• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil Kegiatan Pemantauan dan Evaluasi Kegiatan Penanggulangan Bencana di Kabupaten Sarmi, Provinsi Papua di Kabupaten Sarmi, Provinsi Papua di Kabupaten Sarmi, Provinsi Papua

HASIL KEGIATAN PEMANTAUAN DAN EVALUASI

III.3 Hasil Kegiatan Pemantauan dan Evaluasi Perencanaan Lintas Sektor Penanggulangan Bencana di Daerah Penanggulangan Bencana di Daerah Penanggulangan Bencana di Daerah

III.3.1 Hasil Kegiatan Pemantauan dan Evaluasi Kegiatan Penanggulangan Bencana di Kabupaten Sarmi, Provinsi Papua di Kabupaten Sarmi, Provinsi Papua di Kabupaten Sarmi, Provinsi Papua

Kabupaten Sarmi merupakan salah satu kabupaten yang memiliki Indeks Risiko Bencana yang tergolong tinggi. Tingginya indeks risiko bencana di kabupaten Sarmi ini disebabkan oleh lokasi kabupaten Sarmi yang terletak di jalur tektonik dan berhadapan langsung dengan samudera pasifik. Berkaitan dengan penanggulangan bencana sebagaimana amanat dalam RPJMN 2015-2019, Kabupaten Sarmi termasuk ke dalam 136 Kabupaten Kabupaten yang diprioritaskan dalam hal penanggulangan bencana mengingat bahwa pertumbuhan yang sedang berjalan di Kabupaten ini dengan lokasinya yang sangat rawan terhadap ancaman bencana.

Kabupaten Sarmi memiliki terletak di jalur penunjaman tektonik antara lempeng Pasifik dan lempeng India-Australia yang bergerak secara signifikan setiap tahunnya (12 cm/tahun). Tunjaman lempeng ini mengakibatkan berbagai macam ancaman bencana seperti gempa bumi, tsunami, hingga Abrasi pantai. Berbagai ancaman bencana yang mengancam Kabupaten Sarmi ini, kurang dibarengi dengan kesiapsiagaan dari penduduk setempat terhadap penanggulangan bencana. Berdasarkan hasil wawancara dengan Kabid. Tata Ruang Bappeda Sarmi (Bapak Frans), maka diperoleh informasi yang meliputi:

1) Kabupaten Sarmi merupakan daerah kepesisiran yang memiliki garis pantai dengan panjang ± 331 Km, dan pantai yang ada berhadapan langsung dengan Samudera Pasifik 2) Kesiapsiagaan Kabupaten Sarmi dalam hal penanggulangan bencana masih sangat kurang,

hal ini ditunjukkan dengan kurangnya kesadaran dari masyarakat setempat dengan lembaga penanggulangan bencana setempat dalam hal penanggulangan bencana

3) Ancaman gempa dan tsunami merupakan ancaman bencana utama yang terdapat di Kabupaten Sarmi, di samping hal tersebut abrasi pantai yang intensif juga mengancam dari keberadaan masyarakat pesisir

4) Kabupaten Sarmi yang terletak di jalur tektonik menyebabkan banyaknya kerusakan dari segi infrastruktur daerah, hal ini ditandai dengan jalan penghubung Kabupaten Sarmi-Jayapura yang rusak akibat tanah yang terus menerus mengalami penurunan

5) Peran dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) di Kabupaten Sarmi masih sangat minim, tidak terdapatnya jalur-jalur evakuasi, shelter perlindungan tsunami, Early Warning System (EWS) dan upaya simulasi bencana untuk masyarakat setempat merupakan salah satu bukti kurangnya peran dari BPBD setempat

6) Pola permukiman masyarakat Kabupaten Sarmi yang mengikuti garis pantai dan jauhnya jarak dari garis pantai dengan lokasi yang memiliki elevasi tinggi (± 17 Km dari pesisir)

32 yang berfungsi sebagai perlindungan pertama apabila terjadi bencana tsunami, menambah tingkat kerentanan dari masyarakat sekitar

7) Kejadian bencana tsunami yang tercatat, terjadi pada tahun 1998 dan 2006. Pada tahun 2011, ketika terjadi bencana tsunami di jepang, gelombang yang terdapat di Pesisir Kabupaten Sarmi juga mengalami peningkatan, hal ini semakin menegaskan bahwa pesisir sarmi sangat rawan akan bencana tsunami

8) Penanggulangan utama bencana abrasi, telah dilakukan dengan menggunakan tanggul/tembok penahan gempuran ombak dan tanaman mangrove, selain hal itu Kabupaten Sarmi juga telah mendapatkan bantuan berupa bangunan pemecah ombak sepanjang untuk pesisir sepanjang ± 17 km dari BNPB

III.3.2 Hasil Kegiatan Pemantauan dan Evaluasi dalam Rangka Sinkronisasi Kegiatan Penanggulangan Bencana di Provinsi Jawa Barat

Provinsi Jawa Barat terdiri dari 26 Kabupaten/Kota yang memiliki catatan kejadian bencana yang cukup intensif terjadi. Berdasarkan Data Informasi Bencana Indonesia (DIBI) tahun 2011 – 2015, tercatat kejadian bencana yang paling banyak terjadi di Provinsi Jawa Barat diantaranya tanah longsor (678 kejadian), banjir (501 kejadian), dan puting beliung (479 kejadian). Salah satu kabupaten di Provinsi jawa Barat yang kerap kali terjadi bencana tanah longsor dan banjir adalah Kabupaten Bandung.

Kabupaten Bandung menjadi salah satu daerah yang diprioritaskan dalam hal penanggulangan bencana terutama tanah longsor dan banjir. Berdasarkan informasi Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB, Sutopo Purwo nugroho, pada tanggal 13 Maret 2016 terjadi banjir yang menggenangi 14 Kecamatan di Kabupaten Bandung dengan ketinggian bervariasi dari 80 – 300 centimeter. Wilayah terdampak banjir merupakan wilayah disekitar bantaran Sungai Citarum.

Berdasarkan data yang didapatkan dari kunjungan dan diskusi dengan BPBD Provinsi Jawa Barat pada tanggal 18 Maret 2016, telah dilakukan kegiatan tanggap bencana pada 14 kecamatan terdampak di Kabupaten Bandung dengan pembuatan 29 titik pengungsian dan 3 Posko utama pada 3 kecamatan prioritas untuk penanganan bencana banjir. Diketahui bahwa 3 kecamatan prioritas dengan dampak bencana banjir terparah, yaitu Kecamatan Baleendah, Kecamatan Bojongsoang, dan Kecamatan Dayeuh Kolot.

Kecamatan Dayeuh Kolot merupakan daerah yang selalu terdampak banjir saat musim hujan dikarenakan banyaknya permukiman warga yang terletak pada bantaran Sungai Citarum dan daerah resapan air yang telah berkurang akibat perubahan fungsi lahan dari lahan terbuka menjadi lahan terbangun. Sementara pada kejadian banjir pada bulan Maret 2016 kali ini di Kabupaten Bandung kecamatan terbanyak terdampak pada Kecamatan Bojongsoang. Hal tersebut terjadi karena Kecamatan Bojongsoang terletak pada posisi yang lebih rendah daripada aliran Sungai Citarum.

Kelembagaan terkait penanganan tanggap darurat pada kejadian banjir yang terjadi di Kabupaten Bandung sudah cukup baik. SDM dan Logistik untuk kegiatan penanggulangan bencana serta tanggap darurat sudah terpenuhi. SKPD Kabupaten Bandung telah menerapkan

33 kabupaten mandiri dengan memperkuat lembaga daerah setempat dan masyarakat. Kegiatan penanggulangan bencana pada Kabupaten Bandung berupa inventarisasi persiapan logistik dan SDM pada SKPD tiap tingkat kecamatan hingga kabupaten.

Dengan terlaksananya kegiatan kabupaten/kota mandiri dalam rangka penanggulangan bencana, maka kegiatan tanggap darurat dapat dilakukan dengan baik. Peran BPBD Provinsi Jawa Barat dalam kegiatan penanggulangan bencana dan tanggap darurat berupa pembuatan posko serta support logistik dan SDM tambahan jika terjadi kurangnya inventarisasi yang telah disalurkan dari tingkat kabupaten. Lembaga yang dikerahkan dalam tanggap darurat kejadian banjir kali ini terdapat 14 tim gabungan diantaranya, BPBD Provinsi Jawa Barat, BPBD Kabupaten Bandung, Basarnas, dsb.

Kendala yang terjadi dalam kegiatan tanggap darurat diantaranya adalah pendistribusian logistik yang terhambat karena daerah pengungsian terisolir akibat genangan air yang cukup tinggi. Kegiatan penanggulangan bencana yang masih dalam bentuk perencanaan untuk kejadian banjir yang intensif terjadi di Kabupaten Bandung, maka akan dibuat danau resapan buatan. Hal tersebut merupakan satu-satunya cara untuk mengatasi kejadian banjir yang terjadi, mengingat bahwa sebagian besar wilayah Kabupaten Bandung merupakan wilayah cekungan dan merupakan Daerah Aliran Sungai Citarum.

III.3.3 Hasil Kegiatan Pemantauan dan Evaluasi dalam Rangka Sinkronisasi Kegiatan Penanggulangan Bencana di Provinsi D.I. Yogyakarta

Bidang penanggulangan bencana sangat strategis dalam menjamin kelangsungan pembangunan dan keberlanjutan kehidupan masyarakat. Sesuai dengan amanat Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN 2015 – 2019), penanggulangan bencana menjadi salah satu agenda pembangunan Pelestarian Sumber Daya Alam, Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Bencana untuk mewujudkan Nawa Cita 7, yaitu “Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik.” Untuk mewujudkan kemandirian ekonomi di daerah rawan bencana menuntut kesiapan dan ketangguhan daerah dalam menghadapi bencana. Di sisi lain, daerah-daerah di Indonesia memiliki risiko tinggi terhadap berbagai kejadian bencana (multi-hazard). Berdasarkan Indeks Risiko Bencana (IRBI), sebanyak 322 kabupaten/kota (± 65%) dari seluruh kabupaten/kota di Indonesia memiliki indeks risiko bencana tinggi. Tidak ada kabupaten/kota di Indonesia yang memiliki kelas risiko rendah terhadap ancaman bencana. Dalam perhitungan yang digunakan, IRBI untuk setiap Kabupaten/Kota menggunakan parameter-parameter bahaya, kerentanan dan kapasitas sebagai penghitungan risiko bencana (didasarkan atas penyesuaian yang digunakan dalam UU No.24/2007 tentang Penanggulangan Bencana).

Indonesia menghadapi berbagai ancaman kebencanaan termasuk diantaranya: gempabumi, tsunami, banjir, longsor, angina putting beliung, dan beberapa bencana lainnya. Berdasarkan DIBI (Data dan Informasi Bencana Indonesia), sebanyak 411 kabupaten/kota berada di daerah bahaya gempabumi kelas sedang-tinggi atau sebanyak 218,2 juta penduduk terpapar oleh bahaya sedang-tinggi dari gempa. Sebanyak 200 kabupaten/kota berada di daerah bahaya sedang-tinggi dari tsunami di Indonesia, atau 4,8 juta penduduk terpapar oleh bahaya sedang-tinggi dari tsunami. Indonesia adalah negara tertinggi di dunia yang memiliki

34 jumlah penduduk terpapar tsunami. Sebanyak 404 kabupaten/kota berada di daerah bahaya sedang-tinggi dari puting beliung di Indonesia, atau 114,8 juta penduduk terpapar oleh bahaya sedang-tinggi dari puting beliung. Saat ini belum ditemukan teknologi sistem peringatan dini puting beliung karena kejadiannya cepat dan sesaat dan daerah terdampak sekitar 2 km².

Berdasarkan IRBI tahun 2013, Kabupaten Gunungkidul termasuk ke dalam Kabupaten yang memiliki tingkat kerawanan bencana tinggi. Mengingat bahwa pertumbuhan dari segi pariwisata yang tinggi di Kabupaten ini dengan lokasinya yang sangat rawan terhadap ancaman bencana, maka perlu diadakan program perencanaan tentang penanggulangan bencana terutama dari segi pra-bencana dan kesiapsiagaan masyarakatnya. Kabupaten Gunungkidul memiliki letak di jalur penunjaman tektonik antara lempeng Eurasia dan lempeng India-Australia yang bergerak secara signifikan setiap tahunnya (5-6cm/tahun). Tunjaman lempeng ini mengakibatkan berbagai macam ancaman bencana seperti gempa bumi, tsunami, hingga Abrasi pantai. Berbagai ancaman bencana yang mengancam Kabupaten Gunungkidul ini, harus dibarengi dengan kesiapsiagaan dari penduduk setempat terhadap penanggulangan bencana. Berdasarkan hasil rapat dengan BPBD D.I. Yogyakarta dan BPBD Kabupaten Gunungkidul, diperoleh beberapa informasi sebagai berikut.

1) Kegiatan penanggulangan yang difokuskan untuk penanggulangan bencana di D. I. Yogyakarta adalah meningkatkan kapasitas daerah, dalam hal ini meningkatkan kesiapsiagaan masyarakat pada saat terjadi tanggap darurat bencana

2) Kegiatan pokok yang telah terlaksana di D. I. Yogyakarta adalah pemetaan risiko bencana 3) Pendekatan yang dilakukan dalam hal penanggulangan bencana adalah pendekatan secara

territorial sejumlah +/- 400 Desa.

4) Kegiatan mengenai gladi penanggulangan bencana telah dilaksanakan di sejumlah daerah, baik di Gunungkidul maupun provinsi D. I. Yogyakarta secara keseluruhan

5) Kegiatan Penanggulangan Bencana yang akan dilakukan oleh BPBD adalah peningkatan

City Resilience terhadap bencana

6) Kegiatan ini juga mencakup pembuatan sekolah tanggap bencana di beberapa daerah tertentu

7) Pembuatan revisi mengenai RTRW terbaru sedang dalam tahap pelaksanaan, revisi dilakukan terkait dengan pembuatan bandar udara baru di Kabupaten Kulonprogo

8) BPBD mengalami kesulitan dalam menyusun Indeks Risiko Bencana hingga tingkat desa, belum menemukan indikator atau kriteria yang digunakan untuk menghitung IRBI.

Dalam rangka pemantauan pelaksanaan penguatan kapasitas pemerintah daerah dalam penanggulangan bencana dilakukan kunjungan ke BPBD Kabupaten Gunung Kidul dan lokasi kegiatan kesiapsiagaan di Desa Kanigoro Kecamatan Saptosari, Kabupaten Gunung Kidul.

Bentuk kegiatan penguatan kapasitas kesiapsiagaan kepada pemerintah daerah (BPBD Kab. Gunung Kidul), berupa peta jalur dan rambu-rambu evakuasi, bantuan peralatan mobil patroli (1 unit), mobil tangki air (1 unit) untuk antisipasi bencana kekeringan dan kesulitan air bersih yang sering melanda Kab. Gunung Kidul, bantuan pusdalops (berupa bangunan, laptop dan jaringan internet) untuk memonitor kejadian bencana. Selain itu, tahun 2015 BNPB juga memberikan bantuan peralatan sistem peringatan dini sederhana dan telah dipasang di 7 titik garis pantai yang rawan bencana tsunami. Namun saat ini, ke-7 peralatan EWS tersebut sudah

35 tidak berfungsi lagi karena telah rusak. Harapannya dalam pemberian bantuan peralatan seperti sistem peringatan dini tsunami yang ditempatkan dikawasan pantai dan rentan terhadap korosi agar memperhatikan bahan material yang digunakan dan disesuaikan dengan karekteristik lokasinya.

III.3.4 Hasil Kegiatan Pemantauan dan Evaluasi Penanggulangan Bencana di