• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemahaman tentang Roh Kudus dalam Pengakuan Iman Gereja

Hidup yang Dipimpin oleh Roh

B. Pemahaman tentang Roh Kudus dalam Pengakuan Iman Gereja

Gereja-gereja Kristen umumnya mengakui Tritunggal, yaitu Allah Bapa, Allah Anak, dan Allah Roh Kudus. Rumusan ini antara lain terdapat dalam Matius 28:19. Apakah artinya ini? Ini tidak berarti bahwa orang Kristen mengakui tiga Allah. Orang-orang Kristen perdana adalah orang-orang Yahudi yang sangat teguh berpegang pada doktrin tentang keesaan Allah (tauhid), seperti yang dicetuskan dalam Ulangan 6:4, “Dengarlah, hai orang Israel: Tuhan itu Allah kita, Tuhan itu esa!” Hal ini pun diajarkan oleh Yesus sendiri, Dalam Markus 12:29 dikatakan, “Jawab Yesus: ‘Hukum yang terutama ialah: Dengarlah, hai orang Israel, Tuhan Allah kita, Tuhan itu esa.’”

Untuk memudahkan kita memahami Trinitas dan bagaimana masing- masing Pribadi-Nya saling berhubungan dan terkait, berikut ini adalah gambar

yang biasa disebut sebagai “Perisai Trinitas”. Dalam gambaran ini terlihat jelas bagaimana hubungan masing-masing Pribadi dalam Trinitas itu. Allah Bapa, Allah Anak, dan Allah Roh Kudus masing-masing adalah Allah yang esa. Namun ketiganya harus dibedakan. Allah Bapa bukanlah Allah Anak, bukan pula Allah Roh Kudus. Begitu pula pribadi-pribadi yang lainnya harus dibedakan satu sama lain. Namun ketiga-tiganya berada dalam satu hubungan dan persekutuan yang harmonis.

Pengakuan tentang keberadaan Roh Kudus dan pekerjaan-Nya itu dapat kita lihat dalam rumusan-rumusan Pengakuan Iman Nicea Konstantinopel dan Pengakuan Iman Rasuli, dua Pengakuan Iman yang sangat umum dipegang oleh gereja-gereja di seluruh dunia.

Pengakuan Iman Nicea-Konstantinopel

Aku percaya kepada satu Allah, Bapa Yang Maha Kuasa,

Pencipta langit dan bumi, segala yang kelihatan dan tidak kelihatan; Dan kepada satu Tuhan, Yesus Kristus, Anak Allah yang tunggal,

yang lahir dari Sang Bapa sebelum ada segala zaman, terang dari terang, Allah yang sejati dari Allah sejati, diperanakkan, bukan dibuat, sehakikat dengan Sang Bapa. Yang dengan perantaraan-Nya segala sesuatu dibuat; yang telah turun dari surga untuk kita manusia, dan untuk keselamatan kita,

dan menjadi daging oleh Roh Kudus dari anak dara Maria, dan menjadi manusia;

yang disalibkan bagi kita di bawah pemerintahan Pontius Pilatus, menderita dan dikuburkan;

yang bangkit pada hari ketiga, sesuai dengan isi Kitab-kitab, dan naik ke surga;

yang duduk di sebelah kanan Sang Bapa,

dan akan datang kembali dengan kemuliaan untuk menghakimi orang-orang yang hidup dan yang mati;

yang kerajaan-Nya takkan berakhir. Aku percaya kepada Roh Kudus,

yang jadi Tuhan dan yang menghidupkan, yang keluar dari Sang Bapa dan Sang Anak.

Yang bersama-sama dengan Sang Bapa dan Sang Anak disembah dan dimuliakan, yang telah beri rman dengan perantaraan para nabi.

Aku percaya satu gereja yang kudus dan am dan rasuli. Aku mengaku satu baptisan untuk pengampunan dosa.

Aku menantikan kebangkitan orang mati dan kehidupan di zaman yang akan datang. Amin.

“Pengakuan Iman Nicea-Konstantinopel” (sering disebut “Pengakuan Iman Nicea” saja), dirumuskan dalam Konsili atau Persidangan Sinode gereja- gereja sedunia yang diadakan di Nicea I pada tahun 325 dan kemudian disempurnakan pada Konsili Konstantinopel I pada tahun 381. Dalam Konsili Nicea I (325) hal utama yang dibahas adalah ajaran Arius, seorang imam di Baukalis di Alexandria, Mesir. Arius mengajarkan bahwa Yesus bukanlah Allah, melainkan makhluk ciptaan-Nya. Menurut Arius, ada saatnya ketika Logos (Firman Allah, maksudnya Yesus) tidak ada. Konsili Nicea I menolak ajaran Arius dan menganggapnya menyeleweng dari ajaran Gereja yang benar. Para Bapa Gereja yang hadir dalam konsili tersebut menegaskan ajaran Gereja bahwa Yesus (Anak Allah atau Firman Allah) sehakikat dengan Allah Bapa.

Dalam Konsili Konstantinopel I (381) hal utama yang dibahas adalah ajaran Makedonius I, Patriarkh Konstantinopel. Makedonius mengajarkan bahwa Roh Kudus bukanlah Allah, melainkan “makhluk ciptaan” dan adalah pelayan Allah Bapa dan Allah Anak. Konsili Konstantinopel I menolak ajaran Makedonius dan mene¬gaskan bahwa Roh Kudus adalah Tuhan dan Allah yang setara dengan Sang Bapa dan Sang Anak. Dalam Konsili Konstantinopel I tersebut, Pengakuan Iman Nicea kembali diteguhkan dan diperluas pada bagian yang menerangkan Roh Kudus dan karya-Nya.

Pengakuan Iman Rasuli

Aku percaya kepada Allah Bapa yang Mahakuasa, khalik langit dan bumi. Dan kepada Yesus Kristus Anak-Nya Yang Tunggal, Tuhan Kita.

Yang dikandung daripada Roh Kudus, lahir dari anak dara Maria. Yang menderita sengsara di bawah pemerintahan Pontius Pilatus,

disalibkan mati dan dikuburkan turun ke dalam kerajaan maut. Pada hari yang ketiga bangkit pula dari antara orang mati.

Naik ke surga, duduk di sebelah kanan Allah Bapa yang Mahakuasa.

Dan dari sana Ia akan datang untuk menghakimi orang yang hidup dan yang mati.

Aku percaya kepada Roh Kudus.

Gereja yang kudus dan am, persekutuan orang kudus, pengampunan dosa,

kebangkitan daging, dan hidup yang kekal. Amin.

Dari namanya, pengakuan iman ini berasal dari murid-murid Tuhan Yesus sendiri. Isinya mengandung 12 butir pernyataan, dan menurut tradisi, setiap pernyataan itu dibuat oleh masing-masing murid Tuhan, di bawah bimbingan Roh Kudus. Namun kebanyakan pakar sejarah gereja berpendapat bahwa pegakuan ini berasal dari Gaul, Prancis, dan selesai disusun pada abad ke-5.

Bukti historis tertua tentang keberadaan pengakuan ini adalah surat yang dikirimkan dari Konsili (Sidang Sinode) Milano (tahun 390) kepada Paus Sirisius yang berbunyi demikian, “Bila engkau tidak memuji ajaran-ajaran para imam biarlah pujian itu setidak-tidaknya diberikan kepada Symbolum Apostolorum (Pengakuan Iman Rasuli) yang selalu dilestarikan oleh Gereja Roma dan akan tetap dipertahankan agar tidak dilanggar.” Pengakuan Iman Rasuli ini rupanya digunakan sebagai ringkasan ajaran Kristen untuk calon-calon baptisan di gereja-gereja Roma. Oleh karena itu dikenal juga sebagai Symbolum Romanum (Roman Symbol).

Pengakuan iman ini paling banyak digunakan dalam ibadah orang-orang Kristen di Barat. Ketika kebanyakan umat Kristen masih buta huruf, pengulangan secara lisan Pengakuan Iman Rasul ini bersama dengan “Doa Bapa Kami” dan “Dasa Titah” membantu melestarikan dan menyebarkan iman Kristiani dari gereja-gereja Barat.