• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBINGKAIAN BERITA KEKERASAN YANG DILAKUKAN ANGGOTA TNI AU KEPADA WARTAWAN PADA SAAT PERISTIWA JATUHNYA PESAWAT TEMPUR HAWK 200.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PEMBINGKAIAN BERITA KEKERASAN YANG DILAKUKAN ANGGOTA TNI AU KEPADA WARTAWAN PADA SAAT PERISTIWA JATUHNYA PESAWAT TEMPUR HAWK 200."

Copied!
112
0
0

Teks penuh

(1)

1

PEMBINGKAIAN BERITA KEKERASAN YANG DILAKUKAN ANGGOTA TNI AU KEPADA WARTAWAN

PADA SAAT PERISTIWA J ATUHNYA PESAWAT TEMPUR HAWK 200

(Studi Analisis Framing Berita Tentang Kekerasan Yang Dilakukan Anggota TNI AU Kepada Wartawan Pada Saat Peristiwa Jatuhnya Pesawat Tempur Hawk 200

Pada Kompas dan Jawa Pos Edisi 17 – 19 Oktober 2012)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Per syaratan Memperoleh Gelar Sar jana Pada FISIP UPN “VETERAN” J awa Timur

Disusun Oleh : RYO HANDY PUTRA

0843010125

PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

(2)

PEMBINGKAIAN BERITA KEKERASAN YANG

DILAKUKAN OLEH ANGGOTA TNI AU KEPADA

WARTAWAN PADA SAAT PERISTIWA J ATUHNYA

PESAWAT HAWK 200

(Studi Analisis Framing Berita Tentang Kekerasan Yang Dilakukan Anggota TNI AU Kepada War tawan Pada Saat Peristiwa J atuhnya Pesawat Tempur

Hawk 200 Pada Kompas dan J awa Pos Edisi 17 – 19 Oktober 2012)

Oleh :

RYO HANDY PUTRA NPM : 0843010125

Telah Disetujui Untuk Mengikuti Ujian Skripsi,

Pembimbing Utama

J uwito, S.Sos, MSi NPT. 3 6704 95 00361

Mengetahui, DEKAN

(3)

PEMBINGKAIAN BERITA KEKERASAN YANG DILAKUKAN OLEH ANGGOTA TNI AU KEPADA WARTAWAN PADA SAAT PERISTIWA

J ATUHNYA PESAWAT HAWK 200

(Studi Analisis Framing Berita Tentang Kekerasan Yang Dilakukan Anggota TNI AU Kepada War tawan Pada Saat Peristiwa J atuhnya Pesawat Tempur

Hawk 200 Pada Kompas dan J awa Pos Edisi 17 – 19 Oktober 2012)

Oleh :

RYO HANDY PUTRA NPM : 0843010125

Telah Dipertahankan Dihadapan dan Diterima Oleh Tim Penguji Skr ipsi J ur usan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Univer sitas

(4)

KATA PENGANTAR

Segala ucapan puji syukur kehadirat Allah SWT penulis panjatkan atas segala rahmat, hidayah dan karunia-NYA, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik – baiknya.

Skripsi ini disusun dengan maksud untuk memenuhi salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Sosial pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini tidak akan terselesaikan dengan baik tanpa bantuan dari berbagai pihak, maka dengan penuh kesungguhan hati, pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada Drs. Kusnarto, M.Si selaku Dosen Pembimbing Utama yang telah banyak memberikan pengarahan dan dorongan yang sangat bermanfaat sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Penulis juga menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang sebesar – besarnya kepada :

1. Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayah-NYA penulis diberikan kesehatan dan kemudahan dalam menyelesaikan skripsi.

2. Dra. Ec. Hj. Suparawati, M.Si, sebagai Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Univeristas Pembangunan Nasional “Veteran” Jatim.

(5)

4. Drs. Syaifuddin Zuhri, M.Si sebagai Sekretaris Program Studi Ilmu Komunikasi FISIP Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jatim. 5. Juwito, S.Sos, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi. Terima kasih atas

segala kontribusi bapak atas penyusunan skripsi ini.

6. Seluruh Dosen Program Studi Ilmu Komunikasi maupun Staff Karyawan FISIP Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jatim.

7. Terima kasih kepada kedua orang tua saya, terima kasih atas dukungan dan motivasi yang sudah diberikan mengenai penyusunan skripsi ini. 8. Tante Ita, Terima kasih te motivasi dan dukungannya dalam

menyelesaikan skripsi ini.

9. Lulus Yuliani, Terima kasih atas dukungan dan bantuannya dalam menyelesaikan skripsi ini.

10.Mas Sonny Armedhi, Terima kasih atas segala bantuan yang diberikan kepada penulis, dalam meyelesaikan skripsi.

11.Mas Okky. Terima kasih mas atas segala bantuannya baik secara moril maupun materiil.

12.Mas Happy. Terima kasih mas atas dukungan dan motivasi yang diberikan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi.

13.Teman – teman Akbar Rental. Terima kasih guys support dan dukungannya, sukses buat kalian semua.

(6)

Akhirnya kata penulis berharap agar skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca serta penulis mengharapkan segala kritik dan saran demi saran demi kesempurnaan skripsi ini.

Surabaya, 13 Oktober 2012 Penulis

(7)

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN ... i

LEMBAR PENGESAHAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

ABSTRAK ... ix

ABSTRACT ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 10

1.3 Tujuan Penelitian ... 11

1.4 Manfaat Penelitian ... 11

BAB II KAJ IAN PUSTAKA ... 12

2.1 Landasan Teori ... 12

2.1.1 Surat Kabar dan Konstruksi Realitas ... 12

2.1.2 Ideologi Media ... 17

2.1.3 Berita Sebagai Hasil Konstruksi Realitas ... 19

2.1.4 Wartawan dan Pers ... 21

(8)

2.1.5 Wartawan Sebagai Agen Konstruksi Realitas ... 24

2.1.6 Analisis Framing ... 27

2.1.7 Proses Framing ... 33

2.1.8 Perangkat Framing Zhongdang dan Gerald M. Kosicki ... 34

2.2 Kerangka Berpikir ... 41

BAB III METODE PENELITIAN ... 43

3.1 Definisi Operasional ... 43

3.2 Subyek dan Obyek Penelitian ... 44

3.3 Unit Analisis ... 45

3.4 Korpus ... 45

3.5 Teknik Pengumpulan Data ... 47

3.6 Teknik Analisis Data ... 47

3.7 Langkah – Langkah Analisis Framing ... 48

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 53

4.1 Gambaran Umum Obyek Penelitian ... 53

4.1.1 Profil Jawa Pos ... 53

4.1.1.1 Kebijakan Redaksional Jawa Pos ... 56

4.1.2 Gambaran Umum Surat Kabar Harian Kompas ... 56

4.1.2.1 Sejarah perkembangan surat kabar harian kompas ... 58

4.1.2.2 Kebijakan Redaksional Kompas ... 60

(9)

4.2.1 Analisis Berita Kompas ... 61

4.2.1.1 Berita Kompas Tanggal 17 Oktober 2012 ... 61

4.2.1.2 Berita Kompas Tanggal 18 Oktober 2012 ... 69

4.2.1.3 Frame Berita Surat Kabar Kompas ... 77

4.2.2 Analisis Berita Jawa Pos ... 78

4.2.2.1 Berita Jawa Pos Tanggal 17 Oktober 2012 ... 78

4.2.2.2 Berita Jawa Pos Tanggal 18 Oktober 2012 ... 84

4.2.2.3 Frame Berita Surat Kabar Jawa Pos ... 91

4.3 Hasil dan Pembahasan ... 93

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 94

5.1 Kesimpulan ... 94

5.2 Saran ... 95

DAFTAR PUSTAKA ... 96 DAFTAR LAMPIRAN

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Harian Kompas tanggal 17 Oktober 2012 ... 97

2. Harian Kompas tanggal 18 Oktober 2012 ... 99

3. Harian Jawa Pos tanggal 17 Oktober 2012 ... 100

(11)

ABSTRAK

RYO HANDY PUTRA, PEMBINGKAIAN BERITA SEPUTAR

KEKERASAN YANG DILAKUKAN ANGGOTA TNI-AU KEPADA WARTAWAN PADA SAAT PERISTIWA J ATUHNYA PESAWAT TEMPUR HAWK 200 (Studi Analisis Fr aming Berita Tentang Kekerasan yang Dilakukan Anggota TNI –AU Kepada Wartawan Pada Saat Peristiwa J atuhnya Pesawat Tempur Hawk 200 Pada Kompas dan J awa Pos Edisi 17-19 Oktober 2012)

Penelitian ini dilatar belakangi oleh pemberitaan kekerasan yang dilakukan anggota TNI – AU kepada wartawan pada saat peristiwa jatuhnya pesawat tempur Hawk 200 di Riau, yang menjadi pro dan kontra di Negara kita, dan menjadi bahan pembicaraan publik dari level masyarakat biasa hingga elite politik. Tidak sedikit dari masyarakat maupun elite politik yang mengecam kejadian tersebut.

Metode yang digunakan adalah metode kualitatif dengan analisis framing. Analisis framing sangat tepat digunakan untuk mengungkap kecenderungan sikap dan prespektif suatu media dalam cara pemberitaannya. Analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah konsep dari model Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki. Dimana dalam analisis ini terdiri dari beberapa unsur yaitu struktur sintaksis, struktur skrip, struktur tematik, dan struktur retoris. Unit analisis dalam penelitian ini kalimat dan kata yang dimuat dalam teks berita kasus kekerasan yang dilakukan anggota TNI – AU kepada wartawan pada saat peristiwa jatuhnya pesawat tempur Hawk 200 pada media Kompas dan Jawa Pos dan analisis data menunjukkan bahwa dalam berita tentang kasus kekerasan yang dilakukan anggota TNI – AU kepada wartawan saat peristiwa jatuhnya pesawat tempur Hawk 200, menggunakan berbagai struktur analisis framing yakni struktur sintaksis, struktur skrip, struktur tematik, dan struktur retoris.

Kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan bahwa dalam berita tentang kasus kekerasan yang dilakukan anggota TNI – AU kepada wartawan pada saat peristiwa jatuhnya pesawat tempur Hawk 200 di Riau, karena jika ingin melakukan pengamanan tidak perlu dengan tindak kekerasan. Pada media Kompas dan Jawa Pos memiliki perspektif yang berbeda. Media Kompas memberitakan bahwa tindak kekerasan yang dilakukan TNI – AU semata- mata dilakukan karena ingin mengamankan lokasi kejadian. Sedangkan Jawa Pos memberitakan bahwa tindak pengamanan yang dilakukan anggota TNI – AU di lokasi jatuhnya pesawat Hawk 200 dianggap terlalu berlebihan, Karena jika TNI – AU ingin mengamankan lokasi jatuhnya pesawat tidak perlu dengan melakukan kekerasan.

(12)

ABSTRACT

RYO HANDY PUTRA, PEMBINGKAIAN BERITA SEPUTAR

KEKERASAN YANG DILAKUKAN ANGGOTA TNI-AU KEPADA WARTAWAN PADA SAAT PERISTIWA J ATUHNYA PESAWAT TEMPUR HAWK 200 (Studi Analisis Fr aming Berita Tentang Kekerasan yang Dilakukan Anggota TNI –AU Kepada Wartawan Pada Saat Peristiwa J atuhnya Pesawat Tempur Hawk 200 Pada Kompas dan J awa Pos Edisi 17-19 Oktober 2012)

This research background by preaching violence by members of Armed Forces - Air Force told reporters at the time of the fall of the Hawk 200 aircraft in Riau, the pros and cons in our country, and the subject of public discussion of the level of ordinary people to the political elite. Not the least of society and the political elite who condemned the incident.

The method used is the method of qualitative analysis of the framing. The analysis is very precise framing is used to uncover the attitudes and perspectives of a trend in the way the media message. The analysis used in this study is the concept of the model Zhongdang Pan and Gerald M. Kosicki. Where in this analysis consists of several elements of the syntactic structure, script structure, thematic structure, and rhetorical structure. The unit of analysis in this study sentences and words contained in the text of news cases of violence by members of Armed Forces - Air Force told reporters at the time of the fall of the Hawk 200 aircraft at Kompas and Jawa Pos media and analysis of the data showed that in the news about violence committed by members Armed Forces - Air Force told reporters during a crash event fighter Hawk 200, using a variety of structural framing analysis of the syntactic structure, script structure, thematic structure, and rhetorical structure.

The conclusion of this study shows that in the news about violence committed by members of the TNI - AU told reporters at the time of the fall of the Hawk 200 aircraft in Riau, because if you want to do security is not necessary with violence. In the media Kompas and Jawa Pos has a different perspective. Compass Media reported that the violence committed by the TNI - AU solely because they want to secure the scene. While Java Post reported that security acts committed by members of the TNI - AU at the crash site Hawk 200 is considered to be too much, because if TNI - AU to secure the crash site did not need to resort to violence.

(13)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Peran media massa dalam kehidupan sosial kerap dipandang secara berbeda –beda, namun tidak ada yang menyangkal atas perannya yang signifikan dalam masyarakat modern. Menurut Mc Quail, dalam bukunya Mass Communication Theoris (2000:6), menyebutkan bahwa peran media massa sebagai Window on

event and experience. Media dipandang sebagai jendela yang memungkinkan

khalayak “melihat” apa yang terjadi diluar sana. Selain itu, media massa sebagai “filter” atau gate keeper yang menyeleksi berbagai hal untuk diberi perhatian atau tidak. Media massa senantiasa memilih isu, informasi atau bentuk content lain berdasarkan standart para pengelolanya. Khalayak “dipilihkan” oleh media tentang apa – apa yang layak diketahui dan mendapat perhatian. Disini, pentingnya peran media massa sebagai realitas – realitas simbolik yang dianggap mempresentasikan realitas objektif sosial dan berpengaruh pada realitas sosial dan berpengaruh pada realitas subjektif yang ada pada perilaku interaksi sosial.

(14)

Sekarang ini kita tidak bisa lagi menyamakan “Komunikasi massa” atau “Media Massa” dengan “jurnalisme” dalam menyebut media selain Koran dan majalah. Tentu saja setiap komunikasi membutuhkian medium atau sarana pengiriman pesan yang melibatkan media. Komunikasi massa merupakan salah satu proses komunikasi yang berlangsung pada peringkat masyarakat luas merujuk ke keseluruhan institusinya yang merupakan pembawa pesan Koran dan majalah.

Oleh sebab itu, komunikasi massa dapat diartikan dalam dua cara, yakni pertama komunikasi oleh media, dan kedua, komunikasi untuk massa. Namun ini tidak berarti komunikasi massa adalah komunikasi untuk setiap orang, media tetap cenderung memilih khalayak, dan demikian pula sebaliknya khalayakpun memilih – milih media (Rivers, 2003: 18)

(15)

Media bukan cuma menentukan realitas macam apa yang akan mengemuka,namun juga siapa yang layak dan tidak layak masuk dalam realitas itu. Dalam hal ini, media menjadi sebuah kontrol yang bukan lagi semata-mata sebagaimana dicita-citakan,yaitu “…kontrol, kritik dalam koreksi pada setiap bentuk kekuasaan agar kekuasaan selalu bermanfaat…” (Leksono, 1998 : 24) tetapi kontrol yang mampu mempengaruhi bukan mengatur isi pikiran dan keyakinan – keyakinan masyarakat itu sendiri (Sobur, 2003 : 114).

(16)

Untuk membuat informasi menjadi lebih bermakna biasanya sebuah media cetak melakukan penonjolan – penonjolan terhadap suatu berita. Dalam pengambilan keputusan mengenai sisi mana yang ditonjolkan tentu melibatkan nilai dan ideologi para wartawan yang terlibat dalam proses produksi sebuah berita (Sobur, 2001 : 163).

Realitas yang disajikan secara menonjol atau mencolok mempunyai peluang besar untuk di perhatikan dan mempunyai khalayak dalam memahami realitas karena itu dalam prakteknya, framing dijalankan oleh media dengan menyeleksi isu tertentu dan mengabaikan isu lain, serta menonjolkan aspek isu tersebut dengan menggunakan berbagai strategi wacaba (Sobur, 2001 : 64).

Untuk mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang yang digunakan oleh wartawan ketika menyeleksi isu dan menulis berita peneliti memilih analisis framing sebagai metode penelitian. Framing adalah pendekatan untuk mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang yang digunakan oleh wartawan ketika menyeleksi isu dan menulis berita. Cara pandang atau perspektif itu pada akhirnya menentukan fakta apa yang diambil, bagaimana yang ditonjolkan dan dihilangkan,dan hendak dibawa kemana berita tersebut(Eriyanto, 2005 : 224).

(17)

Pada kasus ini diberitakan bahwa Pesawat tempur TNI AU hawk 200 yang dipiloti Letda Reza Yori Prasetyo telah terjatuh di kawasan Pemukiman Vila Pandau Jaya Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten Kampar, Riau. Pesawat tempur yang memiliki tujuan latihan rutin itu pada tanggal 16 Oktober 2012, pukul 08.56 WIB take off dari Lanud Rusmin Nurjadin Pekanbaru, Riau. Setelah beberapa saat diudara, pesawat yang dipiloti Reza berputar – putar dan meledak tiga kali di udara, baru sekitar pukul 09.40 pesawat terjatuh dan meledak. Namun pilot berhasil selamat dengan bantuan kursi lontar.

Sehubungan dengan peristiwa tersebut, terjadi pula sebuah kejadian yang mengundang kontrofersial. Yakni diberitakan bahwa telah terjadi tindak kekerasan yang berupa penganiayaan yang dilakukan oleh salah satu anggota TNI AU kepada beberapa awak media dan warga sekitar. Salah satu tindak penganiayaan yang menjadi sorotan media adalah ketika salah satu wartawan Riau Pos Didik tengah membidikkan kameranya untuk mengambil gambar bangkai pesawat yang terbakar itu, tiba – tiba ia ditendang oleh Kadis Pers Lanud AU Letkol Robert Simanjutak. Kejadian ini dipicu karena beberapa wartawan mencoba mengambil gambar bangkai pesawat di lokasi yang belum dipasangi pembatas oleh petugas. Tanpa bisa melawan, Didik yang sudah tersungkur tersebut langsung dicekik perwira berbadan besar tersebut. Kemudian kamera milik Didik juga dirampas secara paksa.

(18)

terdapat perbedaan pada Jawa Pos da Kompas. Pada Jawa Pos isu yang dibangun adalah lebih menyudutkan tindak kekerasan yang berupa penganiayaan yang dilakukan oleh TNI - AU kepada wartawan. Karena jika TNI – AU ingin mengamankan lokasi jatuhnya pesawat tidak perlu dengan melakukan kekerasan. Sedangkan pada Kompas isu yang dibangun adalah lebih memihak kepada anggota TNI – AU. Kompas beranggapan bahwa tindak kekerasan yang dilakukan TNI – AU semata- mata dilakukan karena ingin mengamankan lokasi kejadian. Peneliti menggunakan analisis Framing sebagai metode penelitian. Sebagai analisis teks media, framing merupakan salah satu alternatif model analisis yang dapat mengungkapkan semua perbedaan media dalam mengungkapkan sebuah fakta. Selain itu dengan melalui metode analisis framing akan dapat diketahui siapa mengendalikan siapa, siapa lawan siapa, mana kawan mana lawan, mana patreon mana klien, siapa diuntungkan siapa dirugikan, siapa menindas siapa tertindas, dan seterusnya (Eriyanto, 2004 : VI). Jadi jelas dengan menggunakan metode framing sebuah realitas diharapkan akan dapat terbongkar. Hal yang lain adalah mengetahui bagaiana pembingkaian sebuah berita oleh sebuah media ke dalam bentuk frame sehingga menghasilkan konstruksi makna berita spesifik.

(19)

yang terbentuk setelah melalui beritanya seringkali merupakan hasil pandangan mereka (Predisposisi perseptuail) wartawan ketika melihat dan meliput peristiwa. Analisis framing dapat membantu kita untuk mengetahui bagaimana realitas peristiwa yang sama di kemas secara berbeda oleh wartawan sehingga menghasilkan berita yang berbeda (Nugroho, 1999).

Sedangkan untuk perangkat dalam framing yang peneliti gunakan dalam memframing berita kekerasan yang dilakukan TNI AU kepada wartawan pada saat peliputan berita jatuhnya pesawat tempur hawk 200, peneliti memilih memakai perangkat framing Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki, karena pada perangkat pada perangkat framing Kosicki menyebutkan bahwa framing sebagai cara mengetahui bagaimana suatu media mengemas berita dan mengkonstruksi realitas melalui pemakaian kata, kalimat, lead, hubungan antar kalimat,foto,grafik, dan perangkat lain untuk membantu dirinya mengungkapkan pemaknaan mereka sehingga dapat dipahami oleh pembaca. Karena berita dilihat terdiri dari berbagai simbol yang disusun lewat perangkat simbolik yang dipakai yang akan dikonstruksi dalam memori khalayak. Dengan kata lain tak ada pesan atau stimuli yang bersifat objektif, sebaliknya berita dilihat sebagai seperangkat kode yang membutuhkan interpretasi makna. Teks berita tidak hadir begitu saja sebaliknya teks berita sebagai teks yang membentuk lewat struktur dan formasi tertentu, melibatkan proses produksi dan konsumsi dari suatu teks, (Eriyanto, 2002 : 251).

(20)

menceritakan peristiwa kedalam bentuk berita. Ketiga, struktur tematik yaitu bagaimana wartawan mengungkapkan pandangan atau peristiwa kedalam proporsi dan kalimat. Keempat, struktur retoris yaitu bagaimana wartawan menekankan arti terntentu kedalam berita. (Eriyanto, 2001 : 254-256).

Alasan peneliti menggunakan perangkat framing model Pan dan Kosicki, sebab model ini memuat bagaimana wartawan mengkonsruksi dan memproses peristiwa kekerasan yang dilakukan TNI AU kepada wartawan saat peristiwa jatuhnya pesawat tempur Hawk 200 di Riau baik dari nilai-nilai sosial maupun dari segi pemakaian kalimat, lead maupun perangkat lain untuk mengungkapkan fakta serta pemaknaan sehingga dapat di mengerti oleh pembaca. Sehingga dengan jelas dapat terlihat maksud-maksud yang tersembunyi dalam pembingkaian berita yang dilakukan surat kabar Jawa Pos dan kompas dalam memberitakan Peristiwa kekerasan yang dilakukan TNI AU kepada wartawan saat peristiwa jatuhnya pesawat tempur hawk 200 di Riau yang ada tersebut.

(21)

pembentuk opini harus dapat melaksanakan asas, fungsi, hak, kewajiban, dan peranannya dengan sebaik-baiknya berdasarkan kemerdekaan pers yang profesional, sehingga harus mendapat jaminan dan perlindungan hukum, serta bebas dari campur tangan dan paksaan dari manapun.

Dari berbagai fenomena diatas maka sangatlah menarik bagi sebuah institusi media khususnya pemberitaan mengenai kekerasan yang dilakukan oleh TNI AU kepada beberapa wartawan dan warga sekitar lokasi kejadian, dianggap layak dikonsumsi oleh masyarakat karena dari pemberitaan ini akan menambah khasanah media dalam mengetahui fakta yang sebenarnya terjadi dilapangan.

Hal ini membuat media berlomba – lomba untuk menyajikan berita yang actual dan menarik pembaca, sehingga wacana yang ditimbulkan penuh sensasi dan kontradiksi. Untuk itulah peneliti tertarik untuk meneliti lebih lanjut mengenai bagaimana surat Kabar Jawa Pos dan Kompas dalam membingkai berita terutama dalam menyususn, mengisahkan, menulis dan menekan fakta – fakta mengenai kasus kekerasan yang dilakukan oleh anggota TNI AU kepada wartawan .

(22)

dengan visual image berupa foto – foto pendukung. Surat kabar Kompas pada pemberitaan pertama meletakkan beritanya pada headline, sedangkan Jawa Pos meletakkan setiap pemberitaannya pada halaman depan.

Alasan peneliti memilih harian Jawa Pos dan Kompas dikarenakan media tersebut memiliki versi pemberitaan yang berbeda. Sehingga isu yang ditampilkan juga berbeda. Pemberitaan yang ditulis harian Jawa Pos lebih menonjolkan isu yang menyudutkan anggota TNI AU atas kejadian kekerasan yang berupa penganiayaan terhadap wartawan. Sedangkan harian Kompas menonjolkan isu keberpihakan kepada anggota TNI - AU.

Perbedaan Kompas dan Jawa Pos dalam mengkonstruksi atau membingkai berita di karenakan adanya perbedaan cara pandang wartawan dari masing – masing media dalam mempresepsikan kasus tersebut. Perbedaan dari cari kedua harian tersebut dalam mengemas berita disebabkan adanya perbedaan kebijakan redaksi dan juga perbedaan kebijakan Visi dan Misi dari masing-masing media tersebut.

Periode yang dipilih dalam penelitian ini adalah pada tanggal 17 – 19 Oktober 2012 karena periode tersebut harian Jawa Pos dan harian Kompas memuat berita – berita mengenai kekerasan yang dilakukan TNI AU kepada beberapa wartawan pada saat peliputan berita jatuhnya pesawat tempur hawk 200 di Riau.

1.2 Perumusan Masalah

(23)

“ Bagaimana surat kabar Jawa Pos dan Kompas membingkai berita kekerasan yang dilakukan TNI AU kepada Wartawan pada saat peristiwa jatuhnya pesawat tempur hawk 200 di Riau”.

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah di uraikan diatas, maka tujuan dalam penelitian ini adalah:

“ Untuk mengetahui pembingkaian berita kekerasan yang dilakukan TNI AU kepada Wartawan pada saat peristiwa jatuhnya pesawat tempur hawk 200 di Riau pada surat kabar Jawa Pos dan Kompas tanggal 17 – 19 Oktober 2012”.

1.4 Manfaat Penelitian 1. Secara Teoritis

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan masukan pada perkembangan ilmu komunikasi, khususnya mengenai analisis teks media dengan analisis framing, dengan mengguanakn metode model Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosiciki.

2. Secara Praktis

(24)

BAB II

KAJ IAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori

2.1.1. Sur at Kabar dan Konstruksi Realitas

Dalam pandangan konstruksionis, media dilihat bukanlah sekedar saluran yang bebas. Media juga mengkonstruksi ralita, lengkap dengan pandangan, bias, dan pemihaknya. Media bukan hanya memiliki peristiwa dan menentukan sumber berita, melainkan juga berperan dalam mendefinisikan aktor dan peristiwa lewat bahasa. Lewat pemberitaan pula media dapat membingkai dengan bingkaian tertentu dan pada akhirnya menentukan bagaimana khalayak harus melihat dan memahami peristiwa dalam kacamata tertentu. (Eriyanto, 2004:24)

Peristiwa – peristiwa yang dijadikan berita oleh media massa tertentu melalui proses penyeleksi terlebih dahulu. Hanya peristiwa yang memenuhi kriteria kelayakan informasi yang akan diangkut oleh media massa kemudian ditampilkan kepada khalayak. (Eriyanto, 2004:26)

(25)

Penggunaan bahasa tertentu jelas berimplikasi terhadap kemunculan makna tertentu. Pilihan kata dan cara penyajian suatu realita turut menentukan bentuk konstruksi realitas yang sekaligus menentukan makna yang muncul darinya. Bahkan menurut (Sobur, 2001:90) bahasa bukan cuma mampu mencerminkan realitas, tetapi sekaligus menciptakan realitas.

Dalam konstruksi realitas, bahasa dapat dikatakan sebagai unsure utama. Bahasa merupakan instrument pokok untuk mencerminkan realitas, sehingga dapat dikatakan bahwa bahasa adalah alat konseptual dan alat narasi media. (Sobur, 2001:91)

Teori dan pendekatan konstruksi sosial atas realitas Peter L. Berger dan Luckman telah direvisi dengan melihat variabel atau fenomena media massa menjadi sangat substansi dalam proses eksternalisasi, subyektivasi, dan internalisasi inilah yang kemudian dikenal sebagai “konstruksi sosial media massa”. Substansi dari konstruksi sosial media massa ini adalah pada sirkulasi informasi yang cepat dan luas sehingga konstruksi sosial berlangsung dengan sangat cepat dan sebarannya merata. Realitas yang terkonstruksi itu juga membentuk opini massa, massa cenderung apriori dan opini massa cenderung sinis.

Proses konstruksi sosial media massa melalui tahapan sebagai berikut : 1. Tahap menyiapkan materi konstruksi

(26)

disetiap media massa. Masing – masing media massa memiliki desk yang berbeda – beda sesuai dengan kutuhan dan visi suatu media. Isu – isu penting setiap hari menjadi fokus media massa, terutama yang berhubungan tiga hal yaitu kedudukan, harta, dan perempuan. Ada tiga hal penting dalam penyiapan materi konstruksi sosial yaitu :

a. Keberpihakan media massa kepada kapitalisme. Sebagaimana diketahui, saat ini hampir tidak ada lagi media massa yang tidak dimiliki oleh kapitalis. Dalam arti kekuatan – kekuatan capital untuk menjadikan media massa sebagai mesin penciptaan uang dan pelipatgandaan modal.

b. Keberpihakan semu kepada masyarakat. Bentuk dari keberpihakan ini adalah dalam bentuk empati, simpati dan berbagai pertisipasi kepada masyarakat, namun ujung – ujungnya adalah juga untuk menjual berita demi kepentingan kapitalis.

(27)

2. Tahap sebaran konstruksi

Sebaran konstruksi media massa dilakukan melalui strategi media massa. Konsep konkret strategi sebaran media massa masing – masing media berbeda, namun prinsip utamanya adalah real time. Media cetak memiliki konsep real time terdiri dari beberapa konsep hari, minggu, atau bulan, seperti terbitan harian, terbitan mingguan, atau terbitan beberapa mingguan dan bulanan. Walaupun media cetak memiliiki konsep real timeyang sifatnya tertunda, namun konsep aktualitas menjadi pertimbangan utama sehingga pembaca merasa tepat waktu memperoleh berita tersebut.

Pada umumnya sebaran konstruksi sosial media massa menggunakan model satu arah, dimana media menyodorkan informasi sementara konsumen media tidak memiliki pilihan lain kecuali mengkonsumsi informasi itu. Prinsip dasar dari sebaran konstruksi sosial media massa adalah semua informasi harus sampai pada pembaca secepatnya dan setepatnya berdasarkan pada agenda media. Apa yang dipandang penting oleh media menjadi penting pula bagi pembaca.

3. Tahap pembentukan konstruksi realitas a. Tahap pembentukan konstruksi realitas

(28)

pembenaran sebagai suatu bentuk konstruksi media massa yang terbangun di masyarakat yang cenderung membenarkan apa saja yang ada (tersaji) di media massa sebagai sebuah realitas kebenaran. Dengan kata lain, informasi media massa sebagai otoritas sikap untuk membenarkan sebuah kejadian. Tahap kedua adalah kesediaan dikonstruksi oleh media massa, yaitu sikap generik dari tahap pertama. Bahwa pilihan seseorang untuk menjadi pembaca media massa adalah karena pilihannya untuk menjadi

b. Pembentukan konstruksi citra

(29)

4. Tahap konfirmasi

Konfirmasi adalah tahapan ketika media massa maupun pembaca memberi argumentasi dan akuntabilitas terhadap pilihannya untuk terlibat dalam tahap pembentukan konstruksi. Bagi media, tahapan ini perlu sebagai bagian untuk menjelaskan mengapa ia terlibat dan bersedia hadir dalam proses konstruksi sosial. Ada beberapa alasan yang sering digunakan alasan yang sering digunakan dalam konfirmasi ini yaitu a) kehidupan modern menghentikan pribadi yang selalu berubah dan menjadi bagian dari produksi media massa , b) kedekatan dengan media massa adalah life style orang modern, dimana orang modern sangat menyukai popularitas terutama sebagai subjek media massa itu sendiri, dan c) media massa walaupun memiliki kemampuan mengkonstruksi realitas media berdasarkan subyektivitas media, namun kehadiran media massa dalam kehidupan seseorang merupakan sumber pengetahuan tanpa abtas yang sewaktu – waktu dapat diakses.

2.1.2. Ideologi Media

Konsep ideologi dalam sebuah institusi media massa ikut berpengaruh dalam menentukan arah pemberitaan yang akan disampaikan kepada pembaca. Hal ini disebabkan karena teks, percakapan dan lainnya adalah bentuk dari praktek ideologi atau pencerinan dari ideologi ternentu (Eriyanto, 2004 : 13).

(30)

hiburan dan bersifat human interest. Sedangkan visi dan misi Jawa pos adalah menjadikan surat kabar vyang m,enginformasikan berita kepada khalayak paling baru.

Ideologi Kompas merupakan surat kabar yang dinilai netral, objektif, santun dan rapi dalam gaya penulisannya juga tegas dalam menulis realitas dan menganut

system cover both side menyajikan dua sisi yang berbeda. Kompas juga

merupakan pers nasional yang mempunyai visi dan misi dalam keredaksional yaitu manusia dan kemanusiaan, sehingga harian ini berusaha untuk senantiasa peka akan nasib manusia dan mengingatkan yang mapan (Oetama, 2001 : 147).

Dalam pembuatan berita selalu melibatkan pandangan dan ideologi wartawan atau bahkan media yang bersangkutan. Ideologi ini menentukan aspek fakta dipilih dan membuang apa yang ingin dibuang. Artinya jika seorang wartawan menulis berita dari salah satu sisi, menampilkan sumber dari satu pihak dan memasukan opininya pada berita semua itu dilakukan dalam rangka pembenaran tertentu. Dapat dikatakan media bukanlah merupakan sarana yang netral dalam menampilkan kekuatan dan kelompok dalam masyarakat secara apa adanya tetapi kelompok ideologi yang dominan dalam media itulah yang akan ditampilkan dalam berita – beritanya (Eriyanto, 2004 : 90).

(31)

dalam mengkonstruksi realitas dengan mengetahui bahasa yang digunakan dalam berita, pada saat itu juga kita menemukan ideologi yang dianut oleh wartawan dan media yang bersangkutan.

Konsep ideologi bisa membantu menjelaskan mengapa wartawan memilih fakta terntentu untuk ditonjolkan daripada fakta lain, walaupun hal itu merugikan pihak lain, menempatkan sumber berita yang lebih menonjol daripada sumber yang lain ataupun secara nyata atau tidak melakukan pemihakan kepada pihak tertentu.

Artinya ideologi wartawan dan media yang bersangkutanlah yang secara strategis menghasilkan berita-berita seperti itu. Disini dapat dikatakan media merupakan inti instrument ideologi yang tidak dipandang sebagai zona netral dimana sebagai kelompok dan kepentingan ditampung, tetapi media lebih sebagai subyek yang mengkonsumsi realitas atas penafsiran wartawan atau media sendiri untuk disebarkan kepada khalayak (Eriyanto, 2004 : 92).

2.1.3. Berita Sebagai Hasil Konstruksi Realitas

Pada dasarnya berita merupakan laporan peristiwa. Peristiwa disini adalah realitas atau fakta yang meliput oleh wartawan dan pada gilirannya akan dilaporkan secara terbuka melalui media massa (Birowo, 2004 : 168).

(32)

Setelah proses penyeleksian tersebut, maka peristiwa itu akan dibingkai sedemikian rupa oleh wartawan. Pembingkaian yang dilakukan oleh wartawan tentunya melalui proses konstruksi. Proses konstruksi atau suatu realitas ini dapat berupa penonjolan dan penenkanan pada aspek tertentu atau dapat juga berita tersebut ada bagian yang dihilangkan, luput, atau bahkan disembunyikan dalam pemberitaan (Eriyanto, 2004 : 3).

Berita merupakan hasil konstruksi sosial dimana selalu melibatkan pandangan, ideologi, dan nilai – nilai wartawan ataupun dari institusi media, tempat dimana wartwan tersebut bekerja.

Bagaimana realitas tersebut dijadikan berita sangat tergantung pada bagaimana fakta itu dipahami dan dimaknai (Birowo, 2004 : 176).

(33)

2.1.4. Wartawan dan Per s

Wartawan adalah sebuah profesi, dengan kata lain wartwan adalah seorang profesional. Seperti halnya dokter, bidan, guru atau pengacara. Dalam menjalankan profesinya, seorang wartawan harus dengan sadar menjalankan tugas, hak, kewajiban dan fungsinya yakni mengemukakan apa yang sebenarnya terjadi. Sebagai seorang profesional, seorang wartawan harus turun ke lapangan untuk meliput suatu peristiwayang bisa terjadi kapan saja.

Bahkan kadangkala wartawan harus bekerja menghadapi bahaya untuk mendapatkan berita terbaru dan original. Selain itu wartawan harus mematuhi kode etik jurnalistik, misalnya wartawan tidak menyebarkan berita yang bersifat dusta, fitnah, sadis dan cabul serta tidak menyebutkan identitas korban kejahatan susila. wartawan menghargai dan menghormati hak masyarakat untuk mendapatkan informasi yang benar, wartawan tidak dibenarkan menjiplak, wartawan tidak diperkenankan menerima sogokan, dsb. Dalam melaksanakan kode etik junelistik tidak semudah membalikkan telapak tangan. banyak hambatan yang harus dilalui untuk menjadi wartawan yang profesional. Kode etik harus menjadi landasan moral atau etika profesi yang bisa menjadi operasional dalam menegakkan integritas dan profesionalitas wartawan.

(34)

Meskipun demikian, kebebasan disini dibatasi dengan kewajiban menghormati norma norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat.

Pers dalam menjalankan fungsi, hak, kewajiban, dan peranannya, haruslah menghormati hak asasi setiap orang. Oleh sebab itu pers dituntut untuk profesional dan terbuka. Pers memiliki peranan penting dalam menegakkan HAM. Pers Juga elaksanakan kontrol sosial (Social Control) untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan keuasaan baik korupsi, kolusi dan nepotisme. maupun penyelewengan dan penyimpangan lainnya.

Suatu sistem pers di Indonesia diciptakan untukmnentukan begaimana seharusnya pers dapat menjalankan kebebasan dan tanggung jawabnya. Pers dalam sejarah Indonesia memiliki peran yang efektif debagai jembatan komunikasi timbal balik antara pemerintah dengan masyarakat, dan masyarakat dengan masyarakat itu sendiri.

Dengan demikian, sistem pers di Indonesia tidak lain adalas sistep pers yang berlaku di Indonesia. Kata Indonesia adalah pemberi, sifat, warna, dan kekhasan pasda sistem pers tersebut. Dalam kenyataan dapat ditemukan perbedaan – perbedaan esensial sistem pers Indonesia dari satu periode ke periode yang lain. misalnya sistem pers demokrasi liberal, sistem pers demokrasi terpimpin, sistem pers demokrasi Pancasila dan sistem pers di era reformasi, meskipun falsafah negara tidak berubah.

(35)

seperti diamanatkan oleh pasal 28 UUD 1945. Fungsi yang maksimal tersebut diperlukan karena kemerdekaan pers adalah suatu perwujudan kedaulata rakyat dan merupakan unsur yang sangat penting dalam kehidupan bermasyaralkat, berbangsa dan bernegara yang demokratis.

Wartawan memiliki kebebasan yang disebut kebebasan pers, yakni kebebasan mencari, memperoleh, menyebarluaskan gagasan dan informasi. UU No. 40 Tahun 1999 tentang pers menyebutkan, Kebebasan pers terjamin sebagai hak asasi warga negara., bahkan pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pelarangan penyiaran (pasal 4 ayat 1). Pihak yang mencoba menghalangi kemerdekaan pers dapat dikenai tindak pidana penjara maksimal 2 (dua) tahun atau denda Rp. 500 jt (pasal 18 ayat 1). Meskipun demikian kebebasan disini dibatasi dengan kewajiban menghormati norma – norma agama dan rasa kesusilaan masyarakat serta asas preduga tak bersalah (pasal 5 ayat 1).

(36)

2.1.5. Wartawan Sebagai Agen Konstruksi Realitas

Wartawan adalah profesi yang dituntut untuk mengungkapkan kebenaran dan menginformasikan kepada publik seluas mungkin tentang temuan dari fakta – fakta yang berhasil digalinya, apa adanya, tanpa rekayasa, dan tanpa tujuan subyektif tertentu, semata – mata demi pembangunan kehidupan dan peradaban kemanusiaan yang lebih baik (Djatmika, 2004 : 25). Sedangkan Walter Lipman, menganggap bhawa kerja jurnalistik (tugas wartawan) hanyalah mengumpulkan fakta yang tampak dipertemukan, yang konkret (Panuju, 2005 : 27).

Sebagai seorang agen, wartawan telah menjalin transaksi dan hubungan dengan obyek yang diliputnya, sehingga berita merupakan produk dari transaksi antara wartawan dengan fakta yang diliputnya. (Eriyanto, 2007 : 31). Suatu obyek mencirikan sebagaimana orang mempresepsikannya. Sesungguhnya, relasi antara realitas empiris dengan fakta yang dibangun oleh seorang jurnalis, sangat tergantung pada kemampuan mengorganisasikan elemen – elemen realitas menjadi sederetan makna. Dengan demikian, fakta dalam jurnalis menjadi sangat dinamis, tergantung pada presepsi yang dimiliki dan perspektif (sudut pandang) yang dihadirkan, dan satu lagi tergantung pada pencarian atau penemuan fakta. (Panuju, 2005 : 27).

(37)

pemberitaan (Eriyanto, 2002 : VI). Kata peninjolan didefinisikan sebagai alat untuk membuat informasi agar lebih diperhatikan, bermakna, dan berkesan.

Wartawan sebagai individu memiliki cara berfikir (frame of thingking) yang khas atau spesifik dan sangat dipengaruhi oleh acuan yang dipakai dan pengalaman yang dimiliki. Selain itu, juga sangat ditentukan oleh kebiasaan menggunakan sudut pandang. Setiap individu juga memiliki konteks dalam “membingkai” sesuatu sehingga menghasilkan makna yang unik.

Konteks yang dimaksud, misalnya senang – tidak senang, menganggap bagian tertentu lebih penting daripada bagian lain, dapat juga konteks sesuai bidang (sosial, politik, ekonomi, keamanan, agama, dll), juga konteks masa lalu atau masa depan, dan seterusnya. (Panuju, 2005 : 3).

Jadi meskipun wartawan punya ukuran tentang “nilai sebuah berita” (News

Values) tetapi wartawan juga punya keterbatasan visi, kepentingan ideologis, dan

sudut pandang yang berbeda, dan bahkan latar belakang budaya dan etnis. Peristiwa itu baru disebut mempunyai nilai berita, dan layak diberitakan kalau peristiwa tersebut berhubungan dengan elite atau orang terkenal, mempunyai nilai dramatis, terdapat unsure humor, human interest, dapat memancing kesedihan, keharuan, dan sebagainya. Secara sederhana, semakin besar peristiwa, maka semakin besar pula dampak yang ditimbulkannya, lebih memungkinkan dihitung sebagai berita.(Eriyanto, 2007 : 104).

(38)

sekedar apa, siapa, kapan melainkan juga mengapa dan bagaimana. “Mengapa” adalah deskripsi tentang jalannya peristiwa. Jadi, semakin mendalam penjelasan atas why dan how, maka semakin tinggi nilai suatu berita, dan tertentu saja semakin mahal harga berita tersebut. (Pareno, 2005 : 3).

Oleh karena itu, untuk mengetahui mengapa suatu berita cenderung seperti itu, atau mengapa peristiwa tertentu dimaknai dan dipahami dalam pengertian tertentu, dibutuhkan analisis kognisi sosial untuk menentukan struktur mental wartawan ketika memahami suatu peristiwa. Menurut Van Djik, analisis kognisi sosial yang memusatkan perhatian pada struktur mental, proses produksi berita. Analisis kognisi sosial menekankan bagaimana peristiwa dipahami, didefinisikan, dianalisis dan ditafsirkan, ditampilkan dalam suatu model memori.

Menurut Berger dan Luckman, realitas sosial adalah pengetahuan yang bersifat keseharian yang hidup dan berkembang di masyarakat seperti konsep, kesadaran umum, wacana publik, sebagai hasil dari konstruksi sosial. Realitas sosial dikonstruksi melalui proses eksternalisasi, obyektivitas dan internalisasi. Menurut Berger dan Luckman, konstruksi sosial tidak berlangsung dalam ruang hampa, namun sarat dengan kepentingan – kepentingan.

(39)

penyerapan kembali realitas obyektif dan simbolik ke dalam individu, melalui proses internasionalisasi (Bungin, 2001 : 13).

Wartawan menggunakan model atau skema pemahaman atas suatau peristiwa. Pertama, model ini menentukan bagaimana peristiwa tersebut dilihat. Model ini dalam taraf menggambarkan posisi wartawan. Wartawan yang berada dalam posisi mahasiswa mempunyai pemahaman dan pandangan yang berbeda dengan wartawan yang memiliki pengalaman.

Kedua, model ini secara spesifik menunjukkan opini secara personal dan emosi yang dibawa tentang mahasiswa, polisi, atau obyek lain. Hasil dari penafsiran dan presepsi ini, kemudian dipakai oleh wartawan lain yang ditentukan diantaranya untuk perbedaan model yang dimiliki. Disini model adalah prinsip yang dapat digunkan sebagai dasar dalam memproduksi media. (Eriyanto, 2002 : 268).

2.1.6. Analisis Fr aming

(40)

menjadi peristiwa yang kemudian disajikan khalayak. (Sobur, 2001 : 162)

G.J Aditjobdro mendefinisikan framing sebagi metode penyajian realitas dimana kebenaran tentang suatu kejadian tidak diingkari secara total, melainkan dibelokkan secara halus, dengan memberikan istilah yang punya konotasi tertentu, dengan bantuan foto, karikatur dan alat ilustrasi lainnya (Sudibyo dalam Sobur, 2001 : 165).

Pada analisis framing yang kita lihat adalah bagaimana cara media memaknai, memahami, dan membingkai sebuah kasus atau peristiwa yang ada dalam berita. Maka jelas adanya framing secara sederhana dapat digambarkan sebagai suatu analisis untuk mengetahui bagaimana realitas (peristiwa, actor, kelompok, atau apa sajalah) dibingkai oleh media dan pembingkaian tersebut tentu saja melalui proses konstruksi yang dilakukan oleh media. (Eriyanto, 2005 : 3)

Analisis framing dalam ranah studi komunikasi mewakili tradisi yang mengedepankan pendekatan multidisipliner untuk menganalisa fenomena atau aktivitas komunikasi yang ada. Perspektif komunikasi framing dipakai untuk membedakan cara – cara atau ideologi media saat mengkonstruksi fakta. Karena konsep itu framing selalu berkaitan erat dengan proses seleksi isu dan bagaimana menonjolkan aspek isu atau realitas tersebut dalam berita. Disini framing dipandang sebagai penempatan informasi dalam konteks yang khas sehingga isu tertentu mendapatkan alokasi yang besar daripada isu – isu yang lain.

(41)

peristiwa tahap perspektif. Dalam memilih fakta ini selalu terkandung dua kemungkinan; apa yang dipilih (include) dan apa yang dibuang (excluded). Bagian mana yang ditekankan dalam realitas, bagian mana dari realitas yang diberitakan, dan bagian mana yang tidak diberitakan.

Penekanan aspek tertentu itu dilakukan dengan memilih angel tertentu, memilih fakta tertentu, dan melupakan aspek lainnya. Akibatnya, pemahaman dan konstruksi atas suatu peristiwa bis jadi berbeda antara satu media dengan media lain. Media yang menekankan aspek tertentu, memilih fakta tertentu akan menghasilkan berita yang bisa jadi berbeda kalau media menekankan aspek atau peristiwa yang lain.

Kedua, menuliskan fakta. Proses ini berhubungan dengan bagaimana fakta yang dipilih itu disajikan kepada khalayak. Gagasan itu diungkapkan dengan kata, kalimat dan proposisi apa, dengan bantuan aksentuasi foto dan gambar apa, dan sebagainya. Bagaimana fakta yang sudah dipilih tersebut ditekankan dengan pemakaian perangkat tertentu, penempatan yang mencolok (menempatkan di

headline depan, atau bagian belakang), pengulangan, pemakaian label tertentu

(42)

tertentu dari konstruksi berita menjadi bermakna dan diingat oleh khalayak. Realitas yang disajikan secara menonjol dan mencolok, mempunyai kemungkinan lebih besar untuk diperhatikandan mempengaruhi khalayak dalam memahami realitas.

Konsep framing dalam studi media banyak mendapat pengaruh dari lapangan psikologi dan sosiologi. Tetapi secara umum, teori framing dapat dilihat dalam dua tradisi yaitu psikologi dan sosiologi. Pendekatan psikologi terutama melihat bagaimana pengaruh kognisi seseorang dalam membentuuk skema tentang diri, sesuatu atau gagasan tertentu. Teori framing misalnya banyak berhubungan dengan teori mengenai skema atau kognitif , bagaimana seseorang memahami dan melihat realitas dengan skema tertentu. Misalnya, teori atribusi Heider yang melihat manusia pada dasrnya tidak dapat mengerti dunia yang sangat kompleks. Karenanya, individu berusaha menarik kesimpulan dari sejumlah besar informasi yang dapat ditangkap oleh panca indera sebagai dasar hubungan sebab akibat. Atribusi tersebut dipengaruhi baik oleh faktor personal maupun pengaruh lingkungan eksternal. Sementara dari sosiologi, konsep framing dipengaruhi oleh pemikiran Erving Goffman. Menurut Goffman, manusi pada dasarnya secara aktif mengklasifikasikan dan mengkatergorisasikan pengalaman hidup ini agar mempunyai arti, dan manusia berusaha memberi penafsiran atas perilaku tersebut agar bermakna dan berarti. Sebagai akibatnya, tindakan manusia sangat tergantung pada frame atau skema interpretasi dari seseorang.

(43)

menekankan dan membuat pesan menjadi bermakna, lebih mencolok, dan diperhatikan oleh publik. Upaya membuat pesan (dalam hal ini teks berita) lebih menonjol dan mencolok ini, pada taraf paling awal tidak dapat dilepaskan dari aspek psikologi. Secara psikologi, orang cenderung menyederhanakan realitas dan dunia yang kompleks itu bukan hanya agar lebih sederhana dan lebih dipahami, tetapi juga agar lebih mempunyai perspektif/dimensi tertentu. Orang cenderung melihat dunia ini dalam perspektif tertentu, pesan atau realitas juga cenderung dilihat dalam kerangka berfikir tertentu. Karenanya, realitas yang sama bisa jadi digambarkan secara berbeda oleh orang yang berbeda, karena orang mempunyai pandangan atau perspektif yang berbeda juga.

Daniel Kahneman dan Amos Tversky (Eriyanto, 2002:72) membuat serangkaian penelitian lewat studi eksperimental bagaimana pesan yang dibingkai atau dibungkus secara berbeda akan dimaknai dan dipahami secra berbeda pula oleh khalayak. Pemaknaan dan pemahaman khalayak tidak tergantung pada realitas atau fakta, tetapi tergantung pada bagaimana realitas itu disajikan. Bagaimana pesan dibingkai dengan kemasan tertentu yang menyebabkan pemahaman tertentu dalam benak khalayak. Penelitian Kahneman dan Tversky tersebut menunjukkan bagaimana pendapat khalayak bisa dibentuk oleh frame yang dibangun oleh pertanyaan. Realitas yang hendak ditanyakan adalah sama, tetapi pertanyaan yang diajukan berbeda dengan penonjolan pada bagian tertentu dan penekanan pada bagian yang lain.

(44)

dilihat terutama untuk menjelaskan bagaimana organisasi dari ruang berita dan pembuat berita membentuk berita sacra bersama – sama. Ini menempatkan media sebagai organisasi yang kompleks yang menyertakan di dalamnya praktik profesional. Pendekatan semacam ini untuk membedakan pekerja media sebagai individu sebagaimana dalam pendekatan sosiologis. Melihat berita dan media seperti ini berarti menempatkan berita sebagai institusi sosial. Berita ditempatkan, dicari, dan disebarkan lewat praktik profesional dalam organisasi. Karenanya, hasil dari suatu proses berita adalah produk dari proses institusional. Praktik ini menyertakan hubungan dengan institusi dimana berita itu dilaporkan. Berita dalah produk dari institusi sosial dan melekat dalam hubungannya dengan istitusi lainnya. Berita adalah produk dan profesionalisme yang menentukan bagaimana peristiwa setiap hari dibentuk dan dikonstruksi.

(45)

2.1.7. Proses Framing

Proses framing sangatlah berkaitan erat dengan persoalan bagaimana sebuah realitas dikemas dan disajikan dalam perspektif sebuah media. Kemasan (package) disini adalah semacam skema atau struktur pemahaman yang digunakan individu untuk mengkonstruksi makna pesan – pesan yang disampaikan dalam sabuah berita, serta untuk mentafsirkan pesan – pesan yang diterima oleh khalayak. Kemasan ini diibaratkan sebagai wadah atau struktur data yang mengorganisir sejumlah informasi yang dapat menunjukkan posisi atau kecenderungan politik seorang wartawan dalam menyusun berita, selain itu proses

framing juga dapat membantu untuk menjelaskan makna dibalik suatu isu atau

peristiwa yang dibingkai oleh sebuah media. Proses framing juga berkaitan dengan strategi pengolahan dan penyajian informasi dalam hubungannya dengan rutinitas dan konvesiprofesional jurnalistik. Dominasi sebuah frame dalam suatu wawancara berita bagaimanapun dipengaruhi oleh proses produksi berita dimana terlibat unsur – unsur redaksional, reporter, redaktur dan lainnya. Dengan kata lain proses framing merupakan bagian yang integral dari proses redaksional media massa dan menempatkan awak media (wartawan) pada posisi strategis. (Sudibyo, 2001 : 187)

Untuk menekankan pengaruh wartawan dalam proses – proses framing realitas media. Doronthy Nelkin dalam buku Sudibyo (2001 : 188) menyatakan :

1) By their slection of newsworthy event, journalists identify pressing issues.

2) By their focus controversial issues, they stimulate demands for accountability.

(46)

biases that underline public policy.

Analisis framing dipakai untuk mengetahui bagaimana realitas dibingkai oleh media. Dengan demikian realitas sosial dipahami, dimaknai, dandikonstruksi dengan bentukan dan makna tertentu. Elemen tersebut menandakan bagaimaan peristiwa ditampilkan. Inilah sesungguhnya sebuah realitas, bagaimana media membangun, menyuguhkan dan memproduksi suatu peristiwa kepada pembacanya (Eriyanto, 2004 : IV).

Sama dengan yang dikemukakan Zhongdang Pan Gerald M.Kosiciki, ada dua konsepsi dari framing yang saling berkaitan. Pertama, dalam konsepsi psikologi. Framing dalam konsepsi ini lebih menekankan pada bagaimana seseorang memproses informasi dalam dirinya. Framing berkaitan dengan struktur dan proses kognitif, bagaimana seseorang mengolah sejumlah informasi dan ditunjukkan dalam skema tertentu.

2.1.8 Perangkat Framing Zhongdang dan Gerald M. Kosicki

Analisis dalam penelitian ini menggunakan model Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki, dimana model ini berasumsi bahwa setiap berita mempunyai frame yang berfungsi sebagai pusat dari organisasi ide. Frame ini adalah suatu ide yang dihubungkan dengan elemen yang berbeda dalam teks berita kedalam teks secara keseluruhan. Frane ini berhubungan dengan makna. Bagaimana seseorang memaknai suatu peristiwa dapat dilihat dari perangkat tanda yang dimunculkan dalam teks.

(47)

1. Str uktur Sintaksis

Dalam wacana berita, sintaksis menunjuk pada pengertian susunan dari bagian berita headline, lead, latar informasi, sumber, penutup dalam satu kesatuan teks berita secara keseluruhan. Bagian ini tersusun dalam bentuk yang tetap dan teratur sehingga membentuk skema yang menjadi pedoman bagaimana fakta hendak disusun. Bentuk sintaksis yang paling popular adalah struktur piramida terbalik yang dimulai dengan judul headline, lead, episode, latar dan penutup (Eriyanto, 2002 : 257).

§ Headline : merupakan aspek sintaksis dari wacana berita dengan tingkat kemenonjolan yang tinggi yang menunjukan kecenderungan berita.

§ Pembaca cenderung lebih mengingatkan headline yang dipakai deibandingkan berita. Headline mempunyai fungsi framing yang kuat. Headline mempengaruhi bagaimana kisah dimengerti untuk kemudian digunakan dalam membuat pengertian isu dan peristiwa sebagaimana mereka beberkan. (Eriyanto, 2002 : 257).

§ Lead : adalah perangkat sintaksis lain yang sering digunakan. Lead yang baik umumnya memberikan sudut pandang dari berita, menunjukan perspektif tertentu dari peristiwa yang diberitakan. Berfungsi sebagai pengantar ringkasan apa yang ingin dikatakan sebelum masuk dalam isi berita secara lengkap (Eriyanto, 2002 : 258).

(48)

wartawan bukan pendapat wartawan semata, melainkan pendapat dari orang yang mempunyai otoritas tertentu. (Eriyanto 2002 : 259).

2. Str uktur Skr ip

Skrip adalah satu strategi wartawan dalam mengkonstruksi berita : bagaimana suatu peritiwa dipahami melalui cara tertentu dengan menyusun bagian-bagian dengan urutan terntentu. Skrip memberikan tekanan mana yang didahulukan dan bagaimana yang bisa kemudian sebagai strategi untuk menyembunyikan informasi penting. Upaya penyembunyian itu dilakukan dengan menempatkan dibagian akhir agar terkesan kurang menonjol. (Eriyanto, 2002 : 261).

Bentuk umum dari struktur skrip ini adalah pola 5W+1H, who, what, when, where, why, dan how.

§ Who : Siapa yang terlibat dalam peristiwa ? § What : Apa yang terjadi ?

§ When : Kapan peristiwa itu terjadi ? § Where : Dimana peristiwa itu terjadi ?

§ Why : Mengapa (Apa yang menyebabkan) peristiwa itu terjadi ? § How : Bagaimana peristiwa itu terjadi ?

(49)

3. Str uktur Tematik

Tema yang dihadirkan atau dinyatakan secara tidak langsung atau kutipan sumber dihadirkan untuk mendukung hipotesis. Pengujian hipotesis ini kita gunakan untuk menyebut struktur tematik dari berita. Struktur tematik dapat diamati dari bagaimana peristiwa itu diungkapkan atau dibuat oleh wartawan. Struktur tematik berhubungan dengan bagaimana fakta itu ditulis. Bagaimana kalimat yang dipakai, bagaimana menempatkan dan menulis sumber kedalam teks berita secara keseluruhan (Eriyanto, 2002 : 262).

Ada beberapa elemen yang dapat diamati dari perangkat tematik ini, diantaranya adalah :

§ Koherensi : pertalian atau jalinan antar kata, proposisi atau kalimat. Dua buah kalimat atatu proposisi yang mengambarkan fakta yang berbeda dapat dihubungkan dengan menggunakan kohorensi. Sehingga fakta yang tidak berhubungan sekalipun dapat diamaati dari perangkat tematik ini.

Ada beberapa macam kohorensi. Pertama, koherensi sebab-akibat Proposisi atau kalimat satu dipandang akibat atau sebab dari proposisi lain. Kedua, koherensi penjelas. Proposisi atau kalimat satu dilihat sebagai penjelas atau proposisi kalimat lainnya. Ketiga, koherensi pembela. Proposisi atau kalimat satu dipandang kebalikan atau lawan dari proposisi atau kalimat lain (Eriyanto, 2002 : 263).

(50)

bagaimana yang dikembangkan dan mana yang diberitakan dengan detail yang besar, akan menggambarkan bagaimana wacana yang dikembangkan oleh media (Eriyanto 2002 : 238).

§ Maksud : Dalam konteks media, elemen maksud menunjukan bagaimana secara implicit dan tersembunyi media menggunakan praktek bahasa tertentu untuk menonjolkan basis kebenarannya dan secara implicit pula menyingkirkan versi kebenarannya yang lain. (Eriyanto, 2001 : 241).

§ Bentuk Kalimat : Bentuk kalimat ini berhubungan dengan cara berfikir yang logis yaitu kausalitas ini kalau diterjemahkan kedalam bahasa menjadi susunan subyek (yang menerangkan) dan predikat (yang diterangkan). Bentuk kalimat ini bukan hanya persoalan teknis kebenaran tata bahasa, tetapi menentukan makna yang dibentuk oleh susunan kalmia. (Sobur, 2001 : 81). § Kata Ganti : merupakan elemen untuk memanipulasi bahasa dengan

menciptakan suatu komunitas imajinatif. Kata ganti ini timbul untuk menghindari pengulangan kata (yang disebut antaseden) dalam kalimat berikutnya untuk menunjukan dimana posisi seseorang dalam suatu wacana (Sobur, 2001 : 81-82).

§ Nominalisasi : Dapat member sugesti kepada khalayak adanya generalisasi. Cara pandang memandang suatu obyek sebagai suatu yang tunggal atau sebagai suatu kelompok. (Sobur, 2001 : 81).

4. Str uktur Retoris

(51)

wartawan. Wartawan menggunakan perangkat retoris untuk membuat citra, meningkatkan kemenonjolan pada sisi tertentu dan meningkatkan gambaran yang diinginkan dari suatu berita. Struktur retoris dari wacana berita juga menunjukan kecenderungan bahwa apa yang disampaikan tersebut adalah suatu kebenaran (Eriyanto, 2002 : 264).

Ada beberapa elemen struktur retoris yang dipakai oleh wartawan, yaitu : § Leksikon : pemilihan dan pemakaian kata-kata tertentu untuk menandai atau

menggambarkan peristiwa. Suatu fakta umumnya terdiri atas beberapa kata yang merujuk pada fakta. Pilihan kata yang dipakai tidak semata-mata hanya karena kebetulan, tetapi juga secara iudeolgis menunjukan bagaimana pemaknaan seseorang terhadap fakta/realitas(Eriyanto, 2002 : 264-265). § Grafis/Visual image : dalam wacana berita, grafis ini biasanya muncul lewat

bagian tulisan yang dibuat lain dibandingkan tulisan lain. Pemakaian huruf tebal, huruf miring, pemakaian garis bawah, huruf yang dibuat dengan ukuran besar. Termasuk didalamnya adalah pemakaian caption raster, grafik, gambar, table untuk mendukung arti penting suatu pesan. Bagian-bagian yang ditonjolkan ini menekankan kepada khalayak pentingnya bagian tersebut. Elemen grafis juga muncul dalam bentuk foto, gambar dan tabel untuk bagian lain yang tidak ditonjolkan(Eriyanto, 2002 : 266).

(52)

persuyasif retoris dan cara mengekspresikan piranti mental, melainkan asosiasi dari asumsi dan penilaian(Siahaan, 2001 : 85).

§ Gaya Bahasa : Cara yang digunakan seorang pembicara atau penulis untuk menyatakan maksudnya dan menggunakan bahasa sebagai sarana, majas dan citraan, pola rima, matra yang digunakan sastrawan yang terdapat dalam sebuah karya sastra (Sobur, 2001 : 82).

Keempat struktur tersebut merupakan suatu rangkaian dapat menunjukan framing dari suatu berita. Kecenderungan atau kecondongan wartawan dalam memahami suatu peristiwa dapat diamati dari keempat struktur tersebut (Eriyanto, 2002 : 257-266). Pendekatan itu dapat digambarkan ke dalam bentuk skema sebagai berikut:

(53)

2.2 Kerangka Berpikir

Pekerjaan sebuah media pada dasarnya adalah sebuah pekerjaan yang berhubungan dengan pembentukan realitas. Pada dasarnya realitas bukan sesuatu yang telah tersedia, yang tinggal diambil wartawan. Sebaliknya semua pekerja jurnalis pada dasarnya adalah agen bagaimana peristiwa yang acak, kompleks disusun sedemikian rupa sehingga membentuk suatu berita. Wartawanlah yang akan mengurutkan, membuat teratur, menjadi mudah dipahami, dengan memilih aktor-aktor yang diwawancarai sehingga ia membentuk suatu kisah yang dibaca oleh khalayak. Dalam hal ini surat kabar hatian Jawa Pos dan Kompas berusaha mengemas berita-berita mengenai berita seputar kekerasan yang dilakukan anggota TNI AU kepada wartawan pada saat peristiwa jatuhnya pesawat tempur Hawk 200 pada edisi 17 Oktober – 19 Oktober 2012.

Berita yang merupakan hasil konstruksi realitas dari sebuah proses manajemen redaksional ternyata tidak terlalu menghasilkan makna yang sama seperti yang diharapkan wartawan dalam diri khalayak pembaca. Berita tidaklah mencerminkan realitas social yang direkamnya beritanya. Berita yang ada dimedia dapat memberikan realitas yang sama sekali berbeda dengan realitas sosialnya.

(54)

di Riau.

Adapun kerangka berpikir dari penjelasan diatas dapat digambarkan sebagai berikut :

Tabel 2 : Bagan Kerangka Ber fikir Peristiwa

Kekerasan yang dilakukan TNI AU kepada wartawan pada saat peristiwa jatuhnya pesawat tempur hawk 200

Media massa, surat kabar Jawa Pos dan Kompas

Analisis Framing

menurut Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki

(55)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Definisi Operasional

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif kualitatif dengan menggunakan analisis framing.

Deskriptif berarti data yang dikumpulkan berupa kata – kata, gambar dan bukan angka – angka. Laporan penelitian akan berisi kutipan – kutipan data untuk member gambaran penyajian laporan tersebut. Metode ini merupakan suatu metode yang memberikan gambaran suatu fenomena atau fakta tertentu secara terperinci yang akhirnya diperoleh hasil pemaknaan yang lebih jelas mengenai fenomena atau fakta yang diteliti. Sednagkan metode kualitatif digunakan karena metode ini lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan banyak penajaman pengaruh bersama terhadap pola – pola nilai yang dihadapi. (Moleong, 2002 : 5)

Pada dasarnya analisis framing terdapat instrument metodologis atau perangkat framing yang dipakai untuk mengkonstruksi sebuah wacana berita dengan melakukan penonjolan – penonjolan tertentu, metode analisis framing sangat tepat digunakan untuk menangkap kecenderunagn sikap dan perspektif media dalam pemberitaannya.

(56)

wartawan pada saat peristiwa jatuhnya pesawat tempur hawk 200 melalui penonjolan maupun penekanan isu yang diangkat pleh harian Kompas dan Jawa Pos, yang dikonstruksi dalam suatu proses penulisan berita. Penulisan berita meliputi bagaimana cara wartawan dalam menyusun fakta, menceritakan fakta, menulis dan memberikan penekanan pada fakta. Penulis akan menganalisis berita tentang kekerasan yang dilakukan anggota TNI AU kepada wartawan pada saat peristiwa jatuhnya pesawat tempur hawk 200 per 17 Oktober di harian Kopas dan Jawa Pos, dengan menggunakan analisis framing dari Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki, penulis akan menganalisis bagaimana isu itu ditonjolkan, bagaimana kasus – kasus yang ada didalam kedua media tersebut dibongkar dan ditelaah dengan menggunakan cara – cara menurut Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki.

3.2 Subyek dan Obyek Penelitian

(57)

3.3 Unit Analisis

Pada penelitian ini, unit analisis yang digunakan adalah unit analisis

reference, unit reference yang dianalisis adalah kalimat, kata, grafik, maupun foto

yang dimuat dalam pemberitaan tersebut.

Analisis teks media dengan melihat hubungan antar kalimat, penulisan narasumber, penulisan latar, penggunaan gaya bahasa, untuk mengungkapkan penekanan terhadap perspektif yang digunakan oleh media cetak, yakni surat kabar.

3.4 Korpus

Korpus merupakan sekumpulan bahan yang terbatas yang telah ditentukan pada perkembangannya oleh analisis dengan semacam kesemenaan. Korpus harus cukup luas untuk member harapan yang beralasan bahwa unsur – unsurnya akan memelihara sebuah sistem kemiripan dan perbedaan yang lengkap. Korpus juga bersifat sehomogen mungkin, baik homogeny pada taraf substansi maupun pada taraf waktu sinkroni. (Kurniawan, 2001 : 70)

(58)

Berita pada har ian Kompas : 1. 17 Oktober 2012

• Pesawat TNI AU Jatuh Bawa Peluru Kendali 2. 18 Oktober 2012

• Usut Pelaku Kekerasan Berita pada har ian J awa Pos :

1. 17 Oktober 2012

• Pesawat Tempur TNI – AU Meledak

• Perwira Lanud Hajar Wartawan dan Warga

• Stop Aniaya Jurnalis 2. 18 Oktober 2012

• TNI – AU Tidak Cukup Hanya Minta Maaf

• TNI – AU Belajarlah Pada AU 3. 19 Oktober 2012

• Komisi I DPR Kawal Kasus Penganiayaan Wartawan

Korpus dalam penelitian ini adalah berita – berita tentang kekerasan yang dilakukan anggota TNI AU pada saat peristiwa jatuhnya pesawat tempur hawk 200 di surat kabar Kompas dan Jawa Pos periode 17 – 19 Oktober 2012.

Korpus pada harian Kompas pada edisi tanggal 17 – 19 Oktober 2012 terdapat 2 pemberitaan seputar kekerasan yang dilakukan anggota TNI AU kepada wartawan pada saat peristiwa jatuhnya pesawat tempur hawk 200, yakni :

1. Pesawat TNI – AU Jatuh Bawa Peluru Kendali (17 Oktober 2012)

2. Usut Pelaku Kekerasan (18 Oktober 2012)

Sedangkan korpus pada harian Jawa Pos terdapat 2 berita seputar kekerasan yang dilakukan anggota TNI AU kepada wartawan pada saat peristiwa jatuhnya pesawat tempur hawk 200, yakni:

1. Stop Aniaya Jurnalis (17 Oktober 2012)

(59)

3.5Teknik Pengumpulan Data

Data dalam penelitian ini dikumpulkan dari sumber data dan jenis data primer berupa berita yang dimuat surat kabar Jawa Pos dan Kompas pada 17 Oktober s/d 19 Oktober 2012. Data yang dimaksud adalah berita kekerasan yang dilakukan pada anggota TNI AU kepada wartawan pada saat peristiwa jatuhnya pesawat tempur hawk 200 di Riau. Selain itu dalam penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data sekunder yang diperoleh dari informasi-informasi yang relevan dari buku, surat kabar, dan internet, yang digunakan untuk menambah perpektif kajian analisis peneliti dalam upaya menjawab permasalahan penelitian.

Data – data sekunder peneliti ini diperoleh dari literature dan sumber data surat kabar yang merupakan informasi – informasi tambahan dilakukan dengan cara studi kepustakaan.

3.6Teknik Analisis Data

Analisis data merupakan upaya mencari dan menata sistematis catatan hasil observasi untuk meningkatkan pemahaman peneliti tentang kasus yang akan diteliti dan menyajikan sebagai temuan orang lain.

(60)

3.7Langkah – Langkah Analisis Fr aming

Dengan menggunakan perangkat framing model Zongdan Pan dan Gerald M. Kosicki, peneliti akan menguraikan berita – berita yang memuat terjadinya peristiwa kekerasan yang dilakukan anggota TNI AU kepada wartawan pada saat peristiwa jatuhnya pesawat tempur hawk 200 di Riau pada surat kabar Kompas dan Jawa Pos. Analisis berita – berita tersebut akan didasarkan pada empat struktur besar, yaitu :

1. Sintaksis adalah bagaimana surat kabar Kompas dan Jawa Pos menyusun berita kedalam bentuk susunan umum berita. Struktur sintaksis dapat memberikan petunjuk yang berguna tentang bagaimana wartawan Kompas dan Jawa Pos memaknai peristiwa kekerasan yang dilakukan TNI AU kepada wartawan pada saat peristiwa jatuhnya pesawat tempur hawk 200 di Riau dan hendak dibawa kemana berita tersebut. Struktur sintaksis terdiri :

a. Headline : Judul berita tentang peristiwa kekerasan yang dilakukan TNI AU kepada wartawan saat peristiwa jatuhnya pesawat tempur hawk 200 di Riau pada surat kabar Kompas dan Jawa Pos merupakan inti dari suatu kisah berita pada surat kabar yang ditampilakn dengan susunan kalimat yang disingkat dengan bentuk huruf yang besar dan mencolok guna memikat khalayak pembaca.

Gambar

Tabel 1 : Skema Perangkat Framing Model Zhongdang Pan dan Gerald M.Kosicki  (Eriyanto, 2002 : 256)
Tabel 2 : Bagan Kerangka Berfikir
Tabel Perbandingan Analisis Berita Kompas dan Jawa Pos mengenai Berita Seputar Kekerasan Yang Dilakukan Anggota TNI AU Kepada Wartawan Pada Saat Peristiwa Jatuhnya Pesawat Tempur Hawk 200

Referensi

Dokumen terkait

Peringkat teknologi moden selalunya bergantung kepada kuasa listrik (tenaga suria, angin dan lain lain). Teknologi moden ini telah banyak digunakan oleh

mengembangkan kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah, termasuk keunggulan daerah, yang materinya dapat dikelompokkan ke dalam mata

Bentuk rigi-rigi yang mendominasi pada sub marga Symphalangus sama seperti pada sub marga Hylobates , yakni berupa garis terbuka pada titik antara jari telunjuk

Berdasarkan penelitian-penelitian diatas, maka penelitian ini dilakukan untuk mengembangkan bagaimana menciptakan sebuah alat dalam pembelajaran mata kuliah animasi

Untuk memberikan batasan dalam penulisan Laporan Akhir ini agar tidak menyimpang dari pokok permasalahan yang ada, maka ruang lingkup pembahasannya adalah

baik pada aspek kuantitas dan kualitasnya. Sumber daya manusia yang kuat dan berdaya saing tinggi dalam berbagai aspek akan mendukung peningkatan pembangunan di

a) Pasien merupakan sumber data primer dan perawat dapat menggali informasi yang sebenarnya dari pasien. b) Orang terdekat jika pasien mengalami gangguan dalam

Keterbatasan pada penelitian ini adalah peneliti tidak dapat mengendalikan keadaan pasien yang memiliki penyakit penyerta yang dapat mempengaruhi kadar prokalsitonin serum,