2.7 Pencemaran Logam Berat.
2.8.1 Pengertian Pestisida.
Pestisida (Inggris: pesticide) berasal dari katapest yang berarti hama dan cide yang berarti mematikan/racun. Jadi pestisida adalah racun hama. Secara umum pestisida dapat didefenisikan sebagai bahan yang digunakan untuk mengendalikan populasi jasad yang dianggap sebagai pest (hama) yang secara langsung maupun tidak langsung merugikan kepentingan manusia.
Menurut Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1973 (PP No. 7 tahun 1973) tentang pengawasan atas peredaran, penyimpanan dan penggunaan pestisida, pestisida adalah semua zat kimia dan bahan lain serta jasad renik dan virus yang dipergunakan untuk :
a. Memberantas atau mencegah hama-hama dan penyakit-penyakit yang merusak tanaman, bagian-bagian tanaman atau hasil-hasil pertanian. b. Memberantas rerumputan.
c. Mematikan daun dan mencegah pertumbuhan yang tidak diinginkan. d. Mengatur atau merangsang pertumbuhan tanaman atau bagian-bagian
tanaman tidak termasuk pupuk.
e. Memberantas atau mencegah hama-hama luar pada hewan-hewan piaraan atau ternak.
g. Memberantas atau mencegah binatang-binatang dan jasad-jasad renik dalam rumah tangga, bangunan dan dalam alat-alat pengangkutan.
h. Memberantas atau mencegah binatang-binatang yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia atau binatang yang perlu dilindungi dengan penggunaan pada tanaman, tanah atau air.
Menurut The United States Federal Insecticide, Fungicide, and Rodenticide Act (FIFRA), pestisida adalah sebagai berikut :
a. Semua zat atau campuran zat yang khusus digunakan untuk mengendalikan, mencegah, atau menangkis gangguan serangga, binatang pengerat, nematoda, gulma, virus, bakteri, jasad renik yang dianggap hama, kecuali virus, bakteri atau jasad renik lainnya yang terdapat pada manusia dan binatang.
b. Semua zat atau campuran zat yang digunakan untuk mengatur pertumbuhan tanaman atau pengering tanaman (Djojosumarto 2004). 2.8.2 Penggolongan Pestisida.
Pestisida mempunyai sifat-sifat fisik, kimia dan daya kerja yang berbeda-beda, karena itu dikenal banyak macam pestisida. Pestisida dapat digolongkan menurut berbagai cara tergantung pada kepentingannya, antara lain: berdasarkan sasaran yang akan dikendalikan, berdasarkan cara kerja, berdasarkan struktur kimianya dan berdasarkan bentuknya. Penggolongan pestisida berdasarkan sasaran yang akan dikendalikan yaitu :
a. Insektisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun yang bisa mematikan semua jenis serangga.
b. Fungisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun dan bisa digunakan untuk memberantas dan mencegah fungi/cendawan. c. Bakterisida, disebut bakterisida karena senyawa ini mengandung bahan
aktif beracun yang bisa membunuh bakteri.
d. Nematisida, digunakan untuk mengendalikan nematoda/cacing.
e. Akarisida atau sering juga disebut dengan mitisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun yang digunakan untuk membunuh tungau, caplak, dan laba-laba.
f. Rodentisida adalah bahan yang mengandung senyawa kimia beracun yang digunakan untuk mematikan berbagai jenis binatang pengerat.
g. Moluskisida adalah pestisida untuk membunuh moluska, yaitu siput telanjang, siput setengah telanjang, sumpil, bekicot, serta trisipan yang banyak terdapat di tambak.
h. Herbisida adalah bahan senyawa beracun yang dapat dimanfaatkan untuk membunuh tumbuhan pengganggu yang disebut gulma.
2.8.3 Herbisida.
Herbisida merupakan suatu bahan atau senyawa kimia yang digunakan untuk menghambat pertumbuhan atau mematikan tumbuhan. Herbisida ini dapat mempengaruhi satu atau lebih proses-proses (seperti pada proses pembelahan sel, perkembangan jaringan, pembentukan klorofil, fotosintesis, respirasi, metabolisme nitrogen, aktivitas enzim dan sebagainya) yang sangat diperlukan tumbuhan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Pengertian tersebut mengandung arti bahwa herbisida berasal dari metabolit, hasil ekstraksi, atau bagian dari suatu organisme. Di samping itu herbisida bersifat racun terhadap gulma atau tumbuhan penganggu juga terhadap tanaman. Herbisida yang diaplikasikan dengan dosis tinggi akan mematikan seluruh bagian yang dan jenis tumbuhan. Pada dosis yang lebih rendah, herbisida akan membunuh tumbuhan sasaran dan tidak merusak tumbuhan yang lainnya.
Dari cara kerjanya herbisida ada 2 macam, herbisida kontak dan herbisida sistemik. Herbisida kontak adalah herbisida yang berguna untuk menyiang gulma dengan cara langsung mengganggu tanaman untuk berfotositensis, gulma yang secara langsung terkena herbisida kontak akan mati. Herbisida sistemik adalah herbisida yang cara kerjanya dengan mengganggu enzim yang berperan dalam membentuk asam amino yang dibutuhkan tanaman, dan mudah menyerap ke seluruh jaringan tanaman, gulma akan mati sampai akar-akarnya.
Pada umumnya herbisida bekerja dengan mengganggu proses anabolisme senyawa penting seperti pati, asam lemak atau asam amino melalui kompetisi dengan senyawa yang "normal" dalam proses tersebut. Herbisida menjadi kompetitor karena memiliki struktur yang mirip dan menjadi kosubstrat yang dikenali oleh enzim yang menjadi sasarannya. Cara kerja lain adalah dengan mengganggu keseimbangan produksi bahan-bahan kimia yang diperlukan tumbuhan. Sebagai contoh: (a). Glifosat (dari Monsanto) mengganggu sintesis asam amino aromatik karena berkompetisi dengan fosfoenol piruvat ; (b). Fosfinositrin mengganggu asimilasi nitrat dan ammonium karena menjadi substrat dari enzim glutamin sintase. (Schopfer dan Brennicke 2006).
Berdasarkan mekanisme kerjanya herbisida pada tanaman di antaranya: a. menghambat proses fotosintesis, seperti anilides, uracils, benzimidazoles, biscarmabates, pyridazinones, triazines, quinones, dan triazinones. b. menghambat sintesis asam amino, sepertiglyphosate, sulfonilures, bialaphos,dan imidazolinones. c. mengganggu membran sel, seperti p-nitrodiphenyl eter, N-phenylamides, dan oxadiazoles. d. menghambat sintesis lipid, seperti asam alkali aryloxyphenoxy e. mengambat sintesis selulosa, sepertidichlobenilf. menghambat pembelahan sel, seperti fosfor amida dan dinitroanilin g. menghambat sintesis klorofil, sepertiphiridazinones, fluoridon, dan difluninon h. menghambat sintesis folat, seperti metilkarbamat i. menghambat pertumbuhan tunas, seperti metachlor j. mengatur perkembangan, seperti asam pikolinat dan asam benzoat.
2.8.3.1 Paraquat.
Herbisida paraquat merupakan herbisida kontak dari golongan bipiridilium yang digunakan untuk mengendalikan gulma yang diaplikasikan pasca-tumbuh. Herbisida tersebut digunakan secara luas untuk mengendalikan gulma musiman khususnya rerumputan (Tjitrosoedirdjo et al. 1984). Paraquat (C12H14N2Cl2) adalah nama dagang untuk 1,1'-dimethyl-4,4'-bipyridinium dichloride, salah satu yang paling banyak digunakan di dunia herbisida. Paraquat, yang viologen, bersifat cepat bereaksi dan non- selektif, membunuh tanaman hijau pada jaringan kontak. Paraquat juga bersifat racun bagi mahluk hidup bila terakumulasi didalam tubuh. Herbisida paraquat bekerja dalam kloroplas. Kloroplas merupakan bagian dalam proses fotosintesis, yang mengabsorbsi cahaya matahari yang digunakan untuk menghasilkan gula.
Gambar 2. Senyawa paraquatdiklorida
Herbisida paraquat (Gambar 2) merupakan bagian dari kelompok senyawa bioresisten yang sulit terdegradasi secara biologis dan relatif stabil pada suhu, tekanan dan pH normal. Hal ini memungkinkan paraquat teradsorpsi sangat kuat oleh partikel tanah yang menyebabkan senyawa ini dapat bertahan lama di dalam tanah (Sastroutomo 1992). Paraquat diketahui sebagai senyawa yang sangat toksik, dan keberadaannya di dalam tanah sebesar 20 ppm mampu menghambat perkembangan dan aktivitas bakteri AzotobacterdanRhizobiumyang berperan dalam fiksasi nitrogen (Martani et al. 2001).
2.8.3.2 Glifosat.
Glifosat (Gambar 3) dengan rumus kimia C3H8NO5P adalah herbisida berspektrum luas dapat mematikan sebagian besar tipe tanaman. Glifosat dapat mengendalikan gulma semusim maupun tahunan di daerah tropis pada waktu pasca- tumbuh (Woodburn 2000).Cara kerja herbisida ini adalah dengan menghambat enzim 5-enolpiruvil-shikimat-3-fosfat sintase (EPSPS) yang berperan dalam pembentukan asam amino aromatik, seperti triptofan, tirosin, dan fenilalanin. Tumbuhan akan mati karena kekurangan asam amino yang penting untuk melakukan berbagai proses hidupnya. Glifosat dapat masuk ke dalam tumbuhan karena penyerapan yang dilakukan tanaman dan kemudian diangkut ke pembuluh floem.
Gambar 3. Senyawa Glifosat
Paparan glifosat pada manusia akan menyebabkan beberapa gejala, seperti iritasi mata, penglihatan menjadi kabur, kulit terbakar atau gatal, mual, sakit tenggorokan, asma, kesulitan bernapas, sakit kepala, mimisan, dan pusing. Sedangkan pada tanaman gejala keracunan terlihat agak lambat, dimana daun akan terlihat layu menjadi coklat dan akhirnya mati. Gejala akan terlihat 1-3 minggu setelah aplikasi (Djojosumarto 2008).
2.8.4 Insektisida.
Insektisida merupakan pestisida yang cukup besar diproduksi dan digunakan pada sektor pertanian di Indonesia selain herbisida dan fungisida. Ada tiga golongan insektisida yang terkenal sebelum dan selama ini, yaitu 1) golongan organoklorin, 2) golongan organofosfat, dan 3) golongan karbamat. Golongan pestisida organoklorin ini mempunyai tiga sifat utama, yaitu merupakan racun yang universal, degradasinya berlangsung sangat lambat, dan larut dalam lemak. Pestisida ini merupakan senyawa yang tidak reaktif, bersifat stabil, dan persisten, serta terkenal sebagai ’broad spectrum insectisides’, yaitu jenis pestisida yang paling banyak menimbulkan masalah. Oleh karena itu pestisida golongan organokhlorin di Indonesia tidak diperkenankan lagi untuk dipergunakan pada sektor pertanian. Jenis organoklorin yang dikenal sebelum ini yaitu DDT, endrin, dieldrin, lindane, aldrin, chlondane.
2.8.4.1 Karbamat.
Pestisida golongan karbamat merupakan derivat asam karbonik dengan rumus umum RHNCOOR (Gambar 4). Sifat pestisida ini mirip dengan pestisida golongan
organofosfat, tidak berakumulasi dalam sistem kehidupan, serta agak cepat menurun konsentrasinya di alam. Karbamat merupakan insektisida yang bersifat sistemik dan berspektrum luas sebagai nematosida dan akarisida (Bonner et al. 2005; Tejada et al. 1990; Cogger et al. 1998). Golongan karbamat pertama kali disintesis pada tahun 1967 di Amerika Serikat dengan nama dagang Furadan (Cornell University 2001). Umumnya karbamat digunakan untuk membasmi hama tanaman pangan dan buah-buahan pada padi, jagung, jeruk, alfalfa, ubi jalar, kacang-kacangan dan tembakau (Bonner et al. 2005. Tejada et al. 1990). Dengan dilarangnya sebagian besar pestisida golongan organoklorin (OC) di Indonesia (Mentan 2001), maka pestisida golongan organofosfat (OP) dan karbamat menjadi alternatif bagi petani di dalam mengendalikan hama penyakit tanaman di lapangan.
Penggunaan pestisida ini sudah cukup luas, baik pada bidang pertanian maupun bidang kesehatan masyarakat. Jenis golongan karbamat antara lain furadan, ferban, baygon, carbaryl. Sadjusi dan Lukman (2004) melaporkan bahwa insektisida golongan karbamat yang banyak digunakan di lapangan terdiri dari jenis karbofuran, karbaril dan aldikarb. Sementara itu, beberapa jenis pestisida golongan karbamat yang umum digunakan pada lahan sawah irigasi dan tadah hujan di Jawa Tengah antara lain karbaril (Sevin™), karbofuran (Furadan™ dan Curater™), tiodikarb (Larvin™) dan BPMC/Butyl Phenyl-n-Methyl Carbamate (Bassa™, Dharmabas™ dan Baycarb™) (Jatmiko et al. 1999).
Gambar 4. Senyawa karbamat (R= aril / alkil)
Keracunan karbamat merupakan efek nikotinik dan parasimpatetik yang dihasilkan akibat hambatan asetilkolinesterase di dalam sistem syaraf somatik dan autonom perifer (Baron dan Merriam 1988; Baron 1994; WHO 1991). Keracunan karbamat bersifat akut yang dapat terjadi melalui inhalasi, gastrointestinal (oral) atau kontak kulit. Karbamat dapat menimbulkan efek neurotoksik melalui hambatan enzim asetilkholinesterase (AchE) pada sinapsis syaraf dan myoneural junctions yang bersifat reversibel (Baron 1994; Risher et al. 1987; Ipcsintox 1985). Gejala Proses keracunan sel oleh pestisida dikarenakan terhambatnya enzim asetilkolestrase. Karbamat
merupakan insektisida antikolinestrase. Inhibisi antikolinestrasi karbamat (Gambar 5) melalui tahapan : interaksi active site asetilkolinetrase membentuk ikatan kompleks yang tidak stabil, kemudian terjadi hidrolisis senyawa kompleks dengan melepaskan ikatan Z atau R substitusi yang menghasilkanCarbamylated(ester karbamat) terinhibisi dan menjadi non reaktif, selanjutnya terjadi dekarbamilasi menghasilkan AchE bebas, sehingga kembali mampu memutuskan asetilkolin (Ach) sebagai transmitter (Soemirat 2009)
Gambar 5. Skema interaksi karbamat dengan enzim Asetikolinestrase. 2.8.4.2 Deltametrin.
Deltamethrin (Gambar 6) adalah insektisida pyrethroids yang mematikan bagi serangga terutama bila masuk ke dalam saluran pencernaan dan bekerja dengan cara melumpuhkan system saraf serangga (ETN 1995). Pyrethroids memiliki bahan aktif yang dapat menyebabkan iritasi dan alergi. Deltamethrin merupakan racun saraf yang menyerang akson pada saraf pusat dan juga saraf tepi dengan menghambat pompa natrium di mamalia atau serangga (WHO 1999).
Gambar 6. Senyawa deltametrin (WHO 1999).
Deltamethrin termasuk dalam insektisida pyrethroid yang sangat luas digunakan karena terbukti letal bagi serangga, baik melalui pencernaan maupun hanya sekedar kontak tubuh. Insektisida ini digunakan untuk mengontrol berbagai jenis serangga penggerek, ngengat, ulat, dan kutu pada tanaman perkebunan maupun pertanian (Willoughby 1994). Deltamethrin dikenal sangat toksik bagi hewan akuatik dan pemakaiannya harus dilakukan dengan sangat hati-hati karena bahan ini juga cukup toksik bagi hewan terestrial, termasuk manusia. Paparan akut bagi manusia dapat
menyebabkan ataksia, kelumpuhan otot, dermatitis, diare, pusing, kejang-kejang, muntah-muntah, alergi, sampai kematian akibat gangguan sistem pernafasan (Hallenbeck dan Cunningham 1985).