desa”.24

Pembangunan ekonomi di Negara Indonesia dalam 20 tahun terakhir pertumbuhannya rata rata 5 % sampai 6 % pertahun dan ekonomi rakyat tidak pernah mati dan tetap menjadi andalan ketahanan ekonomi bangsa yang tangguh. Sejarah telah membuktikan bahwa ekonomi rakyat telah menemukan cara-cara sendiri untuk bertahan menghadapi globalisasi yang terus dan semakin cangggih. Dengan perhatian pada ketangguhan ekonomi rakyat, pemerintah memandang

24

(22)

39

perlu memberi penguatan pada usaha ekonomi rakyat yang didukung dengan permodalan, pembinaan, bimbingan dan membuka akses pasar yang lebih luas. Pada tahun 1990 kita mulai mengenal istilah usaha mikro kecil dan menengah yang pada masa krisis ekonomi tahun 1998 telah membuktikan keberadaannya sebagai tulang punggung ekonomi nasional. Pembinaan perkembangan terhadap usaha mikro kecil dan menengah berlanjut melalui beberapa sektor yang terkait dengan usaha rakyat antara lain diterbitkannya berbagai peraturan perundangan.

Peraturan Perundangan-undangan tentang UMKM yang dikeluarkan adalah Undang-undang No. 20 tahun 2008, tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah. Undang-undang ini memberikan pertimbangan dan penjelasan tentang usaha mikro kecil dan menengah antara lain sebagai berikut :

a. Bahwa dalam rangka demokrasi ekonomi, usaha mikro, kecil dan menengah perlu diberdayakan sebagai bagian integral ekonomi rakyat yang mempunyai kedudukan, peran dan potensi strategis untuk mewujudkan struktur perekonomian nasional yang makin seimbang, berkembang dan berkeadilan.

b. Bahwa pemberdayaan usaha mikro, kecil dan menengah perlu diselenggarakan secara menyeluruh, optimal dan berkesinambungan melalui pengembangan iklim yang kondusif, pemberian kesempatan berusaha, dukungan, perlindungan, dan pengembangan usaha seluas-luasnya, sehingga mampu meningkatkan kedudukan, peran dan potensi usaha mikro, kecil dan menengah dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi, pemerataan dan peningkatan pendapatan rakyat, penciptaan lapangan kerja dan pengentasan kemiskinan.

(23)

40

perlu diganti menjadi usaha mikro, kecil dan menengah yang keberadaannya dapat memperoleh jaminan kepastian dan keadilan berusaha. Dalam ketentuan Undang-undang No. 20 tahun 2008 dijelaskan pula pengertian dari usaha mikro, usaha kecil dan usaha menengah. Usaha mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memiliki kreteria usaha mikro. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilaukan orang perorang atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kreteria usaha usaha kecil. Sedangkan usaha menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.

Bupati/Walikota dalam pemberdayaan usaha mikro, usaha kecil dan usaha menengah berdasarkan Undang-undang No. 20 tahun 2008 tentang usaha mikro, kecil dan menengah mempunyai tugas meliputi :

(24)

41

b. Memaduserasikan perencanaan daerah sebagai dasar penyusunan kebjakan dan strategi pemberdayaan yang dijabarkan dalam program darerah kabupeten/kota.

c. Merumuskan suatu kebijakan dan penanganan suatu penyelesaian masalah yang timbul dalam penyelenggaraan pemberdayaan di daerah kabupaten/kota.

d. Memaduserasikan penyusunan dan pelaksanaan peraturan perundang-undangan di daerah kabupten/kota dengan Undang-undang.

e. Menyelenggarakan tentang kebijakan dan program pengembangan usaha, pembiayaan dan penjaminan dan kemitraan pada daerah kabupaten/kota.

f. Mengkoordinasikan pengembangan kelembagaan dan sumber daya manusia usaha mikro, usaha kecil, dan usaha menengah di daerah kabupaten/kota.

g. Melakukan pemantauan pelaksanaan program.

.. Kemudian Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 2013 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang No. 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil, Dan Menengah, pada Bab IV Pasal 36 sampi dengan pasal 51 yang mengatur tentang Perizinan UMKM, Yang pada pasal 26 ayat (1) menjelaskan bahwa usaha mikro, usaha kecil, dan usaha menengah dalam melakukan usahanya harus memiliki bukti legalitas usaha. Kemudian ayat (2) menjelaskan bahwa Bukti

(25)

42

daya manusia, design dan teknologi. Selain itu pemerintah daerah berkewajiban pula untuk pengembangan dibidang pembiayaan dan penjaminan. Melakukan evaluasi sejauh mana pelaksanaan program usaha mikro, kecil dan usaha menengah dapat berjalan dan masalah-masalah yang dihadapi Pemda kabupaten/kota kepada Gubernur dan Menteri Dalam Negeri.

B. Hasil Penelitian

1. Pemerintah Daerah Kota Salatiga

Kota Salatiga merupakan salah satu kota di Provinsi Jawa Tengah. Letak astronomi Salatiga terletak antara 110027’.56,81” -110032’4,64”BT dan 0070.17’.23”LS. Kota Salatiga terletak pada jalur

(26)

43

Cikal bakal lahirnya Kota Salatiga tertulis dalam prasasti Plumpungan di Kelurahan Kauman Kidul. Prasasti tersebut berupa batu berukuran panjang 170 cm dan lebar 160 cm, pada prasasti tersebut Salatiga sudah ada sejak tahun 750 masehi yang masih merupakan wilayah perdikan. Wilayah perdikan adalah suatu daerah dalam wilayah kerajaan tertentu yang dibebaskan dari kewajiban membayar pajak dan upeti. Perdikan merupakan wilayah dengan kekhususan tertentu karena daerah tersebut telah berjasa kepada raja. Raja telah menulis dalam prasasti Plumpungan yang berbunyi Srir Astu Swasti Prajabhyah yang artinya “Semoga bahagia, selamatlah rakyat sekalian” ditulis pada hari

jumat tanggal 24 Juli 750 masehi. Pada zaman penjajahan Belanda telah jelas batas wilayah dan status kota Salatiga yaitu berdasarkan Staatsblad

1917, No. 266 tanggal 1 juli 1917 dibentuklah Stadsgemeente Salatiga yang kemudian diperbarui berdasar Staatsblad 1929 nomor 393 Tanggal 5 September 1929.

(27)

44

RSUD. Satuan Kerja Perangkat Daerah yang berhubungan dengan penulisan ini yaitu Bagian Hukum, Dinas Perindustrian, Perdagangan, Koperasi dan UMKM dan Badan Pelayanan Perizinan Terpadu dan Penanaman Modal.

2. Pelayanan SIUP bagi UMKM di Kota Salatiga

Dalam rangka memberikan pelayanan kepada UMKM di Kota Salatiga, Pemerintah Kota Salatiga telah menetapkan kelembagaan yang bertugas memberikan layanan kepada UMKM, seperti halnya dalam hal penerbitan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP).

SIUP merupakan dokumen untuk menjalankan usaha di bidang perdagangan. Setiap badan usaha yang menjalankan kegiatan jasa perdagangan diwajibkan memiliki SIUP. Dengan memilki SIUP usaha yang diselenggarakan mendapatkan pengakuan atau pengesahan dari pemerintah, sehinga memudahkan untuk pengembangan usahanya. Untuk pengurusan SIUP cukup banyak persyaratan yang diperlukan yaitu :

a. Mengajukan permohonan ke Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi.

b. Mengisi Surat Permohonan Izin yang disediakan dengan membubuhkan meterai. Surat Permohonan Izin dilampiri berkas-berkas foto copy kartu tanda penduduk, foto copy akta pendirian usaha atau Tanda daftar perusahaan, foto copy NPWP, foto copy Izin Gangguan/HO, foto copy IMB, Retribusi IMB, gambar peta lokasi usaha, penanggung jawab usaha.25

Mengenai retribusi penerbitan SIUP setiap daerah kabupeten/kota diatur melalui Peraturan Daerah masing-masing. Kota Salatiga mempunyai Peraturan Daerah No. 10 tahun 2003, tentang Retribusi Surat

25

(28)

45

Izin Usaha Perdagangan (SIUP). Dalam peraturan Daerah tersebut terkait dengan retribusi SIUP pada Bab VI pasal 8 ditetapkan pokok-pokok sebagai berikut : Bahwa prinsip penetapan tarif retribusi Surat Izin Usaha Perdagangan didasarkan pada tujuan untuk menutup sebagian atau seluruh biaya penyelenggaraan, peningkatan pelayanan, pengawasan dan pengendalian. Selanjutnya pada pasal 9, bahwa penetapan biaya retribusi didasarkan kepada index investasi, index lokasi jalan, index luas ruangan dan tarif ruangan serta tarif dasar.

Index investasi dihitung dari besar kecilnya modal usaha yang digunakan untuk investasi, index lokasi dihitung dari letak atau kelas jalan (kelas I, II dan III), sedang index luas ruangan dihitung dari luas atau sempitnya ruangan yang dipakai untuk usaha. Dalam pasal 10 retribusi penerbitan SIUP dihitung berdasarkan rumus :

Tarif Dasar + (index investasi x index lokasi jalan x index luas ruangan x tarif ruangan)

Adapun tarif dasar ditetapkan sebesar Rp 38.500,- (tiga puluh delapan ribu lima ratus), dan tariff ruangan sebesar Rp. 20.000,- (dua puluh ribu rupiah). Untuk retribusi perubahan, penggantian, pembaharuan ditetapkan sebesar 60% dari besarnya retribusi penerbitan. Sedangkan retribusi pendaftaran cabang perusahaan atau perwakilan perusahaan yang merupakan bagian perusahaan pusat ditetapkan sama dengan penerbitan SIUP.

(29)

46

retribusi dipungut dengan menggunakan SKRD (Surat Keterangan Retribusi Daerah). Pada Bab IX tentang Tata Cara Pembayaran pada pasal 14 disebutkan, Walikota menetapkan tanggal jatuh tempo pembayaran dan penyetoran retribusi terutang paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah saat terutang. Pembayaran retribusi dilakukan di Kas Daerah atau ditempat lain yang ditunjuk sesuai waktu yang ditentukan dengan menggunakan SKRD dan/atau dokumen lain yang dipersamakan. Pasal 15 menyebutkan bahwa pembayaran retribusi harus dilakukan secara tunai. Walikota atau pejabat yang ditunjuk dapat memberikan izin kepada wajib retribusi untuk mengangsur dan atau menunda retribusi yang terutang dalam jangka waktu tertentu dengan alasan yang dapat dipertanggungjawabkan.

SIUP tidak diberikan kepada Warga Negara Asing, Perusahaan Asing yang melakukan usaha tertentu yang tertutup untuk PMA dan PMDN. Tentang sanksi bagi wajib retribusi yang tidak membayar tepat pada waktunya atau kurang membayar dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% setiap bujlan dari retribusi yang terutang atau kurang bayar dan ditagih dengan menggunkan STRD. Selain sanksi administrasi Bab XX mengatur tentang Ketentuan Pidana yaitu bagi wajib retribusi yang tidak melaksanakan kewajibannya sehingga merugikan keuangan daerah diancam pidan kurungan paling lama 3 bulan atau denda paling banyak Rp 1.500.000,- (satu juta lima ratus ribu rupiah).

(30)

47

Peraturan Menteri Perdagangan No. 46/M-DAG/PER/9/2009, tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan No. 36/M-DAG/PER/9/2007, tentang Penerbitan Surat Izin Usaha Perdagangan, dan Peraturan Menteri Perdagangan No. 39/M-DAG/PER/12/2011 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Perdagangan No. 36/M-DAG/PER/9/2007 tentang Penerbitan Surat Izin Usaha Perdagangan, maka Peraturan Daerah Kota Salatiga No. 10 tahun 2003 tentang Retribusi Surat Izin Usaha Perdagangan, sudah tidak sesuai lagi.

Data dari Badan Pelayanan Perijinan Terpadu dan Penanaman Modal Kota Salatiga mencatat realisasi penerbitan Surat Ijin Perdagangan (SIUP) sebagai berikut:

Tabel 2.1.

Realisasi Penerbitan Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP) Tahun 2008 – 2012

Tahun Jumlah

2008 245

2009 221

2010 260

2011 253

2012 240

Total 1219

Sumber: Badan Pelayanan Perijinan Terpadu dan Penanaman Modal Kota Salatiga

(31)

48

dapat dilihat bahwa jumlah SIUP yang diterbitkan mengalami kecenderungan penurunan.

Kemudian adapun data yang diperoleh dari Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan UMKM Kota Salatiga menunjukkan bahwa jumlah UMKM di Kota Salatiga adalah sebagai berikut:

Tabel 2.2.

Banyaknya UMKM, Tenaga Kerja, dan Investasi Menurut Kelurahan Tahun 2008 s/d 2012

(32)

49

Tabel di atas menunjukkan bahwa pada tahun 2012 terdapat 1920 UMKM dengan nilai investasi sebesar 28.264,91 Juta Rupiah. Jumlah tersebut sedikit turun dibanding tahun 2011 yang jumlahnya adalah sebanyak 1922, tapi jika dibandingkan tahun 2008-2010 jumlahnya cenderung mengalami peningkatan. Namun demikian jika dilihat dari nilai investasinya jumlahnya terus mengalami penurunan yang cukup drastis, tahun 2008 nilai investasi sebesar 960.889 Juta Rupiah, tahun 2009 nilai investasi meningkat sebesar 970.613 Juta Rupiah, tahun 2010 meningkat lagi sebesar 1.005.543 Juta Rupiah, tahun 2011 meningkat lagi menjadi 1.057.131 Juta Rupiah, sementara pada tahun 2012 nilai investasinya hanya berkisar 28.264,91 juta rupiah.

(33)

50

nilai investasi paling rendah. Berdasarkan data kedua table tersebut di atas dapat dijelaskan bahwa penurunan jumlah SIUP setidaknya memberikan indikasi terhadap keberadaan UMKM itu sendiri.

Dari hasil penelitian yang dilakukan melalui kepustakaan, daftar pertanyaan maupun wawancara kepada satuan kerja/instansi yang berkompeten dan kepada pelaku usaha (UMKM) di kota Salatiga, maka beberapa pertimbangan dikeluarkannya kebijakan peniadaan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) oleh Pemerintah Daerah Kota Salatiga antara lain sebagai berikut :

1. Belum ada pencabutan Peraturan Daerah.

(34)

51

perubahan dan/atau penggantian SIUP yang hilang atau rusak tidak dikenakan retribusi”.

Dengan berdasarkan Undang-undang dan peraturan-peraturan tersebut diatas seharusnya dan setidak-tidaknya pada tahun 2012, Pemerintah Daerah Kota Salatiga sudah dapat mengusulkan untuk pencabutan Perda No. 10 tahun 2003 kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur Jawa Tengah. Namun menurut penjelasan Kepala Sub Bagian Perundangan-undangan, Bagian Hukum Sekretariat Daerah Kota Salatiga, Bapak Basuki Tedjo Sugondo, mengatakan ”Secara de facto

Perda Kota Salatiga No.10 tahun 2003, tentang Retribusi Surat Izin Usaha Perdagangan sudah tidak berlaku lagi, yang kemudian Pemerintah Daerah melaksanakan kebijakan untuk menyesuaikan dengan peraturan yang ada, sambil menyiapkan pencabutan Peraturan Daerah dimaksud, adapun rujukan instruksi Menteri Dalam Negeri No. 582/1107/SJ tentang Penegasan Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 582/476/SJ tentang Pencabutan/Perubahan Peraturan Daerah, Peraturan Kepala Daerah dan Keputusan Kepala daerah yang menghambat Birokrasi dan Perizinan Investasi. Di Kota Salatiga terdapat 11 Perda yang bertentangan dengan Peraturan perundang-undangan yang mana nantinya perlu pencabutan dan Peninjauan kembali.

(35)

52

prosesnya masih memerlukan mekanisme yang cukup panjang yang dapat melalui beberapa alktrernatif. Kemudian masih menurut Bapak Basuki Tedjo Sugondo mengatakan bahwa beberapa alternatif dalam proses mekanisme yang cukup panjang tersebut yaitu : pertama, Mengusulkan kepada Gubernur dengan dasar keputusan Gubernur tentang pencabutan, selanjutnya kita membuat Peraturan Daerah. Kedua, Menunggu inventarisasi dari Menteri Dalam Negeri, setelah ada keputusan Menteri Dalam Negeri dan/atau keputusan Gubernur, kemudian Peraturan Daerah tersebut dapat diproses untuk kita cabut. Ketiga, Meminta fasilitasi kepada Gubernur, supaya mendapat rekomendasi, sehingga kita bisa cabut peraturan daerahnya. Prinsip pencabutan Peraturan Daerah harus dengan Peraturan Daerah dengan dasar yang jelas. Semua pencabutan Peraturan Daerah pada umumnya sampai sekarang belum ada arahan lebih lanjut.

Dari ketiga alternatif tersebut alternatif pertama dan ketiga merupakan jalan terpendek yang bisa ditempuh. Oleh sebab itu tanpa menunggu sudah seharusnya Gubernur Jawa Tengah membuat Surat Keputusan Gubernur tentang Pencabutan Peraturan-peraturan Daerah di wilayahnya dengan memanggil seluruh Bupati dan Walikota se-Jawa Tengah untuk menuntaskan masalah tersebut. Daerah kabupaten dan kota dapat pula berinisiatif untuk melakukan konsultasi dengan Gubernur sehingga penyelesaian tidak berlarut-larut.

(36)

53

2. Menyesuaikan dan Peraturan yang lebih tinggi.

Dengan berlakunya Undang-undang No. 20 tahun 2008, tentang Usaha Mikro Kecil dan Menengah, dan Undang-undang No. 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dan sejumlah Peraturan Menteri Perdagangan, dalam keadaan sedemikian Pemerintah Daerah Kota Salatiga memberlakukan azas lex superior derogate legi inferior. Azas ini memberlakukan peraturan yang lebih tinggi, dengan mengesampingkan peraturan yang lebih rendah. Pemberlakuan azas tersebut sebenarnya dapat segera dihindari apabila sebelumnya dalam waktu yang tepat Pemerintah Daerah Kota Salatiga telah mengambil langkah-langkah untuk memproses pengusulan pencabutan Peraturan Daerah yang sudah tidak berlaku lagi kepada Gubernur. Bahkan apabila perlu menetapkan Peraturan Daerah baru yang lebih inovatif, misalnya setelah keputusan Gubernur tentang Pencabutan Peraturan-Paraturan Daerah yang sudah tidak berlaku keluar, maka sebagai penggantinya di dalam Peraturan Daerah yang baru dapat memuat pula ketentuan yang membuka kesempatan kepada UMKM untuk diberikan keringanan biaya izin-izin lainnya yang merupakan syarat UMKM dalam mengurus pengajuan izin SIUP.

(37)

54

Daerah menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya kecuali urusan pemerintah yang oleh Undang-undang ini ditentukan menjadi urusan pemerintah. Kemudian Ayat (2) menjelaskan bahwa Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangannya sebagaimana dimaksud ayat (1), pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan berdasarkan otonomi dan tugas pembantuan.

Lebih lanjut Juniarso Ridwan dan Achmad Sodik Sudrajat menjelaskan bahwa “Pejabat Administrasi Negara yang memiliki kewenangan perizinan berada pada tangan Kepala Daerah. Surat Keputusan Kepala Daerah yang berisikan tentang perizinan merupakan salah satu bentuk ketetapan (beschikking) yang terdapat dalam lapangan hukum publik.26

Dalam banyak hal, proses pencabutan Peraturan Daerah terlalu kaku, dengan tidak melihat kewenanganan Kepala Daerah untuk dapat menindaklanjuti setiap peraturan Daerah melalui Surat Keputusan Gubernur atau Bupati/Walikota. Secara lebih lanjut seharusnya hal-hal yang bersifat lebih teknis dapat dibuka pasal tersendiri untuk Peraturan Daerah tersebut dapat ditindaklanjuti pencabutannya cukup dengan Surat Keputusan Kepala Daerah setempat atau Kepala Darah setingkat diatasnya.

26

(38)

55 3. Tanggapan para Pelaku Usaha (UMKM).

Dari sisi pelaku usaha, dengan diberlakukannya kebijakan peniadaan pungutan retribusi SIUP oleh Pemerintah Daerah Kota Salatiga, pada umumnya mereka meminta agar pengawasan, pengendalian dan sosialisasi dari pemerintah lebih ditingkatkan. Pendapat tersebut disampaikan dalam kuisener yang mereka isi dan hasil wawancara penulis yang antara lain sebagai berikut :

a. Bahwa pengurusan pengajuan SIUP kepada pemerintah daerah sudah lancar. Dengan ditiadakannya pungutan retribusi penerbitan SIUP hendaknya disertai pula dengan pengurangan besarnya biaya perizinan lainya yang menjadi lampiran kelengkapan syarat mengajukan SIUP. Izin-izin dimaksud seperti Izin Mendirikan Bangunan (IMB), Surat Keterangan Rencana Kota (biayanya menjadi satu dengan IMB), Izin Gangguan dan Pelunasan PBB. Selain itu masih banyak syarat-syarat lain yang harus diajukan dalam pengajuan penerbitan SIUP, seperti izin dari tetangga yang harus disahkan oleh Kepala Desa atau Kelurahan dan Kecamatan, Kartu Keluarga, NPWP dan lain-lain. Persyaratan tersebut diatas tidak mereka pahami bahkan seperti memperpanjang urusan karena beberapa diataranya tidak ada hubungan yang signifikan dengan usaha yang mereka lakukan.

(39)

56

Sosialisasi dapat menjadi forum dialog antara pemerintah daerah dan pelaku usaha untuk menjembatani masalah-masalah yang masih dihadapi UMKM. Misalnya seperti yang disampaikan oleh Pemilik Toko Anugerah di Argomas Salatiga, bahwa pada awal usaha diharapkan pada tahun pertama sampai tahun kedua pemerintah daerah tidak langsung menerapkan pajak penghasilan secara penuh. Alasannya karena tahun-tahun tersebut masih memerlukan pengeluaran untuk menanggung biaya yang berhubungan dengan konsolidasi usaha.

(40)

57

terkait dengan pembinaan dari pemerintah untuk pengembangan usaha mikro, kecil dan menengah.

4. Penyusunan Program Legislasi Daerah.

Dengan sudah tidak diberlakukannya Peraturan Daerah No. 10 tahun 2003, tentang Retribusi Surat Izin Usaha Perdagangan, dan untuk mendukung kebijakan yang telah dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah terkait dengan peniadaan pungutan retribusi Surat Izin Usaha Perdagangan, maka apabila dasar pencabutan sudah ada dari Gubernur ataupun dari Menteri Dalam Negeri, pencabutan Peraturan Daerah dimaksud harus disegerakan dalam jadwal Sidang DPRD Kota Salatiga. Sidang untuk perubahan, pencabutan atau pembatalan Peraturan Daerah ini cukup penting karena terdapat pula beberapa Peraturan Daerah yang memerlukan perubahan.

(41)

58 2. Analisis

1. Kebijakan yang diambil

Bahwa Peraturan Daerah yang bertentangan dengan Peraturan yang diatasnya tidak dapat lagi diberlakukan, seperti halnya dengan Peraturan Daerah Kota Salatiga No. 10 tahun 2003, sehingga Pemerintah Daerah mengambil langkah-langkah kebijakan dengan:

i.Memberlakukan peraturan yang lebih tinggi.

Dari hasil penelitian yang dilakukan tidak ada keterangan dari dasar kebijakan yang telah dilaksanakan apakah melalui petunjuk dan instruksi tertulis ataupun perintah lisan dari pejabat yang berwenang atau langsung dilaksanakan. Apabila terjadi keadaan seperti terdapatnya Peraturan Daerah yang bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi, sebaiknya perangkat daerah yang bertanggung jawab dalam proses Peraturan Daerah dimaksud membuat telaahan berupa pengajuan beberapa alternatif kepada pejabat yang berwenang agar dapat menetapkan kebijakan sebagai dasar lebih lanjut untuk bertindak.

Telaahan yang cepat perlu dilakukan karena proses pencabutan Peraturan Daerah melalui tahap-tahap yang cukup panjang, sebagaimana ditetapkan dan diatur dalam Undang-Undang No. 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah pasal 158 ayat (2) sampai dengan (6) sebagai berikut :

(42)

59

(3) Penyampaian rekomendasi pembatalan oleh Menteri Keuangan kepada Menetri Dalam Negeri dilakukan paling lambat 20 (dua puluh) hari kerja sejak tanggal diterimanya Peraturan Daerah.

(4) Berdasarkan rekomendasi pembatalan yang disampaikan oleh Menteri Keuangan, Menteri Dalam Negeri mengajukan permohonan pembatalan Peraturan Daerah dimaksud kepada Presiden.

(5) Keputusan pembatalan Peraturan Daerah ditetapkan dengan Peraturan Presiden paling lama 60 (enam puluh) hari kerja sejak diterimanya Peraturan Daerah.

(6) Paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah keputusan pembatalan, Kepala Daerah harus membekukan pelaksanaan Peraturan Daerah dan selanjutnya DPRD bersama Kepala Daerah mencabut Peraturan Daerah dimaksud.

Dapat diketahui cukup panjang dan lama proses pencabutan suatu Peraturan Daerah, belum lagi waktu yang diperlukan untuk mengagendakannya dalam sidang dewan di daerah yang berdasarkan pengalamanan penyelenggaraan pemerintahan di daerah, sidang Dewan tidak bisa dilaksanakan tanpa memperhitungkan seluruh agenda kegiatan tahunan daerah lainnya. Pada keadaan yang lain perlu pula dipikirkan perlunya deregulasi dalam proses pencabutan Peraturan Daerah dengan cara yang lebih singkat dan sederhana. Bagaimanapun Gubernur, Bupati dan Walikota adalah wakil pemerintah pusat di daerah yang kewenangannya sudah ditetapkan dalam Undang-undang No. 12 tahun 2008 tentang Pemerintah Daerah khususnya pasal 10 ayat (1) dan (2).

b. Sosialisasi

(43)

60

oleh Satuan Kerja terkait. Dari hasil penelitian ternyata pelaksanaan sosialisasi masih sangat terbatas. Salah satu indikator terbatasnya sosialisasi dapat diketahui dari banyaknya UMKM yang tidak mengatahui adanya peniadaan biaya retribusi permohonan izin mengajukan SIUP. Bahkan UMKM yang mengajukan SIUP setelah tahun 2012 disaat mana peniadaan biaya retribusi sudah diberlakukan. Pemohon SIUP merasa tidak ada sesuatu yang baru dalam proses mendapatkan SIUP dimaksud. Dalam keadaan belum adanya pencabutan atau adanya peraturan daerah yang baru, seharusnya Pemerintah Daerah Kota Salatiga terus melanjutkan kegiatan sosialisasi guna mendapatkan masukan sebagai bahan dalam menetapkan kebijakan selanjutnya yang lebih tepat. Perbaikan-perbaikan dalam permohonan mengajukan SIUP seperti pengurangan biaya dalam perizinan lainnya yang nenjadi lampiran kelengkapan syarat pengajuan SIUP dapat didiskusikan dalam forum sosialisasi. Kurangnya komunikasi yang dilakukan yang antara lain melalui sosialisasi, maka adanya kebijakan peniadaan retribusi SIUP ataupun kebijakan lainnya tidak akan terlalu berpengaruh secara signifikan terhadap peningkatan kepemilikan SIUP.

(44)

61

rekomendasi pencabutan kepada Gubernur melalui konsultasi teknis di daerah. Konsultasi ini merupakan jalan terpendek untuk proses pencabutan peraturan daerah tetapi justru sebaliknya daerah menunggu pencabutan tersebut berproses keatas. Dengan terlambatnya proses pengajuan pencabutan Peraturan Daerah di tingkat Provinsi, maka saat ini masih ditunggu Peraturan Presiden yang membatalkan berbagai Peraturan Daerah dari berbagai Daerah yang bertentangan dengan kepentingan umum dan atau dengan peraturan yang lebih tinggi. Kebijakan menunggu yang sedemikain berpotensi merumitkan suatu proses yang seharusnya sederhana menjadi berkepanjangan atau dengan kata lain tidak menggunakan kewenangan yang sudah diserahkan kepada daerah, tetapi menunggu penetapan dan petunjuk/perintah dari atas. Kebijakan simplifikasi regulasi oleh pemerintah pusat banyak kelemahan dari sisi yuridis. Kesan populis untuk deregulasi investasi tetap tidak ada instrumen subtitutif yang tepat justru ada kevakuman dan ketidakstabilan sistem hukum dari aspek otonomi daerah.

Kebijakan menunggu petunjuk dari atas merupakan kebijakan yang tidak populis dalam masa reformasi dan penegakan pemerintahan daerah yang lebih bertanggung jawab.

d. Peningkatan pembinaan

(45)

62

kerjasama dengan Forum Pembina UMKM Jawa Tengah, yang diharapkan UMKM mendapatkan kemudahan dalam hal.

1). Pengembangan permodalan

2). Pengembangan usaha dibidang produksi 3). Pengolahan hasil

4). Pemasaran

5). Peningkatan sumber daya manusia melalui pelatihan 6). Penjaminan dan

7). Kemitraan dengan usaha besar.

Kebijakan peningkatan pembinaan seyogianya dapat lebih dikongkritkan dengan program yang lebih realistis sesuai dengan kebutuhan yang mendesak bagi peran UMKM misalnya pengembangan permodalan dan pelatihan-pelatihan untuk peningkatan sumberdaya manusia wira usaha.

(46)

63

pelaksanaan pelayanan publik khususnya dalam pembuatan SIUP maka kebijakan peniadaan pungutan retribusi SIUP di Kota Salatiga, tidak akan terlalu berpengaruh signifikan terhadap peningkatan kepemilikan SIUP. 2. Pelayanan Publik oleh Pemerintah Daerah Kota Salatiga

Kebijakan publik menampilkan konteks kehidupan. Mengubah masyarakat memerlukan perubahan kebijakan. Kemudian evaluasi kebijakan adalah suatu instrumen untuk mengkaji apakah suatu kebijakan sebaiknya di lanjutkan, direvisi, atau dihentikan. Evaluasi kebijakan adalah alat penting bagi pembuat kebijakan. Akan tetapi kadang-kadang ada masalah: seorang pemimpin baru sebagai pembuat kebijkan cenderung menggantikan kebijakan yang sudah ada yang di perkenalkan oleh pemimpin sebelumnya. Patologi kepemimpinanlah yang selalu membawa kebijakan baru dari pemimpin baru.

Evaluasi kebijakan akan menyediakan panduan sampai dimana arah kebijakan akan berjalan. Oleh karena itu, evaluasi kebijakan akan signifikan memberitahu pemimpin baru dalam pembuat kebijakan dan jenis tindakan perubahan kebijkan apa yang perlu diambil para pemimpin dalam jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang. Opsi setelah evaluasi kebijakan adalah: kelanjutan kebijakan, perubahan kebijakan, atau penghentian kebijakan dan kemudian memiliki kebijakan baru.

(47)

64

memudahkan pelayanan pelayanan publik dalam soal perizinan Pemerintah Daerah Kota Salatiga telah menyelenggarakan pelayanan terpadu satu pintu melalui pembentukan satuan Kerja Perangkat Daerah yang khusus menangani perizinan yaitu Badan Pelayanan Perizinan Terpadu dan Penanaman Modal. Badan ini dibentuk antara lain dengan mengacu kepada Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 24 tahun 2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu.

Badan Pelayanan Perizinan Terpadu dan Penanaman Modal pada Pemerintah Daerah Kota Salatiga susunan organisasi dan tata kerjanya ditetapkan melalui Peraturan Daerah No. 9 tahun 2011, dengan tugas pokok melaksanakan penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah dibidang pelayanan perizinan terpadu dan penanaman modal. Fungsinya antara lain adalah :

1. Perumusan kebijakan teknis bidang pelayanan perizinan terpadu dan penanaman modal.

2. Pemberian dukungan atas penyelenggaraan urusan pemerintahan daerah di bidang pelayanan perizinan terpadu dan penanaman modal. 3. Pembinaan dan pelaksanaan tugas dibidang perizinan, perizinan

tertentu, pelayanan dan pengaduan, dan penanaman modal. 4. Pelaksanaan pelayanan kesekretariatan Badan dan

5. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Walikota sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.

(48)

65

diajukan. Bisa dikatakan berjalan lancar apabila semua persyaratan yang diperlukan sudah lengkap seperti lampiran Izin Mendirikan Bangunan, Izin Gangguan dan lampiran-lampiran lainnya seperti NPWP sudah lengkap. Namun proses ini bisa menjadi cukup lama apabila persyaratan berupa lampiran tentang izin-izin yang diperlukan belum lengkap. Oleh sebab itu diperlukan informasi yang jelas, sederhana dan mudah dipahami bagi pelaku usaha mengenai tahap-tahap untuk mendapatkan izin SIUP.

Beberapa cara lain yang perlu dilakukan yaitu pemangkasan biaya perizinan yang menyertai pengajuan permohonan izin SIUP dan pemangkasan lamanya waktu agar prosesnya dapat lebih cepat dengan jumlah hari yang dapat ditentukan. Selain itu pelaksanaan monitoring dan evaluasi dapat dilakukan oleh pejabat yang berwenang. Dengan cara bekerja yang lebih professional dalam pelayanan publik yang akan lebih memuaskan bagi pelaku usaha.

(49)

66 3. Izin Usaha Untuk UMKM

Izin Usaha untuk UMKM yang sebagaimana sudah di atur dalam Peraturan Pemerintah No. 17 tahun 2013 tentang Pelaksanaan Undang-undang No. 20 tahun 2008 tentang UMKM adalah sebagai peran pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk memfasilitasi pengembangan UMKM dalam hal kemudahan perijinan, penyediaan pembiayaan dan fasilitasi teknologi informasi, dengan memberikan prioritas kepada UMKM untuk ikut serta dalam program pengadaan barang dan jasa yang diadakan oleh pemerintah.

Setiap usaha yang menjalankan kegiatan dibidang perdagangan seharusnya sudah memiliki SIUP. Syarat memiliki SIUP bertujuan agar usaha perdagangan mendapatkan legitimasi dari pemerintah, sehingga dalam menjalankan usaha tidak banyak mnendapatkan kesulitan dikemudian hari terutama dalam pengembangan usahanya terkait dengan permodalan dan pemasaran.

(50)

67

Persyaratan untuk pengajuan mendapatkan SIUP dirasakan cukup rumit, banyak syarat-syarat lampiran yang dirasa sulit untuk mendapatkannya. Oleh sebab itu perizinan dianggap sebagai salah satu faktor yang paling menghambat pengembangan UMKM. Kebijakan peniadaan pungutan retribusi SIUP bagi mereka tidak banyak artinya karena proses yang menyertainya tidaklah sederhana. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 38 tahun 2007 tentang pembagian urusan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota sebagai daerah otonom telah dibagi-bagi kewenangannya dalam bidang perdagangan dan perindustrian. UMKM yang lebih banyak menjadi tanggung jawab daerah untuk mengembangkannya ternyata masih menghadapi banyak masalah antara lain kurangnya dukungan dari Kepala dinas setempat, tidak adanya lembaga penjaminan keuangan bagi UMKM, selain itu kualitas pelaku dunia usaha masih rendah.

(51)

68

mengembangkan berbagai inovasi dan peluang pasar dan pemanfaatan teknologi tepat guna. Namun pada kenyataannya banyak UMKM masih mengeluhkan perlunya pembinaan dari pemerintah.

Gambar

Tabel 2.1.
Tabel 2.2.
Tabel di atas menunjukkan bahwa pada tahun 2012 terdapat 1920

Referensi

Dokumen terkait