• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBAHASAN

5.1 Kinerja Pelayanan Instalasi Rindu A RSUP HAM Medan

Secara umum kinerja pelayanan Instalasi Rindu A cukup baik, dimana rata- rata pencapaian indikator pelayanan sudah sesuai standar yang ditetapkan. Angka pemanfaatan tempat tidur (BOR) yang tinggi menunjukkan bahwa pelayanan rumah sakit sangat dibutuhkan oleh masyarakat sebagai pengguna jasa pelayanan kesehatan. Dengan BOR yang tinggi pekerjaan di rumah sakit akan semakin meningkat pula sehingga memerlukan tenaga yang lebih banyak, terutama perawat karena perawat merupakan orang yang paling sering berhubungan dengan pasien. Jika dilihat dari jumlah tempat tidur sebanyak 314 unit dibandingkan dengan jumlah perawat 168 orang, ternyata RSUP HAM Medan masih kekurangan tenaga sesuai dengan peraturan Menteri Kesehatan RI No 340/MENKES/PER/III/2010 Tentang Klasifikasi Rumah Sakit yang menetapkan bahwa untuk rumah sakit Kelas A perbandingan tenaga keperawatan dan tempat tidur adalah 1:1 dengan kualifikasi tenaga keperawatan sesuai dengan pelayanan di rumah sakit. Kekurangan tenaga perawat ini menyebabkan beban kerja bertambah sehingga pelayanan akan menurun.

Hasil penelitian pada 9 orang informan pasien PAPS sebagian mempunyai permasalahan dengan pihak rumah sakit yang berupa ketidakpuasan yang dirasakan pasien/keluarga pasien terhadap pelayanan yang diterimanya sehingga menimbulkan

keinginan PAPS. Umumnya pasien menghendaki pelayanan rumah sakit yang berkualitas, sekalipun pasien tersebut adalah pasien dengan kelas perawatan yang termurah karena ketidakmampuan pasien. Untuk mencapai kualitas yang diharapkan pasien, selain kemampuan (skill) dari para petugas juga harus diimbangi juga dengan jumlah yang memadai, termasuk pendistribusian tenaga di tiap-tiap ruangan. Untuk mengantisipasi kekurangan tenaga tersebut, rumah sakit perlu mempertimbangkan untuk penambahan tenaga perawat agar pelayanan yang diberikan sesuai dengan harapan pasien.

5.2 Pasien Rawat Inap Instalasi Rindu A RSUP HAM Medan

Pada Tabel 4.4 terlihat rata-rata jumlah pasien yang dirawat sebanyak 1600 dengan rata-rata jumlah pasien keluar ada 921 orang dengan persentase pasien yang pulang atas izin dokter ada 73,70% sedangkan sisanya (26,30%) merupakan pasien yang PAPS ditambah pasien yang meninggal. Berdasarkan perhitungan dari Tabel 4.4 kasus pasien PAPS dari bulan Januari sampai dengan April 2013 berkisar antara 11,46% - 12,37% dan belum terlihat ada kecenderungan menurun.

Pada Tabel 4.5 terdapat beberapa alasan pasien PAPS antara lain alasan biaya, pindah rumah sakit, berobat jalan dan ingin dirawat di rumah. Berdasarkan hasil rekapitulasi, umumnya kasus PAPS yang terjadi pada pasien VIP adalah karena ingin dirawat di rumah, kasus PAPS pada pasien kelas I sebagian besar karena ingin pindah rumah sakit dan kasus PAPS pada pasien kelas II sebagian besar ingin berobat jalan dan kelas III karena ingin dirawat di rumah. Adapun alasan biaya sebagian besar

terjadi pada kasus pasien PAPS dengan kelas rawatan kelas III dan selebihnya kelas I dan II dan tidak dijumpai pada pasien VIP.

Pulang Atas permintaan sendiri merupakan hal yang tidak menyenangkan baik bagi pasien, keluarganya maupun pihak rumah sakit karena pulang sebelum mendapat izin dari dokter yang merawatnya berarti pasien belum sembuh dan penyakitnya bisa menjadi kronis, sedangkan bagi rumah sakit dapat menurunkan citranya di masyarakat.

5.3 Persepsi Pasien PAPS terhadap Kualitas Pelayanan

Pelayanan (services) adalah melakukan atau memberikan sesuatu tindakan tertentu dalam upaya menolong/memenuhi kebutuhan orang lain. Pelayanan yang berkualitas pada dasarnya adalah pelayanan yang dapat memuaskan para pengguna jasa pelayanan dalam hal ini adalah pasien. Pasien yang datang ke rumah sakit tentunya berharap dapat menerima pelayanan yang dapat mengatasi masalah penyakitnya. Sebagaimana yang sering diberitakan di media massa dewasa ini tentang keluhan pasien maupun keluarga pasien ternyata umumnya bukan saja masalah faktor biaya tapi lebih terfokus pada faktor pelayanan. Faktor pelayanan yang tidak memuaskan pasien/keluarganya seringkali merupakan penyebab terjadinya kasus PAPS.

Mengetahui persepsi pasien dan faktor-faktor yang mempengaruhinya sangat berguna untuk penyedia pelayanan jasa kesehatan karena akan meningkatkan peluang dalam membuat keputusan peningkatan mutu menjadi lebih baik. Apabila telah

diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi mutu dari pasien, maka kebutuhan dan harapan pasien bisa ditentukan dan dipenuhi, yang pada akhirnya dapat meningkatkan kepuasan sehingga dapat mencegah terjadinya kasus PAPS. 1. Pelayanan Dokter

Kunci keberhasilan seorang dokter dalam memberikan pelayanan terhadap pasiennya dapat dilihat dari bagaimana dokter itu memulai kerjasama dengan pasien. Dalam menjalankan fungsinya, dokter dituntut untuk dapat menyelesaikan masalah yang terdapat pada pasiennya selain sebagai orang yang berkompeten dalam mandiagnosa dan memberikan pengobatan. Apabila dokter dapat mengatasi keluhan pasien maka pasien akan merasa puas terhadap kemampuan dokternya karena harapan pasien dapat terpenuhi. Kepuasan pasien terhadap pelayanan dokter dapat dilihat dari penilaian penampilan, sikap ramah dan perhatian, adanya kemampuan medis yang terampil disaat berhadapan dengan pasien dan adanya kejelasan informasi yang mudah dimengerti serta ketepatan dan keteraturan jadwal pemeriksaan/ kunjungan dokter.

Berdasarkan hasil penelitian di Rindu A RSUP HAM Medan, ternyata pelayanan yang diberikan dokter dinyatakan memuaskan untuk pasien yang mendapatkan perawatan di VIP dan kelas I. Hal ini terlihat dari hampir tidak adanya keluhan pasien VIP dan kelas I terhadap pelayanan dokter, tetapi untuk pasien kelas II dan kelas III masih terdapat keluhan tentang pelayanan dokter dengan berbagai alasan. Umumnya keluhan dari pasien tentang pelayanan dokter adalah jadwal

kunjungan dokter yang tidak teratur, kurang sigapnya dokter menangani keluhan pasien, kurangnya penjelasan dari dokter tentang penyakit pasien dan komunikasi yang kurang sehingga menimbulkan ketidakpuasan dalam diri pasien.

Jadwal kunjungan yang tidak teratur disebabkan karena dokter spesialis yang ada di RSUP HAM Medan sebagian besar merupakan tenaga pendidik di Fakultas Kedokteran USU Medan, selain itu juga bekerja di rumah sakit swasta. Idealnya seorang dokter yang bertugas di rumah sakit tidak bekerja rangkap di rumah sakit lain, sehingga konsentrasi dalam pekerjaannya terfokus pada rumah sakit dimana dia bekerja, namun hal ini tidak mudah dilaksanakan mengingat rumah sakit pemerintah tidak dapat memberikan imbalan jasa sesuai dengan yang diberikan oleh rumah sakit swasta atau minimal mendekati untuk pekerjaan yang sama.

Menurut wakil kepala Instalasi Rindu A, setiap pasien yang dirawat mempunyai dokter penangung jawab pasien (DPJP) yaitu dokter spesialis yang bertanggung jawab terhadap pelayanan yang diberikan kepada pasien mulai masuk sampai pasien dipulangkan. Namun untuk kelas perawatan II dan III visite dokter berdasarkan jadwal yang telah ditetapkan dari masing-masing departemen sehingga dokternya berganti-ganti, berbeda dengan pasien di kelas I dan VIP yang memang langsung ditangani oleh satu dokter dari masuk sampai pulang.

Berdasarkan observasi peneliti, kurang sigapnya dokter terhadap masalah yang dihadapi pasien dapat disebabkan banyaknya jumlah pasien yang harus diperiksa dokter yang menyebabkan dokter harus bekerja dengan cepat sehingga kurang memberi penjelasan secara menyeluruh kepada pasien/keluarga mengenai

penyakit yang diderita pasien dan rencana tindak lanjut pengobatan pasien. Selain itu ada hari-hari tertentu dimana dokter spesialis melakukan pemeriksaan dengan tergesa-gesa umumnya karena mau melakukan tindakan misalnya operasi pada pasien lain, atau akan menguji peserta didik (PPDS dan Coass). Demikian juga dengan ketidakhadiran dokter spesialis dapat disebabkan karena adanya kegiatan lain diluar kegiatan di rumah sakit misalnya menghadiri workshop, seminar dan lain-lain karena dokter juga mempunyai kewajiban untuk menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu kedokteran. Dokter yang berhalangan hadir ketika pasiennya membutuhkan penanganan memang diperbolehkan mendelegasikan pada dokter lain. Namun pendelegasian itu harus dilakukan pada dokter lain yang memiliki kualifikasi kompetensi setara artinya tidak menyerahkan tanggungjawabnya kepada dokter yang sedang menjalani pendidikan (PPDS).

Keadaan ini sesuai yang disampaikan oleh Aditama (2002) bahwa keluhan pasien yang timbul atas pelayanan seorang dokter di rumah sakit yaitu tidak diberi cukup waktu oleh dokter, tidak ada penjelasan tentang informasi penyakit, waktu tunggu datangnya dokter yang lama dan tidak ada kerjasama antar dokter yang merawat. Senada dengan pendapat Danakusuma (2002) menyatakan masyarakat dewasa ini tidak mempersoalkan latar belakang status sosial dokter, namun mereka lebih menginginkan adanya kecepatan pelayanan, sikap ramah dan komunikasi yang baik antara pasien dengan dokter.

Komunikasi dokter-pasien merupakan salah satu kompetensi yang harus dikuasai dokter. Komunikasi menentukan keberhasilan dalam membantu

penyelesaian masalah kesehatan pasien. Sebagian dokter merasa tidak mempunyai waktu yang cukup untuk berbincang-bincang dengan pasiennya, sehingga hanya bertanya seperlunya. Akibatnya, dokter bisa saja tidak mendapatkan keterangan yang cukup untuk menegakkan diagnosis dan menentukan perencanaan dan tindakan lebih lanjut. Dari sisi pasien, umumnya pasien merasa dalam posisi lebih rendah di hadapan dokter, sehingga takut bertanya dan bercerita atau hanya menjawab sesuai pertanyaan dokter saja. Sementara tidak mudah bagi dokter untuk menggali keterangan dari pasien karena memang tidak bisa diperoleh begitu saja. Perlu dibangun hubungan saling percaya yang dilandasi keterbukaan, kejujuran dan pengertian akan kebutuhan, harapan, maupun kepentingan masing-masing. Dengan terbangunnya hubungan saling percaya, pasien akan memberikan keterangan yang benar dan lengkap sehingga dapat membantu dokter dalam mendiagnosis penyakit pasien secara baik dan memberi obat yang tepat bagi pasien.

Komunikasi efektif mampu mempengaruhi emosi pasien dalam pengambilan keputusan tentang rencana tindakan selanjutnya, sedangkan komunikasi tidak efektif akan mengundang masalah. Komunikasi efektif diharapkan dapat mengatasi kendala yang ditimbulkan oleh kedua pihak, pasien dan dokter. Bila dokter dapat membangun hubungan komunikasi yang efektif dengan pasiennya, maka dokter dapat mengetahui dengan baik kondisi pasien sehingga pasien pun percaya sepenuhnya kepada dokter. Kondisi ini amat berpengaruh pada proses penyembuhan pasien selanjutnya. Pasien merasa tenang dan aman ditangani oleh dokter sehingga akan patuh menjalankan petunjuk dan nasihat dokter karena yakin bahwa semua yang dilakukan adalah untuk

kepentingan dirinya. Pasien percaya bahwa dokter tersebut dapat membantu menyelesaikan masalah kesehatannya.

Sesuai dengan teori Parasuraman, dkk yang dikutip Tjiptono (2004) yang menyatakan bahwa persepsi mutu pelayanan yang diterima pelanggan adalah perbandingan antara harapan sebelum mendapatkan pelayanan dengan pengalaman selama dan sesudah mendapatkan pelayanan tersebut. Mutu pelayanan dinilai apakah memenuhi harapan pelanggan atau tidak. Apabila harapan terpenuhi, mutu pelayanan dirasakan memuaskan, harapan yang tidak terpenuhi dirasakan sebagai tidak memuaskan sedangkan pelayanan yang dapat melampaui harapan akan dirasakan sebagai sangat memuaskan. Demikian juga dengan kepuasan pasien yang menggunakan pelayanan di Rindu A RSUP HAM Medan dalam pengobatan dan perawatan penyakit yang dideritanya, akan merasa puas apabila pelayanan dokter sesuai dengan yang diharapkan pasien seperti sikap yang ramah, pemeriksaan yang teliti dan dilakukan secara teratur, perhatian atas masalah yang dihadapai pasien dan kesigapan dalam penangan penyakit pasien serta komunikasi yang baik. Dengan perkataan lain semakin baik kualitas pelayanan yang diberikan maka akan semakin baik pula tingkat kepuasan pasien.

2. Pelayanan Keperawatan

Keberhasilan rumah sakit dalam memberikan pelayanan selain ditentukan oleh pelayanan dokter, juga sangat dipengaruhi oleh pelayanan keperawatan. Baik buruknya pelayanan rumah sakit sering dihubungkan dengan baik tidaknya asuhan keperawatan yang diberikan kepada pasien, karena pelayanan yang dilaksanakan di

rumah sakit mayoritas diberikan oleh para perawat. Perawat merupakan karyawan terbanyak di rumah sakit, dengan demikian perawat merupakan ujung tombak rumah sakit dalam hal pelayanan. Dalam melaksanakan tugas profesinya sebagai perawat, sudah merupakan suatu kewajiban untuk memberikan pelayanan kepada pasien dengan baik agar tercipta suasana aman dan nyaman bagi pasien sehingga pasien akan dapat beristirahat dengan baik dalam perawatannya dan hal ini akan mempercepat poses penyembuhan pasien.

Kepuasan terhadap pelayanan perawat dapat dinilai dari bagaimana persepsi pasien terhadap penilaian penampilan, sikap ramah, keteraturan kunjungan perawat, kesigapan dan terampil bekerja disaat menangani pasien serta perhatian perawat terhadap kebutuhan pasien. Berdasarkan hasil penelitian, ternyata terdapat kesenjangan dalam pelayanan keperawatan di RSUP HAM Medan dimana masih ada keluhan pasien tentang pelayanan keperawatan. Keluhan sebagian besar informan pasien PAPS dari kelas perawatan II dan III adalah sering terlambatnya pemberian obat oleh perawat, kurang sigapnya perawat dalam membantu pasien dan kurangnya perhatian perawat terhadap kebutuhan pasien.

Dari pengamatan peneliti dan data kepegawaian di Instalasi Rindu A RSUP HAM Medan terhadap jumlah tenaga keperawatan menunjukkan jumlah yang terbatas dan beban kerja yang tinggi. Dengan banyaknya pasien yang harus dilayani dan tidak sesuai dengan jumlah tenaga yang ada, menyebabkan perawat kurang sigap terhadap kebutuhan pasien. Disamping itu perawat mempunyai tugas rangkap selain melayani pasien yang merupakan tugas utama, perawat juga bertugas sebagai tata

usaha yaitu mengurus administrasi pasien di ruang rawat inap sehingga pemberian obat sering terlambat dan umumnya ini terjadi di ruang perawatan kelas II dan Kelas III. Ruang perawatan VIP dan kelas I tidak mengeluhkan pelayanan keperawatan karena jumlah tempat tidur yang lebih sedikit dibandingkan kelas II dan kelas III, sedangkan jumlah perawat hampir sama disetiap ruangan.

Keadaan ini sesuai apa yang disampaikan Aditama (2002) yang menyatakan bahwa kekurangpuasan dan beban kerja perawat yang tinggi terhadap pekerjaan akan menyebabkan kurangnya motivasi kerja perawat. Keadaan ini akan menyebabkan kurangnya kualitas pelayanan yang dalam jangka panjang dapat menimbulkan keluhan pasien /pelanggan seperti perawat kurang ramah dan kurang sabar.

Adanya SPO (Standar Prosedur Operasional) pada pelayanan perawatan di rumah sakit yang dibuat dengan melibatkan semua unsur pelaksana dan diterapkan secara prosedural dapat mengurangi atau meminimalkan keluhan atau masalah yang timbul baik dari pihak petugas maupun pasien. Selain itu perlu ditinjau kembali pendistribusian tenaga perawat dimasing-masing ruangan.

3. Pelayanan Administrasi

Pelayanan administrasi pasien dimulai masuk rumah sakit, selama perawatan berlangsung sampai keluar rumah sakit. Tujuan pelayanan administrasi adalah menciptakan suasana administrasi yang lancar dan menyenangkan bagi pasien. Pelayanan administrasi dinilai dari sikap petugas administrasi, kejelasan dan kepastian tata cara administrasi dan yang utama adalah kecepatan prosedur pelayanan

administrasi yang dijalani pasien/keluarga serta memberikan pelayanan secara adil dan merata tanpa membedakan status sosial dan ekonomi.

Dari hasil penelitian pada informan pasien PAPS yang masuk dari rawat jalan mengeluhkan sikap petugas yang kurang ramah dan waktu tunggu di bagian pendaftaran lama karena banyak pasien yang mendaftar. Berbeda dengan informan pasien PAPS yang masuk melalui IGD, berpendapat pelayanan administrasi cukup baik karena pasien langsung dapat ditangani petugas. Selain itu informan pasien PAPS yang memakai fasilitas Askes juga mengeluhkan prosedur administrasi yang berbelit-belit pada saat mau dilakukan pemeriksaan penunjang medis.

Pelayanan yang diberikan kepada pasien di RSUP HAM Medan pada dasarnya tidak ada perbedaan antara pasien Umum, Askes maupun Jamkesmas. Perbedaan hanya terletak pada fasilitas ruangan yang mana untuk pasien Askes disesuaikan dengan golongan kepangkatannya dan apabila pasien ingin dirawat pada kelas yang lebih tinggi, maka pasien dikenakan iur biaya tambahan. Sedangkan pasien Jamkesmas dirawat di kelas III sesuai peraturan yang ditetapkan oleh Pemerintah.

Dari pengamatan peneliti terlihat jumlah pasien yang mendaftar di ruang pendaftaran rawat jalan cukup banyak. Informasi yang didapat dari petugas rekam medik rata-rata kunjungan pasien rawat jalan berkisar 800 sampai dengan 1000 orang setiap harinya. Dengan jumlah petugas yang melayani pendaftaran pasien lebih kurang 18 orang, tentu ini menimbulkan antrian yang panjang

Mengenai prosedur administrasi yang dikeluhkan oleh pasien Askes menurut kepala ruangan bahwa untuk setiap pemeriksaan penunjang medis pada pasien Askes terlebih dahulu harus diverifikasi oleh pihak Askes yang ada di RSUP HAM Medan, kecuali untuk kasus-kasus yang darurat (emergency) dan yang mengurus administrasi pemeriksaan penunjang adalah keluarga pasien bersama dengan perawat ruangan. Adapun pengurusan persetujuan tindakan pemeriksaan penunjang medis pada pasien Askes dilakukan di ruang pendaftaran bersamaan dengan pasien yang mau mendaftar untuk berobat ke poliklinik sehingga membutuhkan waktu yang lama.

Hasl penelitian ini sesuai dengan pendapat Wolper (1987), yang menyatakan bahwa kesan pertama terhadap pelayanan rawat inap terbentuk sewaktu pasien berbicara pertama kali dengan bagian penerimaan/administrasi. Kesan ini sering menetap dalam diri pasien dan sikap mereka terhadap lembaga, staf dan pelayanan yang mereka terima.

4. Lingkungan Rawat Inap

Lingkungan rumah sakit mempunyai peran yang sangat penting untuk membuat pasien mau memanfaatkan fasilitas pelayanan di rumah sakit. Untuk itu rumah sakit dituntut bersih dalam segala hal, termasuk harus bersih dalam ruangan pemeriksan, ruang tindakan dan lingkungannya. Selain itu rumah sakit harus mampu memberi contoh tentang pola hidup sehat karena rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan memiliki peran dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

Penilaian terhadap lingkungan fisik meliputi penilaian kebersihan ruang perawatan, kenyamanan dan keamanan disekitar lingkungan ruang perawatan. Berdasarkan hasil penelitian umumnya informan pasien PAPS tidak begitu mempermasalahkan kondisi ruang perawatan hanya sebagian informan di ruang perawatan kelas II dan III yang merasa kurang nyaman dan kurang kebersihannya, namun mereka memaklumi karena banyaknya anggota keluarga yang menjaga pasien. Mengenai keamanan umumnya informan berpendapat keamanan sudah cukup baik di RSUP HAM Medan. Penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Thenie (2002) yang menyatakan masalah kebersihan merupakan hal yang banyak dikeluhkan oleh para informan pasien pulang paksa.

Menurut wakil kepala Instalasi Rindu A banyak keluarga pendampingi pasien di ruang perawatan kelas II dan kelas III karena penempatan tempat tidur yang tidak sesuai pada beberapa ruangan. Kelas II standarnya 1 ruangan berisi 4 tempat tidur tetapi saat ini berisi 6 tempat tidur begitu juga dengan kelas III berisi 8 tempat tidur padahal standar ruangan kelas III seharusnya berisi 6 tempat tidur. Hal ini disebabkan adanya penambahan tempat tidur karena pasien yang dirawat terus bertambah setiap harinya sementara ruangan terbatas.

Masalah kebersihan di rumah sakit dapat diatasi bila rumah sakit mampu menyediakan tenaga kebersihan selama 24 jam dan membatasi kunjungan kelurga pasien yang menginap di selasar rumah sakit. Partisipasi dari para petugas rumah sakit dan keluarga pasien dalam mengatasi masalah kesehatan akan sangat membantu terciptanya rumah sakit yang bersih, karena masalah kebersihan bukan hanya

tanggungjawab petugas kebersihan saja tapi merupakan tugas dan tanggungjawab bersama semua pihak.

5.4 Persepsi Pasien PAPS terhadap Harga/Tarif Pelayanan

Tarif pelayanan pasien umum di RSUP HAM Medan untuk VIP, kelas I dan kelas II ditetapkan berdasarkan keputusan Direktur Utama No KU.05.04 Tahun 2011, sedangkan untuk kelas III ditetapkan berdasarkan keputusan Menteri Kesehatan RI No: PL.03.03/1/3025/2012 tanggal 28 Desember 2012 yang berlaku sejak 1 Maret 2013. Untuk tarif pelayanan pasien Askes ditetapkan berdasarkan kesepakatan bersama antara PT Askes (Persero) cabang utama Medan dengan RSUP HAM Medan No 38/PKS/0511 yang berlaku sejak 1 Juni 2011. Tarif pelayanan pasien Jamkesmas mengacu pada paket INA-CBGs (Indonesia Case Based Groups) yang ditetapkan Menteri Kesehatan berdasarkan SK Menkes No 440/MENKES/SK/XII/2012.

Persepsi para informan pasien PAPS tentang tarif yang ditetapkan oleh RSUP HAM Medan sangat bervariasi, umumnya informan pasien PAPS VIP dan kelas I tidak terlalu mempermasalahkan tarif, sedangkan informan pasien PAPS kelas II dan kelas III ada beberapa permasalahannya. Masalah lebih banyak ditujukan kepada besaran tarif pemeriksaan penunjang medis dan harga obat yang membebani pasien sehingga cenderung menyebabkan terjadinya kasus PAPS.

1. Tarif honor dokter

Tarif honor dokter di RSUP HAM Medan berbeda menurut kelas perawatan, dimana untuk ruang perawatan di VIP tarif dokter Rp 75.000,-, kelas I sebesar Rp

50.000,- kelas II sebesar Rp 40.000,- dan kelas III sebesar Rp 20.000,-. Berdasarkan hasil wawancara dengan informan pasien PAPS umumnya mereka tidak mempermasalahkan besaran tarif dokter dan merasa sesuai dengan pelayanan yang diberikan.

Menurut wakil kepala Instalasi Rindu A selama ini belum ada pasien yang komplain dengan tarif honor dokter, karena mereka hanya membayar sesuai dengan jumlah kunjungan dokter spesialis.

2. Tarif rawat inap

Tarif rawat inap di RSUP HAM Medan untuk ruang VIP sebesar Rp 325.000,- , kelas I sebesar Rp 250.000,-, kelas II sebesar Rp 160.000,- dan kelas III sebesar Rp 45.000,-. Berdasarkan hasil wawancara dengan para informan pasien PAPS baik dari ruangan VIP, kelas I, II dan III menyatakan tarif rawat inap adalah sedang dan masih wajar, karena umumnya mereka dapat mengukur kemampuan bayar mereka sesuai dengan kelas yang dipilih. Mengenai kesesuaian antara biaya yang mereka keluarkan dengan akomodasi yang mereka terima 2 orang informan menyatakan tidak sesuai.

Pendapat informan ini dibenarkan oleh wakil kepala Instalasi Rindu A, bahwa untuk pasien dengan status bayar umum sebelum masuk ruangan terlebih dahulu

Dokumen terkait