Air adalah molekul yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Air mempertahankan suhu tubuh, mendistribusikan nutrisi ke seluruh tubuh, melembabkan persendian, dan membantu pencernaan makanan. Air juga merupakan unsur alam terpenting kedua bagi kehidupan makhluk hidup setelah oksigen, maka air harus selalu tersedia dalam jumlah yang cukup, mudah didapatkan dan memenuhi persyaratan untuk dikonsumsi.
Manusia mendapatkan air dari sumber-sumber air, baik yang ada dipermukaan tanah maupun air yang ada dalam tanah. Meskipun jumlah air di bumi relatif tetap sebesar ± 1,4 miliar km3, namun 97,1% berada di laut yang merupakan air yang mengandung kadar garam cukup tinggi, sekitar 2,15% tersimpan dalam bentuk es dan yang mempunyai potensi untuk dipergunakan manusia secara langsung maupun tidak langsung hanya 0.617%, dan 0.017% terdapat di sungai dan danau serta 0.600% berupa air tanah. Menurut Machbub (1999), indeks ketersediaan air rata-rata (Average Water Availability Index, WAI) dunia adalah 7.6 (1000
m3/kapita/tahun), sementara di Asia hanya 4.0. WAI Indonesia adalah 16.8 lebih tinggi dari nilai rata-rata WAI Asia, namun penyebarannya tidak merata. Pulau Jawa yang luasnya mencapai tujuh persen dari total daratan wilayah Indonesia hanya mempunyai 4.5% dari total potensi air tawar nasional, namun pulau ini dihuni oleh sekitar 65% total penduduk Indonesia. Kondisi ini menggambarkan potensi kelangkaan air di Pulau Jawa sangat besar. Jika dilihat ketersediaan air per kapita per tahun, di Pulau Jawa hanya tersedia 1750 m3per
72 kapita per tahun, masih di bawah standar kecukupan yaitu 2000 m3 per-kapita per-tahun. Jumlah ini akan terus menurun sehingga pada tahun 2020 diperkirakan hanya akan tersedia sebesar 1200 m3. Secara alamiah sumber-sumber air merupakan kekayaan alam yang dapat diperbaharui dan mempunyai daya generasi, namun akibat peningkatan beban pencemaran oleh berbagai sumber akibat pertumbuhan penduduk, industri, peternakan dan pertanian serta kegiatan lainnya telah menyebabkan pencemaran per kapita per tahun sumber-sumber air. Untuk menentukan tingkat kondisi mutu air yang menunjukkan kondisi tercemar atau kondisi baik suatu sumber air dalam waktu tertentu dilakukan dengan membandingkan baku mutu air yang ditetapkan. Menurut Peraturan Pemerintah nomor 20 tahun 1990, sumber air menurut kegunaan/peruntukannya digolongkan menjadi empat, yaitu: 1. Golongan A, yaitu air yang digunakan sebagai air minum secara langsung tanpa pengolahan terlebih dahulu; 2. Golongan B, yaitu air yang dapat dipergunakan sebagai air baku untuk diolah sebagai air minum dan keperluan rumah tangga; 3. Golongan C, yaitu air yang dapat dipergunakan untuk keperluan perikanan dan peternakan; dan 4. Golongan D, yaitu air yang dapat dipergunakan untuk keperluan pertanian, dan dapat dimanfaatkan untuk usaha perkotaan, industri dan listrik negara.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001, mutu air diklasifikasikan menjadi empat kelas, yaitu: a. Kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut; b. Kelas dua, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut; c. Kelas tiga, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan air yang sama dengan kegunaan tersebut; d. Kelas empat, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi, pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
Pencemaran air berhubungan dengan masalah limbah yang tergantung pada sifat-sifat kontaminan yang memerlukan oksigen, memacu pertumbuhan ganggang, penyakit dan zat toksik. Pencemaran terhadap sumber daya air dapat terjadi secara langsung dari saluran pembuangan atau buangan industri dan secara tidak langsung melalui pencemaran air dan limpasan dari daerah pertanian dan perkotaan. Menurut Effendi (2003), bahan pencemar memasuki sungai dapat melalui atmosfer, tanah, limpasan pertanian, limbah domestik dan
73 perkotaan, pembuangan limbah industri, dan lain-lain. Sumber pencemaran yang masuk ke badan perairan, dibedakan atas pencemaran yang disebabkan oleh alam (misal letusan gunung berapi, tanah longsor, banjir) dan pencemaran karena kegiatan manusia.
Pencemaran air sungai dapat berasal dari berbagai sumber pencemar antara lain dari limbah industri, limbah rumah tangga, limbah pertanian dan lain-lain. Limbah-limbah dimaksud dapat berupa zat, energi, dan atau komponen lain yang dikeluarkan atau dibuang akibat sesuatu kegiatan baik industri maupun non-industri. Menurut Effendi (2003), pencemaran air diakibatkan oleh masuknya bahan pencemar berupa gas, bahan-bahan terlarut, dan partikulat, sedangkan menurut Simonovic (2006) sumber pencemar air di dunia yang paling dominan adalah limbah manusia, limbah industri dan bahan kimia, dan limbah pertanian (pestisida dan pupuk). Bentuk-bentuk bahan pencemar tersebut mencakup bahan organik industri, bahan asiditas, logam berat, amonia, nitrat, dan fosfat dan residu pestisida dari pertanian.
Limbah industri dapat berupa bahan sintetik, logam, dan bahan beracun berbahaya yang sulit diurai oleh proses biologi. Pada umumnya air limbah industri mengandung air, pelarut organik, minyak, padatan terlarut, dan senyawa kimia terlarut. Kandungan kimia limbah dapat berupa bahan organik atau anorganik, dari air kotor yang tidak berbahaya hingga mengandung logam beracun dan endapan organik. Limbah industri juga dapat mengandung logam dan cairan asam yang berbahaya, misalnya limbah yang dihasilkan industri pelapisan logam yang mengandung tembaga dan nikel serta cairan asam sianida, asam borat, asam kromat, asam nitrat dan asam fosfat. Limbah tersebut bersifat korosif dan dapat mematikan tumbuhan dan hewan air. Selain itu, limbah industri yang lebih berbahaya adalah yang mengandung logam berat seperti merkuri (Hg), kromium (Cr), timbal (Pb), kadmium (Cd), dan arsen (As). Logam berat tersebut bersifat menetap dan mudah mengalami biomagnifikasi. Apabila logam berat mencemari air yang selanjutnya terkonsumsi oleh organisme, seperti ikan dan biota perairan lainnya, maka akan mengumpul dalam waktu yang lama yang bersifat sebagai racun yang akumulatif.
Kualitas air terkait dengan sifat air dan kandungan makhluk hidup, zat, energi atau komponen lain di dalam air. Kualitas air juga menggambarkan kesesuaian air untuk penggunaan tertentu, misalnya untuk air minum, perikanan, irigasi, industri, rekreasi, dan sebagainya. Kualitas air dinyatakan dengan beberapa parameter, yaitu parameter fisika, kimia, dan biologi. Setiap penggunaan air memiliki persyaratan kualitas air tertentu. Oleh
74 karena itu, pada umumnya kualitas air ditunjukkan dengan adanya beberapa kombinasi parameter kualitas air.
Karakteristik fisik yang biasa digunakan untuk menentukan kualitas air meliputi suhu, konduktivitas, padatan terlarut, padatan tersuspensi, salinitas, dan lain-lain. Karakteristik kimia yang biasa digunakan untuk menentukan kualitas air meliputi pH, DO, BOD, COD, NH3, NO3-, NO2-, PO43-, Oksigen terlarut (DO) merupakan kebutuhan vital bagi kelangsungan hidup organisme suatu perairan. Oksigen terlarut dimanfaatkan oleh organisme perairan melalui respirasi untuk pertumbuhan, reproduksi, dan kesuburan (Salmin 2005). kadar logam berat, dan lain-lain. Untuk parameter biologi digunakan keberadaanE. coli. hal
yang menjadi krusial untuk penentuan kualitas perairan menurut parameter fisik, kimia dan biologi kurang mendapatkan gambaran pencemaran perairan secara komprehensif. Hasil analisis menunjukan kondisi sesaat. Dan dari segi waktu dan biaya tidak efisien, karena membutuhkan instrumen analisis.
Keberadaan ganggang mikro memberikan peluang untuk mengatasi masalah ini. Sensitivitas ganggang mikro terhadap berbagai bahan pencemar memberikan alternatif dalam melakukan monitoring dan evaluasi pencemaran. Kemampuan respon yang cepat terhadap bahan pencemar menjadikan ganggang mikro sebagai bioindikator terhadap bahan pencemar (senyawa organik maupun anorganik). Pada penelitian ini ditemukan kepekaan ganggang mikro Synechococcus sp. ICBB 9111, Chlamydomonas sp. ICBB 9113 dan Chlorella vulgaris ICBB 9114 terhadap logam Hg, As, Cd dan Pb serta pestisida (paraquat, glifosat,
karbamat dan deltametrin). Penelitian juga menunjukan bahwaSynechococcussp. ICBB 9111
dan Chlamydomonas sp. ICBB 9113 sangat peka terhadap logam Hg, As, Cd dan Pb serta
ICBB 9114 hanya peka terhadap logam Hg dan As tetapi toleran terhadap Cd dan Pb. Dapat disimpulkan bahwa Synechococcus sp. ICBB 9111, Chlamydomonas sp. ICBB 9113
merupakan bioindikator logam Hg, As, Cd dan Pb. Sedangkan Chlorella vulgaris ICBB
9114 selain sebagai bioindikator logam Hg dan As juga berfungsi sebagai bioakumulator terhadap logam Cd dan Pb.
Penemuan ini juga membuka potensi pemanfaatanSynechococcussp. ICBB 9111 dan Chlamydomonas sp. ICBB 9113 untuk digunakan dalam uji cepat (rapid test) keberadaan
logam berat disuatu perairan tercemar. Dengan menggunakan kedua strain ganggang mikro tersebut pencemaran perairan oleh logam berat tertentu dapat diketahui dalam waktu hanya 5- 15 menit. Aplikasi uji cepat pencemaran logam dengan mengamati perubahan warna media
75 biakan ganggang mikro setelah ditambahkan contoh air yang diduga tercemar logam. Perubahan warna hijau media menjadi hijau muda atau memudar menandakan adanya logam dalam air contoh. Dalam hal ini media biakan yang berisi strain ganggang mikro harus dilakukan kalibrasi untuk tingkat kepadatan selnya dengan mengukur kerapatan optik (OD), sebagai media standar. Aplikasi ini sangat menguntungkan karena metode sederhana, murah dan cepat. Berbeda dengan pengukuran pemeriksaan secara kimia yang membutuhkan perlakuan serta bahan kimia tertentu, selain biaya reagensia yang cukup mahal.
Chlorella vulgaris ICBB 9114 relatif tahan terutama terhadap Cd dan Pb, dengan
demikian kurang dapat digunakan pada uji cepat logam berat dalam perairan. Strain tersebut sangat potensial digunakan dalam bioremediasi perairan tercemar logam Cd dan Pb, karena kemampuannya menyerap logam berat tersebut. Dalam aplikasinya bisa dibuat kolam khusus yang diberi biakanChlorella vulgarisICBB 9114, kemudian air tercemar limbah logam berat
Cd dan Pb dialirkan ke dalam kolam tersebut sehingga terjai proses detoksifikasi.
76