• Tidak ada hasil yang ditemukan

4. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.2 Pembahasan

4.2.1 Pemaknaan Temuan Penelitian

Peningkatan nilai APKG 1, 2 dan 3 dari siklus I ke siklus II pada tiap pertemuannya menunjukkan performansi guru yang semakin meningkat. Penilaian pada APKG 1 menunjukkan penguasaan kompetensi pedagogik guru dalam menyusun RPP dan APKG 2 menunjukkan penguasaan kompetensi profesional guru dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran. Sedangkan APKG 3 menunjukkan penguasaan kompetensi kepribadian dan sosial guru dalam berinteraksi dengan teman sejawat, guru, kepala sekolah, dan pihak-pihak lain yang terkait. Menurut Supriyadi (1999) dalam Wahyudi (2012 : 104), “guru yang memiliki kinerja baik adalah guru yang profesional dan memiliki pengetahuan dan

kemampuan profesi”. Guru yang profesional salah satu cirinya yaitu menguasai empat kompetensi pendidik yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial dan professional yang termuat pada APKG 1, 2, dan 3. Dengan meningkatnya nilai APKG 1, 2 dan 3 berarti meningkat pula potensi guru untuk menyelenggarakan kegiatan pembelajaran yang berkualitas.

Kesesuaian pelaksanaan model PBL dari siklus I ke siklus II mengalami peningkatan. Dari 20 deskriptor yang harus dilaksanakan, sampai pada pertemuan 2 siklus 2 sudah 19 yang dapat dilaksanakan oleh guru. Dengan peningkatan tersebut berarti meningkat pula pemahaman guru terhadap penerapan pelaksanaan model PBL dalam pembelajaran.

Pembelajaran IPA materi perubahan lingkungan menggunakan PBL juga dapat meningkatkan aktivitas siswa. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya peningkatan aktivitas siswa dari siklus I ke siklus II selama pelaksanaan tindakan pembelajaran. Saat siswa melakukan percobaan di luar kelas, masing-masing siswa memiliki kesempatan untuk ikut serta dalam percobaan. Siswa melakukan percobaan, mengamati, mencatat hasilnya, mengeluarkan pendapat dan bertanya kepada guru atau sesama siswa mengenai permasalahan yang dicarikan solusinya. Semua kegiatan tersebut pada pertemuan 1 dilakukan di dalam kelas, sehingga mengakibatkan kelas kotor. Namun berdasarkan hasil refleksi guru dengan peneliti, pada pertemuan kedua dilakukan perbaikan pembelajaran yaitu pada kegiatan elaborasi dan konfirmasi dilakukan di luar kelas. Hal ini membuat siswa lebih bebas bereksplorasi terhadap percobaan yang dilakukan., sebab aktivitas siswa seakan tidak terbatasi oleh keempat dinding yang mengelilingi ruang kelas.

Itulah mengapa skor perolehan aktivitas siswa pada pertemuan 2 lebih tinggi daripada pertemuan 1.

Model PBL mampu meningkatkan aktivitas belajar siswa, karena model PBL menggunakan kelompok kecil dalam proses pembelajaran, sehingga melatih siswa bersosialisasi, bekerjasama, dan saling menghormati. Pembelajaran dengan model PBL yang berawal dari permasalahan, dapat meningkatkan aktivitas siswa dalam memecahkan masalah. Model PBL menerapkan metode diskusi, sehingga dapat meningkatkan aktivitas diskusi. Penggunaan metode diskusi untuk memecahkan masalah pada proses pembelajaran dengan model PBL, menjadikan siswa lebih aktif dalam mengeluarkan ide, saran, dan pendapat. Pada saat siswa menelaah permasalahan dan mencari informasi, aktivitas membaca siswa juga dapat meningkat. Siswa lebih aktif mendengarkan penjelasan dan memperhatikan bimbingan guru. Dengan penggunaan model PBL pada pembelajaran IPA, siswa sering bertanya ketika mengalami kesulitan. Pembelajaran dengan model PBL membuat siswa lebih aktif dan berani mendemonstrasikan serta malaporkan sebuah karya. Karena pada akhir pembelajaran harus ada laporan yang dipaparkan di depan kelas, maka siswa dapat meningkatkan aktivitas menulis. Selain itu, aktivitas siswa selama pembelajaran diarahkan untuk kegiatan belajar. Sifat siswa yang cenderung aktif bergerak dapat diarahkan agar menjadi bermanfaat. Menurut Sudjana (2010: 61), dianatara siswa dikatakan aktif yaitu turut serta dalam melaksanakan tugas belajar, terlibat dalam masalah, berusaha mencari informasi yang diperlukan untuk memecahkan masalah,dan melaksanakan diskusi kelompok sesuai petunjuk guru. Dengan demikian melalui model PBL, aktivitas siswa

menjadi lebih terarah sehingga membuat siswa menjadi terlibat aktif dalam pembelajaran.

Peningkatan hasil belajar siswa melalui pembelajaran yang dilakukan dari hasil pretest, evaluasi akhir pada tiap pertemuan siklus I dan II serta tes formatif pada akhir siklus I dan siklus II, hingga posttest, menunjukkan bahwa siswa telah mengalami proses belajar. Uno (2008: 54) mendefinisikan hakikat belajar adalah "kegiatan yang dilakukan secara sadar untuk menghasilkan suatu perubahan, menyangkut pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai-nilai". Dengan demikian siswa yang mengalami perubahan perilaku dikatakan sudah mengalami belajar. Siswa bukan hanya memahami apa yang sudah dipelajari tetapi juga dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Pada proses pembelajaran dengan model PBL siswa belajar menemukan masalah, menerapkan pengetahuan yang diperolehnya melalui proses pencarian informasi dan dapat mencurahkan idenya, sehingga siswa dapat belajar dengan lebih bermakna. Pembelajaran PBL berawal dari masalah seputar dunia nyata siswa, sehingga dapat menimbulkan minat belajar siswa. Pada saat berdiskusi untuk menentukan jawaban sementara, siswa tertarik belajar karena merasa pengetahuan awalnya dapat dijadikan sebagai sumber belajar. Proses pemecahan masalah yang merupakan ciri model PBL akan memudahkan siswa menemukan dan memahami konsep yang sulit apabila mereka dapat saling mendiskusikan masalah dengan anggota kelompoknya, menumbuhkan berpikir kritis, mau belajar mandiri, dan mau mencari informasi. Di samping itu melalui proses pencarian informasi inilah, siswa mendapatkan pengetahuan.

Tahap-tahap pembelajaran dengan model PBL sesuai karakteristik siswa kelas IV SD yaitu sudah mampu memahami hubungan fungsional, menguji coba suatu permasalahan, menghubungkan sebab akibat, dan menggunakan prinsip ilmiah sederhana, sehingga siswa tidak merasa sulit melaksanakan proses pembelajaran serta pemahaman materi.

Model PBL mempunyai kelebihan karena efektif meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa. Namun, terdapat kendala saat menggunakan model PBL dalam pembelajaran. Pertama, pembelajaran IPA menggunakan model PBL membutuhkan waktu yang cukup lama. Siswa membutuhkan waktu yang cukup untuk bekerjasama membahas masalah, mengajukan hipotesis, mencari informasi, membuktikan hipotesis, menyimpulkan hasil diskusi kelompok, dan mempresentasikan hasil diskusi kelompok. Oleh karena itu, guru harus mengatur waktu, agar dua jam pelajaran cukup untuk melaksanakan pembelajaran menggunakan model PBL. Kedua, banyak guru yang belum memahami dan menerapkan model PBL, sehingga guru masih perlu mempelajari dan mencoba model PBL. Aktivitas siswa dapat dibaca dalam berbagai hal, antara lain saat siswa turut serta dalam melaksanakan tugas belajarnya dan terlibat dalam pemecahan masalah. Siswa yang aktif tidak segan bertanya kepada siswa lain atau kepada guru apabila tidak memahami persoalan yang dihadapi, serta berusaha mencari berbagai informasi yang diperlukan untuk pemecahan masalah. Saat melakukan diskusi kelompok, siswa juga mampu bekerja sama dan melaksanakan tugas kelompok sesuai petunjuk guru. Dengan selalu melatih kemampuan dirinya, siswa aktif mampu menerapkan dan menggunakan apa yang diperolehnya untuk

menyelesaikan masalah atau persoalan yang dihadapinya dalam kehidupan sehari- hari.

Dokumen terkait