• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kegiatan usaha penangkapan dimulai dari operasi penangkapan, pemasaran hasil tangkapan, rumah tangga nelayan dan lingkungan ekonomi sosial masyarakat nelayan (Charles, 2000).

6.1.1 Operasi Penangkapan

Operasi penangkapan nelayan rajungan sangat tergantung pada musim, kondisi alam dan alat tangkap yang digunakan. Alat tangkap rajungan yang terdapat di tempat penelitian dibagi menjadi dua yaitu jaring kejer dan bubu lipat. Sebanyak 85,71 persen nelayan responden menggunakan jaring kejer sehingga secara umum kegiatan penangkapan ikan dilakukan setiap hari. Musim panen rajungan juga mempengaruhi nelayan untuk pergi ke laut, musim panen rajungan yaitu terjadi pada bulan Desember sampai bulan Maret (angin barat) pada bulan- bulan itu nelayan memperbanyak intensitas untuk menangkap rajungan.

Jika musim panen rajungan maka intensitas nelayan pergi melaut akan tinggi sedangkan jika musim paceklik yaitu dimana keadaan laut tidak terdapat rajungan atau rajungan yang didapat sangat sedikit nelayan akan mengurangi jumlah trip untuk melaut. Hal ini dikarenakan jika mereka tetap pergi ke laut nelayan akan mengalami kerugian karena hasil dari tangkapan nelayan tidak menutupi modal operasional yang telah dikeluarkan nelayan. Jika nelayan tidak pergi melaut sebagian besar waktunya akan digunakan untuk memperbaiki jaring rajungan yang rusak dan merawat kapal. Tetapi ada sebagian nelayan yang pergi ke daerah lain atau Jakarta yang sekiranya dapat memberikan hasil. Nelayan

rajungan ini bermigrasi secara individu maupun kelompok hanya dengan membawa alat tangkap.

Kegiatan penangkapan nelayan rajungan yang menggunakan alat tangkap bubu biasanya berangkat pada malam hari pukul 01.00 WIB, sore hari pukul 15.00 WIB atau di pagi hari pukul 10.00 WIB dengan pencarian daerah tangkapan (fishing ground) di sekitar Brebes dan Tegal serta di daerah Indramayu dan Karawang. Waktu yang dibutuhkan untuk mencari daerah penangkapan kurang lebih 12 jam, tetapi jika jaraknya dekat hanya membutuhkan waktu sekitar 3-4 jam. Nelayan dengan alat tangkap bubu memerlukan ABK sebanyak empat sampai lima orang yaitu satu orang sebagai juru mudi atau tekong dan empat orang lainnya memiliki tugas masing-masing, bentuk bubu lipat dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Bubu Lipat

Sedangkan nelayan jaring kejer kebanyakan adalah nelayan (one day fishing) mereka pergi pada jam tiga sampai jam lima pagi dan pulang sekitar jam

9 sampai 11 siang, dengan pencarian daerah tangkapan di sekitar Cirebon yaitu seperti perairan Mundu, Dadap, Losari, Kalibungko dan Ender. Waktu yang dibutuhkan oleh nelayan untuk mencari daerah penangkapan sekitar 1-3 jam. Informasi mengenai rajungan diperoleh dari pengalaman nelayan tersebut sebelumnya atau dari nelayan lain yang telah mendapatkan hasil yang cukup banyak dengan harapan akan mendapatkan hasil yang banyak juga. Sedangkan untuk jaring kejer memerlukan 3 sampai 4 orang yaitu satu sebagai juru mudi atau tekong dan sisanya memiliki tugas masing-masing bentuk jaring kejer dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Jaring Kejer

6.1.2 Pemasaran Hasil Tangkapan

Alat tangkap rajungan yang kebanyakan digunakan oleh nelayan Desa Gebang Mekar adalah alat tangkap bubu lipat dan jaring kejer. Sebanyak 88,57 persen nelayan menjual hasil rajungan hasil tangkapan kepada bakul. Nelayan

yang menangkap rajungan dengan jaring kejer tidak membawa es atau garam sebagai bahan untuk penanganan hasil tangkapan karena jarak dari daerah penangkapan ikan yang tidak terlalu jauh dari dermaga kapal serta lama trip yang pendek (one day fishing). Penanganan rajungan dilakukan dengan menambahkan air laut pada ember atau tempat ikan lainnya. Selanjutnya setelah pendaratan (landing) penanganan rajungan dilakukan dengan menyimpannya di es atau langsung direbus untuk mendapatkan dagingnya. Sedangkan untuk alat tangkap rajungan bubu lipat yang lama tripnya empat hari yaitu langsung merebus rajungan.

Rajungan yang di dapat oleh nelayan Gebang Mekar umumnya untuk dijual kembali. Rajungan yang didapat langsung dibawa ke bakul atau pabrik untuk dijual atau nelayan langsung mengolah rajungan tersebut dengan merebusnya dan didapatkan daging rajungan yang baik. Urutan pemasaran hasil rajungan di Desa Gebang Mekar ditampilkan pada Gambar 6. Urutan pemasaran rajungan dimulai dari nelayan, rajungan hasil penangkapan nelayan dilelang di Tempat Pelelangan Ikan (TPI). Rajungan yang dibeli oleh pabrik langsung diolah untuk langsung di ekspor ke negara-negara seperti Amerika, Jepang dan negara Eropa lainnya. Sedangkan rajungan yang dibeli oleh bakul untuk diolah dan diseleksi untuk dijual ke perusahaan rajungan yang Pemasaran ikan hasil tangkapan selanjutnya dijual kepada konsumen. Tetapi rajungan yang tidak lolos seleksi untuk dijual ke pabrik dijual ke pedagang pengecer di sekitar Desa Gebang Mekar dalam bentuk rajungan segar atau daging rajungan.

6

7

Gambar 6. Urutan Pemasaran rajungan di Desa Gebang Mekar 6.1.3 Rumah Tangga Nelayan

Rumah tangga nelayan sangat berpengaruh pada kegiatan perikanan. Pertama, beberapa nelayan sering melibatkan anggota keluarga dalam proses penangkapan rajungan dan proses penangkapan rajungan setelah penangkapan. Nelayan sebagai kepala keluarga biasanya melibatkan anaknya untuk proses penangkapan di laut. Hal ini berakibat pada pendidikan anak-anak nelayan. Hasil wawancara sebanyak 77,14 persen responden hanya berhasil menyelesaikan pendidikan SD dan tidak melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Nelayan-nelayan tersebut lebih memilih mengikuti ayah mereka untuk pergi kelaut. Namun saat ini nelayan tidak menerapkan hal yang sama kepada anak- anak mereka, hasil tangkapan yang tidak menentu serta semakin banyak alat tangkap yang tidak ramah lingkungan menyebabkan mereka lebih memilih menyekolahkan anak mereka sampai pada jenjang yang lebih tinggi setidaknya

Nelayan/Produsen

Tempat Pelelangan Ikan (TPI)

Pabrik Bakul

Pedagang Pengecer

Konsumen

sampai SMA sesuai dengan wajib belajar pemerintah. Harapan nelayan dengan menyekolahkan anak-anak mereka dapat memperbaiki tingkat kesejahteraan keluarganya kelak. Sedangkan untuk istri-istri nelayan mereka terlibat dalam proses penanganan hasil tangkapan rajungan.

6.1.4 Kondisi Ekonomi Sosial Masyarakat

Nelayan di Desa Gebang Mekar yang dipisahkan oleh sungai dan terbagi dalam dua blok yaitu blok petoran dan karang bulu selalu melakukan ritual membuang sesajen setiap setahun sekali. Hal ini dipercaya agar hasil melaut nelayan dalam setahun kedepan dapat lebih baik dari tahun sebelumnya. Pesta pantai ini berbeda pelaksanaannya antar blok, setiap pesta pantai selalu memiliki rangkaian acara sendiri.

Kondisi lingkungan sosial dan ekonomi nelayan dipengaruhi oleh hidup nelayan yang harus berhadapan dengan alam dan kondisi cuasa dilaut yang tidak bersahabat sehingga faktor resiko usaha nelayan yang tinggi. Karakteristik sosial dan ekonomi nelayan, rata-rata umur nelayan 35 sampai 44 tahun dengan pendidikan terakhir SD dengan pengalaman rata-rata nelayan 21 sampai 30 tahun. Sifat masyarakat yang kurang peduli terhadap lingkungan menyebabkan lingkungan sekitar pemukiman sangat kumuh. Sungai yang memisahkan blok petoran dan karang bulu di Desa Gebang mekar menjadi media tempat pembuangan sampah seluruh hasil aktivitas masyarakat. Sungai yang dijadikan dermaga tempat berlabuhnya kapal nelayan penuh dengan sampah yang menyebabkan pendangkalan di sungai tersebut. Sampah yang terbawa sampai laut akan mengganggu habitat rajungan. Hasil tangkapan nelayan rajungan jaring kejer memiliki penurunan yang sangat drastis saat penelitian kemarin. Air laut berwarna

dan sedikit berminyak merupakan penyebab menurunnya hasil tangkapan. Hal ini diduga akibat dari sampah dan bocornya mesin nelayan sehingga oli tumpah ke laut. Hal ini masih menjadi penelitian yang dilakukan oleh Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Cirebon.

6.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Nelayan

Dalam usaha perikanan tangkap terdapat beberapa faktor yang berpengaruh terhadap tingkat pendapatan yang diperoleh nelayan. Faktor-faktor tersebut adalah jumlah hasil tangkapan (Kg), jumlah awak kapal (Orang), jumlah trip melaut (Hari), pengalaman (Tahun), jumlah biaya melaut (Rp), jumlah alat tangkap (Unit) dan pendapatan lain. Hasil analisis faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan nelayan rajungan dapat dilihat pada Lampiran 3.

Nilai R Square ( R- Sq) dari hasil regresi linear berganda pada Lampiran 2 sebesar 84 persen dan nilai R Square Adjusted sebesar 80 persen. Dengan nilai ini dapat menunjukkan bahwa nilai koefisien determinasi peubah-peubah variabel yang terdapat dalam model sehingga dapat menerangkan keragaman peubah tidak bebas (Y) yaitu sebesar 84 persen, sisanya yaitu sebesar 16 persen dijelaskan oleh peubah-peubah bebas lain yang tidak terdapat dalam model.

Untuk menguji pelanggaran dalam model ini maka dilakukan beberapa uji untuk heteroskedastisitas, uji kenormalan dan multikoliniearitas. Pertama, uji heteroskedastisitas dilakukan dengan melihat hasil plot model apakah membentuk suatu pola atau tidak. Dapat dilihat pada Lampiran 2 pada model ini tidak terdapat heteroskedastisitas karena pada plot tersebut tidak membentuk pola atau menyebar bebas sehingga model homoskedastisitas. Kedua, uji multikolinearitas dilihat dari nilai VIF (variance inflation factor), jika nilai VIF < 10 maka tidak terdapat

multikolinearitas pada model tersebut. Pada Lampiran 2 dapat dilihat nilai VIF untuk semua peubah bebas < 10, sehingga tidak terdapat multikolinearitas pada model tersebut.

Nilai p-value pada uji F dengan nilai 0,000 yaitu memiliki nilai lebih kecil dari taraf nyata yaitu sebesar lima persen (α = 0,05). Hal ini menunjukkan bahwa secara keseluruhan peubah-peubah bebas dalam model secara signifikan berpengaruh terhadap pendapatan nelayan rajungan. Untuk menguji variabel bebas yang berpengaruh nyata terhadap pendapatan nelayan rajungan digunakan uji-t, yaitu dengan membandingkan t-hitung dengan t-tabel. Berdasarkan analisis dapat diketahui bahwa yang berpengaruh nyata terhadap pendapatan nelayan adalah X1 (jumlah hasil tangkapan), X4 (pengalaman) dan X6 (jumlah alat tangkap).

6.2.1 Hubungan Jumlah Hasil Tangkapan terhadap Pendapatan Nelayan

Hasil tangkapan nelayan berpengaruh terhadap pendapatan nelayan. Variabel jumlah hasil tangkapan mempunyai nilai Sig. 0,003 artinya variabel ini berpengaruh nyata terhadap model pada taraf nyata α = 0,15 (15%). Berdasarkan model regresi menunjukkan bahwa jumlah hasil tangkapan memiliki nilai positif dengan nilai 27 901,066. Hal ini menggambarkan bahwa jika jumlah hasil tangkapan nelayan meningkat satu Kg maka diduga akan meningkatkan pendapatan nelayan sebesar Rp 27 901,066 dengan asumsi cateris paribus.

6.2.2 Hubungan Jumlah Awak Kapal terhadap Pendapatan Nelayan

Awak kapal atau ABK memiliki peranan penting dalam unit penangkapan termasuk dalam penangkapan rajungan. Faktor tenaga kerja secara teoritis mempengaruhi pendapatan usaha. Berdasarkan model regresi menunjukkan

bahwa jumlah awak kapal memiliki nilai negatif dengan nilai sebesar 87 716,9. Hal ini menggambarkan bahwa jika jumlah awak kapal bertambah satu orang maka diduga akan menurunkan pendapatan nelayan sebesar Rp 87 716,9 dengan asumsi cateris paribus.

Jumlah awak kapal yang menunjukkan nilai negatif pada pendapatan menunjukkan bahwa peningkatan jumlah awak kapal justru akan menurunkan pendapatan. Hasil regresi mengindikasikan bahwa semakin banyak jumlah awak kapal maka pembagi hasil penangkapan akan semakin besar sehingga akan mengurangi jumlah pendapatan. Konsekuensi dari hal tersebut adalah upaya peningkatan jumlah awak kapal tidak meningkatkan pendapatan nelayan rajungan.

6.2.3 Hubungan Jumlah Trip Melaut terhadap Pendapatan Nelayan

Jumlah trip yang dilakukan nelayan rajungan mempengaruhi biaya nelayan yang harus dikeluarkan dalam sebulan dan mempengaruhi jumlah produksi tangkapan rajungan. Semakin banyak jumlah trip yang dilakukan oleh nelayan maka semakin banyak rajungan yang didapat maka akan mempengaruhi pendapatan nelayan. Berdasarkan model regresi menunjukkan bahwa jumlah trip melaut memiliki nilai positif dengan nilai 12 274,188. Hal ini menggambarkan bahwa jika jumlah trip melaut meningkat satu hari maka diduga pendapatan nelayan akan meningkat sebesar Rp 12 274,188 dengan asumsi cateris paribus.

Jumlah trip melaut yang menunjukkan nilai positif pada pendapatan menunjukkan bahwa peningkatan jumlah trip melaut akan menaikkan pendapatan. Hasil regresi mengindikasikan bahwa semakin banyak jumlah trip melaut maka hasil tangkapan rajungan akan semakin banyak.

6.2.4 Hubungan Pengalaman terhadap Pendapatan Nelayan

Pengalaman memiliki peran penting bagi nelayan karena mempengaruhi hasil tangkapan. Hasil tangkapan nelayan dipengaruhi oleh perubahan musim dan kondisi alam. Pengalaman digunakan untuk memprediksi perubahan musim dan kondisi alam. Pengalaman menjadi nelayan mempengaruhi keputusan dalam operasi penangkapan. Keputusan tersebut antara lain menentukan daerah penangkapan rajungan. Tingkat pengalaman diukur pada berapa lamanya nelayan tersebut bekerja sebagai nelayan. Faktor pengalaman diduga berpengaruh terhadap tingkat penerimaan nelayan. Semakin tinggi tingkat pengalaman maka pendapatan nelayan semakin tinggi.

Variabel pengalaman memiliki nilai Sig. 0,093 artinya variabel ini

berpengaruh nyata terhadap model pada taraf nyata α = 0,15 (15%). Berdasarkan model regresi menunjukkan bahwa pengalaman memiliki nilai positif dengan nilai 9 558,315. Hal ini menggambarkan bahwa jika jumlah pengalaman meningkat satu tahun maka diduga pendapatan nelayan akan meningkat sebesar Rp 9 558,315 dengan asumsi cateris paribus.

Pengalaman yang berpengaruh positif terhadap pendapatan menyatakan bahwa peningkatan pengalaman akan menaikkan pendapatan nelayan rajungan. Hal ini menunjukkan semakin tinggi pengalaman nelayan maka mempermudah mereka untuk menentukan daerah fishing ground sehingga dapat meningkatkan pendapatan nelayan.

6.2.5 Hubungan Biaya Melaut terhadap Pendapatan Nelayan

Biaya melaut telah mencakup biaya kebutuhan solar dan konsumsi yang dikeluarkan oleh nelayan untuk pergi melaut. Dari hasil regresi linear berganda

menunjukkan nilai koefisien yang negatif dengan nilai 0,233. Hal ini menggambarkan bahwa jika biaya melaut meningkat Rp 1,00 maka diduga pendapatan nelayan akan menurun sebesar Rp 0,233 dengan asumsi cateris paribus. Konsekuensi dari upaya peningkatan biaya melaut akan menurunkan pendapatan nelayan.

6.2.6 Hubungan Jumlah Alat Tangkap terhadap Pendapatan Nelayan

Jumlah alat tangkap rajungan yang dimiliki oleh nelayan juga mempengaruhi hasil produksi rajungan yang diperoleh oleh nelayan. Produksi rajungan selain dipengaruhi musim penangkapan dipengaruhi juga oleh alat tangkap yang digunakan oleh nelayan. Semakin banyak alat tangkap yang digunakan oleh nelayan maka akan mempengaruhi pendapatan nelayan.

Variabel pengalaman memiliki nilai Sig. 0,015 artinya variabel ini

berpengaruh nyata terhadap model pada taraf nyata α = 0,15 (15%). Dari hasil

regresi linear berganda menunjukkan nilai koefisien yang positif dengan nilai 2 079,701. Hal ini menggambarkan bahwa jika jumlah alat tangkap meningkat satu unit maka diduga pendapatan nelayan akan meningkat sebesar Rp 2 079,701 dengan asumsi cateris paribus.

Jumlah jaring berpengaruh positif terhadap pendapatan menunjukkan bahwa peningkatan jumlah alat tangkap dapat menaikkan pendapatan. Konsekuensi dari upaya peningkatan alat tangkap akan menaikkan pendapatan.

6.2.7 Hubungan Pendapatan Lain terhadap Pendapatan Nelayan

Pendapatan lain berpengaruh terhadap pendapatan nelayan dan berkorelasi dengan produktivitas nelayan untuk melaut. Dari hasil regresi linear berganda menunjukkan nilai koefisien yang negatif dengan nilai 101 901. Nelayan yang

memiliki pendapatan lain di luar pekerjaannya sebagai nelayan memiliki pendapatan dari hasil melaut lebih rendah dibandingkan dengan nelayan yang tidak mempunyai pendapatan lain, dengan nilai dugaan sebesar 101 901 saat peubah bebas lain cateris paribus. Hal ini berarti nelayan yang memiliki pekerjaan lain di luar pekerjaannya sebagai nelayan memiliki pendapatan yang lebih rendah.

6.3 Analisis Kesejahteraan Nelayan

Analisis kesejahteraan nelayan rajungan digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan nelayan untuk memenuhi kebutuhan subsisten keluarga nelayan sehari-hari seperti untuk konsumsi harian keluarga, pendidikan, kesehatan, pakaian. Asumsi dasar dalam penggunaan konsep NTN tersebut adalah semua hasil usaha perikanan tangkap dipertukarkan atau diperdagangkan dengan hasil sektor non perikanan tangkap.

Nilai kesejahteraan nelayan rajungan jaring kejer sebelum dan setelah kebijakan dapat dilihat pada Lampiran 4 dan Lampiran 5. NTN nelayan jaring kejer di Desa Gebang Mekar sebelum dan setelah kebijakan sebesar 0,69 dan 0,65 dari total penerimaan perikanan dan non-perikanan. Hal ini menunjukan NTN nelayan berada di bawah satu ini artinya penerimaan keluarga nelayan saat ini dan setelah kebijakan belum mampu memenuhi kebutuhan hidup subsistennya.

Nilai kesejahteraan nelayan rajungan bubu lipat sebelum dan setelah kebijakan dapat dilihat pada Lampiran 6 dan Lampiran 7. NTN bubu lipat menunjukkan angka 0,82 dan 0,81 dari total penerimaan perikanan dan non- perikanan. Hal ini menunjukkan NTN berada di bawah satu, artinya apabila kebijakan tersebut dilaksanakan penerimaan keluarga nelayan belum memenuhi

kebutuhan subsistennya. Sehingga apabila kebijakan ini dilaksanakan maka akan mempengaruhi pendapatan nelayan untuk memenuhi kebutuhan subsisten keluarga.

Selisih atau penurunan nilai kesejahteraan nelayan rajungan untuk jaring kejer adalah sebesar 0,04 dan untuk nelayan bubu lipat adalah sebesar 0,01. Penurunan kesejahteraan nelayan yang signifikan terjadi untuk nelayan jaring kejer hal ini dikarenakan hasil tangkapan rajungan nelayan jaring kejer lebih banyak berukuran kurang dari 8,5 cm dibandingkan dengan nelayan bubu lipat.

6.4 Analisis Struktur Penerimaan

Besarnya penerimaan dalam usaha penangkapan ikan yang diperoleh nelayan akan mempengaruhi pendapatan nelayan. Besarnya penerimaan dipengaruhi oleh jumlah hasil tangkapan dan harga rajungan. Penerimaan dalam penelitian ini adalah dari penjualan hasil tangkapan rajungan langsung ke bakul atau miniplant. Harga yang ditetapkan adalah harga di tingkat pedagang rajungan pada saat penjualan dan berdasarkan jenis ikan tangkapan.

Jumlah hasil tangkapan nelayan sangat tergantung pada alam, yaitu musim rajungan maka hasil tangkapan akan melimpah sedangkan pada saat musim paceklik maka hasil tangkapan akan jauh lebih sedikit bahkan sampai tidak mendapatkan rajungan sama sekali. Penerimaan nelayan rajungan dibedakan dengan dua alat tangkap yaitu penerimaan nelayan rajungan dengan menggunakan jaring kejer dan menggunakan alat tangkap bubu lipat. Besarnya penerimaan nelayan rajungan berdasarkan alat tangkap sebelum dan setelah kebijakan dapat dilihat pada Lampiran 8. Jumlah tangkapan rajungan jaring kejer yang berukuran kurang dari 8,5 cm sebanyak 5 persen sedangkan untuk bubu lipat 1 persen. Hal

ini menunjukkan penerimaan nelayan jaring kejer sebelum dan setelah kebijakan mengalami penurunan yang cukup besar dibandingkan dengan nelayan bubu lipat.

Rajungan memiliki nilai jual yang tinggi, akan tetapi akan jauh lebih tinggi apabila rajungan diolah dahulu sebelum dijual. Pengolahan rajungan dengan cara direbus terlebih dahulu kemudian diambil dagingnya biasanya pengolahan daging rajungan dilakukan oleh para istri nelayan. Harga daging rajungan di bakul adalah Rp 150 000 per kilogram sedangkan dalam keadaan segar hanya Rp 42 000 per kilogram.

6.5 Analisis Struktur Biaya

Suatu usaha dalam memproduksi suatu barang dan jasa akan memerlukan biaya, peranan biaya sangat penting dalam jalannya operasional. Biaya yang dikeluarkan untuk usaha dibagi menjadi dua yaitu biaya tetap dan biaya variabel (biaya tidak tetap). Biaya tetap adalah biaya yang dikeluarkan dengan besaran tetap dan terus dikeluarkan meskipun hasil produksi banyak atau sedikit. Biaya variabel adalah biaya yang dikeluarkan dengan besaran sesuai dengan produksi yang diharapkan, jika menginginkan hasil produksi yang besar maka biaya variabel harus ditingkatkan. Besaran biaya tetap dan biaya variabel yang telah dikeluarkan akan mempengaruhi berapa besar pendapatan atau keuntungan yang diperoleh dari suatu usaha.

Biaya tetap dalam usaha penangkapan rajungan terdiri dari biaya perawatan dan biaya penyusutan. Biaya perawatan dan penyusutan yang dikeluarkan untuk perahu, mesin dan alat tangkap. Biaya variabel dalam usaha penangkapan rajungan adalah biaya operasional yang dikeluarkan untuk perbekalan ketika akan pergi melut antara lain biaya pembelian bahan bakar

(solar), biaya konsumsi juragan dan ABK untuk jaring kejer, sedangkan untuk alat tangkap bubu lipat ditambah dengan es balok dan umpan.

6.5.1 Biaya Penyusutan

Biaya penyusutan dalam suatu usaha adalah termasuk biaya tetap yang dikeluarkan setiap tahunnya. Usaha penangkapan rajungan biaya penyusutan dibagi menjadi beberapa bagian yaitu biaya penyusutan perahu, mesin dan alat tangkap. Komponen biaya penyusutan terhadap unit produksi untuk alat tangkap jaring kejer sama bubu lipat dapat dilihat dalam Tabel 13 dan Tabel 14.

Tabel 13. Komponen Biaya Penyusutan Jaring Kejer per tahun

Komponen Nilai (Rp)

Perahu 220 000

Mesin 300 000

Alat tangkap (jaring kejer) 4 800 000

Jumlah 5 320 000

Sumber: Data Primer, 2011 (diolah)

Tabel 14. Komponen Biaya Penyusutan Bubu Lipat per tahun

Komponen Nilai (Rp)

Perahu 220 000

Mesin 300 000

Alat tangkap bubu 1 750 000

Jumlah 2 270 000

Sumber: Data Primer, 2011 (diolah)

6.5.1.1 Biaya Penyusutan Perahu

Perahu merupakan salah satu faktor produksi yang sangat penting keberadaannya bagi kegiatan penangkapan dilaut. Perahu yang digunakan oleh nelayan rajungan adalah perahu yang terbuat dari kayu dan masih tradisional. Pada umumnya perahu berbahan baku kayu memiliki umur teknis 10 tahun. Harga awal perahu adalah Rp 22 000 000.

6.5.1.2 Biaya Penyusutan Mesin

Mesin merupakan salah satu faktor yang penting selain perahu untuk usaha penangkapan dilaut. Mesin digunakan untuk menggerakan baling-baling kapal sehingga perahu dapat berjalan. Mesin perahu yang digunakan adalah mesin perahu berjenis diesel dan berbahan bakar solar dengan berbagai macam ukuran. Harga awal mesin adalah Rp 7 500 000 dan umur teknis mesin adalah sekitar 5 tahun. Semakin lama umur mesin maka kekuatan mesin sangat berkurang dari sisi ketahanan mesin. Mesin sangat rentan rusak jika umur mesin sudah tua sehingga membutuhkan biaya yang sangat besar untuk perbaikan dan perawatan mesin perahu.

6.5.1.3 Biaya Penyusutan Alat Tangkap

Alat tangkap adalah faktor produksi yang digunakan oleh operasi penangkapan ikan. Jenis jaring yang digunakan untuk menangkap rajungan yaitu jaring kejer dan bubu lipat. Harga jaring kejer di pasaran Rp 100 000 dan bubu lipat Rp 13 000 untuk ukuran kecil dan Rp 18 000 untuk ukuran besar namun secara umum nelayan rajungan menggunakan bubu berukuran besar. Penyusutan alat tangkap dalam pada Tabel 14 dan 15 menggunakan jaring kejer 48 tingting dan bubu lipat 400 buah.

6.5.2 Biaya Perawatan

Biaya perawatan adalah salah satu biaya tetap yang pasti dikeluarkan oleh nelayan dan besaran biaya yang dikeluarkan adalah sama setiap tahunnya. Biaya

Dokumen terkait