• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dampak Penggunaan Insektisida Sistemik Terhadap PerkembanganSerangga Penyerbuk Kelapa Sawit Elaeidobius kamerunicus Faust (Coleoptera : Curculionidae) Chapter III V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Dampak Penggunaan Insektisida Sistemik Terhadap PerkembanganSerangga Penyerbuk Kelapa Sawit Elaeidobius kamerunicus Faust (Coleoptera : Curculionidae) Chapter III V"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di areal perkebunan PTPN IV Marihat, Pematang

Siantar dan Laboratorium Pusat Penelitian Kelapa Sawit Marihat dengan ketinggian tempat ± 410 meter. Penelitian dilaksanakan pada mulai bulan Juli sampai dengan Oktober 2016.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah serangga

Elaeidobius kamerunicus, kertas sungkup (Terilen), tanah, yellow sticky trap (perangkat lekat kuning), insektisida sistemik dengan bahan aktif asefat, dimehipo, klorantraniliprol, dan air.

Alat yang digunakan penelitian ini adalah bor, injektor, hand counter, tangga, tali plastik, mikroskop, pipet tetes, gelas ukur, tongkat pengaduk,

pamphlet label, Aspirator, kalkulator, ember, gunting, pisau, kamera, alat tulis. Metode Penelitiaan

Penelitian dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok

(RAK) faktorial yang terdiri dari dua faktor dengan tiga ulangan. Faktor I : Jenis Insektisida, dimana :

I0 : Air

I1 : Insektisida Bahan aktif dimehipo 400 SL

I2 : Insektisida Bahan aktif asefat 75 WG

I3 : Insektisida Bahan aktif klorantraniliprol 50 SC

Keterangan : dasar penggunaan bahan aktif dan dosis insektisida didasarkan pada

(2)

pestisida dan insektisida sistemik yang sering digunakan diperkebunan kelapa

sawit.

Faktor II : Dosis Insektisida dimana :

D1 : 10 gr/tanaman atau setara 5 ml/tanaman D2 : 15 gr/tanaman atau setara 7,5 ml/tanaman D3 : 20 gr/tanaman atau setara 10 ml/tanaman

Keterangan :

- Dosis dengan satuan gram untuk insektisida bentuk tepung, granular.

- Dosis dengan satuan milliliter untuk insektisida berbentuk cair - Masing – masing bahab aktif dicampur dengan air sebanyak 100 ml Adapun kombinasi perlakuan adalah :

I0D1 I1D1 I2D1 I3D1

I0D2 I1D2 I2D2 I3D2

I0D3 I1D3 I2D3 I3D3

untuk menentukan banyaknya ulangan yang digunakan rumus berikut :

(t-1) (r-1) ≥ 15

(12-1) (r-1) ≥ 15

11 (r-1) ≥ 15

11r ≥ 26 r ≥ 2,36

Jumah Kombinasi Perlakuan (t) : 12

Jumlah Ulangan (r) : 3

Jumlah Pokok Sampel : 36 pohon

(3)

Model linear yang digunakan adalah :

Yijk = μ + αi + βj + (αβ)ij + εijk

Dimana :

Yijk = Hasil pengamatan pada perlakuan ke- i dan ulangan ke- j

μ = Efek dari nilai tengah

αi = Efek perlakuan pada taraf ke- i βj = Efek perlakuan pada taraf ke- j

(αβ)ij = Efek perlakuan pada taraf ke- i dan ulangan ke- j

Εijk = Galat percobaan dari perlakuan ke- i dan ulangan ke- j

Bila hasil analisis sidik ragam menunjukkan hasil yang berbeda nyata maka perlu dilakukan Uji Jarak Duncan untuk mengetahui perbedaan masing-

(4)

PELAKSANAN PENELITIAN a. Survei bunga kelapa sawit

Penelitian diawali dengan melakukan survei keberadaan bunga, baik

bunga reseptif, bunga anthesis, bunga belum reseptif, bunga hermaprodit, dan buah. Survei dilakukan di kebun Marihat pertanaman kelapa sawit milik PTPN IV afdeling IV blok 2010-C dengan luas areal yang digunakan 2 Ha (143 pohon/Ha),

umur tanaman 6 tahun, tinggi tanaman ± 6 meter, dan varietas tenera (D X P) material kamerun.

b. Pemetaan lahan penelitian

Objek penelitian memerlukan bunga kelapa sawit jantan yang belum anthesis sebanyak 36 tanaman. Bunga jantan yang belum anthesis kemudian

diberi tanda (label) sesuai dengan perlakuan insektisida yang akan diaplikasikan.

c. Menghitung populasi awal kumbang Elaeidobius kamerunicus

Penghitungan populasi dilakukan dengan memasang perangkap lekat kuning dengan ukuran 2 x 30 cm selama 24 jam pada bunga jantan anthesis dan bunga reseptif. Untuk menghitung populasi kumbang E. kamerunicus per hektar

pada bunga jantan dilakukan dengan cara: menemukan bunga jantan yang sedang mekar dengan tingkat kemekaran bunga 50% sebagai sampel.

(5)

Untuk bunga betina reseptif ditandai dengan bulir bunga sudah pecah,

berwarna putih kekuningan dan mengeluarkan bau adas.

Gambar 6. Perangkap kuning pada bunga betina

Perangkap dipasang 3 buah pada masing-masing bunga. Jadi total perangkap yang diperlukan sebanyak 6 perangkap. Pemasangan dilakukan pagi

hari, pukul 09.00 Wib. Kumbang yang tertangkap pada perangkap akan dihitung dengan rumus :

Populasi Ek = (∑Ek tertangkap pada bunga jantan x 14* x jumlah bunga anthesis/Ha) +

(∑Ek tertangkap pada bunga betina x 12* x jumlah bunga anthesis/Ha)

Keterangan:

*koefisien contoh pengali yang menggambarkan luasan yellow sticky trap terhadap luasan satu tandan bunga jantan atau bunga betina kelapa sawit, nilai ini

bisa berubah sesuai dengan kondisi bunga dilapangan (Susanto et al, 2015).

d. Penyungkupan bunga jantan belum anthesis

Penyungkupan bunga dilakukan dengan menggunakan kertas sungkup

Terilen, sungkup ini sudah sering digunakan dalam kegiatan polinisasi, dengan kelebihan tidak tembus air tetapi tembus udara. Pertama sekali, sebelum dilakukan

(6)

bunga harus dilakukan dengan hati-hati, sebab tandan bunga belum anthesis

sangat rentan patah. Setelah bunga bersih, kemudian kapas dipasang dibagian pangkal tandan bunga untuk menghindari serangan tikus dan semut. Selanjutnya,

sungkup dipasang dan bagian pangkal bunga diikat dengan karet. Jumlah bunga yang disungkup sebanyak 36 tandan dalam 36 pokok tanaman.

Gambar 7. a. bunga jantan belum anthesis; b. Proses penyungkupa n

e. Pembiakan Serangga Uji

Tandan bunga jantan lewat anthesis dikumpulkan sebanyak 10 tandan, lokasi pengambilan tandan harus dari luar lahan penelitian untuk meminimalisir

kontaminasi dari bahan kimia, penggunaan tandan bunga jantan lewat anthesis bertujuan untuk mendapatkan kumbang yang baru keluar dari pupa. Tandan yang

dikumpulkan kemudian dimasukkan ke kotak hatch and carry. Setelah 3 atau 4 hari kumbang muncul, kemudian dipisahkan antara kumbang jantan dan betina. Jumlah kumbang yang diperlukan sebanyak 150 pasang/tandan, jadi total yang

dibutuhkan untuk semua pohon aplikasi (36 pokok) sebanyak 10.800 ekor. f. Pencampuran insektisida

Insektisida yang digunakan, asefat dengan dosis 5 gr, 10 gr, 20 gr, dimehipo serta klorantraniliprol dengan dosis 5 ml, 7,5 ml, 10 ml. Penentuan penggunaan dosis insektisida berdasarkan anjuran yang terdapat dilabel

(7)

insektisida dan dosis yang sering digunakan pihak kebun di areal penelitian.

Insektisida dengan wujud padat diukur dengan menggunakan timbangan analitik dan insektisida dengan wujud cair diukur menggunakan gelas ukur. Masing –

masing insektisida dilarutkan dalam 100 ml air. g. Pengaplikasian Insektisida

Pengaplikasian insektisida dalam penelitian ini menggunakan metode

injeksi batang dengan aplikasi bor tangan pada batang kelapa sawit berumur 6 tahun dengan kedalaman 20-30 cm, tinggi 1 m dari permukaan tanah dan

kemiringan 45°. Lalu lubang bekas pemboran ditutup dengan bulatan dari tanah sesuai dengan diameter lubang.

Gambar 8. Proses aplikasi insektisida

h. Introduksi Serangga Penyerbuk

SPKS yang telah dibiakan kemudian dihitung berdasarkan jenis kelamin jantan dan betina, jumlah serangga yang diperlukan sebanyak 150 pasang SPKS

untuk satu tandan bunga. Introduksi dilakukan ketika bunga yang disungkup dan yang telah di injeksi sudah mencapai kemekaran 50 % (biasanya satu minggu setelah penyungkupan). Pengintroduksian serangga tidak dapat dilakukan

(8)

dipotong dengan cutter, kemudian SPKS dimasukkan. Ujung sungkup kemudian

ditutup dengan menggunakan karet.

Parameter Amatan

1. Penghitungan Jumlah Kumbang SPKS Per Tandan

Pengamatan jumlah serangga penyerbuk kelapa sawit dilakukan dengan mengamati jumlah SPKS yang keluar dari satu tandan yang telah disungkup.

Pengamatan jumlah kumbang yang keluar dari tandan dilakukan setelah 14 hari dari pengintroduksian serangga penyerbuk kelapa sawit.

2. Pengamatan Populasi SPKS

Penghitungan populasi dilakukan dengan memasang perangkap lekat kuning dengan ukuran 2 x 30 cm pada pohon yang tidak di injeksi. Pemasangan

dilakukan selama 24 jam pada bunga jantan anthesis dengan kemekaran 50 % dan bunga betina reseptif sebanyak 3 buah pada masing-masing bunga. Jadi jumlah

pokok tanaman yang diperlukan untuk sekali perhitungan populasi kumbang sebanyak 6 pokok. Penghitungan populasi dilakukan sebanyak 4 kali yaitu sebelum pengaplikasian, 30 hari, 60 hari dan 90 hari setelah aplikasi. Kumbang

yang tertangkap pada perangkap akan dihitung dengan rumus:

Populasi Ek = (∑Ek tertangkap pada bunga jantan x 14* x jumlah bunga anthesis/Ha) +

(∑Ek tertangkap pada bunga betina x 12* x jantan bunga anthesis/Ha).

Keterangan:

*koefisien contoh pengali yang menggambarkan luasan yellow sticky trap

(9)

3. Pengamatan Rasio Seks E. kamerunicus

Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah serangga penyerbuk berdasarkan jenis kelamin jantan atau betina dengan bantuan mikroskop stereo

dan counter. Untuk meghitung rasio seks serangga dengan rumus:

X = J B

Keterangan : X : nisbah kelamin, J : total jantan, B : total betina

Persentase nisbah kelamin serangga :

Jenis kelamin jantan = jumlah E.kamerunicus jantan

total serangga jantan +serangga betina x 100%

Jenis kelamin betina = jumlah E.kamerunicus betin a

total serangga jantan +serangga betina x 100% (Prasetyo, 2012)

4. Pengamatan Serangga Lain Dan Identifikasi

Pengamatan serangga lain yang tertangkap dalam yellow sticky trap dilakukan bersamaan dengan perhitungan populasi E. kamerunicus. Perhitungan

(10)

HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Jumlah kumbang yang keluar pertandan

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa jenis bahan aktif dengan dosis 5 gr,

10 gr, 20 gr untuk asefat dan 5 ml, 7,5 ml, 10 ml untuk dimehipo dan klorantraniliprol tidak menunjukkan pengaruh yang berbeda terhadap jumlah

kumbang yang keluar pertandan, dengan perlakuan kontrol (Lampiran 12). Hal ini dapat dipengaruhi oleh sifat dari bahan aktif yang digunakan. (Abdellaue, 2010) menyatakan bahwa klorantraniliprol merupakan insektisida sistemik,

pengaplikasian dapat melalui daerah perakaran tanaman, yaitu melalui pembuluh xilem dan floem, tetapi insektisida ini juga dapat menjadi insektisida sistemik

lokal atau translaminar ketika disemprotkan, bahan aktif menembus epidemis dan masuk ke sel- sel mesofil.

Serangga SPKS yang diintroduksi pada tanaman yang diberi perlakuan

insektisida, tidak menunjukkan pengaruh terhadap munculnya kumbang baru setelah 14 hari aplikasi insektisida. Hal tersebut dapat dipengaruhi oleh dosis yang

diberikan masih tergolong aman, sehingga tidak mempengaruhi serangga SPKS (Bayo, 2016) mengatakan bahwa mortalis organisme bukan sasaran yang terkena insektisida sebagian besar karena keracunan akut. Insektisida sistemik dapat

memberikan efek yang mematikan terhadap populasi serangga dalam jangka waktu panjang. Hal ini disebabkan aktivitas pesistensi residual didalam tanah,

daun, dan air.

Tabel. 1 menunjukkan, rataan terendah jumlah kumbang yang keluar pertandan (894 ekor) dengan perlakuan asefat dan rataan tertinggi (1843 ekor)

(11)

ulat kantong (Mahasena corbetti Tams ) dan ulat api (Setothosea asigna) pada

areal perkebunan kelapa sawit dengan menggunakan bahan aktif asefat (Lampiran 14). (Ishartadiati, 2017) menyatakan penggunaan insektisida secara terus menerus,

serta peningkatan dosis dan frekuensi aplikasi dapat mengakibatkan resistensi pada organisme target. Tetapi disisi lain dapat mengakibatkan penurunan terhadap organisme yang peka terhadap insektisida tersebut.

Efektivitas suatu insektisida sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantara suhu, Ph, dan curah hujan. (Ruiwei et al., 1992) menyatakan insektida

dengan bahan aktif dimehipo pada larutan basah memiliki hydrolisis yang sangat kuat. Pada konsentarasi larutan 20 ppm dengan penambahan NaOH 0,01 ml/l dengan pH= 11,9 hidrolisis 15 hari. Penambahan NaOH 0,02 ml/l dengan pH =

12,3 hidrolisis 7 hari, artinya semakin tinggi pH suatu larutan dan semakin basa suatu larutan akan mempercepat terjadinya hidrolisis.

Dalam metabolisme tanaman, asefat yang mudah untuk terdegradasi. (Derek, 2008) menyatakan bahwa asefat mudah terdegradasi oleh tanaman. Seperti yang terlihat dari studi lapangan dan rumah kaca. Penurunan 5 sampai 10

hari. Hanya sekitar 5 sampai 10% acephate yang terdegradasi ke methamidophos (O, S-dimethyl phosphoramidothioate), sisanya menghasilkan garam yang tidak

berbahaya. Asefat biasanya akan diserap di permukaan daun dan hanya sedikit larutan yang akan ditranslokasikan ke akar maupun ke umbi-umbian.

Tabel 1. menunjukkan bahwa semakin tinggi dosis insektisida yang

diberikan tidak berpengaruh terhadap munculnya kumbang SPKS. Hal ini dapat terjadi karena dosis bahan aktif yang digunakan masih sesuai dengan dosis

(12)

mempengaruhi serangga non target seperti lebah, LD50 untuk lebah 1,2 ml/lebah

dan menurut (Keputusan menteri pertanian nomor 222/Kpts/SR.140/4/2004) menyatakan dosis tertinggi dari penggunaan insektisida dengan bahan aktif

dimehipo sebesar 375 ml – 750 ml/ha. (Abdellaue, 2010) menyatakan dosis pemakaian insektisida dengan bahan aktif klorantraniliprol sebesar 200 ml/ha. Tabel 1. Rata – rata jumlah kumbang Elaidobius kamerunicus yang keluar

pertandan

Keterangan : I : jenis bahan aktif ; D : dosis bahan aktif yang digunakan.

Tingkat munculnya kumbang baru sangat dipengaruhi oleh berhasil atau tidaknya metamorfosis dari serangga SPKS. Pada stadia larva merupakan

merupakan stadia yang paling rentan terhadap serangan musuh alami. Disamping itu, pada stadia ini kondisi tubuh masih lemah dan kondisi bunga juga mendukung, adanya sisa dari nektar bunga merangsang musuh alami, misalnya

semut. (Simatupang, 2015) menyatakan instar I berada disekitar peneluran, instar II mulai berpindah kepangkal bunga dan mulai memakan jaringan pangkal yang

lunak sampai habis, instar III memakan pangkal tangkai sari. (Apriniarti (2011) melaporkan Angka mortalitas tertinggi kumbang 13% terjadi pada fase larva. Tingkat kematian yang tinggi pada fase larva (pradewasa) diduga karena struktur

tubuh larva yang masih lemah. Pengaruh dari faktor luar pada saat pemeliharaan juga menentukan mortalitas. Selain itu, tingkat mortalitas yang tinggi pada larva

(13)

predator. (Kurniawan, 2010) menyatakan persen kematian instar I sebesar 4,9 %,

instar II 8,5%, instar III 2,9 %.

Keberadaan organisme seperti tikus dan semut di areal perkebunaan sangat

mengganggu kelancaran penelitian, tikus dapat memakan bunga yang disungkup dan banyak ditemukan semut pada tandan bunga jantan. (Prasetyo, 2013) menyatakan bahwa penyebab kurang optimalnya proses penyerbukan, diakibatkan

adanya penurunan populasi SPKS akibat musuh alami terutama tikus yang sangat menyukai telur, larva, kepompong maupun imago E. kamerunicus, kerusakan

spikelet akibat serangan tikus mencapai 30%. selain itu semut, berbagai jenis laba-laba predator, tungau, dan nematoda juga merupakan musuh alami SPKS.

Gambar 9. Serangan tikus pada bunga jantan

2. Populasi kumbang Elaidobius kamerunicus per hektar

Populasi SPKS per hektar mengalami penurunan setelah 90 hari penginjeksian bila dibandingkan dengan populasi awal, populasi sebelum

penginjeksian sebesar 14.076 ekor, setelah 30 hari dan 60 hari penginjeksian masing-masing sebesar 22.089 ekor dan 16.476 ekor dan 90 hari setelah injeksi

(14)

Gambar 10. Penurunan populasi kumbang Elaidobius kamerunicus per hektar

Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan, insektisida dengan bahan aktif dimehipo, asefat, klorantraniliprol, dengan dosis masing-masing dapat

menurunkan populasi SPKS setelah 90 hari aplikasi insektisida, penurunan sebesar 2.568 ekor atau 18% dari populasi awal. (Puba et al, 2012) menyatakan aplikasi berbagai insektisida yang tidak tepat dapat mengurangi populasi E.

kamerunicus sebesar 10-20%.

Penurunan populasi serangga SPKS terlihat jelas setelah 90 hari aplikasi

insektisida, hal ini dapat dipengaruhi oleh sifat bahan aktif dan efek dari residu pestisida terhadap bunga, yang menjadi sumber makanan serangga SPKS. (Ruiwei et al., 1992) menyatakan bahwa tingkat hidrolisis dimehipo dalam larutan buffer,

pH 7 dan 9 dengan suhu 50º C menunjukkan perubahan konsentrasi dimehipo kurang dari 10%. Ini berarti bahwa hidrolisis dari dimehipo sangat lambat,

sebagaimana struktur molekul dan sifat kimia dimehipo akan lebih mudah terurai menjadi senyawa stabil apabila kondisi basa dan oksidatif. (Chen, 2017) menyatakan dimehipo stabil di dalam air dan terdegradasi sangat lambat. Selama

inkubasi 60 hari tidak terjadi degradasi. Namun, ketika diinkubasi 90 hari dalam

(15)

larutan air 35 40°C terjadi degradasi. Inkubasi selama 125 hari pada suhu 8

-10°C tidak terjadi degradasi.

Penurunan populasi serangga SPKS dapat terjadi akibat kontaminasi dari

bahan aktif insektisida. (Bayo, 2017) mengatakan bahwa insektisida sistemik dapat mencemari jaringan tanaman, mulai dari akar, daun, bunga. Insektisida sistemik dapat memberikan pengaruh buruk terhadap organisme seperti lebah

yang memakan nektar dari bunga yang terkontaminasi, keracunan dapat mengakibatkan kematian hingga 50%.

Efek paparan insektisida dapat terjadi disemua bagian tubuh serangga. Hasil penelitian menunjukkan efek yang paling besar mendapatkan paparan insektisida adalah stadia larva. Stadia larva adalah stadia dimana serangga SPKS

makan dari bunga yang terpapar insektisida, dan didukung oleh kondisi bunga yang masih memungkinkan memproduksi makanan untuk larva SPKS. Hal ini

didukung oleh pernyataan (Prasetyo, 2012 ) yang menyatakan bahwa Masa bunga jantan anthesis dapat berlangsung selama 4-5 hari dengan periode pelepasan serbuk sari berlangsung selama 2-3 hari.

3. Nisbah kelamin

Insektisida dengan bahan aktif asefat dosis 5 gr, 10 gr, 20 gr dan

insektisida dimehipo serta klorantraniliprol dengan dosis 5 ml, 7,5 ml dan 10 ml tidak menunjukkan pengaruh yang berbeda dengan perlakuan kontrol (Lampiran 11).

Tabel 2. menujukkan rataan tertinggi populasi jantan (783 ekor) dengan perlakuan dimehipo, dan rataan terendah (365 ekor) dengan perlakuan asefat.

(16)

berbagai rentang pH. Dalam rentang pH dari 5 sampai 7, waktu paruh 50 hari

pada suhu 21ºC dan 20 hari pada suhu 40ºC. Pada pH 3, waktu paruh acephate adalah 65 hari di suhu 21ºC. Waktu paruh 16 hari pada pH 9 dan 21ºC. Hasil ini

menunjukkan bahwa acephate lebih stabil dalam kondisi asam dan kurang stabil dalam kondisi basa.

Tabel 2. Nilai rata – rata populasi serangga jantan Elaidobius kamerunicus

Perlakuan D1 D2 D3 Rataan

Keterangan : I : jenis bahan aktif ; D : dosis bahan aktif yang digunakan.

Tabel 3. menunjukkan rataan tertinggi populasi serangga betina (1059 ekor) dengan perlakuan bahan aktif dimehipo, dan rataan terendah dengan

perlakuan asefat (529 ekor). (Purba, 2010) mengatakan bahwa penurunan populasi E. kamerunicus dalam waktu yang singkat dapat disebabkan aplikasi pestisida, meskipun ada beberapa insektisida yang aman terhadap SPKS.

Tabel 3. Nilai rata – rata populasi kumbang betina Elaidobius kamerunicus

Perlakuan D1 D2 D3 Rataan

Keterangan : I : jenis bahan aktif ; D :dosis bahan aktif yang digunakan.

Tabel 4. menunjukkan perbandingan serangga jantan dan serangga betina E. kamerunicus setelah 14 hari aplikasi insektisida adalah 1 : 1,5. (Purba, 2010)

(17)

dengan kumbang betina, 1 : 1,6 jika dibandingkan pasca pelepasan spesies ini di

Indonesia rasionya adalah 1 : 2 hal ini berarti terjadi penurunan jantan dan betina dilapangan, khususnya populasi kumbang betina turun ±20% dalam kurun ±25

tahun.

Tabel 4. Nilai perbandingan serangga jantan dan betina (nisbah kelamin) Elaidobius kamerunicus

Perlakuan Jantan Betina Perbandingan

I0D1 2430 3232 0,8 1,3

Rataan 1947,92 2329,42

Persentase 45,45% 54,45%

Insektisida yang digunakan dalam penelitian ini, khususnya bahan aktif dimehipo dan klorantraniliprol merupakan insektisida yang tergolong baru. Belum

banyak penelitian yang melaporkan efek residu dari insektisida ini. Sama halnya insektisida klorantraniliprol yang mempunyai cara kerja yang spesifik terhadap hama sasaran. Hal ini sesuai dengan literatur (Simanjuntak dan Susanto, 2012)

menyatakan bahwa pengaplikasian insektisida dengan bahan aktif klorantraniliprol tidak menyebabkan kematian terhadap serangga bukan target,

(18)

diduga mempunyai efektivitas tinggi terhadap stadia larva dari serangga ordo

lepidoptera.

Gambar 11. Serangga E. kamerunicus betina Gambar 12. Serangga E.kamerunicus jantan

Indentifikasi serangga lain yang tertangkap di yellow trap

Sebelum pengaplikasian insektisida jumlah serangga yang tertangkap di yellow traps sebanyak 5 famili, dengan serangga terbanyak Thripidae 1312 ekor,

terendah Calliphoridae 1 ekor.

Setelah 30 hari penginjeksian jumlah serangga yang tertangkap sebanyak 4 famili, dengan serangga terbanyak Thripidae 830 ekor dan terendah Tephritidae 1

ekor.

Tabel 5. Pengamatan serangga lain dan identifikasi serangga yang tertangkap di yellow sticky traps selama 4 kali pemasangan

Ordo Famili Sebelum Kehadiran Total

(19)

Setelah 60 hari injeksi, serangga yang tertangkap sebanyak 5 famili,

dengan populasi serangga terbanyak dari famili Thripidae 1733 ekor dan populasi terendah Bombyliidae 1 ekor.

90 hari setelah injeksi, serangga yang tertangkap sebanyak 4 famili, dengan serangga terbanyak Thripidae 2259 ekor dan terendah Pyralidae dan Tephritidae masing- masing 4 ekor.

Berdasarkan hasil penelitian terdapat beberapa serangga yang terperangkap pada kertas lekat kuning, dengan serangga terbanyak Thripidae.

Thripidae yang tertangkap umumnya dari spesies Thrips hawaiiensis yang merupakan salah satu penyerbuk bunga kelapa sawit asli Indonesia, tetapi serangga ini dianggap kurang efektif bila dibandingkan dengan serangga E.

kamerunicus. Hal ini sesuai dengan literatur (Syed, 1982) yang menyatakan Thrips hawaiiensis tidak melakukan polinasi dengan baik, kemungkinan

disebabkan oleh tingginya intensitas sinar matahari dan gangguan penerbanganya karena pelepah yang pendek. Thrips juga merupakan penerbang yang lemah.

Tabel 5 menunjukkan bahwa, jumlah serangga Thripidae yang

terperangkap dikertas lengkat kuning meningkat setelah aplikasi insektisida, kecuali 30 hari setelah aplikasi insektisida 830 ekor. Hal ini diduga serangga dari

famili Thripidae, khususnya spesies Thrips hawaiiensis merupakan serangga polipag. (Purba, 2010) menyatakan Thrips hawaiiensis merupakan serangga polipag, artinya banyak spesies tumbuhan yang merupakan inangnya dan menjadi

tempat bertahan hidup serangga ini di dalam ekosistem perkebunan kelapa sawit. Selain serangga penyerbuk, terdapat serangga peredator yang tertangkap

(20)

alami bagi E. kamerunicus karena memangsa telur dan larva, selain itu serangga

ini banyak dijumpai diperkebunan kelapa sawit akibat pengaruh dari bunga kelapa sawit. Kahono (2012) melaporkan pada pagi sampai sore hari beberapa jenis

semut ditemukan mengunjungi bunga betina receptive dan bunga jantan anthesis, antara lain Anoplolepis longipes, jenis semut Formicinae berbulu lebat, Odontoponera sp. dan Polyrachis sp., yang belum diketahui peranannya sebagai

predator atau pemanfaat nektar dan serbuk sari.

Sebagian kecil, serangga yang tertangkap di perangkap kuning adalah

imago hama pemakan daun kelapa sawit di areal penelitian sangat tinggi. (Susanto, 2012) yang menyatakan hama ulat pemakan daun kelapa sawit (UPDKS) yaitu ulat api, ulat kantong, dan ulat bulu pada saat ini masih menjadi

hama utama diperkebunan kelapa sawit. Keberadaan UPDKS tidak mengenal musim dan dapat ditemui setiap saat, oleh karena itu anggapan UPDKS sulit

dikendalikan.

Tabel 5 menunjukkan, jumlah famili terendah yang terperangkap dalam perangkap kuning dari famili Calliphoridae sebanyak 1 ekor, serangga ini

merupakan lalat yang berukuran besar dan berwarna hijau. (Hashifah, 2016) menyatakan bahwa family Calliphoridae memiliki ciri tubuh sedikit lebih besar

(21)

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

1. Jumlah populasi E. kamerunicus yang keluar pertandan 894 ekor

dengan perlakuan asefat lebih rendah dari perlakuan dimehipo 1843 ekor.

2. Populasi SPKS menurun setelah 90 hari aplikasi insektisida sebesar

18% dari populasi awal.

3. Jumlah populasi kumbang jantan 365 ekor dengan perlakuan asefat

lebih rendah dibandingkan perlakuan dimehipo 2354 ekor.

4. Jumlah populasi kumbang betina 1059 ekor dengan perlakuan dimehipo lebih tinggi dari perlakuan asefat 529 ekor.

5. Nilai nisbah kelamin E. kamerunicus 1 : 1,5

6. Identifikasi serangga menunjukkan populasi terbanyak adalah

Thripidae 6.134 ekor, dan terendah Calliphoridae dan Bombylidae 1 ekor.

Saran

Perlu diperhatikan kondisi lingkungan seperti intensitas hujan, pH, dan musuh alami seperti tikus dan semut sebelum pengaplikasian insektisida, sehingga

Gambar

Gambar 5. Perangkap kuning pada bunga jantan
Gambar 7. a. bunga jantan belum anthesis; b. Proses penyungkupan a
Tabel 1. Rata – rata jumlah kumbang Elaidobius kamerunicus yang keluar  pertandan
Gambar 10. Penurunan populasi kumbang Elaidobius kamerunicus per hektar
+4

Referensi

Dokumen terkait

Indikator ini mencakup sikap yang memiliki dua indikator yaitu : kemampuan ASN dalam merespon laporan dari masyarakat dan kemampuan untuk menanggapi respon dari

Bentuk silinder pada massa bangunan utama menciptakan ruang terbuka atau inner court di dalam yang menjadi area primer sedangkan bentuk silindernya sendiri menjadi area

Alat Pasteurisasi susu, “Eco Mini PasteurizerFJ 15”, https://www.farmandranchdepot.com/farm-equipment/FJ15-Eco-Mini-. pasteurizer.html , (diakses pada tanggal 20

The result of the research showed that FCC model which was used as the reference in doing swallowing exercise in the working area of Simalingkar Puskesmas,

Hasil dari pengujian notifikasi untuk pengisian air dapat dilihat pada

2( Untuk mengetahui besar efektifitas pembelajaran Make a Match terhadap hasil belajar matematika materi garis dan sudut siswa kelas VII MTs Al- Ma’arif

Manfaat daripada analisis jalur (path analysis) adalah untuk memberikan penjelasan atau explanation terhadap fenomena yang dipelajari atau permasalahan yang

Adanya indikasi bahwa partisipasi anggaran pada kondisi ketidakpastian tugas rendah justru akan mengurangi kinerja karena dianggap merupakan pemborosan (Govindarajan