• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peluang yang Dihadapi Industri Kreatif

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Ekonomi Kreatif

2.7 Peluang yang Dihadapi Industri Kreatif

Tahun 2004 adalah era keemasan bagi industri kreatif, pada saat itu pertumbuhan mencapai 8,17%, lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi nasional saat itu yang hanya 5,03%. Namun, rata-rata pertumbuhan indutri kreatf tahun 2002-2006 hanyalah sebesar 0,74% . Terjadi fluktuasi yang sangat tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa industri ini belum tumbuh dengan kuat tetapi memiliki potensi untuk tumbuh dan berkembang secara optimal jika didukung dengan kondisi usaha dan lingkungan usaha yang kondusif.

Peluang industri kreatif baik di dalam negeri maupun di luar negeri sangatlah besar.Pangsa pasar yang dijanjikan untuk indutri kreatif ini masih terbuka sangat -lebar, dan akan memiliki kecenderungan meningkat.

- Perubahan Perilaku Pasar dan Konsumen

Seiring dengan majunya tingkat pendidikan dan kesehatan di berbagai negara di dunia, taraf hidup manusia pun semakin meningkat sehingga sudut pandang manusia melihat kehidupan juga berubah.

Teori Hirarki Kebutuhan Maslow (Maslow, A Theory of Human Motivation 1943) menyatakan bahwa saat manusia telah berhasil melampaui tingkat kebutuhan-kebutuhan dasar seperti kebutuhan fisik ( physical needs ) serta kebutuhan atas keamanan (security/ safety needs),

maka manusia akan berusaha mencari kebutuhan-kebtuhannya pada tingkat yang lebih lanjut yaitu kebutuhan bersosialisasi (social needs), rasa percaya diri (esteem needs) dan aktualisasi diri (self actualization). Demikian pula dengan perilaku konsumsi manusia.

Dalam konteks perdagangan, semakin lama manusia semakin meyukai barang-barang yang tidak hanya mampu memuaskan kebutuhan fungsional saja, namun juga mencari produk yang bisa memberikan dirinya suatu identitas dan membuatnya dirinya lebih dihargai oleh orang-orang disekitarnya. Industri fesyen adalah contoh yang bagus untuk menggambarkan kondisi ini. Konsumen tidak akan membeli barang yang tidak cantik dantidak menarik, atau tidak cocok dengan tubuh si pemakai .

Ciri-ciri konsumen seperti ini sangat identik dengan konsumen di negara- negara maju. Oleh karena negara maju juga merupakan trend-setter perdagagan internasional, maka perilaku tersebut berimbas pada negara-negara lain dan menjadi tren global. Sehingga secara perdagangan dan industri, produk-produk yang dijual ke negara-negara maju haruslah yang memiliki kandungan-kandungan non-fungsional yang mampu memuaskan kebutuhan konsumen atas identitas dan penghargaan sosial. Disinilah industri kreatif memegang peranan yang penting, karena industri kreatif sangat responsif menyerap akumulasi fenomene-fenomena sosial di masyarakat dan menuangkan ke dalam konteks produk dan jasa, bisa berupa produk pakai sepertifesyen dan kerajinan maupun produk-produk hiburan seperti musik dan film.

Namun, hirarky kebutuhan tidak hanya diperunukkan bagi manusia yang berkecukupan dalam hal materi maupun SDM yang berlatar belakang pendidikan tinggi. Dalam proporsi tertentu masyarakat di lapisan bawah

(the bottom of the pyramid) yang kurang mengecap pendidikan tinggi pun memiliki motivasi sosial, motivasi kepercayaan diri dan motivasi untuk aktualisasi diri yang sama pentingnya seperti masyarakat lapisan atas.

- Tumbuhnya Era Produksi Non Massal

Semakin kritisnya konsumen akhirnya membuat konsumen akhirnya membuat konsumen semakin selektif terhadap baran-barang yang dikonsumsinya. Konsumen kurang tergerak membeli barang-barang

generik, sebaliknya konsumen sangat antusias membeli barang-barang yang unik dan dapat membuat bangga yang memakainya. Semakin lama faktor selera semakin mendominasi perilaku konsumsi. Dan akibatnya daur hidup produk-produk semakin lama semakin singkat. Ini disebabkan karena menyimpan stok terlalu banyak, terlalu banyak, lebih besar kemungkinan produk tidak terserap pasar.

Permintaan konsumen ini (consumer demand) telah mengubah pendekatan indutri. Dahulu industri berorientasi mendorong supply

(supply driven) dan proses produksinya tidak disatu tempat namun tersebar.

Efek dari industri yang berorientasi konsumen adalah munculnya era produksi non-massal.Pada sistim ini barang dibuat dalam jumlah yang tidak terlalu banyak dan dengan variasi-variasi yang beraneka ragam. Yang tidak disadari oleh banyak orang dari fenomena ini adalah bahwa sebenarnya faktor kandungan emosional dan selera (emotional attachment) adalah faktor pendorong perubahan tersebut.

Fenomena ini bisa dapat dimanfaatkan dua arah. Industri kreatif yang syarat dengan kandungan emosional dapat mendorong evolusi perkembangan teknologi industri manufaktur non-massal, atau kebalikannya, industri kreatif dapat semakin memanfaatkan teknologi maufaktur yang telah semakin fleksibel sebagai salah satu keunggulannya dalam mensupplai produk-produk yang beraneka ragam.

-Porsi Pasar Dalam Negeri yang Besar

Dari sisi pasar domestik, penduduk Indonesia merupakan peringkat 4 terbesar di dunia adalah potensi pasar yang sangat besar apabila dapat menyerap hasil-hasil produksi dalam negeri.

Saat faktor eksternal kurang mendukung, seperti kondisi saat ini, kinerja ekspor bisa saja menurun. Pada saat itu, perekonomian harus ditumpu pada perekonomian domestik. Industri kreatif berbasis barang-barang fisik dapat mengisi pasar dengan hasil-hasil produksi dalam negeri yang memiliki kualitas desain yang sama baiknya dengan prodk-produk impor. Produk-produk lokal yang dibuat secara mandiri tanpa lisensi asing mencerminkan potensi kemandirian dunia bisnis anak bangsa. Industri kreatif yang produknya berupa jasa atau bentuk on-materiil lainnya misalnya musik dan piranti lunak, dapat didistribusikan secara digital sehingga tidak perlu menggunakan cara-cara distribusi melalui infrastruktur fisik yang sangat terkait dengan konsumsi BBM.

- Keragaman Sosio-Kultural Indonesia

Negara Indonesia terkenal karena keragaman sosio-kulturalnya. Seringkali kendala yang ditemui dalam budaya Indonesia adalah kesulitan mencari pemirsa (audience). Ini disebabkan karena pemirsa kurang tertarik menikmati sajian yang terlalu tradisionil. Apabila dibiarkan, lama kelamaan warisan budaya tersebut akan punah karena tidak adanya regenerasi terhadap generasi muda.

Namun sebaliknya, bagi para pelaku industri kreatif, keragaman sosio-kultural dapat menjadi sumber inspirasi yang tidak pernah kering. Diman-mana kita dapat melihat bahwa pemirsa lokal maupun internasional akan tertarik apabila menonton pagelaran budaya yang telah mendapat sentuhan lebih modern dan populer dari desainer, arsitek, komposer, musik dan koreografer.

Usaha-usaha pemanfaatan kearifan serta warisan budaya ini, perlu perhatian dan kerjasama antara pemerintah dengan pelaku-pelaku industri kreatif, sehingga warian budaya tradisional bangsa Indonesia dapat terlestarikan dan menjadi kebanggaan Bangsa Indonesia.

Dokumen terkait