• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemahaman ibu mengenai temper tantrum anak

Dalam dokumen Pemahaman ibu mengenai temper tantrum anak (Halaman 80-85)

BAB IV: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

C. Hasil Penelitian: Deskripsi Tema Umum

2. Pemahaman ibu mengenai temper tantrum anak

Ketiga Informan memiliki istilah yang berbeda untuk melabel perilaku mengganggu yang diekspresikan anaknya. Informan 1 dan Informan 3 memberi label perilaku tantrum anaknya dengan istilah

„rewel‟, sedangkan Informan 2 memberi istilah „histeris‟.

“Tapi kalau aku, kalau jengkel itu, kalau dia baru rewel tu.”

(no. 3, Informan 1)

“Tapi begitu saya full di rumah, ke mana-mana ngikut. Ditinggal saja, aduh, mau buang sampah di depan harus tunggu dia. Kalau

nggak, rewel.”

(no. 7, Informan 3)

“Ditinggal kerja, ke dokter, papanya kenapa-napa itu pasti dia

histeris. Pokoknya kalau ada yang kenapa-napa, histeris dia.”

Para informan memberikan istilah-istilah ini untuk melabel ekspresi perilaku anak seperti menangis, agresi terhadap diri sendiri, orang lain, maupun objek mati, menolak perintah, dan menunjukkan perilaku-perilaku resisten.

“Nangisnya kencang, nangisnya kencang. Kalau udah rewel banget itu, di tempat tidur dia tengkurap. … Sambil nangis dia tengkurap. Nggak mau di …nggak mau disentuh.”

(no. 13, Informan 3)

“Terus njambak-njambak kayak gini lho mbak, trus sampe rambutnya brodol itu, bener mbak. Trus kalau umpamanya sama

saya, dicokotin tu. Sama anak tetangga juga kayak gitu.”

(no. 5, Informan 1)

“Ditelepon nggak mau. Ya kayak istilahnya marah, nggak mau,

sampai nanti hp-nya ditendang, apa digigit hp-nya.”

(no. 25, Informan 3)

“Em, aku pernah sih dipukul sama dia. Karena aku ajak mandi, dia nggak mau, aku dipukul.”

(no. 22, Informan 2)

b. Faktor-faktor yang menyebabkan kemunculan temper tantrum

Faktor penyebab dipertimbangkan sebagai bagian dalam tema pemahaman ibu mengenai temper tantrum anak karena hasil penelitian menunjukkan bahwa setiap Informan mengungkapkan informasi yang khas dan unik yang tampaknya muncul berdasarkan latar belakang masing-masing Informan.

1) Faktor internal

Faktor internal yang ditemukan dalam wawancara terdiri dari faktor emosi dan faktor fisik anak. Faktor emosi merupakan faktor penyebab yang diungkapkan oleh ketiga Informan. Adapun

emosi yang dimaksud adalah rasa gemas, rasa jengkel maupun marah, dan tidak mampu meregulasi keinginan sehingga ledakan berbagai emosi tersebut diekspresikan anak melalui perilaku temper tantrum.

Gulung-gulung itu lho mbak, trus kruwes-kruwes mukae, trus

njiwit-njiwit kayak gitu, he-e. … Kalau dia gemes, kalau dia jengkel

kayak gitu.”

(no. 5, Informan 1)

“Bangun pagi itu dia minta gendong, buka mata itu dia “Ibu gendong.”, terus kalau saya nggak mau, a itu bisa rewel.”

(no. 33, Informan 3)

Selain faktor emosi, Informan 1 dan Informan 2 menyebutkan bahwa faktor fisik seperti kutipan di bawah ini menjadi penyebab anak mengekspresikan temper tantrum.

Jadi kalau ngantuk itu, terus badannya baru nggak enak itu lho, mbak. Capek-capek kayak gitu, trus tidure kagol itu lho, mbak, ya itu mesti itu. Terus laper banget juga sukanya kayak gitu. Kerep iki

senengane kayak gitu tuh loh mbak.”

(no. 10, Informan 1)

2) Faktor eksternal

Faktor eksternal yang ditemukan dalam wawancara terdiri dari faktor sosial anak dan pengaruh dari tontonan anak. Faktor sosial yang bersinggungan dengan anak juga merupakan faktor penyebab yang diungkapkan oleh ketiga Informan. Faktor sosial yang dipandang ibu sebagai penyebab adalah ketika temper tantrum muncul karena meniru orang tua, berpisah dengan figur

lekat, minimnya sosialisasi dengan orang dewasa, interupsi orang lain atas keinginan anak, dan diganggu oleh teman sebaya.

“Kalau nggigit mungkin dari aku ya, mbak. Karena aku kalau lagi

sebal gitu, itu minta, minta gigit.”

(no. 31, Informan 2)

“Kalau ditinggal. Kalau itu tuh, kayak tadi nyariin papanya. Kayak

gitu tuh, teriak kayak gitu. Ya, polnya nangisnya anakku kayak gitu.”

(no. 57, Informan 2)

“Kakaknya, dulu kita di Palu banyak, keluarga satu rumah banyak.

E.. jadi dia lebih cepat, apa, cepat beradaptasi dengan orang, ngomongnya lebih cepat, lebih ini, kalau kakaknya. Tapi dibandingkan adiknya ini, nggak. Karena di rumah kita hanya waktu itu tambah saudara sepupu saya, orang besar hanya bertiga, tambah

Mbak Ning di sebelah, sama Oxka, Oxky. Ya gitu.”

(no. 3, Infoman 3)

“E.. seperti kalau mandi itu, dia pingin mandi sendiri, tapi saya sabunin, dia nggak suka, dia mulai rewel itu. Kalau dia sudah bilang

“nggak”, itu mesti nggak. Kalau saya lakukan, itu bisa memicu dia

rewel.”

(no. 32, Informan 3)

“Semenjak tak tinggal jualan gini trus dia main sama temene, nanti

kalau dia diapain gitu pulang sendiri nangis, sambil nangis, itu “Bu, lara, bu lara.”

(no. 15, Informan 1)

Informan 2 dan Informan 3 menyatakan bahwa film yang ditonton anaknya berdampak pada perubahan perilaku, seperti pada kutipan di bawah ini.

“Saya nggak tau, apa karena pengaruh film, … Dia itu mulai kayak

gitu, saya nonton itu Captain America, Iron Man, Superman, nah tiga bulan-empat bulan terakhir itu, itu film yang dia tonton, … jadi

sampai kakaknya ini ngeluh “Ini karena ibu semua ini, ibu kasih adik nonton yang seperti itu.” Jadi kadang-kadang kakaknya yang jadi sasaran, jadi dia yang jadi Superman, dia yang jadi seperti itu. Itu

pengaruh juga kayaknya itu. Salah, salah memilih film.”

Selain keempat faktor yang kemunculannya berulang pada ketiga informan tersebut, terdapat pula faktor-faktor yang unik dan khas bagi masing-masing informan. Informan 1 menyebutkan bahwa faktor keturunan, pikiran buruk ibu selama kehamilan, dan kehadiran entitas yang tidak diketahui menjadi faktor yang kemunculannya mendahului kemunculan ekspresi tantrum anaknya.

“Aku mikirnya, kok bisa kayak gitu, turun siapa lho, mbak. Apa dulu pas hamil, ndelok jatilan, gulung-gulung. Katanya kalau orang hamil

nek mbatin kan nganu nggih, kadang turunnya ning anak, nggih.”

(no. 28, Informan 1)

“Dia kalau nangis tu dia mintanya ke luar, maksudnya ke luar rumah.

Nggak tau, mesti, di dalam rumah ada apanya. Tapi kalau di luar

rumah mesti langsung diam.”

(no. 32, Informan 1) Bagi Informan 3, perubahan signifikan yang terjadi pada frekuensi kebersamaan dengan anaknya menjadi faktor yang menyebabkan perubahan perilaku pada anaknya. Informan 3 menyatakan bahwa anaknya menunjukkan perilaku melekat yang mengganggu semenjak Informan 3 memiliki banyak waktu luang. Setiap kali keinginan anak untuk melekat tidak dipenuhi, anak akan mengekspresikan temper tantrum.

Tapi begitu saya full di rumah, ke mana-mana ngikut. Ditinggal

saja, aduh, mau buang sampah di depan harus tunggu dia. Kalau

nggak, rewel.”

Dalam dokumen Pemahaman ibu mengenai temper tantrum anak (Halaman 80-85)

Dokumen terkait