• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V. CAPAIAN PENGUATAN PERATURAN DAN SISTEM

D. DOMESTIK KELUAR

5.3 PEMANTAUAN DAERAH SEBAR HPHK DAN OPTK

A. Karantina Hewan

1. PENDAHULUAN

Pada tahun 2018 belum ada pembaruan pemetaan HPHK di Kota Parepare, sehingga perlu dilakukan pembaruan pemetaan HPHK. Pemetaan HPHK diperoleh melalui kegiatan pengamatan. Pengamatan terhadap HPHK dapat dilakukan melalui 2 (dua) cara yaitu langsung dan tidak langsung. Pengamatan secara langsung dilakukan di tempat pemasukkan, tempat pengeluaran, instalasi karantina, tempat transit, dan diatas alat angkut. Pengamatan secara tidak langsung dilakukan ditempat lainnya dengan melibatkan atau memperoleh informasi dari pihak yang berwenang dalama kegiatan tersebut (PP Nomor 82 tahun 2000).

Pemantauan hama penyakit hewan karantina tahun 2018 dibagi menjadi 2 (dua) prioritas yaitu prioritas nasional dan prioritas regional. Prioritas nasional ditujukan untuk pengumpulan data dan informasi status dan situasi hama penyakit hewan karantina dalam hal penyusunan peta hama penyakit hewan karantina. Adapun prioritas regional merupakan kegiatan tambahan yang ditujukan untuk mendukung program surveilens/pemberantasan/pembebasan daerah setempat dari penyakit hewan.

Berdasarkan Permentan Nomor 22/Permentan/OT.140/4/2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Karantina Pertanian, maka Stasiun Karantina Pertanian Kelas 1 Parepare sebagai salah satu Unit Pelaksana Teknis Karantina Pertanian (UPTKP) menyelenggarakan fungsi yaitu pelaksanaan pemantauan daerah sebar HPHK. Kebijakan pencegahan dan penyebaran HPHK di Kota Parepare diharapkan akan lebih optimal dengan adanya peta status dan situasi HPHK, Selain itu, dapat dijadikan dasar dalam melakukan tindakan karantina.

2. PELAKSANAAN PEMANTAUAN

Pemantauan daerah sebar HPHK TA 2018 di wilayah kerja Stasiun Karantina Pertanian Kelas 1 Parepare telah dilakukan di Kabupaten Barru, Kota Parepare, Kabupaten Sidenreng Rappang, Kabupaten Pinrang, Kabupaten Wajo, Kabupaten Soppeng, Kabupaten Enrekang, Kabupaten Luwu, Kota Palopo, Kabupaten Luwu

50 Laporan Tahunan SKP Kelas I Parepare TA. 2019

Utara, Kabupaten Luwu Timur, Kabupaten Tana Toraja, Kabupaten Toraja Utara. Data sebar status dan situasi Hama penyakit hewan karantina (HPHK) terdiri atas 14 jenis HPHK golongan II yang ditemukan pada ruminansia besar, 4 jenis HPHK golongan II ditemukan pada ruminansia kecil, 12 jenis HPHK golongan II ditemukan pada unggas, 4 jenis HPHK golongan II ditemukan pada anjing dan kucing, 2 jenis HPHK golongan II ditemukan pada babi, dan 1 jenis HPHK golongan II ditemukan pada kelinci. Total keseluruhan HPHK golongan II yang ditemukan adalah 29 jenis (Lampiran Format I), data yang diperoleh berdasarkan pada laporan narasumber yang meliputi gejala klinis dan hasil uji laboratorium secara pasif yang diperoleh selama proses wawancara dengan petugas dari dinas yang membidangi fungsi keswan dan kesmavet pada masing-masing kabupaten/kota yang menjadi wilayah pemantauan Stasiun Karantina Pertanian Kelas I Parepare maupun berdasarkan hasil surveillance yang dilakukan oleh Balai Besar Veteriner Maros.

Hasil pemeriksaan laboratorium menjadi dasar diagnosa yang terkuat, terutama dari laboratorium yang terakreditasi. Data / informasi dari kasus lapangan atau gejala klinis merupakan salah satu deteksi dini suatu penyakit dan memiliki arti dalam peta penyebaran penyakit untuk dapat ditindaklanjuti dan menjadi target surveilens.

Pada tahun 2017 terjadi peningkatan jumlah kasus penyakit di wilayah kerja SKP Kelas 1 Parepare dibandingkan tahun 2016 (Tabel 5). Pada tahun 2016 terdapat sebanyak 23 kasus penyakit, tahun 2017 sebanyak 29 kasus penyakit. Penyakit yang ditemukan pada tahun 2017 tetapi tidak ditemukan pada tahun 2016 yaitu Anaplasmosis/ Gall Sicknes/ Malaria sapi, Avian Mycoplasmosis, Bovine Babesiosis, Egg Drop Syndrome (EDS), Fowl Thypoid, Infectious Bovine Rhinotracheitis (IBR), Infectious Chicken Anemia, Blue Wing Disease, Anemia Dermatitis Syndrome. Kasus penyakit yang tidak ditemukan pada tahun 2017 tetapi ditemukan pada tahun 2016 yaitu Saccharomycosis/ Pseudomalleus.

Salah satu komoditas yang yang mempunyai peluang pasar besar terutama ekspor dan mempunyai nilai ekonomi yang tinggi adalah sarang burung walet. Pada tahun 2017 telah dilakukan Penilaian aspek sanitasi dan pemenuhan persyaratan terhadap 12 rumah walet yang ada di Kota Parepare dan 2 rumah walet yang ada di Palopo dalam rangka mendapatkan nomor registrasi rumah walet dari Badan Karantina Pertanian untuk ekpor ke RRT Berdasarkan Surat Kepala Badan Karantina

Pertanian Nomor 6856/KR.110/K.2/05/2017 tanggal 26 Mei 2017 tentang Penugasan Tim Penilai Kelayakan Rumah Walet. Hasil penilaian tersebut terdapat beberapa aspek penilaian yang tidak lengkap atau belum dilaksanakan, hal ini perlu diperbaiki dan dilengkapi untuk penilaian selanjutnya dalam rangka pemenuhan persyaratan untuk ekspor sarang walet ke RRT. Selain itu juga perlu dilakukan pembinaan oleh Badan Karantina Pertanian ke pemilik rumah dalam rangka akselerasi ekspor sarang burung walet.

Data dan pemetaan HPHK di wilayah kerja Stasiun Karantina Pertanian Kelas I Parepare diperoleh di Kabupaten Barru, Kota Parepare, Kabupaten Sidenreng Rappang, Kabupaten Pinrang, Kabupaten Wajo, Kabupaten Soppeng, Kabupaten Enrekang, Kabupaten Luwu, Kota Palopo, Kabupaten Luwu Utara, Kabupaten Luwu Timur, Kabupaten Tana Toraja, Kabupaten Toraja Utara. Kasus HPHK yang ditemukan pada tahun 2017 sebanyak 29 kasus, antara lain

Anaplasmosis, Anthrax, Avian Infectious Bronchitis, Avian Influenza (HPAI), LPAI, Avian Mycoplasmosis, Babesiosis, Brucellosis, Bovine Viral Diarrhea, Canine Parvovirus Infection,Contagious Ecthyma/ORF, Egg Drop Syndrome, Fowl Cholera, Fowl Pox, Fowl Thypoid, Hog Cholera, Infectious Bovine Rhinotracheitis, Infectious Bursal Disease/Gumboro, Infectious Chicken Anemia, Infectious Laryngo Tracheitis, Malignant Catarrhal Fever, Newcastle Disease, Old World Screwworm, Rabies, Ringworm, Scabies, Septichaemia Epizootica, Theileriosis, Trypanosomosis.

B. Karantina Tumbuhan

1. Pendahuluan

Indonesia terletak di garis khatulistiwa dan merupakan salah satu negara yang berada di wilayah tropis, oleh sebab itu Indonesia memiliki potensi pertanian yang baik, terlebih lagi dengan didukung kelimpahan sumber daya alam dan kondisi lingkungan Indonesia yang mendukung pertanian tropika.Indonesia memiliki peran penting sebagai produsen bahan pangan di mata dunia, yakni sebagai produsen beras terbesar ketiga dunia setelah China dan India sehingga pemerintah memprioritaskan pembangunan pada sektor pertanian.

Perkembangan sektor pertanian di Indonesia mengalami kemajuan yang sangat pesat, baik pertanian rakyat maupun yang dikelola perusahaan. Ini

52 Laporan Tahunan SKP Kelas I Parepare TA. 2019

disebabkan oleh sumberdaya alam (SDA) yang memadai dan jumlah penduduk (tenaga kerja) yang bekerja dalam sektor pertanian sangat banyak. Pemerintah terus mengusahakan agar tujuan pembangunan pertanian dapat tercapai secara aktif disektor pertanian agar petani dapat meningkatkan pendapatannya melalui peningkatan produksi, khususnya di daerah-daerah berbasis pertanian.

Kondisi Pertanian di Sulawesi Selatan masih membutuhkan perhatian dari seluruh masyarakat. Selain potensi yang besar, pertanian juga menduduki peringkat teratas, 30 persen dalam struktur ekonomi di Sulawesi Selatan. Padi merupakan komoditi unggulan, bahkan Sulawesi Selatan merupakan lumbung padi yang menyangga kebutuhan akan beras nasional serta berkontribusi dalam ketahanan pangan nasional. Hal ini ditunjukkan dengan luas tanam padi tahun 2013 seluas 983.107 ha. Selain padi, komoditas unggulan lainnya adalah jagung. Realisasi tanam jagung pada tahun 2013 sebesar 274.046 ha (Statistik Indonesia, 2013).

Letak wilayah Sulawesi Selatan yang berada ditengah dan menjadi penghubung di Kawasan Timur Indonesia harus menjadi tantangan bagi masyarakat Sulawesi Selatan untuk mengembangkan potensinya guna memenuhi kebutuhan pangan nasional pada umumnya. Besarnya frekuensi lalulintas komoditi pertanian membuat Sulawesi Selatan rentan terhadap masuk dan tersebarnya OPTP/OPTK baru.

Usaha mewujudkan ketahanan pangan dihadapi beberapa kendala salah satunya dalam pengamanan dan peningkatan produksi yaitu serangan Organisme Pengganggu Tanaman. Salah satu pengendalian OPT yang dilaksanakan oleh Badan Karantina Pertanian yaitu pengendalian secara perundangan sesuai dengan amanah UU Nomor 16 tahun 1992 tentang Karantina Hewan Ikan dan Tumbuhan.

Untuk mendukung kegiatan pengendalian tersebut, maka Badan Karantina Pertanian melalui Unit Pelaksana Teknis (UPT) yang tersebar di seluruh Indonesia memiliki fungsi pemantauan daerah sebar OPTK. Kegiatan pemantauan ini menitikberatkan pada komoditi andalan dan unggulan tiap daerah. Selain itu perlu kewaspadaan terhadap bibit atau benih yang berpotensi sebagai media pembawa OPTP/OPTK yang ditanam di wilayah kerja Stasiun Karantina Pertanian Kelas I Parepare, maka kegiatan Pemantauan OPTK dianggap sangat perlu dilaksanakan secara berkelanjutan.

Kegiatan pemantauan Stasiun Karantina Pertanian (SKP) Kelas I Parepare dilaksanakan di enam kabupaten yaitu kabupaten Barru, Kabupaten Pinrang, Kabupaten Enrekang, Kabupaten Tana Toraja, Kabupaten Luwu dan Kabupaten Luwu Utara. Keenam kabupaten tersebut mewakili sentra produksi tanaman pangan Sulawesi Selatan, serta melaksanakan verifikasi ulang terhadap hasil temuan kegiatan pemantauan TA 2013. Target pemantauan SKP Kelas I Parepare merujuk

pada Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor:

93/Permentan/OT140/12/2011 tentang Jenis Organisme Penganggu Tumbuhan Karantina serta Surat Kepala Badan Karantina Pertanian nomor 596/KT.110/L/01/2014 tentang Pelaksanaan Pemantauan OPTK Tahun Anggaran 2014.

Secara umum target pemantauan OPTK tahun 2013 dapat dilihat dalam tabel dibawah ini :

Tabel 17. Target Pemantauan OPTK SKP Kelas I Parepare Tahun 2018

No OPTK sasaran Inang/MP Status OPTK

1 Paraecosmetus pallicornis Padi, Jagung A2

2 Balanzia oryzae Padi A2

3 Melodogyne graminicola Padi A2

4 Trogiderma granarium Beras, Jagung, Dedak A1

5 Pantoea stewartii Jagung A1

6 Peronosclerospora sorghi Jagung A2

7 Bactrocera musae Buah-Buahan A2

8 Bactrocera bryoniae Buah-Buahan A2

9 Bactrocera occipitalis Buah-Buahan A2

10 Ceratitis capitata Buah-Buahan A1

Tujuan

Pemantauan daerah sebar OPTK bertujuan antara lain:

a. Untuk mengetahui daerah sebar OPTK A1 maupun A2 di Wilayah pemantauan SKP kelas I Parepare

b. Untuk mendeteksi secara dini jika terjadi introduksi OPTK atau OPT Baru c. Sebagai bahan penyusunan daftar OPTK dan jenis jenis tanaman inang di

suatu area

54 Laporan Tahunan SKP Kelas I Parepare TA. 2019

d. Sebagai bahan penyusunan daftar awal OPTK sebelum dilaksanakan pemantauan secara berkelanjutan untuk melihat perubahan status OPTK.

Pelaksanaan Pemantauan

Penetapan lokasi pemantauan berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor: 93/Permentan/OT140/12/2011 tentang Jenis Organisme Penganggu Tumbuhan Karantina serta Surat Kepala Badan Karantina Pertanian nomor 596/KT.110/L/01/2014 tentang Pelaksanaan Pemantauan OPTK Tahun Anggaran 2014 sehingga ditetapkan dua lokasi pemantauan yaitu Kabupaten Luwu Utara dan Sidrap dengan waktu pemantauan sebagai berikut :

a) Kab. Barru tanggal 05 s.d 07 Maret 2018. b) Kab. Pinrang tanggal 19 s.d 21 Maret 2018 c) Kab. Luwu Utara tanggal 26 s.d 30 Maret 2018 d) Kab. Enrekang tanggal 03 s.d 06 April 2018 e) Kab. Luwu tanggal 09 s.d 13 April 2018 f) Kab. Wajo 17 s.d 20 April 2018

Pelaksanaan pemantauan dilakukan oleh pejabat POPT di lingkup SKP Kelas I Parepare dibantu oleh staf teknis lainnya berdasarkan Surat Keputusan Kepala Stasiun Karantina Pertanian Kelas I Parepare No. 112/Kpts/TU.370/K.48.D/2/2018 Tanggal 12 Februari 2018 Serta Tim pendamping pemantauan OPTK yang berasal dari POPT Dinas Pertanian masing masing kabupaten sesuai dengan Surat Keputusan Kepala SKP Kelas I Parepare Nomor 156.a//Kpts/TU.370/K.48.D/2/2018 tentang Penunjukan Tim Pendamping pemantauan OPTK

Metode Pemantauan

Pada dasarnya tidak ada satupun metode yang dianggap paling baik yang dapat digunakan untuk menentukan lokasi (McMaugh, 2007). Hal tersebut tergantung dengan kondisi lingkungan, barier alami, riwayat serangan OPT, informasi serangan OPT, dll.

Menentukan lokasi lokasi mencakup areal yang sangat luas dan pemantauan tidak mungkin dilakukan pada seluruh lokasi maka tim dapat membagi lokasi ke dalam beberapa bagian (blok, plot, dan sebagainya) dan memilih pada blok atau plot

mana pemantauan akan dilaksanakan. Demikian pula terhadap jumlah tanaman yang harus diamati jika ternyata jumlahnya sangat banyak. Penentuan sampling

area dalam lokasi tiap kabupaten dilaksanakan secara acak dengan

mempertimbangkan kondisi pertanaman dan kondisi lingkungan.

Dalam satu kabupaten diambil jumlah minimal kecamatan yang dianggap mewakili yaitu mewakili sebaran lima sisi lokasi, dari tiap kecamatan yang terpilih diambil beberapa sampel desa secara acak kembali sebagai titik pengambilan sampel. Samping area terbagi untuk pengambilan sampel tanaman unggulan, pemasangan perangkap lalat buah dan hama gudang.

Setelah itu ditentukan titik pengambilan sampel secara sistematik dengan pola diagonal, zig-zag, huruf Z atau jalur (untuk pertanaman dengan populasi < 1000 tanaman/ha), Untuk pertanaman yang bersifat tidak kompak, seperti tanaman yang ditanam di pekarangan rumah, atau tanaman yang tumbuh liar, pemantauan dilakukan secara langsung pada tanaman tersebut tanpa membuat pola pengambilan sampel seperti di atas atau dengan menyisir semua tanaman. Pertanaman yang memiliki populasi ≥ 1000 tanaman/ha, pengamatan dilakukan dengan menentukan 5 (lima) titik pengambilan sampel seperti pola di bawah :

Pengumpulan data sekunder

Merupakan data awal sebelum turun ke lapangan yaitu melakukan wawancara langsung dengan petugas Dinas Pertanian setempat untuk mengetahui informasi mengenai lokasi yang memiliki potensi pertanaman padi, keadaan wilayah serta permasalahan yang timbul akibat adanya serangan OPT/OPTK dan pengendalian yang telah dilakukan. Serta mengumpulkan data-data hasil

56 Laporan Tahunan SKP Kelas I Parepare TA. 2019

pengamatan hama dan penyakit dari Instansi UPTD Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura yang terkait dengan pelaksanaan pemantauan.

Pengumpulan data primer

Pengumpulan data primer dengan melakukan kunjungan ke lapangan dan mengamati langsung terhadap OPT/OPTK dan gejala serangan spesifik dari suatu OPT/OPTK. Pengumpulan data primer meliputi:

a. Prosedur umum

- Sterilisasikan semua peralatan dengan 70% alkohol atau 0.5% larutan klorin atau dengan sterilisasi kering menggunakan oven sebelum dan setelah pengambilan sampel

- Untuk pengambilan sampel akar, masukkan tanah dan jaringan pangkal batang beserta sampel akar apabila OPT menyerang akar.

- Waktu antara pengambilan sampel dan pemrosesan sampel untuk keperluan identifikasi sebaiknya tidak terlalu lama.

- Sebaiknya pengambilan sampel dimulai dari area yang mempunyai tingkat kerusakan rendah diteruskan ke tingkat kerusakan tinggi.

- Memasukkan sampel OPT ataupun gejala kedalam kantong atau botol sampel dan dilakukan pelabelan dengan jelas

- Pembuatan foto gejala serangan OPT secara umum dan spesifik

b. Pengambilan spesimen serangga

- Apabila memungkinkan dianjurkan untuk mengumpulkan sebanyak mungkin spesimen dari semua stadium serangga.

- Pengambilan spesimen dapat ditangkap langsung atau menggunakan jaring serangga

- Kumpulkan spesimen dan duplikatnya dalam keadaan yang baik dan bersih, lengkap dengan anggota tubuh seperti antena, sayap, dan tungkai.

- Apabila menggunakan alkohol sebaiknya menggunakan botol yang tahan bocor, misalnya tabung film, botol vial atau tabung gelas dilengkapi penutup. - Serangga berukuran kecil dan bertubuh lunak (thrips, kutu daun, tungau, dan

larva), tempatkan spesimen ke dalam alkohol 70%.

- Untuk mencegah kebocoran gunakan perekat tambahan pada tutup botol. - Jangan memisahkan kutu putih atau kutu perisai dari bagian tanaman

inangnya karena dapat merusak bagian alat mulut sehingga menyulitkan dalam identifikasi. Untuk menghindari kerusakan, sebaiknya bagian tanaman dipotong melingkari serangga dan diawetkan dalam alkohol 70%.

- Serangga bertubuh besar dapat dimasukkan ke dalam kotak serangga sementara (dari karton atau kayu) dan masing-masing telah diberi kertas pelindung. Serangga seperti kupu-kupu atau ngengat dapat disimpan dalam kertas penjepit sementara.

- Setiap spesimen atau kumpulan spesimen sejenis sebaiknya dipasang label.

- Hindari pengiriman serangga hidup. Apabila diperlukan, pengiriman serangga hidup dapat dilakukan dengan memperhatikan faktor keamanan dan ketentuan-ketentuan yang berlaku.

c. Pemasangan Perangkap lalat buah

- Gantungkan susunan kapas pada perangkap lalat buah ditetesi dengan feromon sebanyak 10 cc (satu jenis feromon untuk setiap perangkap). - Dalam kapas yang sama ditetesi 2-3 cc insektisida racun kontak/pernafasan - Usahakan tiap botol perangkap memiliki warna yang berbeda untuk setiap

feromon yang digunakan

- Gantung 3 perangkap untuk setiap titik sampel dibawah kanopi pohon dengan jarak minimal 2 meter dari permukaan tanah dan jarak minimal ketiga perangkap masing masing sejauh 5 meter dengan mempertimbangkan arah angin

58 Laporan Tahunan SKP Kelas I Parepare TA. 2019

- Oleskan parafin pada kait perangkap dan lubang perangkap agar terhindar dari pemangsa/semut

- Pasang perangkap antara 6 jam sampai 3 hari

- Spesimen yang tertangkap dimasukkan kedalam botol/karton tang terlebih dahulu dialasi kertas/tissue dan silika gel

- Pengujian dilaboratorium untuk identifikasi lebuh lanjut dengan metode visual, mikroskopis dengan kunci identifikasi lalat buah, Cabi 2007 dan literatur terkait.

d. Pemasangan perangkap hama gudang/domtrap

- Teteskan feromon hama gudang sebanyak 1-3 cc kedalam kertas saring dan masukkan dalam lubang perangkap

- Tutup perangkap dengan sempurna dan tempelkan label - Pasang perangkap 3-5 buah dalam satu lokasi gudang dengan

menyesuaikan luar ruangan dan mempertimbangkan keberadaan OPT. - Ambil spesimen yang terperangkap menggunakan kuas dan masukkan ke

dalam botol (dapat ditambahkan alkohol 70%)

- Pengujian dilaboratorium untuk identifikasi lebih lanjut dengan metode visual, mikroskopis dengan kunci identifikasi hama gudang, Cabi 2007 dan literatur terkait.

e. Pengambilan spesimen patogen (cendawan dan bakteri)

- Spesimen cendawan atau bakteri sebaiknya diambil dari gejala yang masih segar dan dipilih pada batas antara jaringan tanaman yang sakit dengan yang sehat.

- Spesimen patogen akar diperoleh dengan cara mengambil jaringan akar, pangkal batang dan tanah.

- Untuk mencegah kerusakan maka spesimen dibungkus dengan kertas penyerap air dan dimasukkan ke dalam kantong sampel.

- Spesimen buah atau sayuran dibungkus dengan kertas tisu kering atau kertas pembungkus dan dimasukkan dalam wadah tahan banting.

- Upayakan waktu pengambilan dan pengiriman spesimen dilakukan pada hari yang sama.

- Selain sampel kiriman sebaiknya disiapkan pula sampel duplikat, yaitu sampel kedua sebagai bahan referensi.

- Spesimen cendawan dan bakteri harus disimpan pada kondisi yang sesuai, yaitu di dalam boks berpendingin (cool box) pada suhu 2–5°C.

- Untuk menghindari kerancuan dalam identifikasi sebaiknya tidak mengirim jaringan tanaman yang sudah mati atau gejala penyakit yang sudah lanjut. - Jangan menambahkan kelembaban atau membungkus sampel basah. - Spesimen agar tetap dijaga kesegarannya.

- Pengujian dilaboratorium untuk identifikasi lebuh lanjut dengan metode langsung, blotter, media selektif dengan kunci identifikasi cendawan, bakteri literatur terkait.

Hasil dan Pembahasan

Dari hasil pengamatan di lapang dan pemeriksaan di laboratorium Stasiun Karantina Pertanian Kelas I Parepare, terhadap sampel di Kabupaten Luwu Utara dan Sidrap diperoleh hasil sebagai berikut :

Tabel 18 : OPT/OPTK Temuan Lapang Hasil Pemantauan Tanaman Padi

dan Jagung di Kab. Barru, Kab.Pinrang, Kab.Luwu, Kab. Enrekang, Kab. Luwu Utara dan Kab. Wajo

No. Inang OPTK Sasaran OPT/OPTK Temuan Keterangan

1 Padi - Paraecosmetus - Paraecosmetus pallicornis - Luwu Utara

pallicornis (S) - Pinrang

- Wajo - Leptocorisa acuta

- Spodoptera litura

60 Laporan Tahunan SKP Kelas I Parepare TA. 2019

- Cnaphalocrosis medicinalis

- Nilaparvata lugens - Pomacea canaliculata - Valanga sp

- Balansia oryzae(C) NIHIL

- Fusarium sp -Luwu Utara

- Curvularia lunata

-

- Meloidogyne Nihil

graminicola (N)

2 Jagung

- Pantoea stewartii(B) Nihil

- Peronosclerospora - Peronosclerospora - Luwu Utara

philipinensis (C) philipinensis (C)

- Peronosclerospora Nihil

sorghi (C)

Dalam pemantauan lalat buah, menggunakan perangkap lalat buah dengan tiga feromon yaitu Methyl Eugenol (ME), Cuelure (CU) dan Trimedlure (TR). Perangkap dipasang di sekitar tanaman mangga, pisang, nangka ataupun hortikultura lainnya, dengan hasil dapat dilihat pada tabel 5.

Tabel 19. OPT/OPTK Hasil Temuan Pemantauan Lalat Buah di Kabupaten

Baru, Pinrang, Enrekang, Luwu, Wajo dan Luwu Utara

No. Feromon OPTK Sasaran Hasil Temuan Ket.

OPT/OPTK 1. Methyl Eugenol -Bactrocera occipitalis -Bactrocera papayae

(ME)

-Bactrocera musaee -Bactrocera albistrigata

-Bactrocera umbrosa -Bactrocera cucurbitae

2. Cuelure (CU) -Bactrocera bryoniae -Bactrocera umbrosa

-Bactrocera cucurbitae -Bactrocera papayae

3. Trimedlure (TR) -Ceratitis capitata -Bactrocera albistrigata

-Bactrocera papayae

Pada pelaksanaan kegiatan pemantauan daerah sebar OPTK tahun 2018 dapat disimpulkan :

1. Ditemukan adanya OPTK A2 pada tanaman padi yaitu Paraeucosmetus

pallicornis pada lokasi :

a) Kab. Luwu Utara kecamatan Sabbang Desa Bakka, Kecamatan Mappedeceng dan Kecamatan Baebunta b) Kab. Pinrang Kecamatan Pattammpanua

c) Kab. Wajo Kecamatan Tanasitolo dan Kecamatan Tempe

2. Ditemukan adanya OPTK A2 penyebab penyakit bulai pada tanaman jagung yaitu cendawan Peronosclerospora philipinensis di Kabupaten Luwu Utara Kecamatan Sabbang desa Pengkengdekang.

3. Tidak ditemukan cendawan Balansia oryzae, nematoda puru akar Meloidogyne graminicola, pada pertanaman padi di enam kabupaten lokasi pemantauan. 4. Tidak ditemukan cendawan Peronosclerospora sorghii dan bakteri Pantoea

stewartii pada pertanaman jagung di enam kabupaten lokasi pemantauan.

Dokumen terkait