• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Kecamatan Haurwangi merupakan salah satu Kecamatan di Kabupaten Cianjur merupakan pemekaran dari Kecamatan Bojongpicung dan Kecamatan Ciranjang, yang dibentuk berdasarkan Peraturan Kabupaten Cianjur Nomor 5 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kecamatan Haurwangi dan Kecamatan Pasir Kuda tanggal 16 Juli 2007. Kecamatan Haurwangi secara operasional dimulai pada tanggal 9 Mei 2008 bersamaan dengan dilantiknya para Pejabat Eselon III dan Eselon IV. Secara Geografis Kecamatan Haurwangi terletak pada Lintasan Jalur Jalan Protokol Antara Bandung Jakarta dan merupakan Pintu Gerbang Kabupaten Cianjur dari Arah Timur. Kecamatan Haurwangi yang jaraknya + 25 Km dari Ibu Kota Kabupaten, mempunyai luas 4.335,889Ha, terdiri dari Sawah

1.066,841 Ha Darat 3.269,048 Ha dengan batas-batas sebagai berikut :

a. Sebelah barat : Kecamatan Ciranjang b. Sebelah timur : Kabupaten Bandung Barat c. Sebelah utara : Kabupaten Bandung Barat d. Sebelah selatan : Kecamatan Bojong Picung

Secara administratif Kecamatan Haurwangi terdiri dari 8 desa, 19 dusun, 61 RW dan 280 RT. Adapun desanya sebagai berikut :

1. Desa Cihea 2. Desa Sukatani 3. Desa Haurwangi 4. Desa Ramasari 5. Desa Kertamukti 6. Desa Kertasari 7. Desa Mekarwangi 8. Desa Cipeyeum

Jumlah penduduk Kecamatan Haurwangi sebanyak 51 229 jiwa. Terdiri dari laki-laki 25 854 jiwa dan perempuan 25 365 jiwa. Jumlah Kepala Keluarga (KK) sebanyak 14 465 KK.

Karakteristik Keluarga

Usia Suami dan Istri

Hampir dari separuh suami (43.3%) berada pada kategori dewasa awal dan dewasa madya. Usia suami paling muda 21 tahun dan usia paling tua 70 tahun. Terdapat lima keluarga responden yang tidak memiliki suami disebabkan telah meninggal dunia ataupun bercerai. Sehingga total suami pada penelitian ini 55 orang. Lebih dari separuh istri (61.7%) berada pada kategori dewasa awal sedangkan satu pertiga (33.3%) istri berada pada kategori dewasa madya. Usia istri paling muda 18 tahun dan usia paling tua 66 tahun. Sebaran suami dan istri berdasarkan usia terdapat pada Tabel 1

21 Tabel 1 Sebaran suami dan istri berdasarkan usia

Sebaran usia (tahun) Suami Istri

n % n % Dewasa awal (18-40) 26 43.3 37 61.7 Dewasa madya (41-60) 26 43.3 20 33.3 Dewasa tua (>60) 3 5.0 3 5.0 Total 55 91.7 60 100.0 Min-Maks Rata-rata± SD 21-70 38.8 ± 16.649 18-80 38.7 ± 13.209

Lama Pendidikan Suami dan Istri

Sebagian besar (80%) suami dan hampir seluruh (93.3%) istri menempuh pendidikan SD. Terdapat (1.7%) atau satu orang istri saja yang tidak tamat SD sehingga dikategorikan tidak sekolah. Tingkat pendidikan tertinggi pada suami(3.3%) dan istri (1.7%) adalah SMA. Sebaran suami dan istri menurut tingkat pendidikan disajikan dalam Tabel 2.

Tabel 1 Sebaran suami dan istri berdasarkan tingkat pendidikan

Tingkat pendidikan Suami Istri

n % n % Tidak sekolah 0 0 1 1.7 SD 48 80 56 93.3 SMP 5 8.3 2 3.3 SMA/SMK 2 3.3 1 1.7 Perguruan Tinggi (PT) 0 0 0 0 Total 55 91.7 60 100.0 Min-Maks Rata-rata±SD 6-12 5.95±2.243 0-12 6.10±1.231

Jenis Pekerjaan Suami dan Istri

Jenis pekerjaan suami merupakan salah satu faktor yang dapat menentukan besar pendapatan keluarga yang diperoleh. Pengkategorian jenis pekerjaan dalam penelitian ini terdapat pada Tabel 3 yang menunjukan jenis pekerjaan buruh tani paling banyak (50%). Hal ini dikarenakan lokasi penelitian memiliki area persawahan yang cukup luas sehingga sebagian suami memilih bekerja sebagai buruh tani untuk memenuhi kebutuhan keluarga sehari-hari. Sedangkan sebagian besar istri (86.7%) adalah tidak bekerja dan memilih menjadi ibu rumah tangga dalam kesehariannya tanpa memiliki pekerjaan sampingan lainnya. Namun, terdapat juga istri yang ikut bekerja dengan suaminya menjadi buruh tani (6.7%). Sebaran suami dan istri berdasarkan jenis pekerjaan terdapat pada Tabel 3.

Tabel 2 Sebaran suami dan istri berdasarkan jenis pekerjaan

Tingkat pendidikan Suami Istri

n % n % Buruh tani 30 50.0 4 6.7 Buruh pabrik 7 11.7 1 1.7 Buruh bangunan 3 5.0 0 0 Pedagang 9 15.0 2 3.3 Wiraswasta 1 1.7 0 0 PNS 0 0 0 0 Karyawan swasta 2 3.3 0 0 Lain-lain 3 5.0 1 1.7 Tidak bekerja 0 0 52 86.7 Total 55 91.7 60 100.0

22

Besar Keluarga

Besar keluarga adalah jumlah total seluruh anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah. Menurut BKKBN besar keluarga dikategorikan menjadi tiga,

yaitu kecil (≤ 4 orang), sedang (5-7 orang), dan besar (≥ 8 orang). Tabel 4

menyajikan sebaran besar keluarga, kurang dari separuh (45%) keluarga contoh merupakan kategori keluarga kecil dan sedang.Jumlah anggota keluarga paling kecil dalam penelitian ini adalah tiga orang (memiliki satu anak) dan jumalah anggota keluarga paling besar adalah sebelas orang (memiliki sembilan anak). Tabel 3 Sebaran keluarga berdasarkan besar keluarga

Besar keluarga (orang)* n %

Kecil (≤4 orang) 27 45.0 Sedang (5-7 orang) 27 45.0 Besar (≥8 orang) 6 10.0 Total 60 100.0 Min-Maks 3-11 5.00±1.707 Rata-rata±SD *Kategori menurut BKKBN Pendapatan Keluarga

Pendapatan keluarga adalah sejumlah uang yang diperoleh oleh anggota keluarga dari hasil kerja yang dilakukannya. Pendapatan keluarga tidak hanya dapat diperoleh dari suami atau kepala keluarga saja, tetapi dapat diperoleh juga dari hasil kerja istri atau anak yang telah bekerja. Pendapatan terkecil keluarga contoh adalah Rp150 000 per bulan dan pendapatan terbesar keluarga contoh adalah Rp1 500 000 per bulan dengan pendapatan keluarga per bulan rata-rata Rp429 166.67 yang dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 4 Sebaran keluarga berdasarkan pendapatan keluarga per bulan

Pendapatan keluarga/bulan n % 150 000 - 600 000 53 88.3 601 000 – 1051 000 6 10.0 ≥1052 000 1 1.7 Total 60 Min-Maks Rp150 000-Rp1500 000 Rp429 166.67 ± Rp230 565.198 Rata-rata±SD

Pendapatan Keluarga Per Kapita

Pendapatan keluarga per kapita adalah total pendapatan keluarga per bulan dibagi dengan jumlah anggota keluarga. Tujuan menghitung pendapatan keluarga per kapita adalah untuk mengetahui jumlah pendapatan yang layak dalam memenuhi kebutuhan minimal serta dapat mengetahui keluarga miskin atau tidak miskin.Tabel 6 menunjukan bahwa hampir seluruh (93.3%) keluarga contoh termasuk dalam keluarga miskin.Pendapatan per kapita minimum Rp18 750 dan pendapatan per kapita maksimum Rp300 000.

23 Tabel 5 Sebaran keluarga berdasarkan pendapatan keluarga per kapita/bulan

Pendapatan per kapita* n %

Miskin (< Rp202 438) 56 93.3 Hampir Miskin (Rp202 438-Rp404 876) 4 6.7 Menengah ke atas (>Rp404 876) 0 0 Total 60 100 Min-Maks Rata-rata±SD Rp18 750-Rp300 000 Rp96 888.20±Rp63 644.960

*Garis Kemiskinan Kabupaten Cianjur (BPS 2012) sebesar Rp202 438.00 menggunakan *Kriteria menurut Puspitawati (2009) dalam Laporan: Survei Kepuasan Orang Tua terhadap Pelayanan Pendidikan Dasar yang disediakan oleh Sistem Desentralisasi Sekolah (Miskin: <1GK, Hampir Miskin: 1GK-2GK, Menengah ke atas: >2GK

Strategi Koping Fungsi Ekonomi

Puspitawati (1998) menyebutkan dua strategi koping yang dapat dilakukan oleh keluarga dalam mengatasi masalah keuangan yaitu melakukan penghematan (Cutting-Back) atau menambah pendapatan keluarga (Generating Income). Secara keseluruhan, strategi koping yang dilakukan oleh hampir seluruh (98.3%) contoh termasuk dalam kategori sedang dan hanya satu keluarga contoh yang memiliki strategi koping dalam kategori tinggi. Hal ini dikarenakan banyaknya kepala keluarga yang tidak memiliki pekerjaan yang tetap sehingga berpengaruh terhadap rendahnya pendapatan keluarga yang di terimanya. Mereka merasa bahwa kesulitan yang dialaminya merupakan kesulitan yang tertanam secara turun

temurun, sehingga sikap “pasrah” dan “menerima” merupakan usaha yang

dilakukan dalam mengatasi kesulitan yang ada. Menurut Firdaus dan Sunarti (2009) besar keluarga, serta tingkat pendidikan dan umur suami-istri secara konsisten berkorelasi dengan manajemen keuangan dan mekansime koping keluarga. Keadaan keluarga yang memiliki pendapatan yang rendah tentunya memiliki permasalahan ekonomi yang cukup besar, akan tetapi keluarga cenderung tidak dapat mengatasi permasalahan tersebut. Guhardja et al. (1992) menyebutkan bahwa individu dan keluarga berpendapatan rendah biasanya mempunyai orientasi untuk masa sekarang saja daripada orientasi untuk masa depannya dalam perspektif waktu. Faktor lingkungan tempat tinggal yang memiliki jenis pekerjaan tidak tetap dan banyak masyarakat yang memiliki pendidikan yang rendah sangat berpengaruh terhadap pandangan yang dianut oleh keluarga. Hal ini sesuai dengan Puspitawati (2012) yang menyebutkan bahwa keluarga sangat bergantung dengan lingkungan sekitarnya dan keluarga juga memengaruhi lingkungan di sekitarnya. Sebaran keluarga berdasarkan strategi koping secara lengkap tersaji pada Lampiran 3.

Tabel 7 Sebaran keluarga berdasarkan skor strategi koping fungsi ekonomi

No Kategori (kisaran skor) n %

1 Rendah (<33.3) 0 0 2 Sedang (33.4-66.7) 59 98.3 3 Tinggi (>66.7) 1 1.7 Total (n) 60 100.0 Min – Maks (skor) 42-69

24

Kesejahteraan Keluarga Objektif

Kesejahteraan keluarga objektif menggunakan instrumen dari Puspitawati (2013) dan berdasarkan kriteria kemiskinan penerima Bantuan Langsung Tunai (BLT). Berdasarkan jumlah pendapatan keluarga yang tergolong rendah dan beradasarkan perhitungan pendapatan perkapita dengan menggunakan Garis Kemiskinan (GK) dapat diketahui bahwa hampir seluruh keluarga berada dalam kategori miskin. Hal ini tentu saja berpengaruh terhadap daya beli keluarga tehadap suatu barang untuk memenuhi kebutuhan keluarga serta kepemilikan aset yang dimiliki. Sebagian besar keluarga 86.7% menempati rumah yang dihuninya atas kepemilikan sendiri, walaupun dengan fasilitas dan kondisi fisik rumah yang sederhana, dimana ditemukkan beberapa rumah yang tidak memiliki fasilitas kamar mandi dan lebih memilih memanfaatkan aliran sungai untuk dapat digunakan kegiatan sehari-hari seperti untuk mencuci, memasak mandi serta buang air.

Tabel 8 Sebaran keluarga berdasarkan persentase jawaban kesejahteraan keluarga objektif

No. Pertanyaan Ya Tidak

% %

1 Apakah keluarga memiliki kendaraan bermotor/mobil? 31.7 68.3 2 Apakah keluarga memiliki simpanan perhiasan? 28.3 71.1 3 Apakah keluarga memiliki alat-alat elektronik? 93.3 6.7 4 Apakah rumah yang ditempati merupakan kepemilikan sendiri? 86.7 13.3 5 Apakah keluarga memiliki tabungan? 8.3 91.7 6 Apakah keluarga memiliki hewan peliharaan(ayam/lambing/bebek)? 30.0 70.0 7 Apakah keluarga memiliki aset kepemilikan lahan

tanah/sawah/kebun/empang?

11.7 88.3 8 Apakah jenis lantai bangunan rumah terbuat dari tanah/bambu/kayu? 90.0 10.0 9 Apakah jenis dinding rumah terbuat dari

bambu/rumbia/kayu/tembok tanpa di plester?

91.7 8.3 10 Apakah rumah memiliki fasilitas kamar mandi dan tempat

pembuangann air besar?

65.0 35.0 11 Apakah sumber air minum berasal dari sumur/sungai/air hujan? 93.3 6.7 12 Hanya mengkonsumsi daging/ayam satu kali dalam seminggu? 85.0 15.0 13 Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam satu tahun? 75.0 25.0 14 Keluarga hanya sanggup makan kurang dari tiga kali dalam sehari? 1.7 98.3 15 Keluarga tidak mampu untuk membayar biaya pengobatan di

puskesmas/poliklinik?

10.0 90.0

Kesejahteraan Keluarga Subjektif

Kesejahteraan subjektif yang diukur dalam penelitian ini berdasarkan tingkat kepuasan contoh terhadap keadaan kehidupan dan gaya manajemen sumberdaya yang dilakukan pada keluarga. Menurut Puspitawati (2012) kesejahteraan keluarga subjektif adalah sama dengan Family Subjective quality of life (SQL) yaitu lebih menunjukan perasaan kepuasan pribadi keluarga atau rasa syukurnya akan kehidupan keluarganya. Ukuran kepuasan ini dapat berbeda-beda untuk setiap individu atau bersifat subjektif. Sebagian besar keluarga (86.7%) memiliki tingkat kesejahteraan keluarga subjektif dalam kategori sedang. Artinya

25 walaupun keluarga belum dapat menjalankan fungsi keluarga dengan baik, terutama dalam menjalankan fungsi ekonomi, keluarga tidak berusaha untuk menyelesaikan permasalahan ekonomi yang ada dan lebih memilih untuk bersikap menerima dan pasrah terhadap kondisi dan pemasalahan keluarga yang ada. Guhardja et al (1992) dalam Latifah, Hartoyo dan Guhardja (2010) menyebutkan bahwa keluarga miskin memiliki sifat fatalisme. Fatalisme adalah suatu sikap dimana seseorang pasrah terhadap suatu keadaan sehingga mengakibatkan ia tidak mampu dan tidak mau memikirkan cara untuk dapat keluar dari masalah. Kondisi ini mengakibatkan seseorang hanya dapat menggantungkan diri pada orang lain dan hanya mengharapkan datangnya bantuan tanpa melalui usaha yang nyata. Sebaran keluarga berdasarkan tingkat kesejahteraan keluarga subjektif tersaji secara lengkap pada Lampiran 4.

Tabel 9 Sebaran keluarga berdasarkan skor kesejahteraan keluarga subjektif

No Kategori (kisaran skor) n %

1 Rendah (<33.3) 0 0 2 Sedang (33.4-66.7) 50 88.3 3 Tinggi (>66.7) 10 16.7 Total (n) 60 100.0 Min – Maks (skor) 45-85

Rata-rata ± SD (skor) 42.9 ± 7.169

Tekanan Ekonomi Keluarga

Tekanan ekonomi pada hasil penelitian termasuk dalam kategori tinggi. Salah satu faktor keluarga memiliki tekanan ekonomi karena banyaknya keperluan yang harus dipenuhi oleh keluarga terlebih pada keluarga yang memiliki jumlah anggota keluarga yang banyak namun pendapatan keluarga yang diterima tidak cukup memenuhi. Hal ini sesuai dengan Firdaus dan Sunarti (2009) yang menyatakan bahwa semakin banyak anggota keluarga maka tekanan ekonomi yang dialami semakin tinggi.

Tabel 10 Sebaran keluarga berdasarkan persentase jawaban tekanan ekonomi

No Pertanyaan Ya Tidak

% %

1 Keluarga memiliki pinjaman hutang demi mengatasi permasalahan ekonomi

keluarga yang ada 83.3 16.7 2 Sering terjadi kesulitan ataupun permasalahan yang dialami setiap menerima

gaji/upah dalam bekerja 36.7 63.3 3 Terpaksa bekerja dari tempat satu ke tempat lain karena belum memiliki

pekerjaan yang tetap 53.3 46.7 4 Barang berharga yang dimiliki oleh keluarga sangat sederhana dan tidak cukup

banyak 93.3 6.7 5 Banyaknya keperluan yang harus dipenuhi, menyebabkan keluarga tidak sempat menyisihkan sebagian dana untuk ditabungkan 96.7 3.3

Sebagian besar keluarga (83.3%) memiliki pinjaman hutang dalam mengatasi permasalahan ekonomi yang ada, dan sisanya sebanyak (16.7%) lebih memilih menjual aset keluarga apabila dihadapkan dalam permasalahan kesulitan ekonomi keluarga. lebih dari separuh keluarga (63.3%) tidak mengalami kesulitan ataupun permasalahan setiap kali menerima gaji/upah dalam bekerja. Upah/gaji

26

yang diterima dalam bekerja diberikan setiap satu kali bekerja dan rata-rata setiap kepala keluarga tidak memiliki gaji/upah bulanan, mereka hanya akan mendapat gaji/upah setiap kali ada pekerjaan yang meminta bantuan mereka. Hal ini dapat dilihat dari lebih dari separuh keluarga (53.3%) terpaksa berpindah-pindah setiap kali bekerja karena tidak memiliki pekerjaan yang tetap. Hampir seluruh keluarga (93.3%) memiliki barang berharga yang dimiliki oleh keluarga yang sangat sederhana. Barang-barang tersebut diantanya adalah alat elektronik tv, emas, dan hanya beberapa keluarga yang memiliki kendaraan motor sebagai aset keluarga. Banyaknya keperluan yang harus dipenuhi oleh keluarga dan adanya tekanan ekonomi menyebabkan hampir seluruh keluarga (96.7%) tidak sempat menyisihkan sebagian dana untuk ditabungkan dan masih menganggap dana keluarga yang ada jauh dari cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

Tabel 11 Sebaran keluarga berdasarkan skor tekanan ekonomi

No Kategori (kisaran skor) n %

1 Rendah (<33.3) 2 3.3 2 Sedang (33.4-66.7) 28 48.7 3 Tinggi (>66.7) 30 50.0 Total (n) 60 100.0 Min – Maks (skor) 0-5

Rata-rata ± SD (skor) 2.46 ± .56648

Potensi Perdagangan Manusia

Potensi perdagangan manusia merupakan potensi perdagangan manusia yang berasal dari eksternal dan internal. Potensi eksternal merupakan potensi yang berasal dari lingkungan. Sementara itu, potensi internal berasal dari keluarga. Kondisi kelurga di tempat penelitian telah terbiasa untuk menikahkan anak perempuannya walaupun masih usia remaja. Selain banyak masyarakat yang memiliki pendidikan yang rendah dan lebih memilih untuk bekerja dibandingkan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Di dalam Modul Pendidikan untuk Pencegahan Trafiking menyatakan bahwa keluarga yang memiliki banyak anak sering tidak mampu menghidupi seluruh keluarga mereka secara layak sehingga anak-anak perempuan umumya tidak disekolahkan dan diizinkan (bahkan didorong) mencari pekerjaan pada usia yang masih sangat muda.

Potensi perdagangan manusia eksternal. Potensi eksternal berupa

faktor-faktor yang mendorong terjadinya perdagangan manusia yang berasal dari lingkugan. Tempat penelitian ini merupakan tempat yang direkomendasikan oleh pihak BKBPP karena salah satu warga pernah menjadi korban tindakan perdagangan manusia pada saat bekerja di luar negeri. Wilayah tempat yang dijadikan tempat penelitian tidak terlihat adanya tempat prostitusi, sehingga hanya (28.3%) keluarga yang menyatakan bahwa lingkungan memiliki dampak negatif kepada anggota keluarga. Selain itu sebanyak (25%) keluarga menyatakan bahwa kemajuan teknologi dapat memberikan pengaruh negatif terhadap keluarga.

Pada saat penelitian lebih banyak ditemui anak-anak remaja yang telah lebih memilih bekerja ataupun telah menikah. Kondisi lingkungan yang cukup kumuh karena masih memanfaatkan air aliran sungai untuk tempat mencuci baju, mandi bahkan sebagai tempat pembuangan air kecil dan besar.Hampir

27 setengahnya wilayah merupakan daerah persawahan sehingga banyak para kepala keluarga ataupun pemuda desa yang bekerja sebagai buruh tani. Jenis pekerjaan lain yang ditemui adalah buruh bangunan, buruh jahit, pedagang. Pendapatan yang diterima dari semua jenis pekerjaan tersebut bersifat tidak pasti, karena masyarakat pada waktu tertentu, seperti contoh para buruh tani akan dipekerjakan apabila sawah telah tiba musim panen, buruh jahit bekerja jika ada pesanan dan buruh banguan akan bekerja bila wilayah desa telah mendapat bantuan untuk pembangunan desa. Jenis pekerjaan yang tidak pasti dan gaji yang diterima yang relatif rendah menyebabkan hampir seluruh keluarga (85.0%) terbiasa untuk memperkerjakan setiap anggota keluarga untuk bekerja di luar kota atau luar negeri dengan harapan gaji/upah yang diterima selama bekerja dapat jauh lebih besar.

Tabel 12 Sebaran keluarga berdasarkan persentase jawaban potensi perdagangan manusia eksternal

No Pertanyaan Jawaban Ya

n %

1 Terdapat lingkungan prostitusi di sekitar rumah yang membuat saya dan

keluarga tidak merasa nyaman 1 1.7 2 Adanya praktek prostitusi di lingkungan rumah sudah dianggap biasa oleh

masyarakat sekitar 1 1.7 3 Keadaan lingkungan sekitar biasa memperkerjakan setiap anggota keluarganya untuk bekerja di luar kota atau di luar negeri 51 85.0 4 Lingkungan prostitusi merupakan hal yang meresahkan keluarga dalam menjalani aktivitas sehari-hari 9 15.0 5 Kemajuan teknologi dan informasi saat ini memberikan dampak negatif terhadap kehidupan anggota keluarga 15 25.0 6 Jalur transportasi yang strategis menyebabkan lingkungan rumah sering dikunjungi orang luar 56 93.3 7 Lingkungan sekitar dapat membawa pengaruh negatif kepada anggota

keluarga dalam menjalankan aktivitas sehari-hari 17 28.3 8 Di dalam masyarakat sekitar menjadi buruh migran ke luar negeri merupakan hal biasa yang dilakukan oleh setiap anggota keluarganya 56 93.3 9

Masyarakat di sekitar rumah biasanya mewajibkan setiap anggota keluarga selain orangtua untuk bekerja walaupun ada anggota keluarga yang masih berusia remaja

32 53.3 10 Pendapatan keluarga mempengaruhi pemenuhan kebutuhan ekonomi 60 100 11 Peningkatan kebutuhan barang pokok menyebabkan adanya tekanan

ekonomi 59 98.3 12 Kurangnya lapangan pekerjaan di lingkungan sekitar rumah memaksa

anggota keluarga untuk bekerja di luar kota maupun di liar negeri 43 71.1 13 Terdapat pemahaman di dalam masyarakat sekitar bahwa dengan bekerja

menjadi buruh migran jauh lebih menguntungkan secara ekonomi 36 60.0 14 Terdapat banyak anak yang putus sekolah dan pengangguran yang banyak

di lingkungan masyarakat 60 100

Hampir seluruh keluarga (93.3%) menyatakan bahwa lingkungan masyarakat menyatakan bahwa menjadi buruh migran keluar negeri merupakan hal biasa. Mendapatkan gaji/upah yang lebih besar dan informasi dari tetangga yang telah lebih dahulu menjadi buruh migran merupakan faktor yang mendorong seseorang untuk lebih memilih bekerja di luar negeri. Lebih dari separuh keluarga (60%) menyatakan bahwa bekerja menjadi buruh migran jauh lebih menguntungkan secara ekonomi. Hal tersebut yang akhirnya membentuk pemahaman dalam keluarga bahwa lebih memilih untuk bekerja dari pada melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Lebih dari separuh (53.3%) keluarga mewajibakan anggota keluarga selain orangtua untuk bekerja walaupun

28

masih berusia remaja. Alasan utama keluarga memiliki pandangan tersebut karena pendapatan keluarga yang dimiliki masih sangat kurang untuk mencukupi kebutuhan keluarga dan menyebakan adanya tekanan ekonomi keluarga. Selain itu hampu tiga perempat keluarga (71.1%) menyatakan bahwa lebih memilih bekelrja di luar kota atau luar negeri karena kondisi jenis pekerjaan di lingkungan sekitar rumah tidak pasti serta keadaan lingkungan yang tidak berkembang seperti banyak ditemui anak yang putus sekolah dan pengangguran.

Potensi perdagangan manusia internal. Potensi perdagangan manusia

internal merupakan potensi yang berasal dari keluarga. Hasil penelitian menunjukan lebih dari separuh (65%) keluarga memiliki masalah ekonomi dalam membiayai pendidikan anggota keluarga, oleha karena itu sebagian masyarakat memiliki rata-rata pendidikan hanya sampai Sekolah Dasar. Keterbatasan ekonomi keluarga menyebabkan setiap anggota keluarga diizinkan untuk bekerja dari pada untuk meneruskan pendidikan walaupun masih berusia remaja. Terdapat keluarga yang selalu mendorong setiap anggota keluarga untuk bekerja di luar negeri.

Tabel 13 Sebaran keluarga berdasarkan persentase jawaban potensi perdagangan manusia internal

No Pertanyaan Jawaban Ya

n %

1 Keluarga memiliki masalah ekonomi dalam membiayai pendidikan

anggota keluarganya 39 65.0 2 Keluarga mengizinkan setiap anggota keluarga untuk bekerja jika tidak sekolah 42 70.0 3 Keluarga selalu mendorong setiap anggota keluarganya untuk bekerja ke

luar negeri 9 15.0 4 Keluarga tidak terlalu memperhatikan lingkungan pergaulan setiap anggota

keluarganya 9 15.0 5 Keluarga mewajibkan setiap anggota keluarga yang telah berusia remaja

untuk mencari penghasilan tambahan 17 28.3 6 Keluarga terbiasa berhutang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari

apabila keluarga tidak memiliki uang yang cukup 46 76.6 7 Menjual aset keluarga merupakan solusi dalam mengatasi persoalan

ekonomi keluarga 56 93.3 8 Adanya pemahaman dalam keluarga bahwa penghasilan tinggi lebih

diutamakan dibandingkan dengan memiliki status pendidikan yang tinggi 51 85.0 9 Keluarga selalu menanamkan nilai-nilai agama dalam menjalani kehidupan

sehari-hari 59 98.3 10 Adanya pemahaman dalam keluarga bahwa perempuan jauh lebih

menguntungkan dibandingkan laki-laki 6 10.0 11 Keluarga selalu mengarahkan setiap anggota keluarganya sejak dini untik

bekerja di luar negeri 4 6.7 12 Keluarga tidak terlalu memperhatikan tentang dimana tempat anggota

keluarganya untuk bekerja 13 21.7 13 Keluarga tidak terlalu memperhatikan tentang jenis pekerjaan setiap

anggota keluarganya 22 36.7 14 Kebahagiaan keluarga dapat dirasakan apabila keluarga memiliki

penghasilan yang tinggi sehingga dapat memenuhi kebutuhan hidup 47 78.3

Selain itu terdapat keluarga yang tidak terlalu memperhatikan lingkungan pergaulan setiap anggota keluarga. Terdapat tujuh belas keluarga yangbmewajibkan setiap anggota keluarga yangterlah berusia remaja untuk mencari tambahan penghasilan keluarga. lebih dari tiga perempat keluarga (76.6%) terbiasa berhutang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari apabila terjadi kesulitan ekonomi dan sebanyak (93.3%) keluarga memilih untuk menjual aset

29 keluarga sebagai solusi dalam mengatasi kesulitan ekonomi keluarga.Sebanyak lima puluh satu keluarga berpendapat bahwa memiliki penghasilan tinggi jauh lebih diutamakan dari pada memiliki memiliki pendidikan yang tinggi. Keluarga pun masih menanamkan nilai-nilai agama dalam kehidupan sehari-hari. Selain itu terdapat enam keluarga yang memiliki pemahaman bahwa memiliki anak perempuan jauh lebih menguntungan dari pada memiliki anak laki-laki, selain itu terdapat empat keluarga yang mengarahkan setiap anggota kelaurga untuk dapat bekerja di luar negeri. Terdapat keluarga yang tidak terlalu memperhatikan tentang dimana tenpat anggota keluarga dalam bekerja dan jenis pekerjaan yang dijalani serta lebih dari tiga perempat keluarga (78.3%) menyatakan bahwa kebahagiaan keluarga dapat dirasakan apabila keluarga memiliki penghasilan yang tinggi sehingga dapat memenuhi kebutuhan hidup.

Hasil penelitian pada Tabel 14 menyajikan skor kategori skor potensi perdagangan manusia. Potensi yang diukur dari potensi perdagangan manusia dari internal dan eksternal. Tiga perempat contoh (78.3%) termasuk kategori sedang terjadinya potensi perdagangan manusia. Potensi secara internal ataupun eksternal termasuk kategori sedang yaitu sebanyak (80%) dan (71.1%) hal ini disebabkan

Dokumen terkait