BAB IV ANALISIS DATA
A. Pemanfaatan Ragam Informal dalam RCB
6. Pemakaian Partikel Dialek Jakarta
dong, dan deh.
Kedua, faktor-faktor sosial yang mempengaruhi pemakaian bahasa dalam
RCB pada surat kabar SM yaitu : (1) penutur (speaker) dan mitra tutur (hearer,
commit to user
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Keberadaan bahasa tidak bisa dilepaskan dengan kehidupan manusia. Dimiliki dan digunakannya bahasa merupakan ciri khas yang membedakan antara manusia dengan makhluk lain. Bahasa digunakan oleh manusia untuk berinteraksi dengan manusia lain guna menjalin kerja sama dan memecahkan atau menyelesaikan berbagai persoalan kehidupan yang mereka hadapi. Bahasa merupakan sarana utama yang digunakan manusia untuk mengungkapkan (dan tentu memahami) pikiran dan perasaan sehingga komunikasi dapat berjalan dengan baik (Sarwiji Suwandi, 2008:97)
Beragamnya pemakaian bahasa secara nyata menimbulkan
keanekaragaman karakteristik kebahasaan. Pemanfaatan potensi bahasa sebagai alat komunikasi dapat dilihat dari dunia pendidikan, pemerintahan, media massa elektronik, media massa cetak, dan hampir semua ranah kehidupan membutuhkan bahasa sebagai sarana untuk menyampaikan informasi. Jadi bahasa memiliki peran dan fungsi yang strategis dalam kehidupan sehari-hari, sebagaimana
pendapat Harimurti Kridalaksana yang menyatakan bahwa bahasa adalah “ sistem
lambang bunyi yang arbitrer, yang digunakan oleh para anggota masyarakat untuk
bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasi diri” (2001:21).
Salah satu bentuk pemakaian bahasa tulis dalam komunikasi adalah seperti yang ada dalam media massa cetak, dalam hal ini berupa surat kabar. Surat kabar sebagai salah satu media massa cetak mempunyai fungsi untuk menyampaikan berita kepada pembaca. Pada saat penulis menyampaikan isi
commit to user
pikiran tersebut terjadilah pemindahan informasi yang efisien. Jadi dalam hal ini, yang dipentingkan adalah pemakaian bahasa yang berorientasi kepada pembaca atau penerima dalam menangkap informasi secara benar. Surat kabar dalam menyampaikan informasi menggunakan media pengungkapan berupa bahasa.
Adanya berbagai macam bentuk pemakaian bahasa yang merupakan identitas penutur (penulis dalam bahasa tulis) atau kelompok masyarakat serta adanya bermacam gaya dalam konteks sosial seperti itu menunjukkan bahwa ada semacam korelasi antara kelas atau status sosial penulis dengan cara-cara pemakaian atau pemilihan bahasa. Ciri-ciri khusus tuturan seseorang atau sekelompok anggota masyarakat dapat dijadikan indikator untuk menunjukkan kelas atau status sosial mereka atau penulis di dalam masyarakat. Di samping itu, ketepatan pemilihan kata atau variasi bahasa dalam tuturannya dapat dijadikan petunjuk sejauh mana seorang penutur atau penulis menguasai bahasa yang sedang dipergunakannya.
Setiap penutur pasti mempunyai sifat-sifat khusus yang tidak dipunyai oleh penutur lain dan membedakan dirinya dengan penutur lain. Sifat-sifat khusus
ini ada yang sifatnya fisis-fisiologis dan ada pula yang sifatnya psikis-mentalistis.
Perbedaan suara yang disebabkan karena perbedaan organ-organ bicara
penuturnya adalah fisis-fisiologis, sedangkan perbedaan gaya adalah
psikis-mentalistis. Dalam bahasa lisan sifat khusus fisis-fisiologis ini dapat kita lihat dengan mendengar suara dari tuturan-tuturan si penutur. Perbedaan-perbedaan organ ucap manusia juga menyebabkan artikulasi yang berbeda antara penutur
satu dengan yang lain. Di samping itu, setiap penutur memiliki “warna suara”
commit to user
merupakan gejala fisiologis, perbedaan tuturan dapat kita kenal dengan memperhatikan gaya bahasanya, pilihan katanya, struktur kalimatnya,
ungkapan-ungkapan yang sering dipakainya dan sebagainya yang merupakan gejala
psikis-mentalistis. Paduan antara sifat-sifat khusus yang demikian itu secara keseluruhan merupakan ciri-ciri khas bahasa seseorang yang membedakan dia (penutur dalam bahasa lisan dan penulis dalam bahasa tulis) dengan orang lain (Suwito, 1992:7)
Perbedaan-perbedaan pemakaian bahasa juga terjadi dalam penulisan
artikel pada surat kabar. Seperti dalam penulisan kolom atau rubrik “Celathu
Butet” yang dimuat dalam surat kabar Suara Merdeka. Rubrik “Celathu Butet”
(selanjutnya akan disingkat RCB) adalah sebuah rubrik yang terdapat dalam surat
kabar Suara Merdeka (selanjutnya disingkat SM) yang terbit setiap hari Minggu.
Seperti namanya, RCB tersebut ditulis oleh budayawan dan aktor Butet
Kertaradjasa. Rubrik ini terletak pada halaman pertama harian tersebut, berada pada samping kolom berita utama, di dalamnya terdapat judul dan karikatur wajah si penulis, dengan latar halaman berwarna biru. Jika dilihat dari jenisnya, maka rubrik ini termasuk dalam rubrik opini. Di dalamnya berisi opini serta pandangan penulisnya mengenai masalah-masalah serta gejala-gejala sosial, peristiwa-peristiwa yang sedang hangat ,atau hal-hal yang menjadi topik pembicaraan saat itu.
Rubrik ini menurut peneliti sangat menarik untuk dikaji menjadi sebuah penelitian tentang bagaimana bentuk-bentuk pemakaian bahasanya. Sebagai sebuah rubrik opini dalam surat kabar, rubrik ini mempunyai gaya penulisan yang membedakannya dengan artikel-artikel pada harian tersebut atau rubrik-rubrik sejenis pada surat kabar lainnya, baik itu perbedaan yang meliputi gaya
commit to user
bahasanya, pilihan katanya, struktur kalimatnya, dan ungkapan-ungkapannya. RCB banyak menggunakan ragam bahasa yang bersifat kedaerahan atau dialek, juga penggunaan kata serapan dari bahasa asing untuk mengemukakan sebuah pendapat atau opini. Mengingat latar belakang penulis yang berlatar belakang budaya Jawa, maka tulisan dalam rubrik ini sangat kental dengan dialek-dialek bahasa Jawa, di samping ada juga pemakaian dialek Betawi dan pemakaian bahasa asing.
Dalam bahasa lisan, struktur kalimat dan pilihan katanya jelas sangat tidak cermat hal tersebut tentu berbeda dengan bentuk atau ragam tulis, sebab bahasa tulis memiliki aturan-aturan atau kaidah penulisan yang tidak dapat dilanggar, tetapi tampaknya aturan-aturan tersebut tidak berlaku dalam penulisan RCB ini. Bila dilihat, ragam lisan yang disalin ke dalam bentuk tulis ini tidak mendapat perbaikan-perbaikan dan memang tidak memperhatikan kaidah atau aturan penulisan yang baik dan benar. Struktur kalimat dan pilihan katanya jelas tidak mendapat perbaikan dan tidak sesuai dengan kaidah yang berlaku atau ejaan yang disempurnakan. Akan tetapi, justru hal tersebut yang membuat rubrik ini menarik dan berbeda dengan artikel-artikel pada harian tersebut atau rubrik-rubrik sejenis pada surat kabar lainnya. Bahasa yang dipakai oleh penulis menjadi ringan untuk dicerna atau dipahami maksudnya oleh para pembaca yang berasal dari berbagai kalangan profesi, pendidikan, jabatan dan berbagai macam latar belakang yang berbeda-beda.
Kekhasan pemakaian bahasa dalam RCB yang dimuat dalam surat kabar SM ini sangat menarik untuk diteliti. Penulis rubrik ini mencoba untuk menuangkan gagasan-gagasan, opini, maupun kritik tentang fenomena-fenomena
commit to user
dan gejala sosial tentang keadaan lingkungan di sekitarnya, baik itu tentang kehidupan sosial, ekonomi, politik, budaya, pendidikan ,dan sebagainya ke dalam sebuah bahasa yang khas atau berbeda dibandingkan dengan rubrik atau tulisan
lain yang dimuat dalam media yang sama, yaitu surat kabar Suara Merdeka atau
bahkan dengan rubrik-rubrik sejenis yang ditulis pada surat kabar yang berbeda. Topik-topik yang dibahas dalam rubrik ini yang terlihat berat untuk diungkapkan, tetapi oleh penulis terkesan menjadi ringan untuk diungkap karena penulis mengemasnya sedemikian rupa agar lebih menarik, hal-hal inilah yang menjadi karakter khas yang menjadi ciri kebahasaan yang digunakan oleh Butet Kertaradjasa dalam RCB.
Diksi atau pilihan kata yang dipakai oleh penulis terkesan lebih santai atau tidak formal sehingga mudah untuk dipahami. Pemakaian ejaan-ejaan serta kata-kata tidak baku yang tentunya tidak sesuai dengan kaidah penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar serta penggunaan karakter kebahasaan yang banyak menggunakan ragam bahasa yang bersifat kedaerahan atau dialek, juga penggunaan kata serapan dari bahasa asing untuk mengemukakan sebuah pendapat atau opini juga merupakan hal yang menarik untuk dikaji.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti ingin mengambil kajian tentang pemanfaatan ragam informal yang terdapat dalam RCB yang terbit dalam surat kabar SM. Kajian tersebut mengenai pemakaian bahasa yang digunakan dalam sebuah rubrik pada surat kabar yang dilihat dari pendekatan sosiolinguistik. Pengetahuan dari sosiolinguistik ini dapat dimanfaatkan dalam berkomunikasi atau berinteraksi. Sosiolinguistik akan memberikan pedoman dalam berkomunikasi dengan menunjukkan bahasa, ragam bahasa atau gaya
commit to user
bahasa apa yang harus digunakan ketika berbicara dengan orang lain atau berinteraksi dengan pembaca. Faktor-faktor inilah yang mendasari peneliti untuk
mengambil judul penelitian Pemakaian Bahasa dalam Rubrik Celathu Butet pada
Surat Kabar Suara Merdeka: Suatu Tinjauan Sosiolinguistik.
B. Pembatasan Masalah
Untuk membatasi permasalahan dan untuk mengarahkan penelitian ini agar lebih mendalam dan terarah sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, maka sangat diperlukan adanya pembatasan masalah. Penelitian ini dibatasi pada pemakaian ragam informal dalam RCB pada surat kabar SM yang diterbitkan setiap hari Minggu edisi bulan Februari sampai dengan September 2009.
C. Perumusan Masalah
Agar dalam pembatasan arah dan tujuan penelitian ini jelas, maka diperlukan suatu perumusan masalah. Artinya masalah yang hendak diteliti perlu diidentifikasi secara lebih terinci dan dirumuskan dalam pernyataan-pernyataan yang operasional. Yaitu pernyataan-pernyataan yang mengarahkan, sekaligus membatasi ke perumusan masalah (Edi Subroto, 1992:39).
Dalam penelitian ini peneliti merumuskan masalah yang akan dikaji sebagai berikut.
1. Bagaimana bentuk pemanfaatan ragam informal dalam RCB pada surat kabar SM?
2. Faktor sosial apa saja yang mempengaruhi pemakaian bahasa dalam RCB pada surat kabar SM?
commit to user
D. Tujuan Penelitian
Penelitian yang ilmiah harus mempunyai tujuan yang jelas mengingat penelitian harus mempunyai arah sasaran yang jelas dan tepat. Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Mendeskripsikan bentuk pemanfaatan ragam informal dalam RCB pada surat kabar SM.
2. Menjelaskan faktor sosial yang mempengaruhi pemakaian bahasa pada RCB pada surat kabar SM.
E. Manfaat Penelitian
Setiap penelitian pada hakikatnya diharapkan memiliki manfaat, baik secara praktis maupun secara teoretis. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan
Edi Subroto bahwa “...di samping memberikan sumbangan ke arah pengembangan
ilmu, juga hendaknya ikut memberikan pemecahan masalah yang bersifat
praktis....” (Edi Subroto, 1992:91). Adapun manfaat yang dapat dipetik dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Manfaat teoretis
Penelitian ini diharapkan mampu memperluas wawasan
kebahasaan, khususnya linguistik, dalam hal ini adalah kebahasaan dalam lingkup sosiolinguistik khususnya mengenai pemakaian bahasa dalam sebuah rubrik pada sebuah surat kabar.
2. Manfaat praktis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman dan tambahan pengetahuan bagi pembaca maupun peneliti terhadap
commit to user
pemakaian bahasa dalam sebuah rubrik pada surat kabar. Penelitian ini juga diharapkan dapat membantu peneliti maupun pembaca khususnya dalam hal memahami bentuk pemakaian bahasa yang terdapat pada sebuah rubrik pada surat kabar.
F. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah penguraian dalam suatu penelitian maka diperlukan sistematika penulisan. Sistematika penulisan dalam penelitian ini terdiri dari lima bab yang di dalamnya memuat permasalahaan yang tetap merupakan satu kesatuan pikiran yang saling berkaitan. Adapun sistematika dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
Bab pertama memuat pendahuluan, yang di dalamnya menjelaskan latar belakang masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab kedua merupakan kajian pustaka, bab ini membahas tentang beberapa teori yang berhubungan dengan masalah yang akan dikaji. Teori-teori tersebut digunakan sebagai landasan dalam penganalisisan data.
Bab ketiga berupa metode penelitian, bab ini berisi penjelasan mengenai jenis penelitian, sumber data, populasi, sampel, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data.
Bab keempat merupakan analisis data, bab ini menguraikan analisis terhadap data-data yang menjadi objek penelitian.
Bab kelima merupakan penutup dari semua uraian bab-bab sebelumnya yang berisi tentang simpulan dan saran.
commit to user
9
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR
A. Tinjauan Penelitian Terdahulu
Beberapa studi terdahulu yang relevan telah dilakukan oleh beberapa peneliti di antaranya adalah Septi Nur Hanani, dan Yovi Ariani W.S. Penelitian yang pernah dilakukan tersebut antara lain sebagai berikut:
Septi Nur Hanani (2005) dalam skripsi yang berjudul Rubrik “Sungguh
-sungguh Terjadi” dalam Surat Kabar Harian Kedaulatan Rakyat (Suatu Tinjauan
Sosiolinguistik), mendeskripsikan analisisnya sebagai berikut: (1) karakter pemakaian bahasa dalam rubrik SST meliputi pemakaian ragam informal, ragam percakapan, singkatan dan akronim, pemanfaatan bentuk slang, pemanfaatan gaya bahasa seperti hiperbola, repetisi, personifikasi, elipsis, pemakaian idiom, campur kode, alih kode, serta interferensi, (2) aspek humor dapat diketahui dengan beberapa teknik antara lain teknik keambiguan, teknik pertentangan makna, teknik logika yang terdiri atas penyimpangan logika angka, penyimpangan logika bahasa, penyimpangan logika makna, dan teknik membandingkan yang tidak logis, (3) fungsi rubrik SST sebagai karya jurnalistik meliputi sarana menghibur, sarana menyampaikan informasi, sarana mendidik, sarana mempengaruhi masyarakat sebagai pembaca.
Skripsi Yovi Ariani W.S (2006) yang berjudul “Pemakaian Bahasa
Indonesia pada Kriing Solopos: Pendekatan Sosio-pragmatik, mendeskripsikan
adanya pemanfaatan ragam informal dalam rubrik Kriing Solopos menyebabkan
terjadinya campur kode, alih kode, dan interferensi/ penyimpangan dalam suatu tuturan. Adanya tindak tutur, yaitu tindak tutur representatif, direktif, ekspresif,
commit to user
komisif, dan deklaratif. Juga pembahasan tentang maksud yang terkandung di
balik tuturan dalam rubrik Kriing Solopos, adalah untuk memohon, menyuruh,
menyarankan, menyindir, dan mengkritik yang disampaikan dengan kalimat berita. Kalimat tanya dapat digunakan untuk menyuruh melakukan sesuatu dan menyindir. Maksud menyarankan juga dapat disampaikan dengan kalimat perintah. Maksud yang tersurat dilakukan oleh penutur untuk lebih memperhalus tuturannya.
Berbeda dengan penelitian terdahulu, peneliti mengambil sebuah
penelitian yang bertajuk “Pemakaian Bahasa dalam Rubrik Celathu Butet pada
surat kabar Suara Merdeka (Suatu Tinjauan Sosiolinguistik). Penelitian ini
menganalisis tentang bagaimana bentuk-bentuk pemakaian bahasa dalam sebuah rubrik yang ditulis oleh seorang aktor dan budayawan Butet Kertaradjasa yaitu
RCB yang dimuat pada surat kabar SM dengan menggunakan tinjauan
sosiolinguistik. Data yang digunakan oleh peneliti dalam penelitian ini adalah
semua bentuk-bentuk pemakaian bahasa yang terdapat dalam RCB yang dimuat
dalam surat kabar SM, yaitu kalimat-kalimat atau tuturan-tuturan yang di dalamnya mengandung atau menggunakan alih kode, campur kode, interferensi, sedangkan sumber data yang dipergunakan oleh peneliti adalah sumber data
tertulis pada RCB yang dimuat dalam surat kabar SM yang terbit pada hari
commit to user
B. Landasan Teori
1. Fungsi BahasaBahasa adalah alat untuk berinteraksi atau alat untuk berkomunikasi, dalam arti, alat untuk menyampaikan pikiran, gagasan, konsep, atau juga perasaan. Bagi sosiolinguistik konsep bahwa bahasa adalah alat atau berfungsi untuk menyampaikan pikiran dianggap terlalu sempit. Oleh karena itu, fungsi-fungsi bahasa itu, antara lain dapat dilihat dari sudut penutur, pendengar, topik, kode, dan amanat pembicaraan.
a. Dilihat dari sudut penutur, maka bahasa itu berfungsi personal atau
pribadi. Maksudnya si penutur menyatakan sikap terhadap apa yang dituturkannya. Si penutur bukan hanya mengungkapkan emosi lewat bahasa, tetapi juga memperlihatkan emosi itu sewaktu menyampaikan tuturannya. Dalam hal ini si pendengar juga dapat menduga apakah si penutur sedih, marah atau gembira.
b. Dilihat dari segi pendengar atau lawan bicara, maka bahasa itu berfungsi
direktif yaitu mengatur tingkah laku pendengar. Dalam hal ini bahasa itu tidak hanya membuat si pendengar melakukan sesuatu, tetapi melakukan kegiatan yang sesuai dengan yang diinginkan oleh si pembicara. Hal ini dapat dilakukan si penutur dengan menggunakan kalimat-kalimat yang menyatakan perintah, himbauan, permintaan, maupun rayuan.
c. Dilihat dai segi kontak antara penutur dan pendengar maka bahasa disini
berfungsi fatik, yaitu menjalin hubungan, memelihara, memperlihatkan
perasaan bersahabat, atau solidaritas social. Ungkapan-ungkapan yang digunakan biasanya sudah berpola tetap, seperti pada waktu berjumpa,
commit to user
pamit, membicarakan cuaca, atau menyakan keluarga. Oleh karena itu, ungkapan-ungkapannya tidak dapat diartikan secara harfiah. Misalnya
“Bagaimana anak-anak?”,“Mau kemana nih?”, dan sebagainya
d. Dilihat dari segi topik ujaran, maka bahasa itu berfungsi referensial.
Dalam hal ini bahasa berfungsi sebagai alat untuk membicarakan objek atau peristiwa yang ada di sekeliling penutur atau yang ada dalam budaya
pada umumnya. Fungsi referensial inilah yang melahirkan paham
tradisional bahwa bahasa itu adalah alat untuk menyatakan pikiran, untuk menyatakan bagaimana pendapat si penutur tentang dunia di sekelilingnya.
Ungkapan seperti “Ibu dosen itu cantik sekali” adalah contoh penggunaan
bahasa yang berfungsi referensial.
e. Dilihat dari kode yang digunakan, maka bahasa itu berfungsi metalingual
atau metalinguistik, yakni bahasa itu digunakan untuk membicarakan
bahasa itu sendiri. Hal ini dapat dilihat dalam proses pembelajaran bahasa di mana kaidah-kaidah atau aturan-aturan bahasa dijelaskan dengan bahasa, juga dalam kamus monolingual, bahasa itu digunakan untuk menjelaskan arti bahasa (dalam kata) itu sendiri.
f. Dilihat dari segi amanat (message) yang akan disampaikan, maka bahasa
itu berfungsi imaginative. Sesungguhnya, bahasa itu dapat digunakan
untuk menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan, baik yang sebenarnya, maupun yang berbentuk imajinasi (khayalan atau rekaan) saja. Fungsi imajinatif ini biasanya berupa karya seni (puisi, cerita, dongeng, lelucon) yang digunakan untuk kesenangan penutur, maupun para pendengarnya (Abdul Chaer dan Leonie Agustina, 2004:14-17).
commit to user 2. Sosiolinguistik
Sesuai dengan namanya, sosiolinguistik mengkaji bahasa dengan memperhitungkan hubungan antara bahasa dengan masyarakat, khususnya
masyarakat penutur bahasa itu. Jadi jelas bahwa sosiolinguistik
mempertimbangkan keterkaitan antara dua hal, yakni dengan linguistik untuk segi kebahasaannya dan dengan sosiologi untuk segi kemayarakatannya. Batasan pengertian sosiolinguistik yang menekankan studi bahasa dalam hubungan dengan masyarakat dikemukakan oleh beberapa ahli, di antaranya adalah pendapat Appel
(dalam Suwito, 1991:3), “ Sosiolinguistik memandang bahasa, pertama-tama
sebagai sistem sosial dan komunikasi, serta merupakan bagian dari masyarakat
dan kebudayaan tertentu, sehingga pemakaian bahasa (language use) sudah
sebagai bentuk interaksi dalam situasi yang konkret”.
Dalam Kamus Linguistik dijelaskan pengertian sosiolinguistik adalah
“cabang ilmu linguistik yang mempelajari hubungan dan saling pengaruh antara perilaku bahasa dengan perilaku sosial” (Harimurti Kridalaksana, 2001:201).
Pendapat yang lain mengatakan bahwa sosiolinguistik “merupakan cabang dari
ilmu linguistik yang mengkaji tentang pemakaian bahasa di lingkungan masyarakat atau dapat juga disebut sebagai ilmu yang mempelajari aspek kemasyarakatan bahasa, khususnya perbedaan-perbedaan (variasi) yang terdapat
dalam bahasa yang berkaitan dengan faktor-faktor kemasyarakatan (sosial)”
(P.W.J Nababan, 1993:2).
Mansoer Pateda mendefinisikan sosiolinguistik sebagai “suatu cabang
ilmu linguistik yang mempelajari bahasa dan pemakaian bahasa dalam konteks sosial dan budaya” (Mansoer Pateda, 1987:3). Kajian sosiolinguistik selalu
commit to user
bersifat kontekstual, artinya di dalam analisisnya konteks pemakaian bahasa dalam masyarakat selalu diperhitungkan. Sosiolinguistik sendiri didefinisikan
sebagai “subdisiplin linguistik yang mempelajari bahasa dalam kaitannya dengan
faktor-faktor kemasyarakatan atau faktor sosial” (Soeparno, 2002:25).
Fishman (dalam Suwito, 1991:5) melihat sosiolinguistik dari sudut adanya hubungan antara variasi bahasa, fungsi bahasa dan pemakaian bahasa serta adanya perubahan-perubahan sebagai akibat terjadinya interaksi antara ketiganya, dan memberikan batasan sosiolingusitik sebagai studi tentang sifat-sifat khusus (karakteristik) variasi bahasa, sifat-sifat khusus fungsi bahasa dan sifat-sifat khusus pemakaian bahasa dalam jalinan interaksi serta perubahan-perubahan antara ketiganya dalam masyarakat tutur. Baik dalam memahami bentuk tutur, arti dan perubahan dalam bahasa segi konteks pemakaian selalu diperhitungkan.
3. Variasi Bahasa
Para ahli linguistik cenderung menganggap bahasa sebagai sesuatu yang tidak bervariasi. Jika terdapat variasi dalam bahasa , variasi-variasi itu dianggap tidak penting dan bila dibicarakan hanya ditinjau sepintas saja. Sebaliknya, bagi ahli sosiolinguistik variasi-variasi bahasa itu penting sekali. Variasi-variasi yang terdapat dalam bahasa manapun merupakan salah satu ciri dari kehidupan sebuah bahasa dalam masyarakat pemakai bahasa itu (Khaidir Anwar, 1990:20).
Mansoer Pateda (1991:84) beranggapan bahwa “Faktor dominan yang
lain yang tentunya sangat mempengaruhi suatu komunikasi adalah adanya
commit to user
berdasarkan a) tempat, b) waktu, c) pemakai, d) pemakaiannya, e) situasi dan f) status”.
Variasi bahasa jika ditinjau dari segi tempat akan menghasilkan apa yang disebut dengan dialek regional, yang dilihat dari segi waktu akan menghasilkan apa yang disebut dengan dialek temporal, yang dilihat dari segi pemakai menghasilkan apa yang disebut idiolek, berdasarkan kelamin, monolingual, status sosial dan yang berdasarkan umur. Variasi dari segi pemakaiannya menghasilkan apa yang disebut kreol, bahasa lisan, pijin, register, repertories, reputasi, standar bahasa tulis, bahasa tutur sapa, jargon. Selanjutnya variasi bahasa yang dilihat dari segi situasi dapat dibagi atas variasi bahasa situasi formal dan yang non formal, sedangkan variasi bahasa yang dilihat dari segi status dapat dibagi atas bahasa ibu, bahasa daerah, lingua franca, bahasa nasional, bahasa negara, bahasa pengantar, bahasa persatuan, bahasa resmi. Hal tersebut akan terlihat pada kita bahwa komunikasi yang menggunakan bahasa formal berbeda dengan komunikasi pada situasi nonformal ( Mansoer Pateda, 1991:84).
Menurut Abdul Chaer dan Leonie Agustina (2004:63) dalam hal variasi