• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERKAWINAN DALAM

C. Pemahaman masyarakat tentang Keagamaan dan Hukum Keluarga

Penduduk Desa Pusaka Rakyat mayoritas beragama Islam. Hal ini dapat

dilihat dari tabel berikut:

No Agama Jumlah Jiwa Persentase

1. Islam 12.297 80%

2. Kristen 1.537 10%

3. Hindu/Budha/Lainnya 1.537 10%

Sumber: Laporan Desa Pusaka Rakyat Tahun 2014

Tabel diatas menunjukkan bahwa mayoritas masyarakat Desa Pusaka Rakyat

adalah beragama Islam. Oleh karena itu di Desa Pusaka Rakyat banyak dibangun

fasilitas-fasilitas ibadah umat Islam karena masyarakat muslim mencapai 80%.

Dengan banyaknya fasilitas tersebut idealnya pembinaan pemahaman keagamaan

masyarakat berjalan dengan baik.

Fasilitas-fasilitas keagamaan yang ada di Desa Pusaka Rakyat dapat dilihat

No Nama Dusun Fasilitas Keagamaan Masjid Musholla Majelis Taklim Gereja Lainya 1. Dusun I (Kp. Karang Tengah) 1 3 5 0 0 2. Dusun II (Tambun Permata) 1 2 4 0 0

3. Dusun III (Bogor) 1 3 5 0 0

4. Dusun IV (Harapan Indah) 1 2 2 0 0

Fasilitas keagamaan yang dibangun seperti mesjid, musholla dan majelis

taklim menjadi sarana bagi masyarakat untuk untuk memperdalam ilmu-ilmu

keagamaan. Selai adanya sarana-sarana keangaan, ditunjang pula dengan banyaknya

kiyai, ustadz dan ustadzah maupun tokoh masyarakat lainnya. Hal ini menjadikan

masyarakan Desa Pusaka Rakyat kental dengan nuansa Islami. Berkenaan dengan

pemahaman masyarakat tentang keagamaan khususnya tentang hak dan kewajiban

suami isteri, berdasarkan hasil pengamatan penulis, pengetahuan tersebut sangatlah

54

Hal ini berdasarkan hasil waawancara penulis dengan tokoh masyarakat. Ust.

H. Abidullah Abdullah misalnya, mengatakan bahwa masyarakat Desa Pusaka Rakyat

sangat minim dalam mengetahui dan memahami fikih keluarga khususnya berkaitan

dengan hak dan kewajiban suami isteri. Masyarakat tidak mengetahui secara detail

tentang hak dan kewajiban suami isteri karena para ustadz hanya menyampaikannya

secara umum dan baru sebatas teori tanpa menghiraukan praktik yang terjadi di

masyarakat.7

Beliau juga mengatakan bahwa masyarakat belum menyadari sepenuhnya

bahwa pemenuhan hak dan kewajiban suami isteri adalah kunci dari terbangunnya

keluarga yang harmonis. Selanjutnya beliau pun mengatakan bahwa sebagian para

suami di Desa Pusaka Rakyat memiliki egoisme yang tinggi sehingga banyak

pemperlakukan isteri-isteri mereka semaunya, yang mereka tuntut hannyalah ketaan

isteri tanpa mereka melaksanakan kewajiban sebagai suami secara sempurna.

Hal senada diungkapkan oleh tokoh keagamaan lainnya seperti Ust. Payumi.

Beliau mengatakan bahwa sekalipun masyarakat Desa Pusaka Rakyat telah

mengetahui secara garis besar tentang hak dan kewajiban suami isteri, namun mereka

belum mampu mempraktekannya dalam kehidupan berumah tangga, hal ini terbukti

dengan banyaknya pasangan yang menjalani kehidupan berumah tangga dalam

kadaan tidak harmonis.8

7

Ust. H. Abidullah Wawancara Pribadi, Bekasi, 24 Januari, 2015.

8

Berbeda dengan Ust. H. Abidullah Abdullah yang mengatakan bahwa faktor

utama yang menjadi penyebab ketidak harmonisan kehidupan berumah tangga di

Desa Pusaka Rakyat adalah egoisme para suami, Ust. Payumi mengatakan bahwa

faktor utama munculnya ketidak harmonisan rumah tangga di Desa Pusaka adalah

faktor kemampuann ekonomi suami dalam memberikan nafkan kepada keluarganya.

Dari persoalam nafkah tersebut menyebabkan tidak terlaksananya kewajiban-kewajin

pasangan suami isteri.

Berkaitan dengan minimnya pengetahuan tentang kewajiban suami

isteri,seorang ibu rumah tangga mengatakan:

“saya melayani suami saya dalam setiap hal apabila suami saya memberikan nafkah yang cukup bagi keluarganya. Sedangkan bila Minimnya pengetahuan

masyarakat tentang hak dan kewajiban selain karena kurang penjelasan yang

mendalam dari para tokoh agama, juga disebabkan oleh ketidak ingin tahuan

masyarakat itu sendiri mengenai fiqih keluarga. Sejauh ini masyarakat hanya tahu

secara garis besarnya saja maka tidak mengherankan ada pandanngan seperti yang

dikemukakan oleh Jaronah tersebut di atas.

Hal yang sama di alami oleh responden lainnya yaitu Ibu Saomah ketika

penulis mewawancarainya. Ia mengatakan pemahaman agama sangat baik secara

keseluruhan akan tetapi masalah fiqih keluarga hanya sedikit yang memahami karena

para tokoh agama baik kiayi, maupun ustad dan ustadzah. Hanya memberikan

56

“Saya mengetahui tentang hak dan kewajiban suami isteri, saya tahu dari beberapa ustadz yang berbicara tentang hak dan kewajiban suami isteri. Tetapi

kebanyakan ustadz hanya memberikan gambaran hukum keluarga secara umum saja”.9

Senada dengan pendapat di atas, sebut saja Nur, yang mengatakan bahwa

pemahaman masyarakat Desa Pusaka tentang Fiqih keluarga masih minim sehingga

para suami tidak menjalankn kewajibannya sebagai suami dan hal itu menyebabkan

para isteri pun tidak melakukan kewajibanya terhadap suami-suami mereka.

Oleh karena itu menurutnya para tokoh agama harus memberikan pemahaman

yang mendalam mengenai fiqih keluarga dan dalam pelaksanaanya suami dan isteri

wajib melaksanakan kewajibannya masing-masing dengan demikian hak-hak mereka

pun akan terpenuhi. Berikut penuturan ibu Nur:

“Suami saya melaksanakan kewajibannya sebagai seorang kepala keluarga, maka atas dasar hal tersebut, saya pun melaksanakan kewajiban saya sebagai seorang isteri”.10

Sama halnya juga dengan pendapat dari responden lain yaitu ibu wirdah yang

mengatakan bahwa pengetahuan tentang fiqih keluarga masih banyak yang belum

mengetahuii terutama para laki-laki yang sering berbuat semena-mena terhadap

istrinya, oleh karena itu suami wajib mengetahui sehingga tidak menelantarkan

istrinya begitu saja berikut penurutannya:

9

Ibu SR, Responden, Wawancara Pribadi, Bekasi, 27 Januari, 2015.

10

“Suami harus melaksanakan kewajibannya terutama masalah nafkah. Kehidupan berumah tangga sangat bergantung kepada nafkah tersebut, nafkah sangat

kepada pemenuhan hak dan kewajiban suami isteri dalam berumah tangga.11

Permasalahan seperti ini terkait terjadinya ketidak harmonisan beberapa

keluarga yang disebabkan karena tidak terlaksananya kewajiban suami isteri, yang

penulis ambil dari beberapa responden bahwa minimnya pengetahuan yang diketahui

oleh kebanyakan masyarakat Desa Pusaka Rakyat menjadi salah satu penyebabnya.

Akan tetapi dalam permasalahan agama secara umum sudah banyak yang tahu,

seperti Sholat, puasa, fiqih terkait dengan tharah (bersuci, dan zakat.).

Hal lain yang menunjukkan bahwa pemahaman masyarakat Desa Pusaka

Rakyat minim pengetahuan tentang hukum keluarga adalah mengenai perceraian.

Sebagian besar kasus penceraian sebagian besar terjadi tidak melalui pengadilan

agama melainkan terjadi secara hukum adat dengan kesepakatan kedua belah pihak

dengan disaksikan oleh pihak keluarga, dengan fenomena ini secara otomatis

ketetapan nafkah untuk istri tidak direalisasikan dekalangan masyarakat Desa Pusaka Rakyat secara umum, dikarenakan proses perceraian tidak melalui Pengadilan

Agama.

Para istri yang ditalaq pun, tidak mengadukan permasalahan ini kepada yang

pihak yang berwenang, umumnya mereka menyelesaikan permasalahan melalui

kesepakatan dari pihak keluarga saja, permusyawarahan tanpa adanya pengikat

hukum yang pasti terkadang manusia bisa melakukan pelanggaran yang disepakati

11

58

bersama, ini sering dilakukan kepada orang-orang yang melakukan perjanjian di atas

kertas, pelanggaran ini umumnya dilakukan oleh para mantan suami, banyak hal yang

melatar belakangi para mantan suami untuk mengingkari kewajiban ini, di antranya

tidak mampu membayar, tidak ada tuntutan dari pihak istri dan alasan lainnya yang

didasari oleh sikap keegoisan mereka. Oleh karena itu perlu adanya kesadaran

masyarakat dan tanggung jawab tokoh masyarakat terkait permasalahn ini, sebab

ketidak-tahuan masyarakat tentang fiqih agama dipacu oleh ketidak tahuan masyrakat

59

Dokumen terkait