• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONSEP HATI PERSPEKTIF AL-GHAZALI DALAM KITAB IHYA’ ULUMUDDIN SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "KONSEP HATI PERSPEKTIF AL-GHAZALI DALAM KITAB IHYA’ ULUMUDDIN SKRIPSI Diajukan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan"

Copied!
111
0
0

Teks penuh

(1)

i

KONSEP HATI PERSPEKTIF AL-GHAZALI

DALA

M KITAB IHYA’ ULUMUDDIN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Pendidikan

Oleh:

NURNGALIYAH NOVIYANTI

111-12-228

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)

SALATIGA

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

vi

MOTTO

َذَسَف ْدَذَسَف اَرِإَٗ ُُّٔيُم ُذَسَجْىا َخَيَص ْذَذَيَص اَرِإ ًخَغْعٍُ ِذَسَجْىا ِٜف َُِّإَٗ َلََأ

ُتْيَقْىا ََِٜٕٗ َلََأ ُُّٔيُم ُذَسَجْىا

Sesungguhnya di dalam tubuh ada segumpal darah. jika segumpal darah

tersebut baik maka akan baik pulalah seluruh tubuhnya, adapun jika segumpal

darah tersebut rusak maka akan rusak pulalah seluruh tubuhnya, ketahuilah

(7)

vii

PERSEMBAHAN

Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu

Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang

maha mulia, Yang mengajar manusia dengan pena,

Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya (QS: Al-‟Alaq 1-5)

Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan ? (QS: Ar-Rahman 13)

Niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang beriman diantaramu dan

orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat

(QS : Al-Mujadilah 11)

Alhamdulillah...Alhamdulillah...Alhamdulillahirobbil‟alamin...

Sujud syukurku kusembahkan kepadaMu Tuhan yang Maha Agung nan Maha Tinggi nan

Maha Adil nan Maha Penyayang, atas takdirMu telah Kau jadikan aku manusia yang

senantiasa berfikir, berilmu, beriman, dan bersabar dalam menjalani kehidupan ini.

Semoga keberhasilan ini menjadi satu langkah awal bagiku untuk meraih cita-cita

besarku.

Kupersembahkan sebuah karya kecil ini untuk:

1. Kedua orang tuaku tercinta Bapak (Nurcholis) dan ibu (Ngatini) yang tiada pernah hentinya selama ini memberiku semangat, doa, dorongan, nasehat dan kasih sayang serta pengorbanan yang tak tergantikan hingga aku selalu kuat menjalani setiap rintangan yang ada didepanku.

2. Suamiku (Robith Muhmmad) yang memberiku semangat dan membimbingku dalam setiap hal dan untuk putri kecilku yang memberiku motivasi

3. Keluarga besarku yang selalu mendoakan keberhasilanku.

(8)

viii

KATA PENGANTAR

Assalamu‟alaikum Wr.Wb.

Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Segala puji dan syukur senantiasa penulis haturkan kepada Allah Allah SWT, atas segala limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat diberikan kemudahan dalam penyelesaian skripsi ini. Sholawat serta salam semoha tercurahkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW, keluarga, sahabat, dan para pengikut setianya.

Skripsi ini dibuat untuk memenuhi persyaratan guna untuk memperoleh gelar kesarjanaan dalam Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan di institut Agama islam Negeri (IAIN) Salatiga. Dengan selesainya skripsi ini tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:

1. Bapak Dr. Rahmat Haryadi, M.Pd., selaku Rektor Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.

2. Bapak Suwardi, M. Pd., selaku Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK), Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.

(9)
(10)

x

ABSTRAK

Noviyanti, Nurngaliyah. 2017. Konsep Pendidikan Hati Perspektif Sufisme (Al

Imam Al Ghazali) Dalam Kitab Ihya‟ Ulumuddin . Jurusan

Pendidikan Agama Islam (PAI), Fakultas Tarbiyah dan ilmu keguruan (FTIK), Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga. Pembimbing: M. Farid Abdullah, S.Pd.I. M.Hum.

Kata Kunci: Konsep Pendidikan Hati, Sufisme (Al Imam Al Ghazali), Ihya‟ Ulumuddin

Penelitian ini merupakan upaya untuk mengetahui konsep pendidikan hati perspektif sufisme (Al Imam Al Ghazali) dalam kitab Ihya‟ Ulumuddin . Pertanyaan yang ingin dijawab melalui penelitian ini adalah (1) Bagaimana konsep pendidikan hati perspektif Al Ghazali? (2) Bagaimana relevansi konsep pendidikan hati perspektif Al Ghazali dalam konteks pendidikan kekinian?

Penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (Library research), maka data yang diperoleh bersumber dari literatur. Adapun referensi yang menjadi sumber data primer yaitu dari kitab Ihya‟ Ulumuddin karya Imam Al Ghazali.

Setelah penelitian ini dilakukan, penulis memperoleh hasil bahwa Konsep pendidikan hati menurut Imam Al Ghazali dalam kitabnya Ihya‟ Ulumuddin: (1) Menyembuhkan hati yang sakit dan meghidupkan hati yang mati: Senantiasa berdzikir, membaca Al-Qur‟an, mendirikan shalat malam, membangun hidup zuhud, memperbanyak ingat mati. (2) Memelihara Hati yang sehat: Pemeliharaan dapat dilakukan melalui proses penyadaran hati melalui dzikir, proses dzikir yang rutin diharapkan akan semakin menguatkan kecerdasan dan kelembutan hati. Proses yang tidak kalah pentingnya adalah menjaga agar terhindar dari penyakit hati

Sementara itu, pemikiran Al Ghazali tentang konsep pendidikan hati sampai saat ini tetep relevan terbukti dengan adanya Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah yang masih mencantumkan upaya-upaya mendidik hati bangsa Indonesia pada masa modern ini. Seperti halnya Imam Al Ghazali dalam mendidik hati sesuai dengan zaman anak tersebut dan tidak bersifat yang mutlak. Dari ini pendidikan hati bersifat dinamis dan dapat diimplikasikan nilai-nilai dari konsep pendidikan hati tersebut pada zaman kekinian dan masih relevan.

(11)

xi DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN BERLOGO ... ii

NOTA DINAS PEMBIMBING ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... v

MOTTO ... vi

PERSEMBAHAN ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

ABSTRAK ... x

DAFTAR ISI ... xi

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Manfaat Penelitian ... 5

E. Metode Penelitian... 5

(12)

xii

G. Sistematika Penelitian ... 9

BAB II : BIOGRAFI AL GHAZALI A. Nama Lengkap Al Ghazali ... 11

B. Pendidikan Al Ghazali ... 11

C. Guru-guru Al Ghazali ... 14

D. Murid-murid Al Ghazali ... 15

E. Karya-karya Al Ghazali ... 16

F. Wafat Al Ghazali... 20

G. Kitab Ihya‟ Ulumuddin ... 20

BAB III :DESKRIPSI PEMIKIRAN AL GHAZALI TENTANG PENDIDIKAN HATI DALAM KITAB IHYA‟ ULUMUDDIN A. Pendidikan Hati Perspektif Al-Qur‟an ... 24

1. Pengertian Pendidikan ... 24

2. Pengertian Hati ... 25

B. Pendidikan Hati Perspektif Al Ghazali ... 27

1. Definisi Hati, Ruh, Nafsu, dan Akal ... 27

2. Kekhususan Hati Manusia... 31

3. Sifat-sifat Hati Manusia ... 35

4. Sebab-sebab Hati itu Sunyi dari Ilmu ... 42

5. Keadaan Hati Dikaitkan dengan Ilmu Akal, Agama, Dunia dan Akhirat... 47

(13)

xiii

7. Yang Dapat Merusak Hati ... 55

a. Was-was (godaan syetan) ... 55

b. Penyebab Masuknya Syaitan Kedalam Hati ... 56

c. Mencegah Masuknya Syetan Kedalam Hati ... 61

BAB IV :ANALISIS PENDIDIKAN HATI PERSPEKTIF AL-GHAZALI DALAM KITAB IHYA‟ „ULUMIDDIN A. Analisa Pendidikan Hati Perspektif Al Ghazali ... 64

1. Pembagian Hati Menurut Al Ghazali ... 65

2. Menyembuhkan, Menghidupkan dan Memelihara Hati... 75

3. Prinsip Pendidikan Hati ... 78

B. Relevansi Pendidikan Hati Perspektif Al-Ghazali Dikaitkan dengan Konteks Kekinian ... 81

BAB V :PENUTUP A. Kesimpulan ... 84

B. Saran ... 86 DAFTAR PUSTAKA

(14)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia beragama dituntut teguh hidup di tengah modernitas. Karena agama dan modernitas melahirkan dua kecenderungan yang bertolak-belakang. Sebagian kalangan menganggap kebebasan di era modern sebagai sesuatu yang harus dihargai, sementara nilai-nilai agama menghendaki kontrol maksimal dalam setiap perilaku umat(RADEN, 2011).Penulis berpendapat, di jaman modern yang telah tercampur dengan masuknya arus globalisasi, sebuah pendidikan yang ada dalam suatu negara seperti negara Indonesia ini hati merupakan salah satu tameng kita untuk mampu bertahan dalam ketatnya persaingan dunia pendidikan.

Dalam kehidupan dunia, setiap manusia mau tidak mau, harus mengalami suatu proses untuk kembali atau menyambut akhir hidupnya dengan membawa keyakinan yang bulat dan mantap tentang Tuhan. Keyakinan itu sangat penting bagi manusia, karena kepada-Nya manusia itu kembali. Untuk kembali dengan keyakinan yang benar dan selamat inilah, setiap manusia dituntut untuk memanfaatkan akal pikirannya berdasarkan arahan dan petunjuk qalbu (hati). Di dalam qalbu itu Allah SWT bersemayam. Rasulullah SAW bersabda bahwa “hati orang mukmin adalah bayt (Rumah)

(15)

2

hati jauh lebih penting daripada otak.Otak seringkali dikehendalikan oleh hawa nafsu, sehingga menjadi liar.Sementara hati, memiliki suara halus, jujur, dan selalu condong pada kebenaran.

Allah berfirman dalam Al-Qur‟an:

ََِث ٌَُيْػَأ ٌُْنُّثَس

َصْاُُّ٘٘نَر ُِئَُْنِسُ٘فُّ ِٚف ب

ب

ََّٗ ْلِْى َُبَم َِّّٔئَف َِِٞذِى

ا

اًسُ٘فَغ َِِٞث

أشسلإا(

ٕ٘

)

Artinya: “Tuhanmu lebih mengetahui apa yang ada dalam hatimu; jika kamu orang-orang yang baik, maka sesungguhnya Dia Maha Pengampun bagi orang-orang yang bertaubat”(QS Al-Israa‟: 25)

Agar terhindar dari kesesatan menuju kepada Allah SWT. Dalam sebuah hadis Rasulullah SAW bersabda yang artinya:

َسَف ْدَذَسَف اَرِإَٗ ُُّٔيُم ُذَسَجْىا َخَيَص ْذَذَيَص اَرِإ ًخَغْعٍُ ِذَسَجْىا ِٜف َُِّإَٗ َلََأ

َذ

ُتْيَقْىا ََِٜٕٗ َلََأ ُُّٔيُم ُذَسَجْىا

Artinya:

Sesungguhnya di dalam tubuh ada segumpal darah. jika segumpal darah tersebut baik maka akan baik pulalah seluruh tubuhnya, adapun jika segumpal darah tersebut rusak maka akan rusak pulalah seluruh tubuhnya, ketahuilah segumpal darah tersebut adalah

hati.”(HR. Bukhari dan Muslim) (Bukhari, t.t.:21)

(16)

3

Seorang wali sufi, Syekh Abdul Qadir al-Jailani, menulis, “Hati kita adalah cermin yang sudah dipoles. Kita harus membersihkan lapisan debu yang sudah menempel di atasnya hingga bening karena hati kita ditakdirkan untuk merefleksikan cahaya rahasia-rahasia ilahi.”

Karena itulah, hati yang telah dibersihkan oleh Allah SWT akan menumbuhkan ketenangan dalam hidup dan meraih kesuksesan dunia akhirat.

Khudori Sholeh menyatakan bahwa manusia adalah miniature semesta.Semua wujud tergambar dalam dirinya. Tulang ibarat gunung,daging ibarat tanah, rambut ibarat tumbuhan, kepala ibarat langit dan indera adalah bintang-bintang. Aku katakana bahwa dalam dirimu banyak alat yang sibuk melayanimu tanpa henti tetapi engkau sendiri melupakannya, tidak memperhatikan dan tidak berterimakasih atas jerih payahnya. (Soleh, 2009: 5)

Pengetahuan tentang anatomi tubuh serta tata kerja masing-masing bagian adalah ilmu yang mulia. Lebih dari itu, pengetahuan tentang hati akan menggiring kepada pengetahuan tentang keagungan dan sifat-sifat Tuhan. Siapa yang tidak mengetahui dirinya sendiri tap mengklaim orang lain, ia seperti orang miskin yang kekurangan makan tapi mengaku mampu member makan seluruh penduduk kota.

(17)

4

Beranjak dari latar belakang yang sudah penulis paparkan di atas, maka penulis mencoba menyusun sebuah skripsi dengan mengangkat judul tentang KONSEP HATI PERSPEKTIF SUFISME AL GHAZALI DALAM

KITAB IHYA’ ULUMUDDIN

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan penulis ungkap guna untuk mempermudah dalam proses penelitian ini adalah:

1. Bagaimana Konsep Pendidikan Hati Perspektif Al Ghazali?

2. Bagaimana Relevansi Konsep Pendidikan Hati Perspektif Al Ghazali Dalam Konteks Pendidikan Kekinian?

C. Tujuan Penelitian

1. MengetahuiKonsep Pendidikan Hati Perspektif Al Ghazali.

2. Mengetahui Relevansi Konsep Pendidikan Hati Perspektif Al Ghazali Dalam Konteks Pendidikan Kekinian.

D. Manfaat Hasil Penelitian

1. Memberikan kontribusi pemikiran tentang konsep pendidikan hati yang implementatif

2. Manusia mampu menempatkan dirinya dimanapun dia berada

(18)

5 E. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah Library Research.Riset kepustakaan (Library Research) atau sering juga disebut studi pustaka, ialah serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan metode pengumpulan data pustaka, membaca dan mencatat serta mengolah bahan penelitian (Mestika Zed, 2004:3).

2. Sumber Penelitian

Sumberdata dalam penelitian ini ada dua macam: a Sumber data primer

Sumber data primer dalam penelitian pustaka ini adalah salah satu karya Al Ghazali, yaitu kitab Ihya‟ Ulumuddin

b Sumber data sekunder

Adapun sumber data sekunder dalam penelitian ini, Merupakan data-data yang digunakan sebagai pendukung dari data primer, diantaranya:

1) Syeikh Al Iman Abdullah Ba Alawi Al Hadad. Penyejuk Hati Penawar Jiwa.

2) Al Imam Al Ghazali. Bidayatu al-Hidayah. 3) Safrudin Aziz. Pemikiran Pendidikan Islam. 4) Suparlan.Mendidik Hati Membentuk Karakter. 5) Robert Frager. Obrolan Sufi.

(19)

6

7) AbuddinNata. Pemikiran Para Tokoh Pendidikan Islam. 8) KhudoriSoleh. Skeptisme Al-Ghazali.

9) MestikaZed. Metode Penelitian Kepustakaan. 10)Buku-buku pendukung lainnya.

3. Metode Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data-data yang diperlukan dalam penelitian ini, penulis menggunakan Metode Dokumentasi. Menurut Suharsimi Arikunto (2010:274) Metode Dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, agenda dan lain sebagainya.

4. Metode Analisis Data

Metode analisis data yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah analisis isi atau content analysis. Analisis isi adalah metode yang digunakan untuk menganalisis teks, sifatnya terus terang dan mengandung makna yang tersurat (Sarosa, 2012:71).

(20)

7 F. Penegasan Istilah

1. Konsep Pendidikan Hati a Konsep

Ide atau kesimpulan yang didasarkan atas generalisasi (Dali, 1982: 38). Selain itu ada juga yang mengartikan bahwa konsep adalah gambaran mental dari obyek, proses atau apapun yang ada di luar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain (KBBI, 1989: 45). b Pendidikan

M. Sobry Sutikno (2014: 185) berpendapat bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secra aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan Negara. c Hati

(21)

8

menjadi kendali perilaku, baik atau buruknya dengan demikian sangat tergantung pada kualitas hati (Suparlan, 2015:19).

2. Perspektif

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia(2007:864) Perspektif didefinisikan sebagai cara melukiskan suatu benda pada permukaan yang mendatar sebagaimana yang terlihat oleh mata dengan tiga dimensi (panjang, lebar, dan tingginya). Bisa diartikan pula sebagai sudut pandang atau pandangan.

3. Sufisme

Gagasan dan konsep yang berhubungan dengan upaya mencapai derajat kesempurnaan manusia dengan mengikuti teladan Nabi Muhammad Saw (Chittick, 2000: 19)

4. Al Ghazali

Beliau memiliki nama lengkap Abu Hamid Muhammad Ibn Muhammad Ibn Ta‟us Ahmad al-Tusi al-Shafi, lahir pada tahun 450H atau 1058M, disebuah desa kecil bernama Ghazalah Thabaran, bagian kota Tus, wilayah Khurasan. Wafat tahun 1111 M di Tus, Persia.

5. Ihya‟ Ulumuddin

(22)

9

menjadikan Ihya‟ sebagai kitab yang sangat hebat, karena di dalamnya terangkum berbagai jenis ilmu.

G. Sistematika Penulisan Penelitian

Sistematika penulisan yang penulis maksud disini adalah sistematika penyusunan skripsi dari bab ke bab. Sehingga skripsi ini menjadi satu kesatuan yang utuh dan tidak dapat dipisah-pisahkan.Hal ini bertujaun agar tidak ada pemahaman yang menyimpang dari maksud penulisan skripsi ini.Adapun sistematika penulisan skripsi ini sebagai berikut:

BAB I: PENDAHULUAN

Bab terdiri dari Latar Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Metode Penelitian, Penegasan Istilah, Sistematika Penulisan skripsi.

BAB II: BIOGRAFI AL GHAZALI

Bab ini menjelaskan tentang riwayat hidup Al Ghazali, pendidikannya, guru-gurunya, murid-muridnya, karya-karyanya, dan deskripsi singkat tentang kitab Ihya‟ Ulumuddin.

BAB III: DESKRIPSI PEMIKIRAN AL-GHAZALI

(23)

10

BAB IV: ANALISIS PENDIDIKAN HATI PERSPEKTIF AL GHAZALI

Bab ini menjelaskan tentang Analisis Pendidikan Hati Perspektif Al Ghazali serta relevansi Pendidikan Hati Perspektif Al Ghazali dikaitkan dengan konteks kekinian.

BAB V: PENUTUP

(24)

11 BAB II

BIOGRAFI AL GHAZALI

A. Nama lengkap, kelahiran, dan karakteristik (watak)

Beliau memiliki nama lengkap Abu Hamid Muhammad Ibn Muhammad Ibn Ta‟us Ahmad al-Tusi al-Shafi, lahir pada tahun 450H atau 1058M, disebuah desa kecil bernama Ghazalah Thabaran, bagian kota Tus, wilayah Khurasan (Safrudin, 2015: 97).Al-Ghazali adalah ulama besar dalam bidang agama(Husayn, 1999:177).Orang tua al-Ghazali bukan berasal dari orang berharta tetapi hanya sebagai pemintal wol (ghazzal). Sehingga penisbahan nama al-Ghazali karena pekerjaan orang tuanya sebagai pemintal wol (ghazal) (Safrudin, 2015: 97).

Dia sangat berakhlak, zuhud, sederhana, toleran, dan pemaaf. Itulah hal-hal yang membuatnya begitu terhormat dalam sejarah manusia (Husayn, 1999: 177-179).

B. Pendidikan Al Ghazali

(25)

12

Dimasa kecil al-Ghazali mengaji sebagian kecil dari ilmu fiqih kepada Ahmad Muhammad ar Radzikaniy kemudian setelah itu dia menuju Naisabur dan menetap di kediaman Imam Al-Haramain Abu al Ma‟aliy al Juwainiy (Al -Ghozali, 2013: 403). Terdapat dalam buku lain yang mengatakan pendidikan awal al-Ghazali di tempuh di Tus, meliputi pelajaran al-Quran, Hadis, mendengarkan kisah tentang para ahli hikmah, dan menghafal puisi cinta mistis. Pada usia 15 tahun pergi ke Mazzardaran, Jurjan, untuk melanjutkan studinya dalam bidng fiqh dibawah bimbingan Abu Nashr al-Isma‟ili. Disini tinggal selama 2 tahun (Khudori, 2009: 19). Selepas dari Jurjan, ia melanjutkan pendidikannya ke kota Nishabur dan belajar kepada Imam Haramain Diya‟uddin al-Juwaini. Disinilah dia belajar beraneka ragam cabang ilmu seperti ilmu ushul, mantiq, retorika, logika dan ilmu kalam. Bahkan beliau juga sudah mulai belajar filsafat (Safrudin, 2015:98). Kemudian diangkat menjadi asisten gurunya dan mengajar pada madrasah Nizhamiyah di Nasabur (Khudori, 2009: 19). Namun setelah guruny al-Juwaini meninggal, al-Ghazali melanjutkan pendidikannya ke daerah Mu‟askar dan menetap selama lima tahun. Berkat kelebuhan intelektual yang dimilikinya, al-Ghazali kemudian diangkat menjadi guru besar di perguruan tinggi Nizhamiyah, tepatnya pada usia 43 tahun. Pada posisi ini ia menjadi orang besar dan pejabat serta terkenal diseluruh negeri.

(26)

13

telah diperolehnya dan melanjutkan pengembaraannya menuju dunia sufi dan mengasingkan diri ke Damaskus (Safrudin, 2015: 98-99).

Setelah sekian lama dalam pengasingan spiritual, setelah meyakinkan dirinya bahwa “kaum sufilah orang yang menempuh jalan kepada Tuhan

secara benar dan langsung”, dan setelah merasa mencapai tingkat tertingi dalam realitas spiritual, al-Ghazali merenungkan dekadensi moral dan relijius pada komunitas kaum muslimin saat itu (Khudori, 2009: 21). Ia kemudian kembali mengajar di Madrasah Nizhamiyah di Nasabur sebagai penerimaan tawaran Fakhrul Mulk (Putra dari Nizhamul Muluk) (Safrudin, 2015: 99).

Nizham al Mulk benar-benar kagum melihat kehebatan beliau ini dan berjanji akan mengangkatnya sebagai guru besar di Universitas yang didirikannya di Baghdad. Peristiwa ini terjadi pada tahun 484 atau 1091M (Abuddin, 2001:83).

Hadirlah ia dengan membawa perbaikan yang sangat besar. Orang-orang pun mencoba mengujinya dan keluarlah ucapan-ucapannya dengan sangat lancar sehingga kharismanya menjadi besar bahkan mengalahkan charisma para pejabat dan menteriDan dia pun meninggalkan semua itu di belakang punggungnya, berangkatlah dia ke Bait Allah al Haram di Makkah al Mukarramah. Berangkatlah ia menunaikan ibadah haji pada bulan Dzul Hijjah tahun 488 H dan dia mengangkat saudaranya sebagai penggantinya untuk mengajar di Baghdad.

(27)

14

Dia pun mengunjunginya beberapa waktu lalu kembali lagi ke Damaskus dan beri‟tikaf di menara sebelah barat masjid Jami‟ dan disanalah dia bermukim.

Secara kebetulan suatu hari dia memasuki madrasah al Aminah dan

menemukan sang kepala berkata:”Al-Ghozali berkata …”dimana sang kepala

sedang mengupas perkataan al-Ghazali. Maka al-Ghazali khawatir akan timblnya kebanggan dalam dirinya dan dia pun kemudian meninggalkan kota Damaskus. Lalu berkelana ke berbagai negeri sehingga dia memasuki negeri Mesir dan menuju ke Iskandariyah, bermukim disana beberapa waktu. Dikatakan, bahwa dia berkeinginan untuk melanjutkan perjalanan menghadap Sultan Yusuf bin Tasyifin, raja Maroco, ketika dia mendengar berita tentang keadilanyya, namun sampai pula berita tentang kematiannya. Lalu kemudian dia melanjutkan pengembaraannya ke berbagai negeri sampai dia kembali ke Khurasan, mengajar di Madrasah Nizhamiyah di Nisabur sebentar lalu kembali ke Thus. Dia menjadikan rumahnya sebagai madrsah bagi para ahli fiqh, mengkaji tentang kesufian dan membagi waktunya untuk berbagai tugas seperti mengkhatamkan Al-Quran, berdiskusi dengan para ulama, mengkaji untuk para penuntut ilmu, melanggengkan shalat, puasa dan ibadah-ibadah yang lain sampai dia beralih kepada rahmat dan keridlaan Allah swt.

C. Guru-guru Al Ghazali

Imam al Ghazali dalam perjalanan menuntut ilmunya mempunyai banyak guru, diantaranya guru-guru imam Al Ghazali sebagai berikut :

(28)

15

2. Abul Fath Al Hakimi At Thusi, beliau mengajar imam Al Ghazali dengan kitab sunan abi daud.

3. Abdullah Muhammad Bin Ahmad Al Khawari, beliau mengajar imam Ghazali dengan kitab maulid an nabi.

4. Abu Al Fatyan „Umar Al Ru‟asi, beliau mengajar imam Al Ghazali dengankitab shohih Bukhori dan shohih Muslim (M. Hasan, 2006:267). D. Murid-murid Al Ghazali

Imam Al Ghazali mempunyai banyak murid, karena beliau mengajar di madrasah nidzhamiyah di Naisabur, diantara murid-murid beliau adalah : 1. Abu Thahir Ibrahim Ibn Muthahir Al- Syebbak Al Jurjani (w.513 H). 2. Abu Fath Ahmad Bin Ali Bin Muhammad Bin Burhan (474-518 H),

semula beliau bermadzhab Hambali, kemudian setelah beliau belajar kepada imam Ghazali, beliau bermadzhab Syafi‟i. Diantara karya- karya beliau al ausath, al wajiz, dan al wushul.

3. Abu Thalib, Abdul Karim Bin Ali Bin Abi Tholib Al Razi (w.522 H), beliau mampu menghafal kitab ihya‟ „ulumuddin karya imam Ghazali.

Disamping itu beliau juga mempelajari fiqh kepada imam Al Ghazali. 4. Abu Hasan Al Jamal Al Islam, Ali Bin Musalem Bin Muhammad

Assalami (w.541 H). Karyanya ahkam al khanatsi.

(29)

16

6. Abu Al Hasan Sa‟ad Al Khaer Bin Muhammad Bin Sahl Al Anshari Al

Maghribi Al Andalusi (w.541 H). beliau belajar fiqh pada imam Ghozali di Baghdad.

7. Abu Said Muhammad Bin Yahya Bin Mansur Al Naisabur (476-584 H), beliau belajar fiqh pada imam Al Ghazali, diantara karya-karya beliau adalah al mukhit fi sarh al wasith fi masail, al khilaf.

8. Abu Abdullah Al Husain Bin Hasr Bin Muhammad (466-552 H), beliau belajar fiqh pada imam Al Ghazali. Diantar karya-karya beliau adalah minhaj al tauhid dan tahrim al ghibah (M. Hasan, 2006: 268).

E. Karya- karya Al Ghazali

Al-Ghazali adalah ulama yang produktif dalam menulis, tidak diragukan lagi. Seperti pendapat yang dikemukakan Dr.Sulaiman Dunya, menyebutkan bahwa karya tulis Imam al-Ghazali mencapai 300 buah karangan. betapa rajinnya al-Ghazali menulis (selama 30 tahun, diselingi 10 tahun pengembaraan) sejak umur 25 tahun sampai 55 tahun ia telah menulis sebanyak 300 buah karya, dapat dibayangkan betapa kesanggupan dan kesungguhan hatinya, kekerasan dan kemampuan dalam berkarya, (rata-rata setiap bulan satu karya terilis).

Prof.Djamilur Rahman dan Prof. F.s. ginali membagi tulisan al-Ghazali menjadi enam kelompok:

1. Hukum Fiqh

(30)

17 4. Filsafat

5. Ethika/Akhlak 6. Tasawuf

Secara garis besar al-Ghazali terbagi dalam empat bidang: Ilmu Kalam, Falsafah, Batiniyah, Tasawuf (Ahmad, 2011:24-25).

Dalam buku lain mengatakan bahwa al-Ghazali meninggalkan pusaka yang tak dapat dilupakan oleh umat muslin khususnya dan dunia umumnyadengan karangan-karangan yang berjumlah hamper 100 buah banyaknya. Diantaranya kitab “ihya” yang kami alih- bahasakan ini, terdiri dari empat jilid besar, yang kiranya disampaikan Allah SWT. Akan kami jadikan dari tiap jilid asalnya menjadi dua jilid dalam bahasa Indonesia. Dalam kalangan agama di negeri kita ini tak ada yang tak mengenal kitab Ihya‟ Ulumuddin, suatu buku standard, terutama tentang akhlaq.

Sementara itu Dr.Amir Abd Al-Amir Syamsudin mengatakan terdapat perbedaan pendapat disekitar jumlah buku karangan al-Ghazali, hitungan jumlah buku al-Ghazali mendekati kebenaran antara lain diberikan oleh Abs Rohman Badawi, buku yang benar-benar dapat disebut sebagai karangan al-Ghazali 69 buah yaiu:

1. Kitab al-ta‟liqat fi furu alz fi madzhabab 2. Al-Mausbul fi al-Ushul

3. Al-Basith fi al-Ushul 4. Al-Basith

(31)

18

6. Khulashah al-mukhatashar wa Nuqawh al-Mukhtasbar 7. Al-Muntabul fi ilm al-Jadal

8. Ma‟akhidz al-khilaf 9. Lubab al-Nadzar

10.Tahsin al-ma‟akhidz fi ilm khilaf 11.Kitab al-mabadi wa al-ghayah 12.Syifa al-ghalil fi al-qiyas w al-ta‟lil 13.Fatwa al-Ghazali

14.Fatwa

15.Ghayah al-Ghaur fi dirayah al-Dur 16.Muqhasid al-filsafah

17.Talsafut al-falasifah 18.Miyar al-ma‟qul

19.Miyar al-imfi fann al-mantiq 20.Mibak al-nazrfi al-mantiq 21.Mizan al-amal

22.Al-mustadzhiri fi al radd ala al-batiniyah 23.Hujat al-haq

24.Qawashim al-batiniyah 25.Al-Iqtisbad fi al-ittiqad

26.Al-risalah al-qudsiyah fi qawaid al-aqaid 27.Al-mu‟arif al-aqliyah

(32)

19 29.Fi mas‟akulli mujtahid masib

30.Jawab li al-Ghazali „an da‟wah al-ma‟ayyad al-mulklabu li muawwidah al tadris bi al-nidzamiyah

31.Jawab mufasal al-khilaf 32.Jawab al-masail

33.Jawab al-masail al-arba‟a al-atisa alhu batiniyah bil hamdan min al-ayaikh li ajl Abi Hamid Muhammad bi Muhammad al-Ghazali

34.Al-Maqsud al-asnasyarh asma Allah swt. Al-Husna

35.Risalah fi raju asma Allah swt. Il zat wahidah ala ra‟yi al-mu‟tazilah wa al-falsafah

36.Bidayatu al-hidayah 37.Al-Wajiz fi al-Fiqh 38.Jawabil al-Qur‟an 39.Al-arbain fi usul ad-din

40.Al-madlnun bihi ala ghair ahlihi 41.Al-madlnun bihi al-jawadil 42.Al-Darj al-marqum bin al-jawadil 43.Al-Qithas al-mustaqim

44.Faisal al-taeriqiyah bain al-Islam wa al-zindiQiyah 45.Al-qannu al-qulli fa al-ta‟wil

(33)

20 49.Zad akhirat

50.Al-Risalah

51.Risalah ila ba‟di ahl al-dzikr 52.Misykatul anwar

53.Tafsir yaqut al-ta‟wil

54.Al-kasyf wa al-tabyin fi gharur al-khalq ajmain 55.Tablis iblis

56.Al-munqidz min al-Dlalal wa al-mufhasa (Ahmad, 2011:26-28) F. Wafatnya Al Ghazali

Ibn „Asakir mengatakan bahwa Al Imam Hujjatul Islam Al-Ghazali berpulang ke Rahmatullah pada hari Senin tanggal 14 Jumadil Akhirah tahun 505 H, dan dikebumikan di Zhahir yaitu salah satu kawasan dari Thabran. Semoga Allah mengkhususkan baginya ilmu yang diterima di dunianya berkat karunia-Nya.

Ibn Juzi di dalam kitab Al-Muntazihim mengatakan bahwa salah seorang murid Al Ghazali pernah bertanya kepadanya sebelum ia wafat, “Berwasiatlah kepadaku!” Maka Al Ghazali menjawab, “Kamu harus

berpegang teguh pada keihkhlasan!”.Dan Al Ghazali mengulang-ngulang kata-katanya itu sampai dia meninggal dunia (Al Ghazali, 2007: 13). G. Kitab Ihya’ Ulumuddin

(34)

21

ihya‟, maka manusia telah mendapat ganti dari semua kitab yang hilang(Husayn, 1999: 177).

Kitab ini terdiri atas 40 bab dan bab demi bab tersebut membahas permasalahan yang berbeda terkait dengan amalan ibadah seperti ilmu dan belajar, akidah, rahasia bersuci, salat, dzikir, doa, hingga bahasan lain seprti hiburan telinga dan hati, celaan terhadap dunia dan mengingat mati yang dilengkapi dengan ayat-ayat Al Qur‟an dan Hadis.

Kitab Ihya‟ Ulumuddin terdiri dari 40 bab, diantaranya sebagai berikut: 1. Bab I Ilmu dan Belajar

2. Bab II I‟tikad (Akidah)

3. Bab III Rahasia Thaharah (Bersuci)

4. Bab IV Rahasia Shalat dan Tugas-tugasnya 5. Bab V Rahasia-Rahasia Zakat

6. Bab VI Rahasia-Rahasia Puasa

7. Bab VII Rahasia Haji dan Pengamalannya 8. Bab VIII Membaca Al-Qur‟an

9. Bab IX Zikir dan Doa 10.Bab X Wirid-Wirid

11.Bab XI Adab Makan dan Minum 12.Bab XII Adab Nikah

13.Bab XIII Adab Pencaharian dan Penghidupan 14.Bab XIV Halal dan Haram

(35)

22

16.Bab XVI Mengasingkan Diri (Uzlah) 17.Bab XVII Bepergian

18.Bab XVIII As-Sama‟ dan Al-Wajdu 19.Bab XIX Amal Ma‟ruf & Nahi Munkar

20.Bab XX Adab Mencari Nafkah dan Akhlak Kenabian 21.Bab XXI Keajaiban Hati

22.Bab XXII Melatih Nafsu

23.Bab XXIII Mematahkan Syahwat Perut dan Kemaluan 24.Bab XXIV Kejelekan-kejelekan Lisan

25.Bab XXV Kejelekan Marah, Dengki dan Dendam 26.Bab XXVI Kejelekan Dunia

27.Bab XXVII Kejelekan Cinta Harta dan Sifat Kikir 28.Bab XXVIII Jeleknya Kedudukan dan Riya‟

29.Bab XXIX Kejelekan Sifat Sombong dan Membanggakan Diri

30.Bab XXX Kejelekan Tipu Daya Setan 31.Bab XXXI Tobat

32.Bab XXXII Sabar dan Syukur 33.Bab XXXIII Harapan dan Rasa Takut 34.Bab XXXIV Kemiskinan dan Zuhud 35.Bab XXXV Tauhid dan Tawakal 36.Bab XXXVI Cinta, Rindu dan Ridla

(36)

23

38.Bab XXXVIII Pengawasan Diri dan Pemeriksaannya 39.Bab XXXIX Tafakur (Berpikir)

40.Bab XXXX Mengingat Mati dan Sesudahnya

(37)

24 BAB III

DESKRIPSI PEMIKIRAN AL GHAZALI TENTANG PENDIDIKAN HATI

DALAM KITAB IHYA’ ULUMUDDIN

A. Pendidikan Hati Perspektif Al-Qur’an

Pendidikan hati pembahasannya masih terimplisit dalam pendidikan iman, pendidikan jiwa, dan wujdaniyah. Terimplisitnya pendidikan hati dalam aspek pendidikan lain dapat dipahami sebab banyak ulama yan menyamakan hati dengan akal atau jiwa.

Dalam upaya mengonsepkan pendidikan hati, secara spesifik akan dimulai dengan merumuskan makna pendidikan hati.

1. Pengertian Pendidikan

Pendidikan padanan makna tarbiyah secara bahasa mempunyai asal makna tumbuh (nama), berkembang (nasyaa), dan memperbaiki (ashlaha). Secara bahasa pendidikan dapat diartikan cara atau perbuatan yang diarahkan untuk menumbuhkembangkan dan memperbaiki potensi manusia.

Pendidikan secara istilah sering didefinisikan berbeda, sesuai dengan falsafah, tujuan, dan sosiokultural dimana pendidikan mau digunakan.

a. Rahib al-Isfahani

(38)

25 b. Najar

Tarbiyah berarti menumbuhkembangkan potensi individu sedikit demi sedikit dengn latihan-latihan sampai potensi individu tersebut dapat mencapai kesempurnaan.

c. John Dewey

Education is all one growing, it has no end beyond it self”. Pendidikan adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan proses penumbuhan, dan pendidikan tidak punya tujuan akhir dibalik dirinya.

Pendidikan dapat dimaknai sebagai upaya mengoptimalkan perkembangan potensi manusiawi, kecakapan hidup, dan sikap kepribadian individu menuju tercapainya kesempurnaan dan kedewasaan. Pendidikan yang orientasinya adalah sebagai proses penumbuhan, perbaikan dan penyempurnaan untuk tercapainya kebaikan mustamiroh, baik dalam situasi pergaulan, pengajaran, latihan-latihan, dan bimbingan.

2. Pengertian Hati

Hati menjadi wadah pengetahuan yang haqqul yakin yang telah teruji kebenarannya oleh akal (Suparlan, 2015: 89-91).

a. Ibnu Katsir

(39)

26

dikerjakannya, yang baik ataupun yang buruk, semuanya merujuk pada segumpal daging (mudghat) yang ada di dalam tubuh (Azmi, 2006: 4). b. Asy-Syahudi

Hati merupakan tuan dan kepala dari seluruh anggota badan manusia, pikiran bagi hati adalah bagaikan daun telinga bagi pendengaran.

c. Wiyono

Hati adalah ibarat cermin, hati tempat berkaca tentang baik atau buruk, dan hati tidak dapat dibohongi betapapun kita mencoba merasionalkan perbuatan buruk seperti baik, maka hati tetap akan mengatakan itu adalah buruk (Suparlan,2015: 8).

Berdasarkan pengertian pendidikan dan pengertian hati di atas, dapat diartikan pendidikan hati adalah upaya sadar dan sistematis untuk menumbuh kembangkan, memelihara, dan memperbaiki potensi hati agar hati mencapai kesempurnaan, terjaga serta menjadi hati yang sehat (qolbun salim).

Proses mendidik hati meliputi usaha menumbuhkembangkan, memperbaiki, dan menjaga. Menumbuhkembangkan yang dimaksut adalah melatih dan membiasakan hati secara terus menerus untuk membiasakan melihat dengan hati, memikirkan dengan hati, memahami dengan hati, meyakini dengan hati dan memilih dengan hati.

Proses menjaga dan merawat hati agar tetap baik, digambarkan pada beberapa ayat al-Qur‟an:

(40)

27

2. Diupayakan untuk membatasi penglihatan mata pada lawan jenis agar hati terjaga kebersihannya.

3. Meningkatkan kualitas dzikir agar hati semakin tuma‟ninah pada

kebenaran.

4. Merenungkan kekuatan Allah pada takdir kehidupan dan kematian untuk menjaga kebersihan hati.

B. Pendidikan Hati Perspektif Al-Ghazali

1. Definisi Hati, Ruh, Nafsu dan Akal a. Definisi Hati

Perkataan yang pertama, hati itu dikatakan secara umum dengan dua arti, yaitu:

1) Hati dengan arti daging yang berbentuk buah shanubar yang diletakkan pada sebelah kiri dari dada.

Yaitu: daging yang khusus, dan di dalamnya ada lobang, dan di dalam lobang itu ada darah yang hitam yang menjadi sumber ruh dan tambangnya.

2) Hati dengan arti sesuatu yang halus, rabbaniyah (ketuhanan), ruhaniyah (kerohanian). Dia mempunyai kaitan dengan hati yang jasmani (yang bertubuh) ini.

(41)

28 b. Definisi Ruh

Ruh (nyawa) dan ruh itu juga dikatakan secara umum dengan dua arti, yaitu:

1) Tubuh yang halus sumbernya adalah lobang hati yang jasmani, lalu tersebar dengan perantara urat-urat yang merusak kebagian-bagian badan lainnya. Dan perjalanan ruh pada badan, banjir-banjirnya cahaya-cahaya kehidupan, perasaan, penglihatan, pendengaran, dan penciuman dari padanya atas semua anggotanya itu menyerupai banjirnya cahaya dari lampu yang diputar di sudut-sudut rumah. Sesungguhnya cahaya itu tidak sampai ke suatu bagian rumah melainkan ia bersinar dengan cahaya itu.

2) Yang halus dari manusia yang mengerti lagi mengetahui dari manusia, dan itulah yang kami jelaskan mengenai salah satu arti hati dan itulah yang dikehendaki oleh Allah Ta‟ala dengan firman -Nya: Katakanlah: "Roh itu termasuk urusan Tuhan-ku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit". (QS.Al-Isra: 85).

(42)

29 c. Definisi Nafsu

1) Bahwa yang dimaksud dengannya adalah arti yang menghimpun kekuatan, marah dan nafsu syahwat pada manusia sebagaimana akan datang penjelasannya.

Dan demikian ini adalah yang biasa menurut para ahli tasawuf Karena sesungguhnya mereka maksudkan dengan nafsu adalah pokok yang menghimpun sifat-sifat yang tercela dari manusia, lalu mereka mengatakan bahwa tidak boleh tidak melawan nafsu (hawa nafsu) dan memecahkannya dan kepadanya diisyaratkan dengan sabda Rasulullah saw: hadits Ibnu Abbas)(Mu‟jamul hadis: 408)

2) Yang halus yang telah kami sebutkan dimana pada hakekatnya dialah manusia yaitu: diri manusia dan dzatnya. Tetapi nafsu itu disifati dengan sifat-sifat yang bermacam-macam menurut keadaannya.

(43)

30

Allah Ta‟ala berfirman tentang contohnya:

َٝ َب

dengan hati yang puas lagi diridhainya.” (QS. Al-Fajar: 27-28).

Nafsu dengan arti yang pertama itu tidak dapat digambarkan kembalinya kepada Allah Ta‟ala. Sesungguhnya dia itu menjauh

dari Allah dan dia adalah tentara syaitan.

Dan apabila tidak sempurna ketenangannya, tetapi dia menjadi pendorong bagi nafsu-syahwat dan penentang atasnya, maka disebut nafsu Lawaamah karena dia mencaci pemiliknya. Ketika ia teledor dalam beribadah kepada Tuhannya.

Allah Ta‟ala berfirman:

(dirinya sendiri).” (QS. Al-Qiyamah: 2).

(44)

31 karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan.” (QS.Yusuf: 53) dimaksud dengannya adalah ilmu (pengetahuan) tentang hakekat-hakekat perkara. Maka akal adalah ibarat dari sifat ilmu yang tempatnya adalah hati.

2) Bahwa akal kadang-kadang dikatakan secara umum dan dimaksudkan dengannya adalah yang mengetahui ilmu-ilmu yaitu: hati ya‟ni: hati yang halus.

(45)

32

tempat memperoleh ilmu yakni: yang mengetahui. Dan itulah yang dimaksud dengan hadits Rasululkah saw:

َا

َّٗ

ُه

ٍَ

َخب

َي

َق

ُالل

ْا

َؼى

ْق

ُو

Artinya: “Pertama yang diciptakan oleh Allah adalah akal”. 2. Kekhususan Hati Manusia

Ketahuilah bahwa sejumlah apa yang telah kami sebutkan itu telah dianugerahkan oleh Allah kepada semua binatang selain anak Adam. Karena binatang itu mempunyai nafsu-syahwat, kemarahan dan panca indra yang zhahir dan yang batin juga sehingga seekor kambing melihat serigala itu dengan matanya lalu ia mengetahui permusuhan serigala itu dengan hatinya, maka ia lari daripadanya. Demikian itu adalah indra batin (pengetahuan batin).

Maka hendaklah kami menyebutkan apa yang khusus dengan hati manusia dan karenanya, besar kemuliaan manusia dan ia berhak berdekatan dengan Allah Ta‟ala. Dan itu kembali kepada ilmu

(pengetahuan) dan iradah (kehendak).

(46)

33

Karena manusia menetapkan bahwa satu orang tidak bisa tergambar bahwa ia di dua tempat dalam satu keadaan. Dan ketetapan itu berlaku atas semua orang. Dan telah dima‟lumi bahwa tidak dapat diketahui dengan panca-indra kecuali sebagian orang.

Apabila kamu memahami ini dalam ilmu zhahir (ilmu yang tampak) dharuri (yang diketahui tanpa dalil) maka, ini pada semua ilmu nadhori (yang diketahui dengan dalil dan disebut theory-theori) adalah lebih jelas.

Adapun iradah (kehendak), maka sesungguhnya apabila dapat diketahui dengan akal, akan akibat suatu perkara dan jalan kebaikan padanya, niscaya bangkit daripadanya keinginan dari segi kemaslahatan dan kepada mencari sebab-sebabnya dan kehendak. Dan demikian itu bukan kehendak nafsu-syahwat dan kehendak binatang. Bahkan itu berlawanan dengan nafsu-syahwat.

Jadi, hati manusia itu khusus dengan ilmu dan iradah yang mana semua hewan terlepas daripadanya. Bahkan anak kecil juga terlepas daripadanya pada permulaan fitrahnya. Dan demikian itu terjadi padanya setelah baligh (dewasa).

(47)

34

Merupakan Isyarat bahwa cahaya-cahaya ilmu itu tidak terhijab (tertutup) dari hati karena kebahilan dan larangan dari pihak yang memberikan kenikmatan. Maha tinggi Dia dari kebahilan dan larangan dengan ketinggian yang besar.

Tetapi cahaya-cahaya itu terhijab karena kotoran dan keruhan dari pihak hati. Sesungguhnya hati itu adalah seperti bejana-bejana.

Selama bejana air itu penuh dengan air, niscaya udara tidak memasukinya. Maka yang disibukkan dengan selain Allah tidak dimasuki oleh ma‟rifat

(mengenal) keagungan Allah Ta‟ala.

Menjadi jelas bahwa kekhususan manusia adalah ilmu dan hikmah. Dan paling mulia diantara macam-macam ilmu adalah tentang Allah, sifat-sifatNya dan perbuatan-perbuatanNya. Pada ilmu itu kesempurnaan manusia dan kesempurnaan manusia itu kebahagiaannya dan kepatutannya untuk berdekatan di sisi Tuhan Yang Maha Agung dan Maha Sempurna.

Badan itu tersusun untuk jiwa dan jiwa itu tempat bagi ilmu dan ilmu itu maksud manusia dan kekhusussannya yang karenanya manusia itu diciptakan.

(48)

35

pertolongannya atas ilmu dan amal, maka ia telah menyerupai malaikat, maka ia berhak dihubungkan dengan malaikat dan ia patut dinamakan malaikat dan rabbani (orang yang dekat dengan Tuhan) sebagaimana diceritakan oleh Allah Ta‟ala tentang kawan-kawan putri nabi Yusuf As

Artinya: “Inibukanlah manusia, sesungguhnya ini tidak lain hanyalah

malaikat yang mulia.” (QS.Yusuf: 31).

Barangsiapa melakukan cita-citanya untuk mengikuti kelezatan-kelezatan badan, ia makan seperti binatang makan, niscaya ia turun ke lembah tingkat binatang, maka adakalanya bodoh seperti sapi, dan adakalanya rakus seperti babi dan adakalanya buas seperti anjing dan harimau, atau pendengki seperti unta, atau sombong seperti harimau, atau penipu seperti pelanduk atau mengumpulkan semua sifat itu seperti setan yang durhaka.

3. Sifat-sifat Hati Manusia

(49)

36

Manusia dari segi ia dikuasai nafsu-syahwat, ia melakukan perbuatan-perbuatan binatang yaitu: “kerakusan, kelobaan, nafsu-syahwat yang besar dan lainnya”. Dan dari bahwa pada jiwanya ada urusan ketuhanan

Artinya: “Katakanlah:“Ruh itu termasuk urusan Tuhanku.” (QS. Al-Isra‟: 85)

Maka manusia menda‟wa pada jiwanya sifat rabbaniyyah dan suka kepada kekuasaan, ketinggian, kekhususan, tindakan sewenang-wenang dalam semua urusan, kesendirian sebagai pemimpin, terlepas dari belenggu perbudakan dan rendah diri dan ia ingin mengetahui segala ilmu. Bahkan ia menda‟wakan dirinya mempunyai ilmu ma‟rifat dan mengetahui semua hakekat perkara dengan keseluruhan, ia senang apabila dikatakan berilmu dan susah apabila dikatakan bodoh.

(50)

37

daya dan menampakkan kejelekan dalam pertunjukan kebaikan. Dan inilah akhlak syaithan.

Setiap manusia terdapat campuran pokok-pokok empat ini ya‟ni: rabbaniyyah, syaithaniyyah, sabaiyyah dan bahimiyyah. Dan semua itu terkumpul dalam hati. Maka seolah-olah yang terkumpul kulit manusia adalah babi, anjing, syaitan dan ahli hikmah. Babi adalah nafsu syahwat. Sesungguhnya babi itu tercela bukan karena warnanya, bentuknya dan gambarnya,, tetapi karena ketamakannya, menggigitnya dan kerakusannya. Anjing adalah marah. Sesungguhnya binatang buas dan anjing yang galak tidak dikatakan anjing dan binatang buas dengan memandang warna, bentuk dan gambarnya, tetapi jika arti kebuasan adalah penerkaman, permusuhan dan kegagalan. Dan pada jiwa manusia terdapat sifat penerkaman binatang buas, kemarahannya, kerakusan babi dan nafsu-syahwatnya yang besar. Maka babi dengan sifat ketamakannya mengajak kepada perbuatan keji dan mungkar. Dan binatang buas dengan sifat kemarahannya mengajak kepada aniaya, penghinaan. Dan syaitan senantiasa mengobarkan nafsu-syahwat babi, membngkitkan salah satunya atas lainnya dan memandang bagus apa yang menjadi naluri bagi babi dan anjing.

(51)

38

perkara itu dibalik dan semua itu dipaksa di bawah siasat sifat rabbaniyyah, niscaya tetap dalam hati dari sifat rabbaniyyah, ilmu, hikmah, keyakinan, mengetahui hakekat-hakekat perkara secara keseluruhan, mengerti semua perkara menurut yang sebenarnya, menguasai setiap sesuatu dengan kekuatan ilmu dan penglihatan hati dan berhak maju di atas makhluk yang lain karena kesempurnaan ilmu dan keagungannya, dan niscaya ia terlepas dari menyembah nafsu syahwat dan kemarahan, niscaya tersebar sifat-sifat mulia kepadanya dengan lantaran menahan babi nafsu-syahwat dan mengembalikannya kepada batas normal seperti sifat iffah (menjaga diri), qana‟ah (merasa cukup dengan yang ada),

tenang, zuhud (tidak suka dunia), wara‟ (menjauhi perbuatan dosa dan syubhat), taqwa, menjadi gembira, bagus sikap, jujur, tolong-menolong dan sebagainya.

Maka hati adalah dalam hukum cermin yang telah dipelihara oleh perkara-perkara yang membekas padanya. Bekas-bekas ini secara terus bersambung itu sampai ke hati.

(52)

39

Artinya: “Barang siapa mempunyai penasehat dari hatinya, niscaya ada penjaga dari Allah kepadanya.” (menurut Al Iraqi tidak mendapati hadits ini)

Hati ini adalah yang dzikir menetap di dalamnya. Allah Ta‟ala berfirman:

Artinya:“Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram.” (QS. Ar-Ra‟ad: 28)

Adapun bekas-bekas yang tercela, maka dia adalah seperti asap yang menggelapkan yang naik ke cermin hati dan asap itu bertumpuk-tumpuk atasnya dari suatu kali ke kali yang lain sampai hati itu menjadi hitam, gelap dan menjadi terhijab (terdinding) dari Allah secara keseluruhan. Dan itulah tabiat. Dan itulah karatan. Allah Ta‟ala berfirman:

َم

Artinya: “Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang mereka usahakan itu menutupi hati mereka.” (QS. Al-Muthaffifin: 14). Allah Azza Wa Jalla berfirman:

َا

Artinya: “Bahwa kalu Kami menghendaki, tentu Kami azab mereka karena

(53)

40

Maka tidak mendengar itu dihubungkan dengan dicap dengan dosa-dosa adalah sebagaimana mendengar itu dihubungkan dengan taqwa Allah Ta‟ala berfirman:

Artinya: “Dan bertaqwalah kepada Allah dan mendengarlah.” (QS. Al-Maidah: 108).

Artinya: “Dan bertaqwalah kepada Allah, Allah mengajarmu.”(QS. Al-Baqarah: 282).

Manakala dosa-dosa itu bertumpuk-tumpuk, maka dicap hatinya. Dan pada waktu itu, hati itu gelap dari mengetahui kebenaran dan kebaikan agama, memandang remeh kepada urusan akhirat, memandang agung kepada urusan dunia dan ia terbatas cita-citanya atas dunia. Maka pendengarannya diketuk dengan urusan akhirat dan bahaya-bahaya yang terjadi di akhirat, niscaya itu masuk dari satu telinga dan keluar dari telinga yang lain, tidak menetap dihati dan tidak menggerakkannya kepada taubat dan memperbaiki perbuatannya. Mereka adalah orang-orang:

َٝ

Artinya: “Sesungguhnya mereka telah berputus asa terhadap negeri akhirat sebagaimana orang-orang kafir yang telah berada

(54)

41

Inilah arti kehitaman hati disebabkan dosa-dosa sebagaimana disampaikan

Al-Qur‟an dan As Sunnah. Maimun bin Mahran berkata: “Apabila seorang

hamba berbuat suatu dosa, maka titik hitam menitik pada hatinya, lalu apabila ia mencabut dan bertaubat, maka hati itu mengkilap. Dan kalau ia kembali berbuat dosa maka ditambah pada titik hitam itu, sehingga hatinya tinggi. Maka itulah karat.

Taat kepada Allah Subhanllah dengan menentang nafsu syahwat adalah membuat mengkilapnya hati.

Dan perbuatan ma‟siyat-ma‟siyat kepada-Nya adalah menghitamkan hati. Barangsiapa menghadapkan dirinya kepada perbuatan ma‟siyat, niscaya

hatinya menjadi hitam dan barangsiapa mengikuti perbuatan dosa dengan kebaikan dan menghapus bekasnya, niscaya hatinya tidak gelap, tetapi cahayanya berkurang seperti cermin yang dipakai bernafas kemudian dihapus dan dipakai bernafas kemudian dihapus. Maka ia tidak sunyi dari kotoran.

Maka perumpamaan iman di hati adalah seperti sayuran-sayuran yang dipanjangkan oleh air yang baik. Dan perumpamaan nifaq di hati

(55)

42

juga mereka melihat kesalahan-kesalahannya.” (QS. Al-A‟raf: 201).

Diterangkan bahwa terangnya hati dan dapat melihat itu dapat berhasil dengan dzikir (ingat kepada Allah) dan bahwa tidak mungkin dzikir kecuali orang-orang yang bertaqwa. Maka taqwa adalah pintu dzikir. Dan dzikir adalah pintu kasyaf (tersingkap hijab). Dan kasyaf adalah pintu kebahagiaan yang paling besar yaitu: kebahagiaan dengan bertemu Allah Ta‟ala.

4. Sebab-sebab hati itu sunyi dari ilmu

Ketahuilah bahwa tempat ilmu adalah hati ya‟ni: yang halus yang mengatur semua anggota badan. Dan hati yang halus inilah yang ditaati yang dilayani dari semua anggota badan.

Orang alim (berilmu) itu ibarat hati, dimana contoh hakekat sesuatu itu bertempat di dalamnya. Dan sesungguhnya hati itu sunyi dari ilmu dimana ilmu itu sunyi dari hati Karena sebab-sebab lima ini:

a. Kekurangan pada hati itu sendiri seperti hati anak kecil. Sesungguhnya bagi anak kecil tidak jelas segala apa yang diketahui karena kekurangannya.

(56)

43 menjumpai asal hadits ini)

Yakni niscaya berhasil di dalam hati suatu kotoran yang bekasnya tidak dapat hilang. Karena penghabisannya adalah ia mengikuti perbuatan dosa itu dengan kebaikan yang menghapuskannya.

Kalau ia mengerjakan kebaikan dan tidak didahului kejahatan, niscaya pasti semakin bertambah kecemerlangan hati. Maka manakala didahului oleh kejahatan niscaya faedah kebaikan gugur, tetapi hati kembali kepada keadaan yang sebelum melakukan kejahatan dn tidak bertambah cahayanya.

Tidaklah cermin yang dikotori, kemudian dihapus dengan alat yang membuat mengkilap itu seperti cermin yang dihapus dengan alat yang membuat mengkilap karena bertambah cemerlangnya dengan tanpa kotor sebelumya. Maka menghadap kepada mentaati Allah dan berpaling dari tuntutan nafsu syahwat adalah mencemerlangkan hati dan membersihkannya.

Karena itu Allah Ta‟ala berfirman:

َٗ

(57)

44

c. Bahwa hati itu dipalingkan dari arah hakekat yang dikehendaki. Sesungguhnya hati orangyang shaleh, walaupun bersih, maka tidak jelas padanya kecemerlangan kebenaran karena ia tidak mencari kebenaran dan ia tidak menghadap dengan cerminnya kearah apa yang dikehendaki.

d. Hijab (dinding). Sesungguhnya orang yang taat, yang memaksa nafsu-syahwatnya, yang menjuruskan fikirannya semata-mata tentang suatu hakekat itu kadang-kadang hakekat itu tidak tersingkap baginya karena ia terhijab daripadanya disebabkan keyakinan yang mendahuluinya sejak kecil secara taklid dan menerima dengan bagus sangkaan. Sesungguhnya demikian itu menghalangi antara hati dan hakekat kebenaran dan mencegah daripada tersingkap dalam hatinya apa yang berbeda dari apa yang didapatinya dari zhahirnya taqlid. Ini juga hijab yang besar yang dengannya terhijab kebanyakan ahli kalam dan orang-orang yang fanatic madzhab, bahkan kebanyakan orang-orang-orang-orang shaleh yang berfikir tentang kerajaan langit dan bumi. Sesungguhnya mereka itu berhijab dengan keyakinan-keyakinan yang bersifat taqlid yang telah beku dalam jiwa mereka, telah melekat dalam hati mereka dan menjadi hijab antara mereka dan memperoleh hakekat-hakekat.

(58)

45

dicarinya sehingga apabila ia mengingat-ingatnya dan menyusunnya dalam jiwanya dengan susunan yang diketahui oleh para Ulama‟

dengan jalan pertimbangan. Maka dalam waktu itu ia telah mendapatkan apa yang dicari lalu hakekat apa yang dicari menjadi jelas bagi hatinya.

Sesungguhnya ilmu yang dicari yang bukan fithriyyah (ilmu yang diperoleh sejak lahir) itu tidak dapat ditangkap kecuali dengan jaringan ilmu yang menghasilkan. Bahkan setiap ilmu tidak dapat berhasil kecuali dari perantara dua ilmu yang mendahului yang tersusun dan bercampur secara khusus. Maka dari bercampurnya kedua ilmu itu berhasil ilmu yang ketigaseperti berhasil anak dari percampuran jantan dan betina.

Maka begitu pula setiap ilmu itu mempunyai dua asal yang khusus yang diantara keduanya ada satu jalan dalam percampuran yang dapat menghasilkan ilmu yang bermanfaat lagi dicari. Maka kebodohan dari asal-asal itu dan cara percampurannya adalah pencegah dari memperoleh ilmu.

Allah Azza Wa Jalla berfirman:

ِإ َّّ

(59)

46

manusia.Sesungguhnya manusi itu amat dzalim dan amat bodoh ” (QS. Al-Ahzab: 72)

Merupakan isyarat bahwa hati mempunyai kekhususan yang menjadikan ia berbeda dengan langit-langit, bumi dan gunung-gunung, yang dengan kekhususan itu hati menjadi sanggup memikul amanat Allah Ta‟ala. Amanat itu adalah ma‟rifat dan tauhid.

Setiap anak Adam itu siap memikul amanat dan sanggup memikulnya menurut aslinya. Tetapi sebab-sebab yang telah kami sebutkan itu menghalanginya untuk bangkit melaksanakan tugas-tugas amanat itu dan sampai kepada wujudnya.

Umar ra., ia bertanya kepada Rasulullah saw: “Wahai

Rasulullah dimanakah Allah, di bumi atau di langit?” Beliau Saw bersabda:

Artinya: “Di hati hamba-hambaNya yang beriman” (menurut Al Iraqi tidak menjumpai hadits asal hadits ini)

Dalam suatu hadits disebutkan bahwa Allah Ta‟ala berfirman:

َى ٌْ

hambaKu yang mu‟min, yang lemah lembut, yang tenang,

dapat memuatKu.”(menurut Al Iraqi tidak menjumpai hadits asal hadits ini)

(60)

47

bertempat di hati terbagi kepada aqliyyah (ilmu akal) dan syar‟iyah (ilmu

agama). Dan aqliyyah itu terbagi kepada dharuriyyah (yang diketahui dengan mudah) dan muktasabah (yang diperoleh dengan jalan diusahakan). Muktasabah itu terbagi kepada duniawi (urusan dunia) dan ukhrowiyyah (urusan akhirat).

Adapun aqliyyah, maka kami maksudkan dengannya adalah apa yang ditetapkan oleh thabiat aqal dan tidak didapatkan dengan jalan taqlid dan mendengar. Dan aqliyyah itu terbagi kepada dharuriyah yang tidak diketahui dari mana ia berhasil dan bagaimana berhasil seperti pengetahuan manusia bahwa satu orang tidak berada pada dua tempat dan satu barang itu baru lagi lama, ada lagi tidak ada sekaligus.

Sesungguhnya ini adalah ilmu-ilmu dimana manusia mendapatkan dirinya sejak kecil mengetahuinya secara fitrah dan ia tidak mengetahui kapan ilmu itu berhasil baginya dan tidak mengerti pula dari mana ilmu ini berhasil baginya yakni bahwa ia tidak mengerti baginya sebab yang dekat. Kalau tidak, maka tidak tersembunyi atasnya bahwa Allahlah yang menciptakan ilmu itu dan member petunjuk kepadanya. Dan terbagi pula kepada ilmu-ilmu muktasabah (yang diperoleh dengan diusahakan) yaitu yang diperoleh dengan belajar dan mencari dalil.

(61)

48

Sebagaimana matahari tidak berguna di mana cahaya mata

terhalang.”

Mathbu‟ (akal yang didapatkan dengan naluri tanpa diusahakan)

Masmu‟ (akal yang didapatkan dengan diusahakan dan mendengar)

Karena taqarrub (mendekatkan diri kepada Allah) tidak mungkin dengan naluri fitrah dan tidak mungkin dengan ilmu dharuri, tetapi dari ilmu-ilmu muktasabah. Seperti Ali r.a adalah yang mampu taqarrub dengan menggunakan akalnya dalam mencari ilmu yang dengannya dapat dicapai kedekatan dengan Tuhan alam semesta.

Hati itu berlaku seperti mata. Dan naluri akal berlaku seperti kekuatan penglihatan dimata. Dan kekuatan penglihatan itu halus yang tidak ada pada orang buta dan didapatkan pada orang yang bisa melihat, walaupun ia memejamkan kedua matanya atau malam itu gelap.

(62)

49

mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahui.” (QS.

Al-„Alaq: 4-5)

Qalam Allah Ta‟ala tidak menyerupai qalam makhlukNya sebagaimana sifat Allah tidak menyerupai sifat makhlukNya. Maka qalamNya bukanlah dari bambu dan kayu sebagaimana bahwa Allah bukan dari jauhar (zat) dan penglihatan bathiniyah (hati) dan penglihatan zahir (mata) adalah benar dari segi-segi ini.

Sesungguhnya penglihatan yang bathiniyah adalah jiawa itu sendiri dimana ia itu halus lagi mengetahui.

Allah Ta‟ala berfirman:

Pengertian hati dinamakan penglihatan. Begitu pula firman Allah Ta‟ala:

(63)

50

Artinya: “Dan demikianlah Kami perlihatkan kepada Ibrahim tanda-tanda keagungan (Kami yang terdapat) di langit dan bumi, dan (Kami memperlihatkannya) agar Ibrahim itu termasuk orang-orang yang yakin.” (QS. Al-An‟am: 75)

Dan tidaklah yang dimaksudkan itu penglihatan yang zhahir, maka sesungguhnya demikian itu tidak dikhususkan bagi Ibrahim as. Sehingga disampaikan dalam penyampaian pemberian anugrah.

Karena itu, lawan pengertiannya dinamakan kebutaan. Allah Ta‟ala berfirman:

Artinya: “Sesungguhnya bukan mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah

hati yang di dalam dada.” (QS. Al-Hajj: 46) Inilah penjelasan ilmu aqal.

Adapun ilmu-ilmu agama, maka ia diambil dengan jalan taqlid kepada para nabi as. Dan demikian dihasilkan dengan mempelajari Kitab Allah dan sunnah RasulNya dan memahami arti-arti Al- Qur‟an dan hadist setelah memahami keduanya.

Ilmu-ilmu akal itu tidak cukup untuk menyelamatkan hati, walaupun hati memerlukan kepadanya sebagaimana bahwa akal itu tidak cukup bag uterus menerusnya kesehatan badan. Tetapi mengetahui kasiat-kasiat obat-obat dan ramuan-ramuan dengan jalan belajar daripada dokter.

(64)

51

dari syariat. Dan itulah tugas-tugas ibadah-ibadah dan amal-amal yan disusun oleh para Nabi as. untuk memperbaiki hati. Maka barang siapa tidak mengobati hatinya yang sakit dengan pengobatan-pengobatan ibadah syariat dan merasa cukup dengan ilmu-ilmu akal, niscaya ia terkena bahaya dengan ilmu-ilmu akal itu sebagaimana orang sakit terkena bahaya dengan makan.

Inilah perbandingan ilmu-ilmu agama dengan ilmu-ilmu aqal/ ilmu aqal itu terbagi kepada duniawi dan ukhrowi.Duniawi itu seperti ilmu kedokteran, matematika, teknik, bintang, semua pekerjaan tangan dan semua perusahaan.Ukhrowi itu seperti ilmu hal-ikhwal hati, bahaya – bahaya amal perbuatan , ilmu mengenai Allah Ta‟ala , sifat-sifat-Nya adna perbuatan-perbuatan-Nya.

Kedua itu adalah dua ilmu yang saling meniadakan yakni: orang yang memusatkan perhatiannya kepada salah satunya sehingga ia mendalam padanya, niscaya penglihatan hatinya meninggalkan yang lain menurut kebanyakannya.

Karena itu, Ali ra. berkata: “keduanya dalah seperti dua daun neraca,

seperti timur dan barat dan seperti dua wanita yang dimadukan yang apabila kamu menyenangkan salah satu dari kedua wanita tersebut, niscya kamu membuat kemarahan kepada yang lain”.

(65)

52

yang halus dan ilmu akhirat adalah bodoh tentang kebanyakan ilmu-ilmu dunia.

Karena kekuatan akal tidak dapat sempurna dengan dua urusan bersama-sama pada umumnya. Maka salah satunya menjadi pencegah kesempurnaan pada yang kedua.

Al Hasan berkata dalam sebagian nasehatnya: “Sesungguhnya kamu telah

menjumpai suatu kaum yang jikalau kamu melihat mereka, niscaya kamu katakana: “orang-orang gila.” Dan jikalau mereka menjumpaimu, niscaya mereka berkata: “Syaitan-syaitan”. Mana kala kamu mendengar sesuatu yang asing dari urusan agama yang diingkari oleh orang pandai tentang ilmu-ilmu lain, maka janganlah kamu tertipu oleh ingkarnya mereka untuk menerimanya. Karena termasuk hal yang mustahil bahwa orang yang menempuh jalan timur memperoleh apa yang didapatkan di jalan barat. Maka begitulah urusan dunia dan akhirat berlaku.”

Allah Ta‟ala berfirman: dunia, sedang mereka tentang kehidupan akhirat adalah lalai.” (QS. Ar-Rum: 7)

Dan Allah Ta‟ala berfirman:

َفؤ

Artinya: “Maka berpalinglah (hai Muhammad) dari orang yang berpaling

(66)

53

duniawi. Itulah sejauh-jauh pengetahuan mereka.” (QS. An Najm: 29-30)

Maka mengumpulkan diantara kesempurnaan hati tentang kepentingan-kepentingan dunia dan agama hampir-hampir tidak mudah kecuali orang yang dikokohkan oleh Allah untuk mengatur hambaNya tentang penghidupan dunianya dan kembalinya ke akhirat. Mereka adalah para Nabi yang diperkuat dengan ruhul qudus (ruh yang suci) yang dibantu dengan kekuatan ilahiyyah yang lapang bagi semua urusan dan tidak sempit.

Adapun hati makhluk lainnya apabila ia berpegang teguh dengan urusan dunia, niscaya ia berpaling dari urusan akhirat dan teledor dari pada penyempurnaannya.

6. Perbedaan antara Ilham dan Belajar, dan Perbedaan antara Jalan Orang Shufi dan Orang Ahli Teori

Ketahuilah bahwa ilmu yang tidak dhauri dan hanya berhasil di hati pada sebagian keadaan itu berbeda-beda keadaan berhasilnya. Maka sesekali ilmu itu menyerang kepada hati seolah-olah dilemparkan kedalam hati tanpa mengetahui dan sekali diperoleh dengan jalan mencari dalil dan belajar

Maka yang dihasilkan tidak dengan jalan usaha dan mencari dalil itu dinamakan ilham.

Dan yang dihasilkan dengan mencari dalil itu dinamakan I‟tibar dan

(67)

54

khusus bagi para wali dan orang-orang pilihan. Dan yang sebelumnya yaitu dengan jalan mencari dalil itu khusus bagi para Ulama‟.

Ilham itu tidak berbeda dengan iktisab (usaha) tentang ilmu itu sendiri, tempatnya dan sebabnya. Tetapi ilham berbeda dengan iktisab dari segi hilangnya hijab. Demikian itu bukan dengan kemauan hamba. Dan wahyu itu tidak berbeda dengan ilham mengenai sesuatu dari demikian itu. Bahkan mengenai kesaksian malaikat yang memberi ilmu.

Sesungguhnya ilmu itu berhasil dihati dengan perantara malaikat. Allah Ta‟ala berfirman: berkata-kata dengan dia kecuali dengan perantaraan wahyu atau dibelakang tabir atau dengan mengutus seorang utusan (malaikat) lalu diwahyukan kepadanya denag seizing-Nya yang Dia kehendaki.” (QS. Asy Syura: 51)

Apabila kamu telah mengetahui ini, maka ketahuilah bahwa kecenderungan orang-orang ahli tashawwuf itu kepada ilmu-ilmu ilhamiyah (yang diperoleh dengan ilham) bukan kepada ilmu ta‟limiyah

(yang diperoleh dengan belajar)

(68)

55

dunia semuanya dan menghadapkan air dengan sepenuh cita-cita kepada Allah Ta‟ala.

Manakala itu berhasil, niscaya Allah adalah yang menguasai hati hambaNya dan menanggungnya dengan disinarinya dengan cahaya-cahaya ilmu.Apabila Allah menyinari hati, niscaya rahmat melimpah atasnya, cahaya cemerlang didalam hati, dada terbuka, rahasia alam malakut tersingkap baginya, hijab kelengahan hilang dari muka hati dengan kehalusan rahmatNya dan hakekat-hakekat urusan illahiyah bersinar didalamnya.

Para Nabi dan para wali itu urusan mereka tersingkap dan cahaya melimpah atas dada mereka bukan dengan belajar, mempelajari dengan menulis kitab-kitab, tetapi dengan zuhud tentang dunia, melepaskan diri dari segala hubungannya, mengosongkan hari dari kesibukannya dan menghadapkan diri dengan sepenuh cita-cita kepada Allah Ta‟ala.

7. Yang Dapat Merusak Hati a. Was-was (godaan syetan)

(69)

56

Rasulullah saw. Menyebutkan arti was-was (bisikan syetan) yaitu goresan-goresan hati yang tergores bagi seorang yang berjihad, yang dapat memalingkannya dari jihad tersebut. Dan goresan hati ini dapat diketahui. Jadi, bisikan syetan itu dapat diketahui dengan penyaksian. Dan setiap goresan hati itu mempunyai sebab dan memerlukan nama yang dapat dikenalinya. Maka suatu nama yang sebabnya adalah syetan. Dan tidak dapat tergambar bahwa manusia dapat terlepas daripadanya. Sesungguhnya meraka berbeda-beda dengan kedurhakaannya dan keikutannya. Karena itu Rasulullah saw. Bersabda:

Artinya: “Tidaklah seseorang melainkan ia mempunyai syetan.”

Maka dengan pertimbangan ini, menjadi jelas arti was-was (bisikan syetan), ilham, malaikat, syetan, taufiq dan khizhlan.

b. Penyebab Masuknya Syaitan Kedalam Hati 1) Marah dan Nafsu Syahwat

Karena marah itu membinasakan akal. Dan apabila tentara hati itu lemah, niscaya tentara syetan menyerang. Tentara akal itu adalah mengetahui tentang Allah dan yakin. Sedangkan tentara syetan itu kebodohan, tamak dan menyukai dunia.

Dan sungguh telah disebutkan bahwa sebagian wali-wali telah berkata kepada iblis: “tunjukkanlah kepadaku, bagaimanakah

(70)

57

Iblis menjawab: “Agung memegangnya ketika ia sedang marah dan ketika datang hawa nafsunya.”

2) Hasad (dengki) dan rakus

Dan ketika seorang hamba itu rakus kepada setiap sesuatu, niscaya kerakusan itu membuat ia buta dan tuli. Kecintaan adalah sesuatu yang bisa membutakan dari jalan petunjuk dan menulikan dari mendengar yang benar. Seorang laki apabila telah kuat kecintaan pada hatinya, dan baginya tidak ada yang mengajak kepada yang benar yaitu akal dan agama, niscaya kecintaannya itu membuat ia tuli dari keadilan dan membuat ia buta dari jalan petunjuk). Cahaya penglihatan mata hati yaitu sesuatu yang memperlihatkan pada tempat-tempat masuknya syetan. Maka apabila ditutup oleh hasad dan rakus, niscaya ia tidak bisa melihat dengan mata hati. Maka ketika itu syetan memperoleh kesempatan. Dan setiap sesuatu yang dapat menyampaikan seseorang kepada nafsu syahwatnya itumenjadi bagus pada waktu ia rakus sekalipun terhadap barang munkar dan keji.

3) Makan Kenyang

Sekalipun yang dimakan itu halal yang bersih. Karena kenyang itu dapat menguatkan nafsu syahwat. Dan syahwat itu senjata syetan.

(71)

58

a) Menghilangkan rasa takut kepada Allah Ta‟ala dari hatinya b) Menghilangkan rasa belas kasih kepada makhluk dari hatinya.

Karena ia emngira semua makhluk itu kenyang. c) Kenyang dapat memperberat seseorang dari kepatuhan

d) Bila ia mendengar kalimat hikmah, niscaya tidak ditemukan baginya kelunakan jiwa

e) Jika ia berbicara menasehati dan hikmah, niscaya itu tidak membekas didalam hati manusia

f) Kenyang dapat mendatangkan penyakit

4) Berhias dalam perabotan rumah tangga, pakaian dan rumah

Syetan selalu mengajak manusia membangun rumah, menghiasi atap dan dindingnya dan memperluas bangunannya. 5) Tamak

Apabila tamak itu sudah kuat atas hati manusia, niscaya setan selalu memperbagus dan memperkenalkan kepada manusia perbuatan dan perhiasan bagi orang yang tamak kepadanya dengan bermacam-macam riya dan kepalsuan.

6) Tergesa-gesa

Artinya: “Manusia itu disempurnakan mempunyai sifat

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hal tersebut, maka pada penelitian ini dilakukan isolasi senyawa dari fraksi diklorometana daun kratom, kemudian dari senyawa yang ditemukan akan

5 Dengan ide dasar seperti diuraikan di atas, maka perlindungan yang diberikan oleh hak cipta yaitu untuk melindungi pencipta terhadap orang-orang yang ingin memanfaatkan

Berdasarkan hasil pengujian kekuatan tarik kulit ikan nila samak pada Tabel 1 dapat disimpulkan bahwa kulit ikan nila samak dengan menggunakan enzim papain sebagai bating agent

Murid- murid nakal yang suka melanggar disiplin lebih berani dan bebas melakukan perbuatan yang melanggar peraturan dan undang-undang kerana mereka tahu guru-guru tidak

Kesimpulan penelitian adalah terdapat hubungan yang signifikan antara persepsi siswa mengenai iklim kelas dengan motivasi belajar siswa kelas X Jurusan Akuntansi pada SMKN

Menurut Swastha (2009:234), “K omunikasi pemasaran adalah kegiatan komunikasi yang dilakukan oleh pembeli dan penjual, dan merupakan kegiatan yang membantu dalam

Kepala DPPKAD Kabupaten Banyumas yang telah memberikan ijin penelitian dan pengambilan data guna menyelesaikan penulisan skripsi ini.. Seluruh Staff DPPKAD Kabupaten banyumas

Struktur Produk Motor Aktuator L-9 Struktur Produk Motor Hidrolik L-10 Struktur Produk Pantograph L-11 Struktur Produk Water Container L-12 Tabel Peramalan dengan metode