• Tidak ada hasil yang ditemukan

Biologi Serangga Penyerbuk (Elaeidobius kamerunicus Faust) (Coleoptera : Curculionidae) Pada Tanaman Kelapa Sawit di Daerah Dataran Tinggi Chapter III V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Biologi Serangga Penyerbuk (Elaeidobius kamerunicus Faust) (Coleoptera : Curculionidae) Pada Tanaman Kelapa Sawit di Daerah Dataran Tinggi Chapter III V"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAHAN DAN METODA

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di perkebunan kelapa sawit PT. Perkebunan Nusantara IV Bah Birung Ulu dan Laboratorium Entomologis

Hama dan Penyakit Tanaman Pusat Penelitian Kelapa Sawit Unit Marihat. Ketinggian kebun Bah Birung Ulu berkisar 600-1100 m dpl pada bulan November 2016 sampai April 2017 dengan rata - rata Suhu 23,75 ± 0,07 o C dan kelembaban 76 ± 0,41 %.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bunga jantan pada

tanaman kelapa sawit yang belum mekar (anthesis), serangga penyerbuk

E. kamerunicus jantan dan betina yang baru saja keluar dari pupa, kapas, karet gelang, kertas label, tissue dan alkohol.

Alat – alat yang digunakan adalah penyungkup Agrivek bag, karet ban, kantung, botol film, termohidrograf, jarum suntik, pisau cutter, gunting tanaman, kamera, penjepit, jarum kait, mikroskop, kotak Hacth and Carry, alat tulis dan sebagainya yang diperlukan dalam penelitian.

Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah metode deskriptif yaitu mengamati secara langsung siklus hidup E. kamerunicus dengan mengamati setiap

stadia E. kamerunicus yang diambil langsung dari perkebunan kelapa sawit PT. Perkebunan Nusantara IV Bah Birung Ulu yang berada di daerah dataran

(2)

Persiapan Penelitian

Penyediaan Serangga E. kamerunicus

Serangga yang digunakan diperoleh dari perkebunan kelapa sawit PT. Perkebunan Nusantara IV Bah Birung Ulu dan serangga yang baru saja keluar dari pupa, pengambilan serangga di lapangan dilakukan secara berikut:

Pencarian bunga jantan kelapa sawit yang telah lewat mekar (post-anthesis) yang dicirikan dengan bunga yang mulai layu dan ditumbuhi jamur yang didalamnya terdapat larva atau pupa serangga E. kamerunicus kemudian bunga tersebut dipotong dan diletakkan kedalam kotak Hacth and Carry, bunga tersebut diamati untuk mendapatkan serangga berumur 3 hari dan belum kawin yang keluar dari dalam bunga kelapa sawit sebagai bahan untuk penelitian.

Penyediaan Bunga Jantan

Mencari 3 bunga jantan yang belum mekar di lapangan dari lokasi yang sama dengan tempat E. kamerunicus diambil, kemudian bunga tersebut dihitung jumlah spikeletnya dan dipotong setiap spikelet menjadi setengah bagian dengan menggunakan gunting tanaman yang tajam setelah itu bunga tersebut disungkup dengan menggunakan kertas penyungkup Agrivak, hingga bunga mekar. Hal ini dilakukan untuk menjaga bunga tetap steril dari E. kamerunicus.

Pelaksanaan Penelitian

Stadium telur, larva, pupa dan imago E. kamerunicus

(3)

masing - masing 3 spikelet setiap hari dan dibuka masing – masing spikelet yang diambil untuk melihat perkembangan siklus mulai telur, larva, pupa, hingga imago. Telur, larva, pupa dan imago yang diperoleh diletakkan kedalam botol film yang berisi alkohol 70 % sebanyak 4 ml agar tubuhnya tidak rusak dan dapat diamati. Pengambilan spikelet dilakukan setiap hari sampai spikelet yang berada didalam sungkupan tersebut habis.

Keperidian E. kamerunicus

Penyediaan Pakan

Mencari 1 bunga jantan yang belum mekar di lapangan dari lokasi yang sama dengan tempat E. kamerunicus diambil, kemudian bunga tersebut disungkup dengan menggunakan kertas penyungkup terilen Agrivak, hingga bunga mekar. Hal ini dilakukan untuk menjaga bunga tetap steril dari E. kamerunicus dan ketika bunga jantan mekar akan digunakan sebagai pakan dan tempat meletakkan telur, penyungkupan dilakukan setiap 3 hari sekali karena bunga jantan kelapa sawit mekar hanya selama 4 – 5 hari.

Penyediaan E. kamerunicus

Pencarian bunga jantan kelapa sawit yang telah lewat mekar yang didalamnya terdapat larva atau pupa serangga E. kamerunicus kemudian bunga tersebut dipotong dan diletakkan kedalam kotak Hacth and Carry. Bunga tersebut diamati untuk mendapatkan serangga berumur 3 hari dan belum kawin yang keluar dari dalam bunga kelapa sawit sebagai bahan untuk penelitian.

(4)

tempat meletakkan telur. Setiap hari potongan spikelet bunga kelapa sawit diambil dari dalam kantong dan diganti dengan potongan spikelet bunga yang baru. Bunga kelapa sawit tersebut dibuka satu persatu dan dihitung jumlah telur yang dihasilkan sampai betina mati dan dihitung serangga jantan ataupun betina yang mati setiap harinya.

Peubah Amatan

Stadium telur, larva, pupa dan imago E. kamerunicus

Pengamatan terhadap stadium telur, larva, pupa dan imago dilakukan di bawah mikroskop. Pengamatan meliputi warna, ukuran tubuh, dan umur setiap stadia. Masing –masing sebanyak 40 sampel.

Siklus Hidup E. kamerunicus

Pengamatan terhadap siklus hidup dilakukan dengan menghitung berapa hari sejak telur sampai imago dan masa praoviposisi (masa sebelum meletakkan telur).

Keperidian E. kamerunicus

Pengamatan meliputi lama kopulasi dan jumlah telur selama hidup serangga betina. Pengamatan dilakukan sampai serangga tersebut mati.

Data pendukung

Data pendukung yang diamati dalam penelitian ini adalah pengukuran suhu ( o

(5)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Stadia Telur, Larva, Pupa dan Imago E. kamerunicus

Hasil penelitian menunjukkan bahwa serangga penyerbuk kelapa sawit

E. kamerunicus merupakan serangga yang mengalami metamorfosis sempurna (holometabola) yaitu mulai dari telur (Gambar 1), larva (Gambar 2), pupa (Gambar 3) dan imago (Gambar 4).

Waktu yang diperlukan untuk perkembangan serangga dari telur sampai menjadi imago 16,66 ± 3,05 hari. Rincian waktu yang diperlukan pada tiap – tiap fase tercantum pada Tabel 1 dan Lampiran 1.

Tabel 1. Lama hidup masing – masing stadia E. kamerunicus

Ukuran rata – rata masing – masing stadia mulai dari telur sampai imago dapat dilihat pada Tabel 2. Rincian masing – masing ukuran dapat dilihat pada Lampiran 2.

Tabel 2. Ukuran masing- masing stadia E. kamerunicus

Rata – rata (mm)

(6)

Telur berwarna kuning bening atau keputih – putihan, berbentuk oval (Gambar 1) kulit licin dan mengkilap.

Gambar 1. Telur E. kamerunicus

Telur diletakkan serangga betina diujung bulir bunga jantan kelapa sawit yang sedang mekar dengan menggunakan alat peletakan telur (ovipositor) dan pada bulir bunga tersebut terdapat lubang karena jaringan tangkai sari bunga dimakan oleh serangga. Bekas gigitan tersebut akan mengeras sehingga melindungi telur yang diletakkan. Pada umumnya telur berjumlah 1-2 butir per bulir bunga jantan. Rata – rata panjang telur yaitu 0,65 ± 0,05 mm dan lebarnya 0,43 ± 0,05 mm (Tabel 2), lama masa telur yaitu 2,33 ± 0,57 hari (Tabel 1). Batomalaque dan Bravo (2011) masa telur yaitu 2 – 3 hari sedangkan (Girsang, 2016) lebih cepat masa inkubasi telur yaitu 1 – 2 hari. Hal ini disebabkan karena berbedanya daerah dataran tempat penelitian. Ketinggian tempat erat kaitannya dengan suhu udara yang memegang peranan penting dan sering menjadi faktor pembatas (Syarkawi et al., 2015). Suhu lingkungan merupakan salah satu faktor lingkungan yang berpengaruh cukup kuat pendukung penetasan telur (Wibowo et al. 2004).

(7)

pada telur yang menetas dan terdapat bintik hitam dibagian kepala yang merupakan mulutnya (Gambar 2). Rata – rata ukuran panjang tubuh larva instar 1 adalah 0,76 ± 0,17 mm, lebar tubuh 0,37 ± 0,05 mm dan diameter kepala 0,29 ± 0,02 mm (Tabel 2), dan lama masa larva instar 1 adalah 2 ± 1,73 hari (Tabel 1). Menurut Girsang (2016) masa inkubasi larva instar 1 yaitu 1 – 2 hari (rata – rata 1,05 hari) sedang menurut Tuo et al. (2011) 1,24 + 0,12 hari.

Larva instar 1 berubah menjadi larva instar 2, larva ini akan bergerak menuju pangkal bulir bunga kelapa sawit dan memakan bagian bulir bunga yang lunak larva instar 2 berwarna coklat kekuningan, kepala berwarna coklat dan pada tubuhnya terdapat bulu halus namun tidak banyak. Rata – rata ukuran panjang tubuh adalah 3,88 ± 0,44 mm, lebar tubuh 1,34 ± 0,16 mm, diameter kepala 0,72 ± 0,08 mm(Tabel 2) dan lama perkembangan larva instar 2 yaitu 5 ± 1 hari (Tabel 1). Hal ini berbeda dengan Girsang (2016) masa perkembangan larva instar kedua berkisar antara 1 – 2 hari (rata – rata 1,06 hari), menurut Kurniawan (2010) larva instar 2 membutuhkan waktu 2,79 hari.

(8)

(a) (b) (c) Gambar 2. a. Larva instar 1 b. Larva instar 2 c. Larva instar 3

Larva memiliki bentuk tubuh melengkung sehingga menyerupain seperti huruf c disebut juga tipe scarabaeiform (Gambar 2). Hal ini sesuai dengan pernyataan Putri (2015) yaitu bentuk tubuh pada larva serangga ini termasuk dalam tipe scarabaeiform, dimana kepala dan tubuh mudah dibedakan, dengan bentuk tubuh melengkung.

Larva instar 3 berubah menjadi pupa dan sebelum terbentuk pupa, larva instar 3 menggigit ujung bulir bunga agar terbentuk lubang sebagai jalan keluar ketika menjadi imago, larva instar 3 tidak banyak melakukan aktifitas dan sebagian besar waktunya digunakan untuk pembentukan organ – organ tubuh. Rata – rata ukuran panjang tubuh pupa adalah 3,08 ± 0,25 mm, lebar tubuh 1,30 ± 0,15 mm (Tabel 2) dan lama masa pupa selama 4,66 ± 0,57 hari (Tabel 1)

menurut Girsang (2016) masa inkubasi pupa adalah 2 – 11 hari (rata – rata 2,35 hari)menurut Simanjuntak et al (2015) masa inkubasi pupa 4 – 8

hari, menurut Apriniarti (2011) masa inkubasi pupa adalah 3 - 4 hari sedangkan menurut Arif et al (2009) masa inkubasi pupa adalah 2 – 6 hari. Menjelang berakhirnya stadia pupa warna mulut dan tungkai secara berangsur berubah menjadi kecokelatan.

(9)

dengan pernyataan Meliala (2008) yang menyatakan bahwa tipe pupa eksarata adalah pupa yang dilengkapi embelan bebas dan biasanya tidak melekat pada tubuh serta tidak memiliki kokon.

Gambar 3. Pupa E. kamerunicus

Hasil penelitian menunjukkan bahwa lama stadia pradewasa

E. kamerunicus adalah 16,66 ± 3,05 hari (Lampiran 1). Menurut Simanjuntak et al

(2015) lama stadia pradewasa E. kamerunicus pada ketinggian 530 m dpl di Jawa Barat adalah 26 - 33 hari sedangkan yang ada di Sumatera Utara pada ketinggian 710 – 902 m dpl adalah 14 - 23 hari, menurut Girsang (2016) lama stadia pradewasa berkisar antara 7 – 20 hari (rata – rata 10,23 hari) berada pada ketinggian + 400 m dpl. Hal ini menunjukkan bahwa lama stadia pradewasa

E. kamerunicus pada setiap ketinggian tempat memiliki waktu yang berbeda – beda, karena setiap tempat memiliki kondisi lingkungan yang berbeda pula menurut Syarkawi et al (2015) menyatakan bahwa ketinggian tempat dapat mempengaruhi suhu lingkungan. Bagi organisme ektotherm seperti serangga, suhu rendah dapat memperpanjang masa perkembangan. Suhu udara dapat mempengaruhi distribusi serangga (Young, 1982), perkembangan, pertumbuhan, dan aktivitas serangga (Speight et al., 2008).

(10)

mengunjungi bunga karena adanya beberapa faktor penarik yaitu bentuk dan warna bunga, serbuk sari, nektar dan aroma selain itu ketersediaan makanan pada bunga jantan juga akan membantu larva serangga penyerbuk untuk dapat tumbuh dewasa.

Imago E. kamerunicus berwarna hitam kecoklatan dan memiliki 2 pasang sayap dengan sayap bagian depan yang mengeras disebut elitera (Gambar 4). Imago E. kamerunicus keluar dari lubang pada ujung bulir bunga yang telah dibuat saat akan berubah menjadi pupa, berdasarkan pengamatan lama hidup imago jantan adalah 10,72 ± 1,4 hari lebih cepat dari pada imago betina 14,44 ± 1,35 hari (Lampiran 1). Hal ini berbeda dengan hasil penelitian Girsang (2016), Firmansyah (2012), Kurniawan (2010) dan Herlinda et al (2006) yang menyatakan bahwa umur imago jantan lebih lama dari pada umur betina, tetapi hasil penelitian menunjukan hasil yang sama dengan hasil penelitian Tuo et al

(11)

(a) (b)

Gambar 4 : Imago E. kamerunicus (a) Jantan (b) Betina

Imago jantan dan betina dapat dibedakan dari ciri morfologinya seperti ukuran tubuh jantan lebih besar dari pada betina tapi panjang moncong betina lebih panjang dibanding jantan. Pada imago jantan rata – rata panjang tubuh 2,52 ± 0,19 mm, lebar tubuh 1,09 ±0,12 mm, diameter kepala 1,07 ± 0,11 mm dan panjang moncong 0,90 ± 0,09 mm sedangkan betina rata – rata panjang tubuh 2,02 ± 0,15 mm, lebar tubuh 0,97 ± 0,08 mm, diameter kepala 0,92 ± 0,10 mm dan panjang moncong 1,30 ± 0,08 mm (Tabel 2 dan Lampiran 1). Kingsolver dan Huey (2008) menyatakan bahwa ukuran tubuh yang lebih besar berkaitan dengan kelangsungan hidup, produktivitas dan kesuksesan perkawinan yang lebih tinggi.

Pada bagian elitera jantan terdapat dua tonjolan, sedangkan pada betina bagian elitera tersebut rata dan bulu pada tubuh jantan lebih banyak dari pada betina. Oleh sebab itu serbuk sari dapat menempel pada tubuh serangga sehingga dapat membantu dalam penyerbukan kelapa sawit. Prasetyo dan Susanto (2012) menyatakan bahwa serangga E. kamerunicus jantan dapat membawa serbuk sari lebih banyak dibandingkan dengan kumbang betina. Hal ini disebabkan oleh ukuran tubuh jantan yang lebih besar serta banyaknya bulu pada sayap kumbang jantan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa masa prapeneluran E. kamerunicus

(12)

semasa hidupnya 20,4 ± 2,6 butir (Lampiran 5) dan masa pasca peneluran 4 ± 0,89 hari (Lampiran 3). Menurut Girsang (2016) masa prapeneluran

E. kamerunicus adalah 2 hari di laboratorium, peneluran yaitu antara 17 – 48 (rata – rata 31,07) hari rata – rata jumlah telur yang dihasilkan imago betina adalah 197,97 butir dan pasca peneluran adalah 0 – 18(rata – rata 4,8) hari. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Hoiss et al (2012) yang menyatakan bahwa jumlah spesies serangga menurun dengan meningkatnya lintang atau ketinggian tempat yang disebabkan oleh pengaruh lingkungan. Duyck et al. (2010) menyatakan selain itu, tempat yang lebih tinggi dapat memperlambat reproduksi serangga sehingga jumlah generasi dan jumlah populasi serangga cenderung lebih sedikit.

Siklus HidupE. kamerunicus

Hasil penelitian ini diperoleh bahwa siklus hidup E. kamerunicus

(perkembangan telur sampai imago dan masa prapeneluran) berkisar 18,66 ± 3,05 hari (Lampiran 1 dan 3) hasil ini berbeda dengan penelitian Girsang (2016) yang

menyatakan bahwa siklus hidup E. kamerunicus berkisar 9 – 22 (rata – rata 12,25 hari). Hal ini disebabkan karena metabolisme serangga pada

(13)

laju metabolisme sehingga dapat bertahan pada daerah dengan jumlah makanan dan air terbatas.

Cahaya mempengaruhi aktifitas serangga dan membantu mendapatkan makanan (Jumar, 2000). Wardani et al (2013) menyatakan bahwa cahaya matahari dapat dijadikan penanda untuk aktivitas tertentu seperti dalam pencarian makan,

molting, ataupun reproduksi. Intensitas cahaya akan mempengaruhi kondisi lingkungan, seperti suhu dan kelembaban udara. Selain itu, kondisi lingkungan akan berpengaruh terhadap metabolisme tubuh serangga. Kelembaban merupakan faktor penting yang mempengaruhi penyebaran, aktivitas, dan perkembangan serangga. Pada umumnya serangga memiliki kandungan air dalam tubuhnya sekitar 50 - 90%, kondisi ini dapat dipertahankan jika kelembaban lingkungan berkisar diantara nilai tersebut. Namun Susanto (2000) menyatakan bahwa pada kondisi lingkungan yang kering, serangga mampu meningkatkan metabolisme tubuhnya. Peningkatan metabolisme tersebut menyebabkan serangg menghasilkan kandungan air dalam tubuh lebih banyak untuk mengimbangi penguapan dari tubuh serangga.

(14)

bahwa suhu yang tidak mendukung akan memperpendek umur serangga (Jumar, 2000).

Semua spesies serangga mempunyai kisaran suhu udara tertentu dalam mempertahankan hidupnya. Kisaran ini akan berbeda pada setiap spesies serangga Mavi dan Tupper (2004) menyatakan bahwa bila suhu udara berada di atas atau di bawah keadaan optimal maka akan menimbulkan kematian serangga dalam waktu dekat. Beberapa serangga dapat beradaptasi menghadapi lingkungan ekstrim dengan diapause. Perkembangan dan aktivitas serangga akan normal kembali jika suhu udara berada pada kisaran yang cocok.

Metode penelitian juga mengakibatkan perbedaan perkembangan pradewasa serangga E. kamerunicus. Pada penelitian ini 100 pasang serangga dimasukkan kedalam tandan bunga jantan yang telah disungkup dan masih berada pada tanaman kelapa sawit kemudian diambil 3 spikelet per hari untuk mengamati perkembangan stadia setiap hari sedangkan Girsang (2016) melakukan metode yang berbeda yaitu melakukan pemeliharaan di dalam tabung, dari 100 tabung telur yang berumur sama diambil 5 tabung/hari untuk melihat perkembangan stadia setiap hari sehingga menyebabkan terganggunya perkembangan pradewasa serangga tersebut hal ini sesuai dengan penelitian Fikra (2015) bahwasanya pada tandan kelapa sawit yang dipotong dari pohonya menunjukkan adanya kehilangan air (water lost) yang signifikan, sedangkan dalam tandan tersebut masih terdapat kumbang pradewasa yang masih mengalami pertumbuhan dan perkembanngan untuk menjadi dewasa.

(15)

perkembangan suatu serangga Susanto et al (2007) menyatakan bahwa proses menjadi imago diperlukan bunga jantan yang berkondisi baik agar larva tidak mengalami kekurangan makanan dan dapat memakan bagian pangkal tangkai sari pada bunga jantan tersebut.

Keperidian E. kamerunicus

Gambar 5. Keperidian E. Kamerunicus

Jumlah telur yang dihasilkan oleh seekor betina menunjukkan bahwa awal masa peneluran jumlah telur yang diletakkan masih sedikit dan mulai mengalami peningkatan pada hari – hari berikutnya hingga mencapai puncak peneluran pada hari ke 6 (Gambar 5) kemudian mengalami penurunan pada hari berikutnya dan tidak ada lagi ditemukan telur pada hari ke 12 – hari ke 17 (Lampiran 5). Imago

(16)

hidup 57,64 + 8,29 butir. Menurut Buambitun et al (2015) produksi telur akan sangat tergantung pada nutrisi tanaman inang terutama kadar protein dan asam – asam aminonya. Kurniawan (2010) menjelaskan bahwa peluang hidup pada fase telur diduga karena fase ini belum banyak terpengaruh oleh faktor luar, seperti serangan cacing parasit, tungau, ataupun pengaruh dari kondisi lingkungan.

Imago jantan mulai mati pada hari ke 9 dan berakhir pada hari ke 12 dan imago betina mulai mati pada hari ke 14 dan berakhir pada hari ke 17 (Lampiran 1). Masa pasca peletakan telur (Post ovipisition) mulai pada hari ke 12 dan berakhir pada hari ke 17 (Lampiran 5). Menurut Sholehana (2010) perbedaan lama hidup kumbang jantan dan betina karena peranan kumbang betina dalam menghasilkan keturunannya. Selain itu menurut Kurniawan (2010) pada fase imago peluang hidupnya rendah diduga karena faktor luar, terutama adanya serangan cacing parasit. Penyebab lain adalah karena faktor lingkungan pada saat pengamatan mungkin kurang sesuai dengan kondisi lingkungan dialam, misalnya imago menjadi stres. Selain disebabkan karena cacing parasit kematian pada fase imago disebabkan karena telah mencapai umur maksimumnya (aging/longevity

maksimum).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan biologi

E. kamerunicus di daerah dataran tinggi dengan di daerah dataran rendah yaitu hasil penelitian Girsang (2016) di daerah dataran rendah, pada daerah dataran tinggi lama hidup masing – masing stadia E. kamerunicus membutuhkan waktu lebih lama kecuali imago, ukuran masing – masing stadia E. kamerunicus lebih kecil, siklus hidup lebih lama dan keperidian lebih sedikit dari pada di daerah

(17)
(18)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Masa fase telur yaitu 2,33 ± 0,57 hari, larva instar 1 yaitu 2 ± 1,73 hari instar 2 yaitu 5 ±1 instar 3 yaitu 2,66 ±1,15 hari dan pupa yaitu 4,66 ± 0,57 hari. Umur imago jantan yaitu 10,72 ± 1,4 hari lebih cepat dari pada imago betina 14,44 + 1,55 hari. Siklus hidup E. kamerunicus berkisar 18,66 ± 3,05 hari.

Masa prapeneluran E. kamerunicus yaitu 2 ± 0 hari. Lama peneluran

E.kamerunicus yaitu 9,84 ± 0,96 hari, jumlah telur yang dihasilkan betina setiap hari 1,3 ± 0,18 butir, jumlah telur yang dihasilkan betina semasa hidupnya 20,4 ± 2,6 butir, dan masa pasca peneluran 4 ± 0,89 hari. Waktu yang dibutuhkan oleh E. kamerunicus untuk berkopulasi 1,84 ± 0,8 hari .

Saran

Perlu dilakukan penelitian lanjut mengenai populasi serangga penyerbuk

Gambar

Tabel 1. Lama hidup masing – masing stadia E. kamerunicus
Gambar 1. Telur  E. kamerunicus
Gambar 2. a. Larva instar 1 b. Larva instar 2 c. Larva instar 3
Gambar 3. Pupa  E. kamerunicus
+3

Referensi

Dokumen terkait

Budi Daya Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.). Pusat Penelitian Marihat, Pematang Siantar, Medan. Serangga Penyerbuk Kelapa Sawit E. kamerunicus di Indonesia.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak penggunaan insektisida sistemik terhadap perkembangan serangga penyerbuk kelapa sawit Elaeidobius kamerunicus Faust

penggunaan insektisida sistemik dalam mengendalikan hama diperkebunan kelapa sawit terhadap perkembangan serangga penyerbuk kelapa sawit E.

Pengamatan jumlah serangga penyerbuk kelapa sawit dilakukan dengan mengamati jumlah SPKS yang keluar dari satu tandan yang telah disungkup.. Pengamatan jumlah kumbang yang keluar

Demografi dan Populasi kumbang Elaeidobius kamerunicus Faust ( Coleoptera : Curculionidae) Sebagai Penyerbuk Kelapa Sawit ( Elaeis guineensis Jacq).. Program

Data Pengukuran Imago Jantan E... Data Pengukuran Imago Betina

Elaedobius kamerunicus Faust (Coleoptera: Curculionidae) yang Efektif dalam Menyerbuk Tandan Kelapa Sawit” merupakan salah satu syarat memperoleh gelar sarjana pada program

Penyerbukan pada tanaman kelapa sawit memerlukan agen, karena meskipun kelapa sawit berumah satu (monocious) namun bunga – bunga pada bulir (spikelet) jantan dan