• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kebijakan Peniadaan Pungutan Retribusi Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP) bagi UMKM di Kota Salatiga T1 312012030 BAB I

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Kebijakan Peniadaan Pungutan Retribusi Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP) bagi UMKM di Kota Salatiga T1 312012030 BAB I"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pemberian otonomi yang seluas-luasnya kepada Daerah diarahkan untuk mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat. Disamping itu melalui otonomi luas daerah diharapkan mampu meningkatkan daya saing dengan memperhatikan prinsip demokrasi, pemerataan keadilan, keistimewaan dan kekhususan serta potensi keanekaragaman Daerah dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Penjelasan umum dalam Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014, tentang Pemerintahan Daerah, dinyatakan bahwa Daerah sebagai satu kesatuan masyarakat hukum mempunyai otonomi yang berwenang untuk mengatur dan mengurus daerahnya sesuai aspirasi dan kepentingan masyarakatnya sepanjang tidak bertentangan dengan tatanan hukum nasional dan kepentingan umum. Suatu daerah ketika membentuk kebijakan untuk kepentingan umum baik dalam bentuk Peraturan Daerah (Perda) maupun kebijakan lainnya hendaknya tetap memperhatikan kepentingan nasional.

(2)

2

daerah.1 DPRD dan Kepala Daerah berkedudukan sebagai mitra sejajar yang mempunyai fungsi yang berbeda. DPRD mempunyai fungsi pembentukan Perda, anggaran dan pengawasan, sedangkan Kepala Daerah melaksanakan fungsi pelaksanaan atas Perda dan kebijakan Daerah.

Dalam melaksanakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah, Kepala Daerah dan DPRD selaku penyelenggara pemerintahan Daerah membuat Perda sebagai dasar hukum bagi daerah untuk menyelenggarakan otonomi daerah sesuai dengan kondisi dan aspirasi masyarakat serta kekhasan dari setiap daerah. Perda yang ditetapkan tidak boleh bertentangan dengan ketentuan peraturan perundangan yang lebih tinggi tingkatnya. Disamping itu Perda sebagai bagian dari sistem peraturan perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum. Kepentingan umum meliputi aspek-aspek ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan.

Semakin berkembangnya kehidupan manusia termasuk lembaga dimana manusia hidup dalam suatu organisasi, maka diperlukan pengaturan-pengaturan dalam berbagai aspek agar terdapat suatu keteraturan dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah sejalan dengan kompleksitas kehidupan manusia dan perananannya dalam organisasi maka problem-problem yang ditimbulkannya menjadi semakin luas dan melibatkan banyak kepentingan yang memerlukan adanya rambu-rambu hukum baik berupa pembuatan peraturan baru, penyempurnaan, revisi maupun penetapan kebijakan, terhadap peraturan yang sudah ada.

1

(3)

3

Daerah berhak menetapkan Kebijakan Daerah untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah, wajib berpedoman pada norma, standar, prosedur dan kriteria yang telah ditetapkan oleh pemerintah pusat dalam jangka waktu 2 tahun.2 Dalam konteks seperti itulah diperlukan kebijakan terhadap suatu peraturan yang tengah berlaku agar peraturan tersebut dapat menyesuaikan dengan tingkat perkembangan kehidupan masyarakat, dan tidak bertentangan dengan peraturan perundangan yang lebih tinggi dan peraturan itu harus tetap memperhatikan hak-hak dan kewajiban warga negara.

Kebijakan adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi pedoman dan dasar rencana dalam pelaksanaan sesuatu pekerjaan, kepemimpinan, dan cara bertindak. Istilah ini dapat diterapkan dalam pemerintahan, organisasi dan kelompok sektor swasta, serta individu. Kebijakan berbeda dengan peraturan dan hukum. Jika hukum dapat memaksakan atau melarang suatu perilaku, kebijakan hanya menjadi pedoman yang paling mungkin memperoleh hasil yang diinginkan. Kebijakan atau kajian kebijakan dapat pula merujuk pada proses pembuatan keputusan-keputusan penting organisasi, termasuk identifikasi berbagai alternatif seperti prioritas program atau pengeluaran, dan pemilihannya berdasarkan dampaknya. Kebijakan juga dapat diartikan sebagai mekanisme politis, manajemen, finansial, atau administratif untuk mencapai tujuan eksplisit.3

Dalam penelitian ini kebijakan lebih diartikan sebagai suatu pedoman untuk tindakan yang paling mungkin memperoleh hasil yang diinginkan. Menurut Andrew Lee Suer dan Maurice Sunkin, dalam definisinya antara kebijakan dengan

2

Pasal 17 undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah. 3

(4)

4

undang–undang terdapat langkah-langkah dari kebijakan, langkah pertama proses dimana kebijakan adalah identifikasi masalah yang memerlukan tindakan pemerintah. Langkah kedua, bahwa pemerintah mengajukan suatu kebijakan. Ketiga, undang-undang menyediakan otoritas legal bagi kebiajakan untuk diaplikasikan. Keempat, adalah implementasi kebijakan. Kelima, adalah menghadapi tantangan politik dan legal dalam implementasi kebijakan. Tanpa undang- undang tidak memiliki kekuasaan untuk diimplementasikan. Legitimasi undang- undang sangat penting dalam demokrasi modern. Hal ini disebut akuntabilitas publik yang berarti kesepakaan yang tertulis formal untuk publik harus ditanggung jawabkan kepada publik. Proses tersebut adalah pembuatan kebijakan, pembuatan undang- undang, kebijakan publik yang berubah menjadi undang-undang.4

Perda Kota Salatiga Nomor 10 tahun 2003 tentang Retribusi Surat Izin Usaha Perdagangan telah berlangsung selama 13 tahun. Dalam kurun waktu tersebut telah dikeluarkan berbagai peraturan baik Undang-Undang, Peraturan Presiden dan Peraturan Menteri Perdagangan. Peraturan yang dimaksud antara lain, Undang-Undang Nomor 20 tahun 2008 tentang Usaha Mikro Kecil dan Menengah, Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Restribusi Daerah, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2014 tentang Perizinan untuk usaha Mikro dan Kecil dan Menengah, Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 46 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 36 tahun

4

(5)

5

2007 tentang Penerbitan Surat Izin Usaha Perdagangan, Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 39 tahun 2011 tentang Perubahan kedua atas Peraturan Menteri Perdagangan nomor 36 Tahun 2007 tentang Penerbitan Surat Izin Perdagangan, dan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 77 Tahun 2013 tentang Surat Izin Usaha Perdagangan dan Tanda Daftar Perusahaan. Peraturan-peraturan tersebut secara bersama-sama mempunyai sifat pengaturan (regeling) yang pada intinya berisi penegasan berupa kebijakan pemerintah untuk tidak mengenakan retribusi izin usaha mikro dan usaha kecil.

Dalam pertimbangan Perda Nomor 10 tahun 2003 dijelaskan bahwa dalam rangka pelaksanaan Pemerintahan Daerah dan untuk meningkatkan kelancaran pemberian izin dibidang perdagangan dan berdasarkan pelimpahan kewenangan yang telah ditetapkan, maka perlu menetapkan Retribusi Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP).5 Perda Nomor 10 tahun 2003 terdiri dari 23 bab, mulai dari bab I yang berisi tentang ketentuan umum, sampai dengan bab 23 yang berisi tentang ketentuan penutup. Ketentuan-ketentuan tersebut kemudian dijelaskan dalam bentuk pasal-pasal yang jumlahnya ada 43 butir. Pasal 1 berisi tentang masalah-masalah ketentuan umum, pasal 2, 3, dan 4 berisi tentag nama, subjek dan objek, pasal 5 dan 6 berisi tentang golongan restribusi, pasal 7 berisi tentang tingkat penggunaan jasa, pasal 8 berisi tentang prinsip penetapan tarif restribusi SIUP, Pasal 9 berisi tentang index investasi, index lokasi jalan, index

5

(6)

6

luas ruangan dan tarif ruangan serta tarif dasar SIUP, sampai pasal 43 yang berisi tentang mulainya diundangkan peraturan tersebut.6

Berdasarkan berbagai peraturan dimaksud di atas dan dalam kurun waktu yang sudah cukup lama ternyata Perda Nomor 10 tahun 2003 masih berlaku. Masih berlakunya Perda tersebut memberikan kesan bahwa selama ini Pemerintah Kota Salatiga masih memberlakukan pemungutan biaya pada pengusaha yang mengajukan SIUP. Hal tersebut tentunya bertentangan dengan peraturan Undang-Undang, Peraturan Presiden dan Peraturan Menteri Perdagangan yang secara tegas tidak mengenakan retribusi izin usaha mikro dan usaha kecil. Sehingga dapat dikatakan bahwa Perda Nomor 10 tahun 2003 merupakan Perda yang bermasalah. Secara teoritis Perda yang bermasalah merujuk pada dua hal penting, yaitu Perda yang bertentangan dengan kepentingan umum, dan Perda yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan lebih tinggi.

Suatu Perda dikatakan bertentangan dengan kepentingan umum apabila pemberlakuan Perda tersebut berakibat terganggunya kerukunan antar warga masyarakat, pelayanan umum, dan ketentraman/ketertiban umum, demikian pula suatu kebijakan yang bersifat diskriminatif. Jadi dapat diyakini jika dipaksakan keberlakuannya maka akan menimbulkan konflik di masyarakat. Sementara Perda Kabupaten/Kota dan peraturan bupati/wali kota yang bertentangan dengan ketentuan peraturan perUndang-Undangan yang lebih tinggi, kepentingan umum, dan/atau kesusilaan dibatalkan oleh Gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat.7 Sebagai contoh dalam penerbitan SIUP terlalu banyaknya mata rantai dalam

6

Ibid, hal 5-24. 7

(7)

7

proses perizinan banyak membuang waktu dan biaya yang pada akhirnya akan menyebabkan ekonomi biaya tinggi (higtcosheconomy).8

Dengan telah ditetapkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, maka ada beberapa hal baru yang diatur didalamnya. Khusus berkenaan sanksi terhadap pemberlakuan Perda Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, maka dalam hal penyelenggara Pemerintahan Daerah kabupaten/kota masih memberlakukan Perda mengenai pajak daerah dan/atau retribusi daerah yang dibatalkan oleh Menteri atau dibatalkan oleh Gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat, dikenai sanksi penundaan atau pemotongan Dana Alokasi Umum (DAU) dan/atau Dana Bagi Hasil (DBH) bagi Daerah bersangkutan.9 Ketentuan pada Pasal 252 ayat (5) Undang-Undang Nomor 23 tahun 2014 tersebut juga dapat ditemukan pada Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Restribusi Daerah Pasal 159 ayat 1 yang berbunyi

”Pelanggaran terhadap ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 157 ayat (1)

dan ayat (2) serta Pasal 158 ayat (1) dan ayat (6) oleh Daerah dikenakan sanksi berupa penundaan atau pemotongan Dana Alokasi Umum dan/atau Dana Bagi

Hasil atau retribusi”.10 Mengantisipasi konsekuensi tersebut tentunya penting bagi

Pemerintah Kota Salatiga untuk menindaklanjutinya dengan mengambil kebijakan menyusun Perda baru, dan segera mengesahkannya untuk menggantikan Perda Nomor 10 tahun 2003 yang dinilai bermasalah karena bertentangan dengan

8

Soehardjo, 2008. Pengurusan Perizinan dan dokumen. Jakarta: Visimedia. 9

Pasal 252 ayat (5) Undang-undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah 10

(8)

8

Undang-Undang, Peraturan Presiden dan Peraturan Menteri Perdagangan yang secara hirarki memiliki kedudukan lebih tinggi.

Untuk mengetahui kondisi sesungguhnya tentang pelayanan perijinan khususnya tentang SIUP akan lebih bijaksana jika dilakukan wawancara dengan instansi terkait di Kota Salatiga yang menangani masalah tersebut. Hasil wawancara dengan Kasubag Perundang-undangan Bagian Hukum Setda Kota Salatiga diperoleh keterangan, bahwa Pemerintah Kota Salatiga telah mempersiapkan rancangan Perda pengganti untuk mencabut Perda Nomor 10 Tahun 2003. Sementara hasil wawancara dengan Kepala Bidang Perijinan BPPT (Badan Pelayanan Perijinan Terpadu) Kota Salatiga juga diperoleh keterangan yang sama, bahwa kebijakan yang diambil dalam pengurusan SIUP tetap berpegang pada peraturan yang lebih tinggi, yaitu Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 46 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 36 tahun 2007 tentang Penerbitan Surat Izin Usaha Perdagangan Pasal 16 ayat (1) yang berbunyi ”Setiap Perusahaan Perdagangan yang mengajukan

permohonan SIUP baru tidak dikenakan retribusi”.11

Hasil wawancara tersebut menunjukkan sekalipun pemerintah daerah Kota Salatiga belum mencabut Perda Nomor 10 Tahun 2003 dan belum menerbitkan Perda yang baru, tetapi azas lex superior derogat legi inferior telah menjadi kebijakan yang diambil oleh pemerintah Kota Salatiga, maka Perda nomor 10 Tahun 2003 secara de facto tidak berlaku lagi walaupun secara de yure belum dicabut karena masih menunggu pengesahan rancangan Perda baru yang disahkan oleh Gubernur. Sehingga dengan

11

(9)

9

sendirinya di Kota Salatiga, pengusaha mikro dan usaha kecil tidak dipungut biaya restribusi lagi saat melakukan pengurusan SIUP.

Azas lex superior derogat legi inferior artinya bahwa ketentuan-ketentuan perUndang-Undangan yang lebih rendah tingkatannya tidak mempunyai kekuatan hukum dan tidak mengikat apabila bertentangan dengan perUndang-Undangan yang lebih tinggi tingkatannya, atau norma-norma hukum itu berjenjang dan berlapis-lapis dalam hirarkhi tata susunan sedemikian rupa, yang menurut teori

aquo ketika terjadi adanya pertentangan/ketidakcocokan, maka yang digunakan adalah peraturan yang lebih tinggi derajatnya.12 Teori aquo ini semakin diperjelas dalam hukum positip di Indonesia dalam bentuk jenis, hirarkhi dan materi tata perundang-Undangan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Langkah yang diambil oleh Pemerintah Kota Salatiga tersebut merupakan hal yang positif, namun belum diterbitkannya Perda pengganti Perda Nomor 10 Tahun 2003 tentang Retribusi Surat Izin Usaha Perdagangan tentu akan menimbulkan dampak-dampak yang kurang baik jika dalam pelaksanaannya tidak ada koordinasi yang baik antar Pemerintah Kota dengan Instansi terkait, seperti Dinas Perindustrian Perdagangan Koperasi dan UMKM (Disperindag Kop dan UMKM), dan Badan Pelayanan Perijinan Terpadu dan Penanaman Modal (BPPT dan PM). Mengantisipasi kondisi tersebut, maka penting bagi pemerintah Kota Salatiga untuk segera menyusun Perda Pengganti Perda Nomor 10 Tahun 2003. Sebab selain akan mewujudkan penyelenggaraan Pemerintahan daerah yang baik,

12

(10)

10

yaitu transparan, efektif dan efesien, akuntabel serta dapat dipertanggungjawabkan, juga akan meningkatkan kepercayaan publik terhadap penyelenggaraan pemerintahan tersebut13.

Keberadaan usaha mikro, kecil dan menengah telah membantu membuka peluang pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan kesempatan kerja dan peningkatan pendapatan sebagai salah satu upaya untuk mengatasi kemiskinan. Peran strategis usaha mikro kecil dan menengah terutama di pedesaan sebagai tempat bermukim sebagian besar penduduk Indonesia yang hidup di sektor pertanian dapat pula membuka peluang diversifikasi usaha kegiatan ekonomi diluar pertanian. Jika usaha mikro dan kecil diluar kegiatan pertanian di pedesaan bisa tumbuh pesat tidak saja secara kuantitas tapi juga produktifitasnya dapat terus meningkat maka pada gilirannya akan mengurangi urbanisasi dan akan memperkuat ketahanan ekonomi.

Menyikapi pentingnya keberadaan usaha kecil dan menengah pemerintah telah mendorong melalui pembinaan, pengaturan, pengendalian dan pengawasan serta membantu dengan berbagai program pembangunan, bantuan keuangan (modal), dan skim-skim kredit tertentu. Untuk memudahkan pembinaan sesuai dengan kewenangan pemerintah berdasarkan perturan-peraturan yang telah diterbitkan, maka kepada setiap pengusaha mikro dan kecil diberikan keringanan dengan tidak dikenakan biaya retribusi pengurusan SIUP.

Pada tahun 2012 menurut BPPT dan PM jumlah SIUP menurut skala usaha tercatat 282 perusahaan. Pada keadaan yang sama jumlah perusahaan yang

13

(11)

11

mendapat tanda daftar perusahaan turun 4,82 persen dari 326 perusahaan pada tahun 2011 menjadi 311 perusahaan pada tahun 2012. Adapun data yang diberikan dari Disperindag Kop dan UMKM Kota Salatiga terdapat 1.920 perusahaan kecil pada tahun 2012, menurun jumlahnya dibanding pada tahun tahun 2011 yang berjumlah 1992 perusahaan.14 Data yang diberikan BPPT dan PM dan Disperindag Kop dan UMKM Kota Salatiga memperlihatkan penurunan jumlah perusahaan atau usaha kecil yang mendaftarkan usahanya untuk menerbitkan SIUP, padahal pelayanan yang diberikan oleh dinas-dinas terkait untuk penerbitan SIUP sudah dilakukan sesuai dengan Undang-Undang, Peraturan Presiden, dan Peraturan Menteri Perdagangan yang secara hirarki memiliki kedudukan lebih tinggi.

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “KEBIJAKAN PENIADAAN PUNGUTAN RETRIBUSI SURAT IJIN USAHA PERDAGANGAN (SIUP) BAGI UMKM DI KOTA SALATIGA”.

B. RumusanMasalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah, diajukan rumusan masalah sebagai berikut:

1. Apa dasar pertimbangan Pemerintah Kota Salatiga membuat kebijakan untuk meniadakan pungutan retribusi SIUP bagi UMKM di Kota Salatiga?

14

(12)

12

2. Bagaimana pelaksanaan kebijakan meniadakan pungutan retribusi SIUP bagi UMKM di Kota Salatiga?

C. TujuanPenelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui dasar pertimbangan Pemerintah Kota Salatiga membuat kebijakan untuk meniadakan pungutan retribusi SIUP bagi UMKM di Kota Salatiga.

2. Untuk mengetahui pelaksanaan kebijakan meniadakan pungutan retribusi SIUP bagi UMKM di Kota Salatiga.

D. ManfaatPenelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah: 1. Manfaat Teoretis

a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran atau memberikan solusi untuk dapat melaksanakan pungutan retribusi SIUP bagi UMKM di Kota Salatiga sesuai dengan peraturan-peraturan yang berlaku di wilayah hukum Kota Salatiga.

b. Memberikan kontribusi pemikiran atau solusi mengenai masalah hukum perijinan terhadap pungutan retribusi SIUP bagi UMKM yang terjadi di Kota Salatiga.

(13)

13

penyebab peniadaan pungutan retribusi SIUP bagi UMKM yang terjadi di Kota Salatiga.

2. ManfaatPraktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan penelitian dalam rangka meningkatkan kualitas di Badan Pelayanan PerijinanTerpadu, dan Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi dan UMKM Kota Salatiga, beserta Satuan Kerja Perangkat Daerah terkait lainnya di Kota Salatiga.

E. MetodePenelitian 1. Jenis Penelitian

Dalam penelitian pengembangan ilmu hukum khususnya hukum administrasi negara ini, jenis penelitian yang dipilih adalah penelitian eksploratif. Sebab dalam penelitian ini peneliti hanya meneliti penyebab Pemerintah Kota Salatiga memberlakukan kebijakan Peniadaan Pungutan Restribusi SIUP bagi UMKM di Kota Salatiga.

2. Pendekatan yang Digunakan

Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis sosiologis. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan penerapan ketentuan-ketentuan tentang perijinan.

3. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder.

(14)

14

b. Data sekunder dalam penelitian ini mencakup:15

1) Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat. Dalam penelitian ini, bahan hukum primer yang digunakan terdiri dari:

a. Undang-undang Dasar 1945.

b. Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

c. Undang-Undang Nomor 20 tahun 2008, tentang Usaha Mikro Kecil dan Menengah.

d. Undang-undang Nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.

e. Undang-UndangNomor 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

f. Undang-UndangNomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

g. Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2014, tentang Perizinan untuk usaha Mikro dan Kecil dan Menengah.

h. Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 24 tahun 2006 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu. i. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 45 Tahun 2009, tentang

Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 36 tahun 2007 tentang Penerbitan Surat Izin Usaha Perdagangan.

15

(15)

15

j. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 39 tahun 2011 tentang Perubahan kedua atas Peraturan Menteri Perdagangan nomor 36 Tahun 2007 tentang Penerbitan Surat Izin Perdagangan dan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 77 Tahun 2013 tentang Surat Izin Usaha Perdagangan dan Tanda Daftar Perusahaan secara simultan bagi perusahaan perdagangan.

k. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 tahun 2015 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah.

l. Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota.

m. Peraturan Pemerintah Nomor 17 tahun 2013 tentang Pelaksanaan Undang-undang nomor 20 tahun 2008 tentang UMKM.

n. Peraturan Daerah Kota Salatiga Nomor 10 Tahun 2003, tentang Retribusi Surat Izin Perdagangan.

o. Peraturan Daerah Nomor 9 tahun 2011 tentang susunan Organisasi dan Tata Kerja Badan Pelayanan Perijinan Terpadu dan Penanaman Modal pada Pemerintah Daerah Kota Salatiga.

(16)

16

hukum yang bukan merupakan dokumen-dokumen resmi, meliputi buku-buku teks, kamus-kamus hukum, jurnal-jurnal hukum, dan komentar-komentar atas putusan pengadilan. Bahan penelitian hukum yang digunakan buku-buku yang terkait dengan materi/bahasan yang penulis gunakan.16

3) Bahan hukum tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti: kamus hukum (law encyclopedia).

4. Unit Amatandan Unit Analisis

a. Unit amatan dalam penelitian ini meliputi bahan hukum primer sebagaimana penulis uraikan di halaman 13-14.

b. Unit analisisnya adalah pasal-pasal pada hukum primer sebagaimana penulis uraikan di halaman 13-14.

F. SistematikaPenulisan

Bab I : Bab ini berisikan uraian orientasi tentang penelitian yang akan dilakukan meliputi:

A. Latar Belakang Masalah B. Rumusan Masalah C. Tujuan Penelitian D. Manfaat Penelitian

Bab II : Bab ini berisi uraian hasil penelitian, pembahasan, dan analisis terhadap permasalahan penelitian, kasus yang dipelajari tentang

16

(17)

17

kebijakan pemerintah Kota Salatiga untuk meniadakan pungutan restribusi Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP) bagi UMKM di Kota Salatiga.

Referensi

Dokumen terkait

Selain itu, perawat juga harus dapat mempertahankan dan melindungi hak-hak klien, hak- hak klien tersebut antara lain: hak atas informasi; pasien berhak memperoleh

Peserta didik mampu menganalisis tentang penggunaan pelbagai media digital untuk penyampaian materi tertentu dalam buku

Pada penelitian ini 100 pasang serangga dimasukkan kedalam tandan bunga jantan yang telah disungkup dan masih berada pada tanaman kelapa sawit kemudian diambil 3 spikelet

Hasil penelitian ini menunjukkan tingkat stres lansia berdasarkan gejala fisik. terdapat yang mengalami stres ringan sebanyak 21 lansia (65,5%)

Dried seaweed powder was saved in the freezer before used for phytochemistry analysis, total phenolic content, radical scavenging activity (% RSA) and proximate

Antara peralatan berikut, yang manakah tidak mempunyai set atur cara komputerA. Alat

• sepakan percuma tidak terus adalah diberi kepada pasukan lawan jika kesalahan berlaku di dalam kawasan penalti penjagi gol berkenaan, sepakan itu dibuat di tempat mana

Kurikulum Sains untuk sekolah menengah bertujuan untuk melahirkan murid yang mempunyai pengetahuan dan kemahiran dalam bidang sains dan teknologi dan mampu mengaplikasikan