METODE PENELITIAN
4.2 Pemanfaatan Neurolinguistic Programming Sebagai Upaya Penyembuhan Penyakit Fobia Penyakit Fobia
Berdasarkan keterangan sebelumnya, ketiga subjek penelitian telah mengalami perbaikan setelah diterapi menggunakan teknik FPC (Fast Phobia
Cure). Namun, tingkat penyembuhannya tentu berbeda-beda tergantung kondisi para penderita dan keinginannya untuk sembuh.
Pada kasus TSW, ada perasaan ragu-ragu dalam dirinya yang menyebabkan proses penyembuhan ini memerlukan waktu yang lebih lama daripada kedua subjek yang lain, yaitu 55 kali putaran (11 siklus) terapi.
Pada kasus SRN, proses terapi yang berlangsung merupakan yang tercepat yaitu hanya 15 kali putaran (3 siklus) terapi. SRN merupakan penderita yang paling ekspresif dan paling fokus selama proses terapi sehingga terapi dapat berjalan lancar dan efektif.
Pada kasus RA, hampir mirip dengan penderita SRN yang ekspresif. Terapi yang terakhir ini merupakan proses terapi yang paling lama, yaitu 90 kali putaran (18 siklus) terapi. Akan tetapi, sejalan dengan hasil terapi yang paling memuaskan. Terbukti dari RA yang awalnya ketakutan walaupun hanya melihat gambar kucing, setelah diterapi RA berani untuk mengelus-elus kucing asli.
Seperti yang sudah dijelaskan pada bab sebelumnya, Neurolinguistic Programming adalah sebuah usaha untuk menyesuaikan atau mengubah program di dalam pikiran, sehingga menjadikan pribadi tersebut lebih efektif sebagai individu. Dalam kasus ini, NLP bertujuan untuk mengubah pola berpikir individu penderita fobia agar dapat terlepas dari fobianya tersebut. Berikut adalah upaya-upaya NLP yang dapat dimanfaatkan dalam penyembuhan fobia:
a. Upaya untuk memahami individu (membangun rapport)
DR-SRN: “Ya memang kalau orang fobia nggak akan sesimpel orang normal.
Saya tahu, tapi itulah yang Saya butuhkan dari Kamu, kemampuan untuk berjuang.”
Dialog di atas merupakan dialog yang terjadi di sela-sela terapi SRN. Bapak Dinno Rilando mencoba meyakinkan SRN bahwa ia mengerti keadaan yang sedang dialami SRN. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan simpati dari Bapak Dinno Rilando. Ketika seseorang sudah bersimpati pada orang lain, maka setiap yang dikatakan orang itu akan lebih diperhatikan. Bapak Dinno Rilando juga mengatakan bahwa ia membutuhkan SRN untuk berjuang. Kata “butuh” yang digunakan Bapak Dinno Rilando dalam dialog itu menciptakan representasi bahwa yang beliau benar-benar memerlukan pertolongan dari SRN. Meskipun pada kenyataannya, kesembuhan SRN tidak memiliki hubungan yang signifikan dalam kehidupan Bapak Dinno Rilando. Dengan mengetahui bahwa dirinya dibutuhkan, keinginan SRN untuk berjuang melawan fobianya tentu akan lebih meningkat pesat. Inilah yang kemudian membuat SRN tersugesti untuk lebih bersungguh-sungguh dalam proses terapi.
b. Upaya untuk membangkitkan rasa percaya diri individu dengan motivasi DR-TSW: “Yakinlah harus sembuh, bukan yakin Kamu bakal takut. Itulah yang harus Kamu ubah. Jadi ketika melihat lagi, aku yakin berani, aku yakin itu bukan hal menakutkan lagi. Yakin nanti Kamu ketika melihatnya akan ketawa, akan bahagia, Kamu akan merasa lucu kenapa takut kepada apa yang tidak perlu ditakutkan.”
Dialog di atas merupakan dialog yang terjadi di sela-sela terapi TSW. Ada banyak sekali kata kunci “yakin” yang digunakan oleh Bapak Dinno Rilando. Ini merupakan salah satu teknik yang disebut repetisi. Repetisi atau pengulangan merupakan langkah untuk menuju pemahaman yang lebih baik terhadap sebuah konsep. Dalam hal ini, repetisi digunakan agar TSW percaya bahwa dia akan berhasil sembuh melalui proses terapi ini. Bapak Dinno Rilando juga menggunakan sudut pandang TSW, terbukti dari kata ganti (pronomina) “aku” yang beliau gunakan. Hal
ini dilakukan agar TSW dapat merasa lebih dekat hubungannya dengan Bapak Dinno Rilando. Jika merasa sudah dekat, tidak ada lagi jarak antara mereka sehingga proses terapi akan lebih mudah.
DR-SRN: “Kamu harus tunjukkan keberanianmu. Kamu harus teriak.”
Dialog di atas merupakan dialog yang terjadi pada saat terapi penderita SRN. SRN yang awalnya ekspresif ketika diterapi tiba-tiba berubah menjadi lebih pendiam karena dihadapkan dengan ketakutan terhadap fobianya meskipun hanya dalam imajinasi. Bapak Dinno Rilando meminta SRN untuk meneriakkan ketakutannya guna mengubahnya menjadi hal positif, yaitu sebagai perlawanan terhadap ketakutannya itu sendiri. Bapak Dinno Rilando juga mengulangi kata kunci “harus” di dalam setiap kalimatnya. Hal ini dilakukan untuk memacu SRN yang semangat perjuangannya mulai mengendur ketika merasa ketakutan.
DR-RA: “Tenangkan, yakinkan, dan niatkan dalam hati. Barusan saya merasakan ketakutan. Yang saya inginkan, bahwa inilah perasaan takut terakhir saya terhadap kucing. Hingga setelah ini saya seperti orang normal lainnya yang menghadapi kucing.”
Dialog di atas merupakan dialog yang terjadi di sela-sela terapi RA. Bapak Dinno Rilando menggunakan sudut pandang RA, terbukti dari kata ganti (pronomina)
“saya” yang beliau gunakan. Hal ini dilakukan agar RA dapat merasa lebih dekat dengan dirinya sendiri. Karena jika sudah merasa dekat, secara otomatis kekhawatiran yang dirasakan oleh RA akan hilang. Proses terapi tentu akan lebih mudah. Bapak Dinno Rilando juga menyuarakan visi RA, yaitu bahwa itu adalah terakhir kalinya RA merasakan takut terhadap kucing. Sebuah keinginan yang diucapkan oleh orang lain dapat menambah keyakinan dalam diri seseorang. Dalam hal ini, membuat RA lebih yakin bahwa ia akan kembali normal ketika melihat kucing.
c. Upaya untuk membuat penderita berpikir positif tentang objek fobianya
DR-SRN: “Kamu tahu kalau ada terapi lintah? Lintah itu bisa mengambil zat-zat kotor dalam tubuh dan itu sebetulnya diciptakan tuhan untuk kebaikan. Itu hal positif untuk manusia.”
Dialog di atas merupakan dialog yang terjadi di sela-sela terapi SRN. Jika lintah yang selama ini ada di pikiran SRN adalah hewan melata menjijikkan, Bapak Dinno Rilando mencoba memberikan penjelasan tentang manfaat lintah bagi manusia. Hal ini dimaksudkan untuk mengubah pola pikir SRN terhadap lintah yang tadinya ia anggap sebagai suatu hal yang menakutkan menjadi sesuatu yang berguna bagi kehidupan manusia. Sehingga ketakutan yang selama ini terletak di dalam pikirannya terhadap lintah perlahan-lahan akan mulai hilang.
DR-RA: “...bahkan Rasulullah sendiri mencintai jenis hewan yang seperti itu.
Jadi hewan itu punya nilai yang lebih di mata agama kita. Jadi artinya ketakutan akan kucing sebaiknya cepat untuk dihilangkan.”
Dialog di atas merupakan dialog yang terjadi di sela-sela terapi RA. Jika kucing yang selama ini ada di pikiran RA adalah hewan yang menyeramkan, DR mencoba memberikan penjelasan tentang bagaimana kucing di mata agamanya.
Hal ini dimaksudkan untuk mengubah pola pikir SRN terhadap kucing. RA yang memiliki keyakinan yang sama dengan Bapak Dinno Rilando tentu akan mempercayai apa yang diucapkan oleh beliau. Hal ini dapat mempermudah sugesti ke dalam pikiran RA yang tadinya sangat takut dan tidak menyukai kucing berubah menjadi tidak takut dan berbalik menyukai hewan tersebut.
d. Upaya untuk membuat penderita percaya bahwa terapi ini akan berhasil
DR-TSW: “Kamu mau sembuh? Yakin, ya? Manfaat kan buat Kamu kalo Kamu bisa sembuh dari penyakit ini? Kamu jauh-jauh datang dari Tanjung Morawa ke sini, harus sembuh. Cuma yang dibutuhkan adalah Kamu, saya hanya menunjukkan caranya. Kamu yakin, Kamu sungguh-sungguh, pasti bisa.”
Dialog di atas merupakan dialog yang terjadi di sela-sela terapi TSW. Pada saat terapi, TSW sempat ragu-ragu terhadap dirinya sendiri. Sedangkan terapi NLP ini, yang paling dibutuhkan adalah kepercayaan terhadap diri sendiri. Bapak Dinno Rilando mencoba memberikannya sugesti tanpa menggunakan kalimat-kalimat negatif. Pilihan kata sangat berpengaruh dalam terapi ini. Bandingkan apabila DR mengucapkan kalimat, “Kamu mau sembuh, tidak? Yakin, tidak?”.
Tentu pikiran TSW akan merespon dengan “Tidak ingin sembuh,” dan “Tidak yakin”, bukan malah ingin untuk sembuh. Karena sebenarnya otak manusia tidak bisa menerima kata-kata negatif. Untuk itulah kata-kata negatif harus dihindari dalam terapi ini. Selain itu, kata “butuh” yang digunakan Bapak Dinno Rilando dalam dialog itu menciptakan representasi bahwa yang beliau benar-benar memerlukan pertolongan dari TSW. Meskipun pada kenyataannya, kesembuhan TSW tak memiliki hubungan yang signifikan dalam kehidupan Bapak Dinno Rilando. Dengan mengetahui bahwa dirinya dibutuhkan, keinginan TSW untuk berjuang melawan fobianya tentu akan lebih meningkat pesat. Inilah yang kemudian membuat TSW tersugesti untuk lebih bersungguh-sungguh dalam proses terapi. DR juga menyebutkan tempat tinggal TSW yang cukup jauh dari terapi TSW. DR ingin agar TSW berpikir bahwa akan sangat merugikan kalau dia sudah jauh-jauh datang, tetapi tidak mendapatkan hasil apapun.
e. Upaya menggunakan metafora
DR-TSW: “Kamu bisa bawa motor? (TSW menjawab tidak bisa) Itu karena Kamu katakan bawa motor itu susah. Kenapa temanmu bisa bawa motor? Karena sebenarnya bawa motor itu bukan susah. Untuk bisa mengendarai motor apa yang dikatakan di awal? Aku belum bisa, sampai akhirnya aku bisa. Ketika Kamu mengatakan susah, maka Kamu tidak akan memulai. Karena dalam pikiranmu bukan keberhasilan, melainkan yang ada hanya kegagalan. Tapi ketika kamu katakan aku harus bisa, maka kamu bisa dan tidak akan kesusahan lagi.”
Dialog di atas merupakan dialog yang terjadi di sela-sela terapi TSW. Bapak Dinno Rilando berusaha memberikan perumpamaan dengan suatu hal yang bisa menghilangkan kefokusan TSW terhadap masalahnya sehingga TSW dapat menyadari bagaimana cara berubah dari masalah yang dihadapinya. Bapak Dinno Rilando menggunakan motor sebagai perumpamaannya. Kemudian kalimat
“Ketika Kamu mengatakan susah, maka Kamu tidak akan memulai,” yang diucapkan Bapak Dinno Rilando ini akan membuat TSW yang awalnya berpikir bahwa terapi ini sangat sulit untuk dilalui, menjadi mau untuk memulai dengan sungguh-sungguh.
DR-SRN: “Kalau Kamu bayangkan jika orang tuamu misalnya dihina orang lain, Kamu mau membela atau malah lari? Ekspresikan tenagamu membela itu. Nah sekarang Kamu bela dirimu dari ketakutanmu. Bisa Kamu hadirkan perasaan beranimu? Untuk membela dirimu sendiri dari ketakutan-ketakutan yang semu itu.”
Dialog di atas merupakan dialog yang terjadi pada saat SRN diterapi. Bapak Dinno Rilando berusaha memberikan perumpamaan dengan suatu hal yang bisa menghilangkan kefokusan SRN terhadap masalahnya sehingga SRN dapat menyadari bagaimana caranya berubah dari masalah yang ia hadapi. Dalam kasus ini, Bapak Dinno Rilando menggunakan orang tua sebagai perumpamaan. Tentu ini akan lebih membangkitkan semangat SRN untuk berjuang membela dirinya dari ketakutan. Seorang anak pasti akan sangat marah ketika orang tuanya dihina oleh orang lain. Anak itu pasti akan membela orang tuanya bagaimana pun caranya. Sistem yang sama diterapkan Bapak Dinno Rilando pada dialog ini.
Beliau membuat SRN memiliki semangat untuk membela dirinya sendiri terhadap fobia yang dideritanya.
DR-SRN: “Nah, apa yang kita lakukan metodenya seperti ini. Ini kepingan CD.
Hanya dengan modal ini, film bisa berputar. Kita bisa nonton film. Nah, yang kita lakukan adalah menggores. Kalau kira-kira ini udah tergores, filmnya bisa diputar, nggak? Itulah yang kita lakukan dengan fast phobia cure. Makanya filmnya itu kalau Kamu melihat ke depan, ada proses programnya, itu adalah ketakutan yang timbul. Nah, kita buat dengan cara berputar mundur. Tujuannya adalah untuk membuat goresan dalam otakmu, dalam pikiran bawah sadarmu, sehingga ketika Kamu melihat stimulus lagi, tidak jalan program takutnya. Inilah yang kita lakukan dalam fobiamu itu, kita buat goresan di keping pikiranmu sehingga film yang membuat Kamu merasa takut itu hilang.”
Dialog di atas merupakan dialog yang terjadi pada saat terapi penderita SRN.
Bapak Dinno Rilando berusaha memberikan perumpamaan dengan suatu hal yang bisa menghilangkan kefokusan SRN terhadap masalahnya sehingga SRN dapat menyadari bagaimana caranya berubah dari masalah yang ia hadapi. Dalam kasus ini, Bapak Dinno Rilando menggunakan kepingan CD sebagai perumpamaan proses kerja terapi NLP ini untuk membuat SRN lebih memahami bagaimana cara kerjanya. Sebab saat penderita sudah mengerti bagaimana cara kerja teknik NLP ini, proses terapi pun akan lebih mudah untuk dilakukan. Waktu yang dibutuhkan selama proses penyembuhan juga tidak terlalu panjang.
BAB V SIMPULAN
5.1 Simpulan
Ekspresi verbal linguistik subjek sebagai respon terhadap objek fobianya berbeda-beda tergantung cepat atau lambatnya proses register sensori di dalam otak serta tingkat keekspresifan masing-masing individu. Tingkat keberhasilan terapi NLP Fast Phobia Cure ini berbeda-beda pada tiap subjek tergantung kefokusan, keinginannya untuk sembuh, dan kepercayaannya terhadap diri sendiri. Terdapat tiga tindak tutur yang terdapat ketika subjek dihadapkan dengan objek penelitiannya, yaitu: 1) tindak tutur lokusi, 2) tindak tutur ilokusi, dan 3) tindak tutur perlokusi.
Penggunaan kata-kata negatif, seperti: tidak, bukan, dan jangan sebaiknya dihindari ketika ingin mengubah cara pandang seseorang terhadap sesuatu. Ada beberapa kata kunci dalam terapi yang dilakukan dalam penelitian ini, yaitu kata-kata seperti: harus, yakin, butuh, mau, dan bisa akan lebih memacu semangat penderita untuk sembuh dari fobianya. Oleh karena itu, kata-kata ini banyak direpetisi (diulangi) oleh Bapak Dinno Rilando dalam terapinya. Berikut upaya NLP dalam penyembuhan fobia: 1) upaya untuk memahami individu (membangun rapport), 2) upaya untuk membangkitkan rasa percaya diri individu dengan motivasi, 3) upaya untuk membuat penderita berpikir positif tentang objek fobianya, 4) upaya untuk membuat penderita percaya bahwa terapi ini akan berhasil, dan 5) upaya menggunakan metafora.
5.2 Saran
Fobia adalah penyakit serius yang jika tidak ditangani akan menimbulkan dampak yang lebih parah untuk kehidupan sehari-hari. Banyak penderita fobia yang tidak ingin melakukan proses penyembuhan karena takut dihadapkan kepada objek fobianya tersebut. Namun, penderita fobia diharapkan untuk tidak khawatir terhadap kondisi Anda. Karena ada banyak sekali cara untuk menyembuhkan fobia. Untuk saat ini, terapi Neurolinguistic Programming adalah cara yang paling aman dan tidak menimbulkan rasa sakit atau takut yang berlebihan. Ahli NLP memperlihatkan objek fobia seperti di atas semata-mata hanya untuk tujuan penelitian. Dalam terapi fast phobia cure yang sesungguhnya, penderita sama sekali tidak akan diperlihatkan objek fobianya. Jadi, akan sangat aman untuk melakukan terapi ini.
Diharapkan Neurolinguistic Programming dapat dilakukan peneliti lain, khususnya untuk gangguan kecemasan, gangguan berbicara di depan umum, gangguan kepercayaan diri, dan lain-lain.