• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV :ANALISIS PENDIDIKAN HATI PERSPEKTIF AL-GHAZAL

1. Pembagian Hati Menurut Al Ghazali

Yakni segala sesuatu yang mengakibatkan manusia melampaui batas kewajaran dan mengantarkan pada terganggunya fisik, mental, dan tidak sempurnanya karya seseorang. Hati yang sakit maksudnya adalah hati yang didalamnya ada rasa dengki, pikiran busuk, dan senantiasa salah terima. Al-Qur‟an menyebutkan hati sakit dengan beberapa istilah, diantaranya adalah:

1) galizha/ tidak peka Firman Allah Swt:

ٍِِْ اُّ٘عَفّْ َلَ ِتْيَقْىا َعِْٞيَغ بًّظَف َذُْْم َْ٘ىَٗ ٌَُْٖى َذِْْى ِالل ٍَِِّ خََْدَس بََِجَف

َذٍَْزَػ اَرِئَف ِشٍَْ ْلا ِٜف ٌُْْٕسِٗبَشَٗ ٌَُْٖى ْشِفْغَزْساَٗ ٌَُْْْٖػ ُفْػبَف َلِىَْ٘د

َّمََ٘زَف

( َِِْٞيِّمََ٘زَُْىا ُّتِذُٝ َالل َُِّإ ِالل َٚيَػ ْو

ٔ٘٦

)

Artinya: “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah-lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka,

mohonkanlah ampun bagi mereka, dan

bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya”. (QS. „Ali-Imran: 159)

66 2) Sempit hati Firman Allah Swt:

َٙشْمِرَٗ ِِٔث َسِزُْْزِى ٍُِّْْٔ جَشَد َكِسْذَص ِٜف ُِنَٝ َلَف َلَْٞىِإ َهِزُّْأ ةبَزِم

( ٍَِِِْْْٞؤَُْيِى

ٕ

)

Artinya: “Ini adalah sebuah kitab yang diturunkan kepadamu, maka janganlah ada kesempitan di dalam dadamu karenanya, supaya kamu memberi peringatan dengan kitab itu (kepada orang kafir), dan menjadi pelajaran bagi orang-orang yang beriman.” (QS. Al- A‟raf: 2) 3) Hati yang lalai

Firman Allah Swt:

ٌُْنُيٍِِّْ شَشَث َّلَِإ اَزَٕ ْوَٕ اََُ٘يَظ َِِْٝزَّىا َْٙ٘جَّْىا اُّٗشَسَأَٗ ٌُُْٖثُ٘يُق ًخَِٕٞ َلَ

َأ

( َُُٗشِصْجُر ٌُْزَّْأَٗ َشْذِّسىا َُُ٘رْؤَزَف

ٖ

)

Artinya: “(lagi) hati mereka dalam keadaan lalai. Dan mereka yang dzalim itu merahasiakan pembicaraan mereka: "Orang ini tidak lain hanyalah seorang manusia (jua) seperti kamu, maka apakah kamu menerima sihir itu, padahal kamu menyaksikannya?" (QS. Al-Anbiyaa‟ : 3) 4) Condong pada keburukan

Firman Allah Swt:

ِهَْ٘قْىبِث َِْؼَعْخَر َلَف َُِّزَْٞقَّرا ُِِإ ِءبَسِّْىا ٍَِِّ ذَدَؤَم َُِّزْسَى ِِّٜجَّْىا َءبَسِّ بَٝ

َِْيُقَٗ ضَشٍَ ِِٔجْيَق ِٜف ِٛزَّىا َغََْطََٞف

( بًفُٗشْؼٍَّ ًلََْ٘ق

ٖٕ

)

Artinya: “Hai istri-istri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik,” (QS. Al-Ahzab: 32)

67 5) Hati yang ragu

Firman Allah Swt:

ٌُُْٖثُْ٘يُق ْذَثبَرْساَٗ ِشِخ ْٟا ًَِْْ٘ٞىاَٗ ِللبِث ٍَُُِْْ٘ؤُٝ َلَ َِِْٝزَّىا َلُِّرْؤَزْسَٝ بَََِّّإ

( َُُٗدَّدَشَزَٝ ٌِِْٖجَْٝس ِٜف ٌَُْٖف

ٗ٘

)

Artinya:“Sesungguhnya yang akan meminta izin kepadamu, hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian, dan hati mereka ragu-ragu, karena itu mereka selalu bimbang dalam keragu-raguannya.” (QS.At-Taubah: 45)

Hati yang tidak peka yakni hati orang yang didalam hatinya sikap keras dan sikap lahiriahnya kasar tidak peka terhadap orang lain. Hati yang sempit adalah hati yang menyesakkan dada dan sedih akibat karena ragu dan tuduhan yang tidak mengenakkan. Hati yang lalai yakni tidak serius mendengarkan ayat sehingga mudah melalaikan ajaran kebenaran, hati yang condong pada keburukan yakni hati yang sudah tertarik oleh keinginan nafsu. Sementara hati yang ragu adalah hati yang diliputi kebimbangan akan kebenaran janji-janji Allah.

Shihab menjelaskan bahwa yang dimaksud hati yang sakit adalah mereka yang ragu terhadap Allah swt, atau orang yang lemah iman sehingga sikapnya mudah terombang ambing.

Menurut al-Ghazali hati yang sakit adalah hati yang tidak lagi mampu menjalankan fungsi hati sesuai dengan fitrah penciptaannya. Hati yang sakit berarti sudah tidak dapat dengan sempurna memahami ilmu, menangkap hikmah dan mencapai ma‟rifah. Tidak mencintai Allah dengan sepenuhnya, tidak menyembah sepenuhnya kepada-Nya,

68

dan tidak sepenuhnya menjadikan Allah sebagai tumpuan hasrat kehidupannya. (Suparlan, 2015: 50-52)

Perumpamaan bagi yang hatinya sakit adalah ibarat cermin yang tidak terawat, sehingga penuh dengan titik-titik hitam. Mulanya, mungkin hanya satu titik. Namun, dari hari ke hari, titik tersebut akan semakin bertambah. Akibatnya, setiap benda, sebagus apapun yang ada di depannya, akan tampak lain pada pantulan bayangannya. Bayangan benda itu akan tampak buram dari aslinya. Apabila yang bercermin di depannya, siapapun dia, niscaya akan merasa kecewa.

Serapi apapun dandanannya, bayangan yang terpantul dari cermin akan tampak buruk dan kusam. Begitulah hati yang sakit. Ia akan tampak penuh titik hitam, dan titik hitam itu akan terus bertambah dari waktu ke waktu. Hari ini melekat sikap ujub. Esoknya melekat sikap riya‟. Lusanya mungkin iri dan dengki. Lain kali berniat buruk, berkata-kata sia-sia, lalai menjaga pandangan, dan seterusnya. Akhirnya, hatipun penuh tumpukan noda-noda hitam.

Orang yang menderita hati sakit akan sulit menilai secara jujur apa pun yang tampak di depannya. Melihat orang sukses, timbul iri dengki, melihat kawan memperoleh karunia rezeki, timbul resah, gelisah, dan ujung-ujungnya menjadi benci. (Djaelani, 2001: 148)

Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa hati yang sakit adalah hati yang masih hidup masih ada iman dan bisa mengerti kebenaran, hanya saja hati ini di dalamnya ada penyakit.

69

Penyakit yang dapat menyakiti hati adalah lemahnya iman, keragu- raguan menerima ayat Allah, dorongan nafsu syahwat, pengaruh kejahatan dan lingkungan dan fitnah setan. Hati yang sakit meliputi kebimbangan dalam menentukan amal, masih terombang ambing oleh dorongan kebaikan dan dorongan nafsu. Hati yang sakit akan berubah menjadi hati yang sehat apabila dorongan yang mengarahkan kepada kebaikan lebih kuat dan dominan. Hati ini sebaliknya bisa menjadi hati yang keras jika dorongan kejahatan lebih kuat dan dominan. (Suparlan, 2015: 52)

b Qalbun Mayyitun (Hati yang Mati)

Hati yang sepenuhnya dikuasai hawa nafsu, sehingga ia terhalang dari mengenal Tuhannya. Hari-harinya penuh kesombongan terhadap Allah. Sama sekali tidak mau beribadah kepada Allah. Tidak mau menjalankan perintah dan semua yang diridhai-Nya.

Hati yang semacam ini berada dan berjalan bersama hawa nafsu dan keinginannya, walaupun sebenarnya hal itu dibenci dan dimurkai Allah. Ia sudah tidak peduli, apakah Allah ridha kepadanya atau tidak. Sungguh, ia telah menghamba kepada selain Allah. Bila mencintai sesuatu, ia mencintainya karena hawa nafsu. Begitu pula apabila dia menolak, mencegah, atau membenci sesuatu, juga karena hawa nafsu.

Hawa nafsu telah menguasai, bakan menjadi pemimpin dan pengendali bagi dirinya. Kebodoha dan kelalaian sebagai sopirnya. Ke

70

mana saja ia bergerak, maka geraknya benar-benar telah diselubungi oleh pola pikir meraih kesenangan duniawi semata. Hawa nafsu telah sedemikian rupa menulikan telinganya, membutakan matanya, membodohi akal pikirannya, dan memporak-porandakan nuraninya, sehingga ia tidak tahu lagi arah Djaelani, 2001: 149)

Ibnul Qayyim menggambarkan hati yang mati sebagai berikut: “Hati yang mati, yang tidakada kehidupan didalamnya. Ia tidak mengetahui Tuhannya, tidak menyembahnya sesuai dengan perintah yang dicintai dan diridhai-Nya. Ia bahkan selalu menuruti keinginan nafsu dan kelezatan dirinya, meskipun dengan begitu ia akan dimurkai dan dibenci Allah. Ia tidak ememdulikan semuanya, asalkan mendapatkan bagian dan keinginannya, Tuhannya rela atau murka. Ia menghamba kepada selain Allah; dalam cinta, takut, harap, ridha dan benci, pengagungan dan penghinaan. Jika ia mencintai maka ia mencintai karena hawa nafsunya. Jika ia membenci maka ia membenci karena hawa nafsunya. Jika ia menolak maka ia menolak karena hawa nafsunya. Ia lebih mengutamakan dan mencintai hawa nafsunya daripada keridhaan Tuhannya. Hawa nafsu adalah pemimpinnya, syahwat adalah komandannya, kebodohan adalah sopirnya, kelalaian adalah kendaraannya”. (Suparlan, 2015: 45-46)

c Qalbun Salim (Hati yang Selamat)

Hati yang bersih dari kemusyrikan, sikap pamrih/ riya‟, dan bersih dari perilaku kedurhakaan. Hati yang salim adalah hati yang

71

terpelihara kesucian fitrahnya, yakni yang masih mempertahankan akidah tauhidnya, serta senantiasa memiliki kecenderungan kepada mempertahankan dan melakukan kebenaran dan kebajikan. Orang yang memilikihati yang salim akan merasa tenang dan terhindar dari keraguan dan kebimbangan. (Suparlan, 2015: 38)

Hati yang terbebas dari jeratan untuk memperturutkan hawa nafsu yang cenderung menyalahi perintah Allah. Pemiliknya akan terselamatkan dari segala bentuk keragu-raguan yang dapat menggelincirkannya dari kebenaran. Dengan begitu, ia akan selamat pula dari menghamba kepada selain-Nya (Syirik).

Diantara ciri orang yang hatinya selamat adalah hidupnya diselimuti kecintaan dan tawakkal kepada Allah. Tidak usah heran manakala ia mencintai sesuatu, maka cintanya semata-mata hanya karena Allah, sehingga dia tidak akan berlebihan mencintai sesama makhluk. Demikian pula, bila ia membenci sesuatu, ia akan membencinya karena Allah semata, sehingga kebenciannya itu tidak akan membuatnya tergelincir ke dalam perbuatan dosa dan aniaya. (Djaelani, 2001: 148-150)

Oleh sebab itu, keikhlasan menjadi hiasan hidupnya. Ia selalu ridha dengan apa yang telah Allah berikan kepadanya. Keadaan hati bersih, putih, tidak ada nokta hitam dalam hatinya. Dengan begitu, cahaya Allah tidak akan terhalang masuk kedalam hatinya. Hatinya

72

selalu hidup.ia yakin Allah selala bersamanya dan memberikan yang terbaik. (Djaelani, 2009: 69-72)

Ibnul Qayyim menerangkan disebut qalbun salim karena sifat bersih dan sehat telah menyatu dengan hati. Hati bersih yang dimaksut adalah bersih dari syubhat, bersih dalam ketakutan, pengharapan, dan bertawakal kepada Allah Swt. Dimaksud salim adalah selamat dalam penghambaan kepada tuhan selain Allah, selamat dari penggunaan keputusan hukum dari selain hukum RasulNya. Jadi qalbun salim adalah hati yang hanya tunduk beribadah kepada Allah swt.saja, daia ikhlas dalam ibadah, kehendak, cinta, amal dan pengharapan hanya kepada Allah saja.

Menurut Ahmad Farid, hati yang shalih, memiliki beberapa criteria, diantaranya adalah: selalu mengajak kembali kepada Allah , merasa sangat sakit jika meninggalkan wirid dan ketaatan kepada Allah, haus kepada pengabdian seperti hausnya orang terhadap makanan dan minuman, mengatur waktu dengan baik, jika masuk waktu shalat dipenuhi rasa kebahagiaan hati segera melakukan dan hilang dalam hatinya cinta duniawinya., senantiasa dzikir dan tidak pernah mengeluh dalam mengabdi, dan memiliki dorongan keinginan memperbaiki amal lebih besar melebihi besarnya amal itu sendiri.

Kriteria hati yang salim diatas menggambarkan betapa sifat asal dari potensi hati ini adalah sangat baik. Bahkan Rasulullah ketika ditanya oleh sahabatnya yang bernama Wasbiyah bin Ma‟ad tentang

73

bagaimana seorang dapat emmbedakan mana yang benar dan mana yang buruk, beliau menjawab: minta fatwalah kepada hatimu, kebaikan adalah sesuatu yang tenang didalam hati, dan keburukan adalah yang terasa meragukan didalam hati. Pernyataan Rasulullah saw menegaskan bahwa hati yang selamat benar-benar dapat menjadi sumber untuk membimbing perbuatan manusia. Hati yang jernih adalah inspirasi bagi kecerdasan manusia mengarah pada kebijakan, aktivitas manusia diwarnai dengan kerahmatan, kehidupan manusia diselimuti kebahagiaan. (Suparlan, 2015: 40-41)

Semakin bersih hatinya, hidupnya akan selalu diselimuti rasa syukur. Mendapat karunia apa saja, ia tidak akan habis-habisnya meyakini bahwa semua ini dalah titipan Allah semata, sehingga jauh dari sifat „ujub dan takabur. Persis seperti ucapan yang terlontar dari lisan Nabi Sulaiman a.s. tatkala dirinya dianugerahi Allah berbagai kelebihan.

ُشُفْمَأ ًَْأُشُنْشَأَء َُِّٚ٘يْجَِٞى ِّٚثَس ِوْعَف ٍِِْ اَزَٕ

:وَْىا(

ٓٗ

)

Artinya: “Ini termasuk karunia Tuhanku, untuk mengujiku apakah aku mampu bersyukur atau malah kufur atas nikmat-Nya” (QS. An- Naml: 40)

Orang yang mengenal Allah dengan baik akan merasa yakin bahwa ujian adalah salah satu perangkat kasih sayang Allah, yang membuat seseorang semakin bermutu. Persoalan yang menghadang, akan menjadikannya semakin bertambah ilmu. Selain itu, persoalan

74

juga akan meningkatkan derajat seorang hamba Allah. Dengan begitu, ia tidak akan merasa resah dan berkeluh kesah.(Isya, 2001: 54-55)

Jika hati kita tenang, kita akan lebih nyaman dalam melakukan ibadah wajib dan sunnah. Allah tahu persis bahwa sebagai makhluk ciptaan-Nya yang paling sempurna, manusia akan mampu menjadi khalifah di bumi ini. Oleh karena itu, Dia mengaruniakan segumpal daging bernama hati, yang dengannya derajat manusia bisa terangkat di sisi Allah, lebih tinggi daripada malaikat, tetapi bisa juga menjadi jatuh ke derajat serendah-rendahnya.

Orang-orang yang akan diangkat derajat kemuliaannya melebihi malaikat adalah yang berhasil memelihara, merawat, dan memeperindah hatinya, sehingga menjadi sehat. Sedangkan orang- orang yang akan tergelincir kedalam jurang kehinaan adalah mereka yang membiarkan hatinya kotor membusuk, tak terawat. Mereka adalah orang yang memiliki qalbun maridh, bahkan qalbun mayyit.

Barang siapa memiliki hati yang sehat, pada dasarnya ia memiliki hati yang selamat. Barang siapa yang memiliki hati yang selamat, maka ia akan diselamatkan oleh Allah, baik di dunia maupun di akhirat kelak.

Dokumen terkait