• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemahaman Masyarakat DUG Oleh Tiga Kelompok Usia Terhadap LFBPD LFBPD

HASIL PENELITIAN

5.3 Pemahaman Masyarakat DUG Terhadap Leksikon Flora Bahasa Pakpak Dairi

5.3.1 Pemahaman Masyarakat DUG Oleh Tiga Kelompok Usia Terhadap LFBPD LFBPD

Pemahaman masyarakat DUG terhadap 200 jumlah LFBPD dengan tiga kelompok responden yang dibagi berdasarkan kelompok usia yaitu usia ≥ 60 tahun, usia 25-59 tahun, dan usia 12-24 tahun dengan jumlah 60 orang. Jumlah

informan tiap kelompok usia adalah 20 orang. Dari hasil pengujian dan analisis data yang dilakukan, maka masyarakat DUG terhadap leksikon kayu dapat dideskripsikan pada tabel di bawah ini.

Tabel 5.5

Persentase Pemahaman Masyarakat DUG Terhadap LFBPD

No KELOMPOK LEKSIKON KATEGORI 1 2 3 JP % JP % JP % 1 Leksikon Kayu 1986 55,3 522 13,6 1272 33,1 2 Leksikon Rambah 1855 59,2 409 13,1 886 27,7 3 Leksikon Suansuanen 1911 88,5 100 4,6 149 6,9 4 Leksikon Buah 1281 92,8 48 3,5 51 3,7 5 Lekaikon Rorohen 1136 75,8 185 12,3 179 11,9 Total 8199 1264 2537 Rata-rata 68,3 10,5 21,2

Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa masyarakat DUG terhadap lima kelompok leksikon adalah Kategori 1 diperoleh jumlah pemahaman (JP) sebanyak 8199 dan rata-rata berjumlah 63,8 %,. Kategori 2, jumlah pemahaman (JP) sebanyak 1264 dengan jumlah rata-rata 10,5 %. Kategori 3 jumlah pemahaman (JP) 2537 dan jumlah rata-rata 21,2 %. Dalam Kategori 1 kelompok leksikon buah menjadi kelompok leksikon dengan jumlah pemahaman tertinggi dengan JP 1281 (92,8 %), kelompok leksikon yang terendah dalam Kategori 1 adalah kelompok leksikon kayu dengan JP 1985 (55,3 %). Kategori 2 kelompok leksikon dengan jumlah pemahaman tertinggi adalah kelompok leksikon kayu

dengan JP 522 (13,6 %), kelompok leksikon terendah adalah kelompok leksikon

buah dengan JP 48 (3,5 %). Kategori 3 kelompok leksikon dengan jumlah pemahaman tertinggi adalah leksikon kayu dengan JP 1272 (33,1 %), dan kelompok leksikon dengan jumlah pemahaman terendah adalah leksikon

buahdengan JP 51 (3,7 %). Pada kategori 3 terjadi penyusutan pemahaman yang lebih tinggi dibandingkan kategori2. JP pada kategori 3 adalah 2537 (21,2%), sementari JP pada kategori 2 adalah 1264 (10,5 %, itu artinya terjadi peningkatan penyusutan pemahaman 10,7 %. Hal itu disebabkan kelompok usia remaja (12-24 tahun) mayoritas ada pada kategori 3 terutama padakelompok leksikon kayu dan

rambah. Berikut ini akan digambarkan dalam bentuk diagram.

Gambar 5.14

Rangkuman PemahamanMasyarakat DUG Terhadap LFBPD

Berdasarkan diagram di atas menunjukkan bahwa pemahaman masyarakat di DUG terhadap LFBPD mengalami penyusutan. Hal ini terlihat jelas dalam diagram yang menunjukkan kategori 1 masih tinggi. Hal ini membuktikan bahwa leksikon-leksikon itu masih ada walaupun mengalami penyusutan yang signifikan dalam kategori 2 dan kategori 3. Kelompok leksikon dengan jumlah pemahaman atau JP tertinggi adalah kelompok leksikon buah karena leksikon tersebut masih berhubungan langsung dengan kehidupan masyarakat di desa ini. Buah menjadi

kebutuhan yang sangat penting bagi masyarakat setempat sehingga banyak sekali tumbuhan buah ini ditanam oleh hampir seluruh masyarakat karena mata pencaharian masyarakat desa ini adalah bertani. Leksikon kayu menjadi kelompok leksikon dengan JP terendah karena tumbuhan ini jarang sekali berhubungan dengan kehidupan masyarakat saat ini dan tumbuhan ini sudah jarang ditemukan.

5.3.1.1Pemahaman Masyarakat DUG Terhadap Kelompok Leksikon Kayu Persentase pemahaman masyarakat terhadap kelompok leksikon ini dapat dilihat dalam lampiran 2 tabel 2.1. Dari tabel tersebut diperoleh hasil untuk Kategori 1 (mengenal, pernah melihat, pernah mendengar, dan pernah menggunakan) dengan JP 1986 (53,5 %). Berdasarkan tabel tersebut leksikon dengan JP tertinggi adalah, leksikon sampula JP 60 (100 %) sering dimanfaatkan sebagai katu bakar karena mudah dicari, kayunya ringan dan mudah dikeringkan. Leksikon lamtoro JP 60 (100 %), memiliki manfaat yang sama seperti sampula. Leksikon ndulpak JP 53 (88,3 %) manfaatnya juga sebagai kayu bakar. Leksikon

kemenjen JP 53 (88,3 %) banyak tumbuh di hutan dan masyarakatnya banyak yang mencari kemenjen untuk dijual karena harganya yang tinggi.

Untuk Kategori 2 (tidak mengenal, tidak pernah melihat, pernah mendengar, dan tidak pernah menggunakan)JP 522 (13,6 %) dengan rincian leksikon JP tertinggi adalah doko-doko JP 30 (50%) pohon sejenis nangka yang hidup di hutan. Leksikon cik-cik dengan JP 28 (46,7 %) sejenis pohon yang getahnya gatal. Mayoritas orang tua lebih kenal karena tumbuhan ini ada di hutan

tumbuh bersama-sama dengan kemenjen. Leksikon dalung-dalung dengan JP 26 (43,4 %).

Kategori 3 (tidak mengenal, tidak pernah melihat, tidak pernah mendengar, dan tidak pernah menggunakan) dengan JP 1272 (33,1 %). Leksikon dengan JP tertinggi adalah leksikon linjomaroker dengan JP 44 (73,4 %). Tumbuhan ini merupakan jenis pohon kayu keras dan sangat sulit ditemukan. Selanjutnya leksikon ngilkil dengan JP 35 (58,3 %) daun pohon ini dimanfaatkan untuk membuat ikan kehilangan kesadaran atau pingsan. Tumbuhan ini jarang digunakan sekarang karena di desa ini sudah jarang ditemukan kolam atau sungai. Kemudian leksikon ndilo dengan JP 35 (58,3 %) biasanya dimanfaatkan sebagai bahan dasar tikar anyaman, namun akibat perkembangan teknologi, banyak tikar-tikar berbahan plastik dengan harga murah mengakibatkan masyarakat tidak tertarik untuk menganyam tikar sendiri.

5.3.1.2Pemahaman Masyarakat DUG Terhadap Kelompok Leksikon Rambah

Persentase pemahaman masyarakat terhadap kelompok leksikon

dukut/rambah ini juga dimuat dalam lampiran 2 tabel 2.1. Berdasarkan tabel tersebut dapat dijelaskan bahwa pemahaman masyarakat terhadap kelompok leksikon ini pada Kategori 1 (mengenal, pernah melihat, pernah mendengar, dan pernah menggunakan)memiliki JP sebanyak 1885 (59,2 %). Leksikon dengan JP tertinggi adalah leksikon pandan JP 53 (93,3 %). Leksikon ini masih dimanfaatkan masyarakat untuk menambah aroma pada makanan seperti bubur.

Kemudian leksikon alum-alum JP 52 (86,7 %) masyarakat masih sering menggunakan tumbuhan ini untuk obat gatal pada kulit. Leksikon sindruma JP 48 (80 %) masih sering digunakan sebagai obat pertolongan pertama untuk luka. Selanjutnya leksikon sarindan JP 48 (80 %) tumbuhan pasarasit yang sering dijumpai di pohon kopi, nangka, dan lain-lain dan biasa dimanfaatkan menjadi obat.

Untuk Kategori 2 (tidak mengenal, tidak pernah melihat, pernah mendengar, dan tidak pernah menggunakan)JP 409 (13,1 %) dengan rincian leksikon JP tertinggi adalah simertahuak dengan JP 22 (36,7 %) sejenis rumput yang sudah jarang ditemukan. Leksikon dengan JP tertinggi kedua adalah dukut cippon JP 20 (33,3 %) tanaman rumput ini biasa ditanam untuk hiasan pekarangan atau halaman rumah, namun di daerah ini jarang ditemukan. Leksikon dengan JP tertinggi berikutnya adalah cilekket dengan JP 16 (26,7 %) rumput ini sudah mulai jarang ditemukan karena saat ini sudah banyak pembukaan lahan baru, sehingga tumbuhan ini hanya akan ditemukan di tempat-tempat tertentu. Leksikon

tanggiang dengan JP 16 (26,7 %) juga sudah semakin jarang ditemukan karena biasanya ini dimanfaatkan sebagai tiang untuk menopang tanaman anggrek.

Kategori 3 (tidak mengenal, tidak pernah melihat, tidak pernah mendengar, dan tidak pernah menggunakan) dengan JP 886 (27,7 %). Leksikon dengan JP tertinggi adalah leksikon lalau dengan JP 34 (56,7 %) tumbuhan liar jenis tuak. Kemudian leksikon ndurur dengan JP 33 (55 %) tumbuhan jenis nira ini sudah sangat sulit ditemukan karena tidak pernah dimanfaatkan lagi. Kemudian leksikon kelsi JP 32 (53,4 %) sejenis semak yang

sulit untuk dimusnahkan, sehingga masyarakat melakukan segala upaya untuk memusnahkan tumbuhan ini, sehingga sulit ditemukan, jadi hal ini dianggap sangat wajar. Leksikon kedua dengan JP tertinggi adalah paku dengan JP 32 (53,4 %) tumbuhan sejenis pakis besar ini sudah sulit ditemukan.

5.3.1.3Pemahaman Masyarakat DUG Terhadap Kelompok Leksikon Suansuanen

Persentase pemahaman masyarakat terhadap kelompok leksikon ini telah dilampirkan dalam tabel 2.1 pada lampiran 2. Dari tabel tersebut terlihat bahwa jumlah pemahaman untuk Kategori 1 (mengenal, pernah melihat, pernah mendengar, dan pernah menggunakan) diperoleh JP sebanyak 1911 (88,5 %). Dalam kategori ini, leksikon dengan JP tertinggi adalah page, koning, lengkuas, gatap, cina, acem, keras, neur, tebbu, jagong, pola, gadong, kacang, dan rias dengan JP 60 (100 %) untuk masing-masing leksikon. Kemudian leksikon gambir, lada, dan rimbang masing-masing JP 57 (95 %), leksikon pinang dengan JP 56 (93,3 %). Pemahaman masyarakat terhadap leksikon ini sangat tinggi karena masyarakat membudidayakan tanaman ini untuk kebutuhan sehari-hari.

Kategori 2 (tidak mengenal, tidak pernah melihat, pernah mendengar, dan tidak pernah menggunakan) dengan JP 100 (4,6 %). Leksikon dengan jumlah pemahaman tertinggi adalah leksikon ganderra JP 10 (16,7 %) tumbuhan ini sering disebut ‘bawang batak’ memang sudah jarang digunakan untuk masakan. Mayoritas kelompok usia remaja yang masuk dalam kategori ini. Kemudian leksikon cikala dan leuh JP 8 (13,3 %) sebenarnya masih banyak

ditemukan, namun generasi yang lebih muda sering menggunakan bahasa Batak Toba untuk menyebut nama tumbuhan ini yaitu leutu. Kemudian leksikon rimo mungkur, keceur, isap, dan sukat JP 7 (11,7%) nama tumbuhan ini jarang disebut terutama oleh kelompok usia remaja walaupun referennya masih banyak dijumpai di lingkungan tempat tinggal. Hal ini juga disebabkan karena mereka lebih mengenal nama tumbuhan ini dalam bahasa Batak Toba yaitu unte pangir, hasihor, timbaho, dan suhat.

Kategori 3 (tidak mengenal, tidak pernah melihat, tidak pernah mendengar, dan tidak pernah menggunakan) dengan JP 149 (6,9 %). Leksikon dengan JP tertinggi dalam kategori ini adalah koning gajah dan mbungke dengan JP 26 (43,3 %). Tumbuhan ini memang merupakan jenis kunyit dan jahe, namun saat ini referennya sudah sulit ditemukan, sehingga wajar generasi yang lebih muda tidak menggunakan leksikon ini dalam kehidupan sehari-hari karena tumbuhan ini sudah tidak berhubungan lagi dengan kehidupan mereka. Leksikon

koning putih dan saka sempilit dengan JP 20 (33,3 %) tumbuhan ini juga sudah jarang ditemukan. Kemudian leksikon pala dan maremare dengan JP 10 (16,7 %) menduduki JP terendah ketiga. Tumbuhan ini dulunya masih sering dipakai terutama pada saat pesta, namun belakangan ini sudah dijual dalam bentuk yang lebih praktis.

5.3.1.4Pemahaman Masyarakat DUG Terhadap Kelompok Leksikon Buah Rincian persentase pemahaman masyarakat terhadap kelompok leksikon

melihat, pernah mendengar, dan pernah menggunakan) dengan JP 1281 (92,8 %). Lebih dari 50 % leksikon dalam kelompok ini memiliki jumlah pemahaman (JP) 100 %. Leksikon-leksikon tersebut adalah galuh, kennas, tarutung, tuyung, rimo, mangga, rambuten, randat, salak, ndalima, bettik, mbertik, dan terong. Hal ini menunjukkan adanya konsistensi penggunaan leksikon dan pengenalan referen oleh orangtua terhadap generasi yang lebih muda. Tumbuhan tersebut memang banyak sekali dijumpai di daerah ini.

Kategori 2 (tidak mengenal, tidak pernah melihat, pernah mendengar, dan tidak pernah menggunakan) dengan JP 48 (3,5 %). Leksikon dengan jumlah pemahaman (JP) pada kategori ini adalah leksikon gerrat, langsat, rambe, dan cibukbuken dengan JP 8 (13,3 %) untuk tiap-tiap leksikon. Mayoritas kelompok remaja yang ada dalam kategori ini. Tumbuhan tersebut memang masih tumbuh di daerah ini, namun mereka sering sekali menggunakan bahasa Indonesia untuk menamai tumbuhan tersebut.

Kategori 3 (tidak mengenal, tidak pernah melihat, tidak pernah mendengar, dan tidak pernah menggunakan) dengan JP 51 (3,7%). Leksikon dengan JP tertinggi dalam kategori ini adalah leksikon tapeang dengan JP 35 (58,3%). Kelompok usia remaja masuk dalam Kategori 3 ini. Mereka sama sekali tidak mengenal, tidak pernah melihat, bahkan tidak pernah mendengar, dan menggunakan leksikon ini. Menurut keterangan orangtua, tumbuhan ini sudah sangat sulit ditemukan di daerah ini. dapat disimpulkan, leksikon ini sudah punah dari pemahaman remaja saat ini.

5.3.1.5Pemahaman Masyarakat DUG Terhadap Kelompok Leksikon Rorohen

Persentase pemahaman masyarakat Desa Uruk Gedang terhadap kelompok leksikon ini sesuai dengan lampiran 2 tabel 2.1 adalah Kategori 1 (mengenal, pernah melihat, pernah mendengar, dan pernah menggunakan) dengan JP 1136 (75,8%). Leksikon dengan JP tertinggi adalah leksikon bulung gadong kayu, kentang, tuyung, buncis, cemun, dan kol dengan JP 60 (100%) untuk masing-masing leksikon. Leksikon berikutnya dengan JP tertinggi adalah cemun dengan JP 58 (96,7%) dan leksikon tobis dengan JP 57 (95%). Hal ini sangat wajar karena tumbuhan tersebut merupakan kebutuhan sehari-hari masyarakat di daerah ini.

Kategori 2 (tidak mengenal, tidak pernah melihat, pernah mendengar, dan tidak pernah menggunakan) dengan JP 185 (12,3%). Leksikon dengan jumlah pemahaman (JP) tertinggi adalah leksikon mbecih

dengan JP 22 (36,6%). Tumbuhan ini masih banyak ditemukan di daerah ini, namun generasi yang lebih muda terutama remaja lebih mengenal kata jelok untuk menyebut tumbuhan ini. Leksikon berikutnya adalah bungke dengan JP 21 (35%) merupakan tumbuhan yang biasa juga digunakan untuk membekukan susu ini sudah jarang terlihat. Leksikon tabunggala dengan JP 18 (30%), tumbuhan ini selain menjadi sayuran, sering juga digunakan untuk menyimpan beras.

Kategori 3 (tidak mengenal, tidak pernah melihat, tidak pernah mendengar, dan tidak pernah menggunakan) dengan JP 179 (11,3%). Leksikon dengan JP tertinggi dalam kategori ini adalah leksikon ruku-ruku JP 24 (40%). 100 % generasi remaja masuk dalam kataegori ini karena tumbuhan ini

sudah sulit ditemukan. Kemudian leksikon pitola dan leksikon tabu menjadi leksikon dengan JP tertinggi berikutnya yaitu dengan JP 23 (38,3%) tumbuhan ini juga sudah jarang dibudidayakan oleh masyarakat setempat, sehingga wajar leksikon tersebut tidak digunakan. Leksikon berikutnya dengan JP tertinggi adalah

mberrung dengan JP 20 (33,3%) merupakan tumbuhan yang sudah langka sehingga generasi remaja sama sekali tidak ada yang mengenal bahkan tidak pernah mendengar leksikon ini.

5.3.2 Perbandingan Pemahaman Masyarakat DUG Berdasarkan Kelompok