• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembacaan Heuristik

Dalam dokumen BAB II A. STRUKTUR TEKS PUISI (Halaman 33-38)

C. PEMBACAAN HEURISTIK DAN HERMENEUTIK

1. Pembacaan Heuristik

Pembacaan heuristik merupakan pembacaan karya sastra dengan melakukan telaah terhadap kata-kata yang terdapat di dalamnya, seperti halnya dalam menelaah kata-kata yang terdapat dalam sajak. Sajak dibaca berdasarkan konvensi bahasa sesuai dengan kedudukan bahasa sebagai sistem semiotik tingkat petama. Sajak dibaca linier menurut struktur normatif (Pradopo, 2012: 295-296).

Secara semiotik pembacaan heuristik merupakan pembacaan tingkat pertama berdasarkan konvensi bahasa sesuai dengan kedudukan bahasa. Hal ini dikarenakan teks puisi Imam asy-Syafi‟i ber-qa>fiyah ra‟ menggunakan bahasa

Arab, maka pembacaan heuristik ini melalui beberapa langkah, yaitu a) membaca sesuai dengan konvensi bahasa Arab, b) mentransliterasi teks Arab ke dalam bahasa tulisan latin dan c) melinierkannya dengan terjemahan bahasa Indonesia.

Dengan demikian dapat dikemukakan makna utuh dari puisi Imam asy-Syafi‟i ber-qa>fiyah ra‟ tersebut. Pembacaan heuristik ini akan diuraikan berdasarkan pembagian sebagaimana yang terdapat dalam teks di bawah ini. Adapun pembacaan heuristik dalam puisi [28] sebagai berikut:

.(Bahjat, 1999: 60)

Idza> ma> kunta dza> fadlin wa„ilmin # bima khtalafal awa>ilu wal awa>khir Fana>dhir man tuna>dhiru fi suku>nin # khali>man la talijju wala> tuka>bir

Yufidu mas tafa>da bilam tinanin # minannukkatil lati>fati wan nawa>dir

Wa iyya>kal luju>ja wa man yura>i # bi anni qad gholabtu wa man yufa>khir

Fainnas syarra fi janaba>ti ha>dza> # famayyiz bit taqa>tu’i wat tada>bir Jika kamu menjadi seorang yang mulia dan berilmu

Dengan tidak ada perbedaan awal dan akhirnya Berdebatlah dengan tenang dan sabar

Jangan sombong dan jangan mendesak

Memberi manfaat apa-apa yang bermanfaat tanpa kekuatan Berupa ilmu yang lembut dan yang langka

Dan hati-hati berkeras kepala dari siapa yang berpendapat Bahwa diriku pemenang dan yang jaya

Maka sesungguhnya keburukan pada sisi-sisi ini

Dengan adanya perkelahian dan permusuhan (Bahjat, 1999: 60).

Dalam puisi [28] terdapat pada bait kedua yang berbunyi suku>nin # khali>man yang berarti sabar dan tenang, la talijju wala> tuka>bir yang berarti

jangan congkak dan jangan mendesak. Persamaan arti dalam tema puisi ini mengandung makna yang tersirat bahwasanya ketika berdebat seseorang harus bersikap tenang dan sabar dalam menghadapi perbedaan. Adapun pembacaan heuristik dalam puisi [30] sebagai berikut:

.(Bahjat, 1999: 61)

„alayya tsiya>bun law tuba>‟u jami>‟uha # bifalsin laka>nal falsu minhunna

aktsara>

Wa fi>hinna nafsun law tuqa>su biba‟dhiha> # nufu>sul wara> laka>nat ajalla wa

akbara>

Wama> dhorran-nashlas-sayfi ikhla>qu ghimdihi # idza> ka>na „adhban khaytsu

wajjahtahu fara>

Wain takunil ayya>mu azrat bibizzati> # fakam min khussa>min fi ghila>fin

takatstsiran

Padaku pakaian bila dijual semuanya Dengan uang bahkan lebih hina dari uang

Namun didalamnya jiwa bila diukur dengan sebagian darinya Tubuh yang tersembunyi lebih agung dan lebih besar

Dan tidak ada bahaya jika pedang keluar dari sarungnya

Jika ia menebas sebagaimana kamu menghadapkannya kepada apa yang dibelah Dan jika hari-hari merampas pakaianku

Maka berapa banyak pedang di sarung sering terpatahkan (Bahjat, 1999: 61). Dalam puisi [30] terdapat pada bait kedua yang berbunyi wa fi>hinna

nafsun law tuqa>su biba‟dhiha> # nufu>sul wara> laka>nat ajalla wa akbara> yang berarti namun tubuh yang berada di dalamnya lebih berharga dari manusia seluruhnya. Persamaan arti dalam tema puisi ini mengandung makna yang tersirat bahwasanya pakaian tidak menunjukan seseorang itu kaya ataupun miskin,

berakhlak mulia ataupun tercela tetapi hatilah yang menunjukan keberhargaan tersebut. Adapun pembacaan heuristik dalam puisi [31] sebagai berikut:

.(Bahjat, 1999: 62)

Tadar-ra‟tu tsauban lilqanu>ni khashi>natan # ashu>nu biha> „irdhi> wa a‟aluha>

dzuhra>

Walam akhdzarid-ahral khau>na fainnaha> # qusha>ra>hu an yarmi> biyalmauta wal

faqra>

Fa a‟dadtu lil mautil ilaha wa „afwahu # wa a‟dadtu lil faqrit-tajalluda wash-shabra>

Aku ikatkan pakaian untuk qana‟ah agar kuat

Aku menjaga qana‟ah seperti pahala yang tersimpan

Aku tidak berhati-hati dengan waktu yang berkhianat maka sesungguhnya Memendekannya untuk melemparkanku kepada kematian dan kemiskinan Maka aku persiapkan untuk maut mohon ampunan

Dan aku siapkan untuk miskin dengan tahan dan sabar (Bahjat, 1999: 62).

Dalam puisi [31] terdapat pada bait kedua yang berbunyi qanu>’i

wash-shabra> yang berarti qanaah dan sabar. Persamaan arti dalam tema puisi ini mengandung makna yang tersirat bahwasanya sikap qanaah akan membawa seseorang untuk menerima segala ujian atau cobaan yang menimpanya, sehingga seseorang tersebut menghadapinya dengan sabar. Adapun pembacaan heuristik dalam puisi “Dua Macam Waktu” sebagai berikut:

.(Ya‟qub, 2014: 154)

Ad-dahru yauma>ni dza> amnun wa dza> khatharu # wal „aysyu „aysya>ni dza> shafrun

wa dza> kadaru

Wa fis-sama>i nuju>mun la „ida>da laha> # wa laysa yuksafu illasy-syamsu wal

qamaru

Waktu ada dua aman dan khawatir

Dan kehidupan ada dua jernih dan keruh

Apakah kamu melihat muncul di atasnya bangkai Namun di dalam tersimpan mutiara

Di langit bintang-bintang tidak terhitung

Dan tidak tertutupi kecuali mentari dan rembulan (Ya‟qub, 2014: 154).

Dalam puisi “Dua Macam Waktu” terdapat pada bait pertama yang berbunyi ad-dahru yauma>ni dza> amnun wa dza> khatharu # wal „aysyu „aysya>ni

dza> shafrun wa dza> kadaru yang artinya waktu ada dua, khawatir dan aman keruh dan jernih ada di kehidupan, dalam bait ini menjelaskan tentang waktu yang terkadang aman dan kadang kawatir, kadang menghantui dan kadang menyenagkan. Adapun pembacaan heuristik dalam puisi [37] sebagai berikut:

.

(Bahjat, 1999: 68)

Inni> buli>tu bi arba‟in yarmi>nini # bin-nabli „an qousin lahunna dzori>ru Ibli>su wad-dunya wa nafs>i wal hawa> # anna yafirru „anil hawa> nihri>ru Sesungguhnya aku diuji dengan empat hal yang selalu menderaku Dengan anak panah yang berbahaya

Mereka adalah iblis, dunia, nafsu dan hawa

Bahwasanya hawa hafsu sangat cerdas dan tidak mau lari (Bahjat, 1999: 68). Dalam puisi [37] terdapat pada bait kedua yang berbunyi Ibli>su wad-dunya

wa nafs>i wal hawa yang berarti iblis dan dunia, hawa serta nafsu, sebagian besar empat macam ini selalu menghantui diri kita terutama hawa serta nafsu, berupa keinginan yang tak terkendali dan harus kita kendalikan.

Dalam dokumen BAB II A. STRUKTUR TEKS PUISI (Halaman 33-38)

Dokumen terkait