• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV ANALISIS DATA

A. Pemanfaatan Ragam Informal dalam RCB

4. Pelesapan dan Penambahan Fonem

Selain bentuk-bentuk campur kode, alih kode, dan interferensi fenomena yang terjadi dalam pembuatan RCB pada surat kabar SM adalah adanya kecenderungan mengabaikan bahasa yang bersifat formal dalam pemilihan kata yang dilakukan oleh penulis, yaitu Butet Kertaradjasa. Hal tersebut selain menunjukkan kekhasan penggunaan bahasa juga dikarenakan pembaca surat kabar SM, khususnya pembaca RCB yang berasal dari berbagai kalangan, sehingga dengan penggunaan bahasa yang seperti itu, akan terasa lebih santai dan mempunyai kecenderungan sebagai bahasa tutur yang digunakan dalam percakapan sehari-hari. Salah satu hal yang sering dilakukan adalah dengan

commit to user

menambah ataupun mengurangi fonem baik berupa konsonan/vokal maupun suku kata.

a. Pelesapan Konsonan di Awal Kata

Sebagai data dapat dilihat dalam tuturan berikut.

(28) “Bapak ki piye ta? Kan Vantine Day‟s..ya semua harus serba pink dong.”“ Emang ada peraturan yang mengharuskan begitu?” “Haaaeeess..embuh-lah. Bapak ki mesti ngeyel.”(2/PPF/RCB/SM/15-02-2009)

(29) “Sampeyan itu ya kebangetan. Lha wong anak punya keinginan sederhana aja kok ya nggak dituruti. Apa sih susahnya pakai kaos atau baju warna merah jambu?” tiba-tiba Mbakyu Celathu ikutan nimbrung. (3/PPF/RCB/SM/15-02-2009)

(30) ’’Udah tua kok nggak tahu diri. Biar tahu rasa. Nikmati tuh boyok

yang sempal,‟‟ kata Mbakyu Celathu ketika mendengar kabar Mas Celathu terkilir pinggangnya gara-gara terjatuh dari kuda. Konon, belum lama ini Mas Celathu nekat menunggang kuda di kawasan wisata Bromo. Dia terpelanting dari pelana ketika kuda tunggangannya berlari kencang, sehingga tubuhnya terhempas di bebatuan. (7/PPF/RCB/SM/17-05-2009)

Fenomena pelesapan konsonan di awal kata tampak pada emang (data 28), aja (data 29), dan udah (data 30). Pada kata aja dan udah terjadi pelesapan konsonan /s/, sedang pada kata emang terjadi pelesapan konsonan /m/. Untuk lebih jelasnya dapat diuraikan sebagai berikut.

Saja [s]aja aja

Memang [m]emang memang

Sudah [s]udah sudah

Pelesapan ketiga kata ini memang banyak ditemukan dalam RCB. Dengan menanggalkan di awal kata maka tuturan yang disampaikan penulis menjadi lebih luwes/lentur sehingga terhindar dari kesan kaku dalam berkomunikasi tujuannya adalah terciptanya suasana yang komunikatif dan lebih

commit to user

Dalam bahasa Indonesia yang baku terdapat proses afaresis, yaitu sebuah proses pembentukan kata dengan cara menanggalkan satu atau lebih fonem di awal kata. Namun, pelesapan fonem dalam proses afaresis dan yang terjadi dalam RCB pada surat kabar SM tidaklah sama. Dalam afaresis, kata bentukan yang baru adalah kata yang baku dan sesuai dengan PUEYD ,sedangkan dalam RCB bentukan kata yang terjadi adalah bentuk yang tidak baku.

b. Pelesapan Suku Kata

Fenomena pelesapan suku kata yang terjadi dalam rubrik CB dapat dilihat dari data berikut.

(31) ‟‟LHO, Bapak kok tidak pakai baju warna pink?” “Wualaaahh....apa ya pantes? He he he ...nanti aku malah kayak ice cream rasa strawberry, semua orang jadi terangsang pengin menjilati aku

gimana? Emang kenapa ta, dik?” (1/PPF/RCB/SM/15-02-2009)

(32) Dan Mas Celathu yang supercuek, ngeyelan, mbagusi dan hidupnya cenderung memanjakan guyonan, akhirnya harus terkapar di ranjang rumah sakit, gara-gara keok melawan seekor nyamuk. Ya, nyamuk aedesaegypti! ”Biar kapok. Kalau belum kesandung kayak gini kan nggak mau istirahat. Dibilangin kok nggak pernah nurut. Tahu rasa sekarang, sampeyan,” omel Mbakyu Celathu yang tiba-tiba harus ganti peran jadi suster perawat. (4/PPF/RCB/SM/22-03-2009)

(33) ‟‟Terus maunya gimana? Pengin dirayu sama capres yang nggantheng ya?‟‟ sindir Mas Celathu. ‟‟Bukan begitu. Mbok ya kalau kampanye itu yang sopan. Jangan menakutkan. Pidato-pidato itu kan lebih bermanfaat, bisa menjelaskan apa maunya partai. Gitu dong...‟‟. (5/PPF/RCB/SM/05-04-2009)

(34) La ini pendaftaran dah mau berakhir je...” desak Jeng Genit sambil meneruskan, ”Bapak mengizinkan nggak sih aku ikutan lomba ini?” (6/PPF/RCB/SM/19-04-2009)

(35) ‟‟Lho bukan begitu. Ini kan demi menghormati yang ngundang. Kalau pakai sepatu sandal nanti dikira nggak tahu sopan santun. Bangsa kita kan dikenal beradab. Apalagi acara yang kita kunjungi ini tingkat internasional lho,‟‟ kilahnya setengah bercanda. (8/PPF/RCB/SM/12-07-2009)

(36) ‟‟Orang yang paling ikhlas itu ya guru-guru SD. Mereka mengisi dan memberi kepada semua murid tanpa pilih kasih. Memberi, memberi dan memberi. Nggak pernah meminta. Kalau dosen, apalagi dosen muda yang bujangan, kadang-kadang nyimpan pamrih. Hanya kepada mahasiswi yang diincar untuk dipacarai dia kasih perhatian berlebih. Nggak murni lagi dedikasinya,‟‟ begitu seloroh Mas Celathu suatu kali. (9/PPF/RCB/SM/23-08-2009)

Pada data (31) kata gimana terjadi pelesapan dua suku kata, yaitu : Bagaimana [ba]g[a]imana gimana

Pada kata gini, gitu, dah, ngundang, dan nyimpan terjadi pelesapan satu suku kata. Untuk lebih jelasnya diuraikan sebagai berikut.

Begini [be]gini gini

Begitu [be]gitu gitu

Sudah [su]dah dah

Mengundang [me] + undang ngundang Menyimpan [me] + simpan nyimpan

Pelesapan suku kata pada kata-kata di atas terjadi karena bentukan kata yang baru terasa lebih singkat dan komunikatif. Selain itu, dengan menciptakan kata-kata yang lebih singkat ini akan menghindarkan pembaca dari kebosanan daripada ketika menggunakan bentuk yang lebih baku.

5. Interjeksi

Interjeksi adalah kategori yang bertugas mengungkapkan perasaan pembicara, dan secara sintaksis tidak berhubungan dengan kata-kata lain dalam ujaran. Interjeksi bersifat ekstrakalimat dan selalu mendahului ujaran sebagai teriakan yang lepas atau berdiri sendiri. Interjeksi dapat ditemukan dalam RCB, seperti dalam data berikut.

commit to user

(37) ‟‟LHO, Bapak kok tidak pakai baju warna pink?” “Wualaaahh....apa ya pantes? He he he ...nanti aku malah kayak ice cream rasa strawberry, semua orang jadi terangsang pengin menjilati aku gimana? Emang kenapa ta, dik?” “Bapak ki piye ta? Kan Vantine Day‟s....ya semua harus serba pink dong.” “Emang ada peraturan yang mengharuskan begitu?” “Haaaeeess...embuh-lah. Bapak ki mesti ngeyel...” (4/Interj/RCB/SM/15-02-2009)

Dari data (37) tersebut tampak adanya penggunaan beberapa kata yang termasuk dalam jenis interjeksi, yaitu kata-kata ‟‟LHO”, “Wualaaah”, dan “Haaaeeess”. Kata “LHO” termasuk jenis interjeksi yang menyatakan rasa kekagetan. Tuturan tersebut diungkapkan oleh Jeng Genit yang terkejut/kaget melihat ayahnya, Mas Celathu, yang tidak memakai baju berwarna pink, yang telah ia siapkan untuk memperingati hari kasih sayang atau Valentine Day’s. Kata “Wualaaahh” termasuk ke dalam jenis interjeksi yang menyatakan keheranan. Tuturan tersebut diungkapkan oleh Mas Celathu yang merasa heran mengapa ia harus memakai baju berwarna pink untuk memperingati hari Valentin atau Valentine Day’s, sedangkan kata “Haaaeeess” adalah interjeksi untuk menyatakan kekecewaan atau kekesalan. Tuturan tersebut diungkapkan Jeng Genit untuk menyatakan kekesalannya kepada Mas Celathu karena dia tidak bersedia mengenakan baju berwarna pink untuk memperingati Valentine Day’s.

Berikut ini adalah data lain yang mengandung interjeksi.

(38) Dan lihatlah! Mas Celathu sekarang pakai kaos ketat warna pink! Penampilan yang sungguh menakjubkan, benar-benar sensasi Valentine paling seru. Bener-bener tidak matching. Warna itu terasa asing melekat di tubuh Mas Celathu yang selama ini memang nggak pernah dibungkus warna cerah. Jeng Genit yang rupanya sedari tadi mengintip dari balik pintu, langsung menyeruak kegirangan dan berlompat-lompat histeris,”Horeeee....bapakku pakai kaos merah jambu. Happy Valentine ayah...hua ha ha. Bapak lucu...!!!!”(7/Interj/RCB/SM/15-02-2009)

commit to user

Kata “Horeeee” pada data (38) merupakan bentuk interjeksi. Kata tersebut termasuk ke dalam jenis interjeksi yang menyatakan kelegaan atau ungkapan kegembiraan. Tuturan tersebut diungkapkan oleh Jeng Genit yang merasa lega dan gembira ketika melihat sang ayah, yaitu Mas Celathu, yang akhirnya bersedia mengenakan kaos yang berwarna pink, sesuai dengan apa yang diinginkannya.

Berikut ini adalah data lain yang mengandung interjeksi.

(39) ‟‟Nah itu tugasnya orang miskin. Biasanya, orang miskin terlatih berpikir. Berpikir bagaimana caranya ngumpet dari tagihan utang. Berpikir cari tambahan rezeki, berpikir bagaimana caranya dapat beras dan minyak murah, berpikir nebus obat yang harganya mencekik, berpikir cari bea siswa biar sekolah gratis, berpikir ngakali wong sugih biar rela jadi dermawan, berpikir. ...‟‟ ‟‟Huusssss!!! Omongan sampeyan itu bisa bikin orang sakit hati lho. (9/Interj/RCB/SM/22-02-2009)

Kata “Huussss” dalam data (39) termasuk ke dalam jenis interjeksi yang menyatakan seruan. Bentuk interjeksi seruan tersebut diungkapkan oleh Mbakyu Celathu kepada Mas Celathu agar Mas Celathu tidak asal bicara. Ketika itu, Mas Celathu membicarakan bagaimana kebiasaan atau pola hidup masyarakat yang hidupnya kekurangan atau miskin seperti, bersembunyi ketika ada tagihan hutang, berpikir bagaimana caranya mendapatkan sembako murah, dan berpikir bagaimana mencari simpati dari orang kaya agar mereka bersedia menjadi dermawan. Mbakyu Celathu khawatir kata-kata Mas Celathu itu dapat membuat orang sakit hati.

Berikut ini adalah data lain yang mengandung interjeksi.

(40) ‟‟Lha... saya.. itu.. malah... bersyukur... je,‟‟ ujar Mas Celathu dengan irama kalem kayak dialog Arjuna di panggung wayang orang. ‟‟Haaah...bersyukur?‟‟

‟‟Lho,...kalau nggak ada gegeran seperti ini, kapan Pemerintah Indonesia peduli dan memperhatikan kebudayaan. Kan lumayan, sekarang semua

commit to user

pariwisata lagi. Kebudayaan tidak hanya dilihat sebagai alat untuk menyedot devisa. Jadi, ya pantas disyukuri ta?‟‟Mengartikulasikan Pikiran Mendengar jawaban ini Semaya yang temperamental langsung maknyeeees. Lega. Rupanya sohibnya masih berbudaya. Maksudnya, masih peduli memperjuangkan dunia kebudayaan yang kerap menikmati diskriminasi, bahkan oleh pemerintahannya sendiri.

(16/Interj/RCB/SM/30-08-2009)

Kata “Haaah” dalam data (40) termasuk ke dalam jenis interjeksi yang menyatakan kekagetan. Tuturan yang mengandung interjeksi tersebut diungkapkan oleh teman Mas Celathu. Ia merasa kaget dan heran kepada Mas Celathu, atas jawaban dan komentarnya mengenai fenomena yang terjadi saat itu, yaitu peristiwa ketika Malaysia tidak lagi menghargai kedaulatan bangsa dan negara Indonesia, dengan mengklaim kekayaan budaya Indonesia. Orang-orang pun bersahutan memprotes dan memaki terhadap tindakan Malaysia tersebut, tetapi Mas Celathu tidak ikutan panik malah terkesan malas menanggapi hal tersebut, dan sama sekali tidak memperlihatkan gairah yang meledak-ledak. Ketika teman-temannya mengajak demonstrasi ke Kedubes Malaysia, oleh Mas Celathu hanya dijawab dengan gelengan kepala, padahal Mas Celathu merupakan seorang pekerja kebudayaan. Meskipun demikian, ternyata Mas Celathu mempunyai alasan mengapa dia bersikap demikian. Mas Celathu malah merasa lega karena bangsa kita dapat mengambil hikmah dari peristiwa yang terjadi. Dengan kejadian tersebut pemerintah, dan semua warga negara Indonesia dapat lebih menghargai dan mencintai kebudayaannya sendiri. Mas Celathu juga tidak ingin sebuah kebudayaan hanya digunakan sebagai alat penyedot devisa.

Berikut ini adalah data lain yang mengandung interjeksi.

(41) ‟‟Dan sialnya, banyak orang yang patuh. Tidak berani melihat cincin raksasa mengkilat di angkasa. Sayang sekali, padahal pada detik GMT itu pemandangannya indah banget. Hari yang semula terang benderang, lalu meredup perlahan-lahan, gelap total kayak malam hari,

commit to user

dan di langit terlihat matahari tertutupi rembulan. Yang terlihat kemudian adalah bulatan kayak cincin menyala di tepiannya. Wuaah..wah, wah, jan elok tenan,‟‟ kenang Mas Celathu dengan agak mendramatisasi, sehingga Jeng Genit semakin gemas karena selama hidupnya dia tak akan sempat menyaksikan keajaiban alam yang berlangsung seratus tahun sekali itu‟‟Wuiihhh, bagus sekali ya? Tapi kenapa pemerintah melarang rakyat melihat keindahan dan keajaiban itu?‟‟ (17/Interj/RCB/SM/06-09-2009)

Pada data (41) di atas terdapat dua interjeksi, yaitu kata–kata “Wuaah..wah, wah” dan “Wuiihhh”. Kedua interjeksi tersebut termasuk ke dalam jenis interjeksi untuk menyatakan keheranan atau kekaguman. Tuturan “Wuaah..wah, wah” ini diungkapkan oleh Mas Celathu kepada Jeng Genit untuk menyatakan kekagumannya pada keajaiban alam gerhana matahari yang terjadi setiap seratus tahun sekali. Mas Celathu menggambarkan bagaimana keindahan alam ketika terjadi gerhana matahari waktu itu. Ia menjelaskan kepada Jeng Genit, ketika detik GMT (Gerhana Matahari total) itu terjadi pemandangannya menjadi sangat indah. Hari yang semula terang benderang, lalu meredup perlahan-lahan, gelap total seperti malam hari, dan di langit terlihat matahari tertutupi rembulan. Yang terlihat kemudian adalah bulatan berbentuk cincin menyala di tepiannya. Mendengar cerita ayahnya tersebut, Jeng Genit menjadi kagum, ditandai dengan kata-kata “Wuiihhh”,, yang termasuk ke dalam jenis interjeksi untuk menyatakan kekaguman atau keheranan.

Selain bentuk-bentuk interjeksi di atas, dalam RCB juga terdapat bentuk interjeksi yang lain, seperti terlihat dalam tabel berikut.

Interjeksi

No Kata - kata Nomor Data Jenis interjeksi

1 ’’Wuah,wuah,” (1/Interj/RCB/SM/01-02-2009) Menyatakan

commit to user 3 4 5

Dokumen terkait