• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Teori-Teori yang Relevan .1 Ekolinguistik

2.1.2 Semantik Struktural

Banyak teori tentang makna telah dikemukakan para ahli. Ferdinan de Suassure untuk pertama kali memberikan pandangan ini dengan teori tanda linguistiknya. Menurut de Saussure setiap tanda linguistik atau tanda bahasa terdiri dari dua komponen, yaitu komponen signifian atau “yang mengartikan” yang wujudnya berupa rentetan bunyi, dan komponen signifie atau “yang diartikan” yang wujudnya berupa pengertian atau konsep (yang dimiliki oleh signifian) (Ferdinan de Saussure dalam Chaer, 2007:286). Lebih lanjut, Richard dan Ogdent (1923) dalam Chaer (2007:286) menjelaskan hubungan antara lambang, konsep, dan acuan yang disebut dengan segitiga makna. Dalam bagan tersebut, hubungan antara lambang dan konsep bersifat langsung karena lambang dan konsep adalah masalah di dalam bahasa, sedangkan hubungan antara lambang dan referen bersifat tidak langsung karena lambang adalah masalah dalam bahasa sementara referen merupakan masalah di luar bahasa yang hubungannya bersifat

arbitrer. Karena bersifat arbitrer, maka kita tidak dapat menjelaskan hubungan kata-kata itu dengan makna yang dimilikinya.

Dalam kajian linguistik, persoalan yang menjadikan makna sebagai bidang kajiannya adalah Semantik. Semantik menelaah hubungan-hubungan tanda-tanda dengan objek-objek yang merupakan wadah penerapan tanda-tanda tersebut (Edward dalam Tarigan, 1985:3). Semantik struktural merupakan pendekatan strukturalis yang dibawa pada ranah semantik leksikalGeeraerts (2010:48). Secara teori dan deskripsi semantik struktural muncul dengan rangkaian hubungan konsep makna strukturalis. Dalam semantik struktural, ada tiga pendekatan yang digunakan, yaitu ranah leksikal, analisis komponen, dan relasi semantis. Dalam hal ini, relasi semantis akan digunakan sebagai kajian teoretis. Relasi semantis mengembangkan ide dari gambaran relasi struktural dalam kata-kata yang berhubungan (Geeraerts, 2010:52)

Makna kata dianggap sebagai satuan mandiri, bukan makna kata dalam konteks kalimat. Menurut semantik leksikal, makna suatu kata sesuai dengan referennya, sesuai dengan hasil observasi alat indera, atau makna yang sungguh-sungguh nyata dalam kehidupan kita (Pateda, 2001:74). Sebagai contoh kata daun

referennya ‘bagian tanaman yang tumbuh berhelai-helai pada ranting’, dalam bahasa Pakpak Dairi komil referennya ‘jenis tumbuhan semak dengan kontur daun yang lembut biasa untuk makanan kerbau’.

Pendekatan semantik leksikal yang digunakan pada kajian ini adalah pada ranah relasi semantis. Teori yang digunakan untuk menjelaskan relasi semantis

leksikon flora bahasa Pakpak Dairi adalah teori Saeed (2000:63). Teori relasi semantis menurut Saeed adalah:

1. Homonim

Homonimi adalah bentuk kata secara fonologi sama tetapi maknanya tidak berhubungan (lihat Saeed, 2000:63). Selain homonim, ada juga istilah homograf dan homofon. Homograf merupakan kata yang tulisannya sama tetapi maknanya berbeda. Homofon adalah istilah untuk kata yang pengucapannya sama tetapi maknanya berbeda. Namun, Saeed juga menyebut kedua istilah itu homonim karena perbedaan kedua istilah tersebut bergantung pada perilaku sintaksis dan pengucapannya. Namun beberapa penulis membedakan homograf dengan homofon, misalnya:

a. kata yang tulisan dan pelafalannya sama tetapi maknanya berbeda (homonim), misalnya genting I‘gawat’ dan genting II‘atap’.

b. kata yang tulisannya sama tetapi pelafalan dan maknanya berbeda (homograf), misalnya apel I‘buah’ apel II ‘upacara’.

c. kata yang cara pelafalannya sama, tetapi penulisan dan maknanya berbeda (homofon), misalnya [bank] I ‘lembaga penyimpan uang’ dan [bang] II ‘kakak].

2. Polisemi

Secara leksikologi, homonim dan polisemi memiliki perbedaan(lihat Saeed2000:64. Meskipun keduanya memiliki pengertian yang sama,dalam

polisemi ada relasi makna yang erat antara kata yang bentuknya dan ucapannya sama. Polisemi diartikan sebagai suatu kata yang memiliki banyak makna. Misalnya kata kepala. Kata kepala dapat bermakna bagian benda sebelah atas, dapat bermakna pimpinan atau ketua, dapat juga bermakna sebagai kiasan atau ungkapan.

3. Sinonim

Menurut Saeed (2000:65) sinonim adalah kata yang berbeda secara fonologi, tetapi memiliki makna yang sama atau hampir sama. Contohnya adalah kata buruk dan jelek merupakan kata yang bersinonim. Hubungan makna antara dua kata bersifat dua arah. Jadi dari contoh dan definisi di atas dapat dikatakan bahwa maknanya kurang lebih sama. Kesamaannya tidak seratus persen, hanya kurang lebih atau tidak bersifat mutlak.

4. Antonim

Antonim merupakan relasi leksikal yang menggambarkan makna yang bertentangan. Maksudnya adalah suatu ungkapan yang maknanya dianggap kebalikan dari makna ungkapan lain. Misalnya, kata besar dan kecil. Sama halnya dengan sinonim, hubungan makna antara dua buah kata bersifat dua arah dan maknanya tidak bersifat mutlak.

5. Hiponim

Saeed (2000:68-69) mengatakan bahwa hiponimi adalah hubungan inklusi. Hiponimi mengacu pada hubungan vertikal dari taksonomi. Hiponim kata yang ruang lingkup maknanya yang lebih khusus atau disebut kata khusus. Untuk kata yang ruang lingkup maknanya yang lebih luas disebut hipernim atau kata umum. Namun Saeed menyamakan kedua istilah ini. Contohnya anggrek, melati, anyelir,

dan mawar merupakan hiponim dari hipernim kata bunga.

6. Meronim

Meronim adalah sebuah istilah yang digunakan untuk menggambarkan sebagian atau keseluruhan hubungan leksikal (lihat Saeed, 2000:70). Misalnya

cover dan page adalah meronim dari book. Contoh lain adalah batang, daun, cabang, ranting, dan akar merupakan meronim dari pohon.

pohon

batang daun cabang ranting akar Gambar 2.1 Meronim ‘pohon’

2.1.3 Sosioekologis

Sosioekologis memadukan dua sudut pandang yang berbeda namun saling berhubungan. Kedua sudut pandang tersebut adalah ‘sosio atau sosial’ dan ‘ekologi’. Sosial merupakan segala perilaku manusia yang menggambarkan hubungan nonindividualis. Pengertian sosial ini merujuk pada hubungan manusia

dalam kemasyarakatan, hubungan antarmanusia, hubungan manusia dengan kelompok, serta hubungan antara manusia dengan organisasi.

Pengertian sosial tidak dapat dilepaskan dari kehidupan manusia, karena memang diarahkan pada seluk beluk kehidupan manusia bersama kelompok di sekitarnya. Pengertian ini juga dapat diabstraksikan ke dalam perkembangan-perkembangan kehidupan manusia, lengkap dengan dinamika serta masalah-masalah sosial yang terjadi di sekitarnya.

Ekologi diartikan sebagai ilmu yang mempelajari baik interaksi antar makhluk hidup maupun interaksi antara makhluk hidup dengan dan lingkungannya. Dalam ekologi, kita mempelajari makhluk hidup sebagai satu kesatuan atau sistem dengan lingkungannya (Ernest Heackel, 1834-1914).

Ekologi merupakan studi yang menyelidiki interaksi organisme dengan lingkungannya. Hal ini bertujuan untuk menemukan prinsip-prinsip yang terkandung dalam hubungan timbal balik tersebut. Dalam studi ekologi digunakan metode pendekatan secara menyeluruh pada komponen-komponen yang berkaitan dalam suatu sistem. Ruang lingkup ekologi berkisar pada tingkat populasi, komunitas, dan ekosistem

Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa sosioekologis merupakan suatu kajian yang membahas hubungan antara lingkungan dengan masyarakat, mempelajari makhluk hidup sebagai satu kesatuan atau sistem dengan lingkungannya dan masyarakat serta masalah-masalah sosial yang ada di dalamnya.