• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Strategi Koping, Potensi Perdagangan Manusia, dan Kesejahteraan Keluarga (Kasus di Kabupaten Cianjur)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Strategi Koping, Potensi Perdagangan Manusia, dan Kesejahteraan Keluarga (Kasus di Kabupaten Cianjur)"

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS STRATEGI KOPING, POTENSI PERDAGANGAN

MANUSIA DAN KESEJAHTERAAN KELUARGA

(Kasus di Kabupaten Cianjur)

MERISA

DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Strategi Koping, Potensi Perdagangan Manusia, dan Kesejahteraan Keluarga adalah benar karya saya dengan arahan dari Dosen Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

MERISA. Analisis Strategi Koping, Potensi Perdagangan Manusia, dan Kesejahteraan Keluarga. Dibimbing oleh HERIEN PUSPITAWATI.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan strategi koping, potensi perdagangan manusia dan kesejahteraan keluarga. Penelitian dilakukan di Desa Sukatani, Kecamatan Haurwangi, Kabupaten Cianjur. Contoh dalam penelitian ini adalah keluarga yang memiliki tingkat ekonomi yang rendah dan tinggal di kawasan yang memiliki potensi perdagangan manusia berdasarkan rekomendasi BKBPP Kabupaten Cianjur yang diambil dengan teknik nonprobability sampling dan purposive sebanyak 60 orang. Pengambilan data dilakukan dengan dengan wawancara menggunakan kuesioner dan indepth interview. Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat hubungan positif antara potensi internal perdagangan manusia dengan strategi koping yang terdiri dari strategi penghematan dan strategi penambahan pendapatan. Selain itu, potensi perdagangan manusia tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan kesejahteraan keluarga.

Kata kunci: kesejahteraan keluarga, kemiskinan, potensi perdagangan manusia, strategi koping.

ABSTRACT

MERISA. Coping Strategies, Potential Human Trafficking and Family Welfare. Supervised by HERIEN PUSPITAWATI.

The aim of this research was to analyze correlations between coping strategies, the potential for human trafficking and family welfare. The study was conducted in the village of Sukatani, Haurwangi subdistrict, Cianjur. Examples in this study is a family that has a low economic level and living in the area that has the potential of human trafficking based on the recommendation BKBPP Cianjur taken by purposive sampling and nonprobability technique as much as 60 people. Data were collected by interviews using questionnaires and in-depth interview. The results showed that there is a positive relationship between the internal potential of human trafficking with a coping strategy that consists of cutting back expenses and generating additional income. The potential for human trafficking does not have a significant correlations with the welfare of the family.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

pada

Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen

ANALISIS STRATEGI KOPING, POTENSI PERDAGANGAN

MANUSIA DAN KESEJAHTERAAN KELUARGA

(Kasus di Kabupaten Cianjur)

MERISA

DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(6)
(7)
(8)

Judul Skripsi : Analisis Strategi Koping, Potensi Perdagangan Manusia, dan Kesejahteraan Keluarga (Kasus di Kabupaten Cianjur)

Nama : Merisa NIM : I24090078

Disetujui oleh

Dr Ir Herien Puspitawati, M.Sc, M.Sc Pembimbing

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Ujang Sumarwan, M.Sc Ketua Departemen

(9)

PRAKATA

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga penulisan skripsi yang berjudul “Analisis Karakteristik Keluarga, Strategi Koping, dan Potensi Perdagangan Manusia (Kasus di Kabupaten Cianjur)” telah terselesaikan dengan baik. Terima kasih dan rasa hormat penulis ucapkan kepada:

1. Dr. Ir. Herien Puspitawati. M.Sc., M.Sc selaku dosen pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu dan ilmu-ilmunya untuk membimbing penulis dalam penyusunan skripsi ini.

2. Dr. Ir. Lilik Noor Yuliati,MFSA sebagai dosen pembimbing akademik yang telah membimbing selama penulis menjadi mahasiswa.

3. Ibu Tuti selaku Kepala Bidang Bagian Pemberdayaan Keluarga dan Perempuan BKBPP (Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan) Kabupaten Cianjur beserta jajarannya yang telah memberikan rekomendasi dan perizinan untuk lokasi penelitian.

4. Ibu Popon selaku kader di bidang keluarga untuk Kecamatan Haurwangi yang telah memberikan informasi terkait penelitian.

5. Kepala Desa Sukatani, Kecamatan Haurwangi, Kabupaten Cianjur beserta staff yang telah memberikan izin untuk pengambilan data.

6. Ibu Yuli beserta keluarga yang telah menyediakan tempat tinggal selama pengambilan data berlangsung.

7. Prof. Dr. Ir. Rizal Sjarief Sjaiful Nazli, D.E.S.S. atas segala bimbingan dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis.

8. Keluarga tercinta terutama Papah dan Mamah atas segala jerih payah, doa, kesabaran, dan kasih sayang tak terbalas yang senantiasa diberikan demi keberhasilan penulis

9. Teman seperjuangan penelitian Rena, Nesvi, Aida, dan Salsabila atas waktu, kebersamaan, motivasinya, dan dukungannya. Rekan-rekan IKK 46 untuk kebersamaannya selama penulis menempuh pendidikan S1 di Departemen IKK,IPB.

10.Sahabat terbaik Sisi, Dewi, Bagus, Amel, Holli, Rany, Didi, Echa, Icha, Rangga, Cici, Nindy, Destia, Diego, Ronald.

11.Kepada semua pihak yang belum disebutkan, yang telah memberikan kontribusi dalam penyelesaian tugas akhir ini, penulis ucapkan terima kasih. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Harapan penulis adalah semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 3

Manfaat Penelitian 3

TINJAUAN PUSTAKA 4

Pendekatan Teori Keluarga 4

Strategi Koping 5

Kesejahteraan Keluarga 6

Kemiskinan 8

Potensi Perdagangan Manusia 10

KERANGKA PEMIKIRAN 12

METODE 15

Desain, Lokasivdan Waktu Penelitian 15

Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh 15

Jenis dan Cara Pengumpulan Data 16

Pengolahan dan Analisis Data 17

Definisi Oprasional 18

HASIL 20

PEMBAHASAN 31

SIMPULAN DAN SARAN 34

Simpulan 34

Saran 34

DAFTAR PUSTAKA 35

(11)

DAFTAR TABEL

1 Sebaran suami dan istri berdasarkan usia 21

2 Sebaran suami dan istri berdasarkan tingkat pendidikan 21 3 Sebaran suami dan istri berdasarkan jenis pekerjaan 22

4 Sebaran keluarga berdasarkan besar keluarga 22

5 Sebaran keluarga berdasarkan pendapatan keluarga per bulan 22 6 Sebaran keluarga berdasarkan pendapatan keluarga per kapita/bulan 23 7 Sebaran keluarga berdasarkan skor strategi ekonomi fungsi ekonomi 23 8 Sebaran keluarga berdasarkan persentase jawaban kesejahteraan

keluarga objektif 24

9 Sebaran keluarga berdasarkan skor kesejahteraan keluarga subjektif 25 10 Sebaran keluarga berdasarkan persentase jawaban tekakan ekonomi 25 11 Sebaran keluarga berdasarkan skor tekanan ekonomi 26 12 Sebaran keluarga berdasarkan persentase jawaban potensi

perdagangan manusia eksternal 27

13 Sebaran keluarga berdasarkan persentase jawaban potensi

perdagangan manusia internal 28

14 Sebaran keluarga berdasarkan kategori skor potensi perdagangan

manusia 29

15 Hubungan strategi koping, potensi perdagangan manusia dan

kesejahteraan keluarga 31

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pemikiran analisis strategi koping, potensi perdagangan manusia

dan kesejahteraan keluarga 14

DAFTAR LAMPIRAN

1 Hasil penelitian terdahulu 37

2 Pengukuran variabel penelitian 41

3 Sebaran contoh berdasarkan strategi koping 42

4 Sebaran contoh berdasarkan tingkat kesejahteraan subjektif 44

5 Tabel korelasi 45

6 Indepth interview 46

7 Kronologi instrumen dan pengukuran 48

(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Berdasarkan data IOM (2010) dalam PKGA-IPB (2011) menyebutkan bahwa Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah kasus perdagangan manusia terbesar dengan 3909 kasus (99.14%). Indonesia dinilai termasuk sumber utama perdagangan perempuan, anak-anak dan laki-laki, baik sebagai budak seks maupun korban kerja paksa (VOA Indonesia 2012). Menurut laporan tahunan Departemen Luar Negeri Amerika tentang perdagangan manusia tahun 2011 menyatakan bahwa Indonesia dimasukkan pada lapis kedua dalam memenuhi standar perlindungan korban perdagangan manusia (TPPO). Puspitawati (2012) menyebutkan bahwa Tindak Peradagangan Orang (TPPO) di Indonesia meningkat dari tahun ke tahun dengan modus penempatan tenaga kerja ke luar negeri. Provinsi Jawa Barat merupakan provinsi yang melakukan pengiriman terbesar dalam kasus perdagangan manusia dengan 920 kasus (23.3%) dan Kabupaten Cianjur merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Jawa Barat yang memiliki jumlah korban perdagangan manusia terbesar ketiga setelah Kabupaten Indramayu dan Kabupaten Bandung (PKGA-IPB 2011).

Menurut Undang Undang Nomor 21 Tahun 2007 Pasal 1, yang dimaksud perdagangan manusia adalah tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi. Casey (2010) menyatakan bahwa perdagangan manusia di seluruh dunia di dorong oleh proses yang kompleks namun secara umum adalah faktor kemiskinan. Indonesia sebagai negara yang kaya akan sumber daya alam masih memiliki permasalahan kemiskinan. Pada tahun 2012 mempunyai 29.13 juta jiwa penduduk yang tergolong miskin dengan persentase penduduk miskin di daerah perkotaan sebesar 8.78 persen dan di daerah perdesaan sebesar 18.48 persen (BPS 2012).

(13)

2

kepuasan dalam keluarga. Sesuai dengan teori yang disampaikan oleh Santamarina et al. (2002) yang diacu dalam Suandi (2007) bahwa kesejahteraan dengan pendekatan subjektif diukur dari tingkat kebahagiaan dan kepuasan yang dirasakan oleh masyarakat sendiri bukan oleh orang lain. Desa Haurwangi, Kabupaten Cianjur merupakan salah satu desa yang masih mengalami masalah kemiskinan dan menurut BKBPP (Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan) Kabupaten Cianjur, desa tersebut berpotensi pada kasus perdagangan manusia. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian di desa tersebut untuk mengidentifikasi strategi koping, potensi perdagangan manusia dan kesejahteraan keluarga.

Perumusan Masalah

Kabupaten Cianjur merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Barat yang memiliki luas wilayah sekitar 3 501.48 km² (BPS 2010). Data sensus penduduk 2000 menunjukkan bahwa penduduk Cianjur mencapai 1 931 480 jiwa yang terdiri dari penduduk laki-laki sebanyak 982 164 jiwa dan perempuan 949 676 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk 2.23 persen (Cianjurkab.go.id). Akan tetapi Kabupaten Cianjur sendiri masih belum terlepas dari masalah kemiskinan walaupun data BPS menunjukan bahwa jumlah penduduk miskin di Kabupaten Cianjur mengalami penurunan pada setiap tahunnya. Jumlah penduduk miskin di Kabupaten Cianjur tahun 2007 sebesar 18.49 persen dan pada tahun 2010 menurun menjadi 14.32 persen.

Kemiskinan dapat mendorong terjadinya berbagai permasalahan diantaranya adalah potensi perdagangan manusia. Faktor ekonomi adalah salah satu pemicu utama terjadinya praktek perdagangan manusia. kurangnya kesempatan ekonomi di daerah asal, konflik bersenjata, bencana alam, krisis ekonomi yang berkepanjangan menyebabkan sulitnya memperoleh lapangan pekerjaan. Faktor kemiskinan inilah yang mendorong manusia ingin bekerja apa saja yang dapat dilakukan yang penting mendapat upah/uang (Direktorat Pendidikan Masyarakat 2007).

(14)

3 tetapi pada saat ini banyak ditemukan beberapa kasus yang melibatkan keluarga dalam terjadinya perdagangan manusia karena adanya faktor ekonomi.

Berdasarkan identifikasi latar belakang diatas, maka pertanyaan peneliti adalah:

Bagaimana strategi koping keluarga?

Bagaimana potensi perdagangan manusia dalam lingkungan sekitar? Bagaimana kesejahteraan keluarga?

Bagaimana hubungan strategi koping, potensi perdagangan manusia denfan kesejahteraan keluarga?

Tujuan Penelitian

Tujuan Umum

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan strategi koping, potensi perdagangan manusia dan kesejahteraan keluarga.

Tujuan Khusus

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Menganalisis strategi koping yang dilakukan oleh keluarga 2. Mengidentifikasi potensi perdagangan manusia

3. Mengidentifikasi kesejahteraan keluarga

4. Menganalisis hubungan antara strategi koping, potensi perdagangan manusia dan kesejahteraan keluarga

Manfaat Penelitian

(15)

4

TINJAUAN PUSTAKA

Pendekatan Teori Keluarga

Pengertian Keluarga

Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami, istri atau suami istri anaknya atau ayah dan anaknya atau ibu dan anaknya yang disatukan oleh ikatan perkawinan, darah, dan adopsi dan berkomunikasi satu sama lain yang menimbulkan peranan-peranan sosial bagi suami istri, ayah dan ibu, dan putri serta putra (UU No 10 Tahun 1992).

Terdapat delapan fungsi keluarga utama menurut Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1994 dalam BKKBN (1996) tentang penyelenggaraan pembangunan keluarga sejahtera yaitu fungsi keagamaan, fungsi soaial budaya, fungsi cinta kasih, fungsi melindungi, fungsi reproduksi, fungsi sosialisasi dan pendidikan, fungsi ekonomi, dan fungsi pembinaan lingkungan. Rice dan Tucker (1986) membagi fungsi keluarga menjadi dua fungsi utama, yaitu fungsi instrumental seperti memberikan nafkah dan memenuhi kebutuhan biologis dan fisik kepada anggota keluarga. Fungsi kedua adalah fungsi ekspresif yaitu memenuhi kebutuhan psikologis, sosial, dan emosi serta pemenuhan kebutuhan psikologis seperti kasih sayang, kehangatan, aktualisasi dan pengenbangan diri.

Teori Struktural-Fungsional

Teori struktural fungsional ini memandang bahwa masyarakat merupakan sebuah sistem yang terdiri dari beberapa bagian bagian atau subsistem yang saling berhubungan satu dengan yang lainnya. Pendekatan ini mengakui adanya keragaman kehidupan sosial dalam struktur masyarakat (Megawangi 1999). Teori ini menekankan pada adanya suatu keseimbangan sistem yang stabil pada keluarga sehingga terciptanya kestabilan sosial dalam sistem masyarakat. Menurut Megawangi (1999) pendekatan ini tidak lepas dari pengaruh budaya, norma, dan nilai-nilai yang melandasi sistem masyarakat tersebut.

Penerapan teori struktural fungsional dalam keluarga dapat dilihat melalui adanya struktur dan aturan yang diterapkan. Menurut Levy dalam Mengawangi (1999) pembagian tugas masing-masing anggota keluarga dengan jelas sesuai dengan status sosialnya maka fungsi keluarga akan terganggu. Adanya pembagian tugas dan peran dalam keluarga bertujuan untuk menjalankan fungsi keluarga dengan baik dan dapat menciptakan suatu keharmonisan di dalam kehidupan keluarga. Terdapat persyaratan struktural menurut Levy dalam Megawangi (1999) yang harus dipenuhi keluarga agar dapat berfungsi, diantaranya:

1. Diferensiasi peran : Serangkaian tugas dan aktivitas yang harus dilakukan dalam keluarga, maka harus ada lokasi peran untuk setiap aktor dalam keluarga. Terminologi diferensiasi peran bisa mengacu pada umur, gender, generasi, juga posisi status ekonomi dan politik dari masing-masing aktor.

(16)

5 hubungan. Cinta atau kepuasan menggambarkan hubungan antar anggota. Sedanfkan intensitas adalah kedalaman relasi antar anggota menurut kadar cinta, kepedulian, ataupun ketakutan.

3. Aloksi ekonomi : Distribusi barang-barang dan jasa untuk mendapatkan hasil yang diinginkan. Diferensiasi tugas juga ada dalam hal ini terutama dalam hal produksi, distribusi, dan konsumsi dari barang dan jasa dalam keluarga.

4. Alokasi politik : Distribusi kekuasaan dalam keluarga dan siapa yang bertanggung jawab atas setiap tindakan anggota keluarga. Agar keluarga dapat berfungsi maka distribusi kekuasaan pada tingkat tertentu diperlukan.

5. Alokasi integrasi dan ekspresi : Distribusi teknik atau cara untuk sosialisasi, internalisasi, dan pelestarian nilai-nilai dan perilaku yang memenuhi tuntutan norma yang berlaku untuk setiap anggota keluarga. Terdapatnya perbedaan fungsi tersebut bertujuan untuk mencapai tujuan organisasi dan bukan untuk kepentingan umum. Struktur dan fungsi dalam sebuah organisasi ini tidak dapat dilepaskan dari pengaruh budaya, norma, dan nilai-nilai yang melandasi sistem masyarakat (Megawangi 1999).

Strategi Koping

Strategi koping didefinisikan sebagai usaha kognitif dan perilaku seseorang untuk mengorganisasikan sumber daya personal untuk mencapai tujuan (Lazarus 1991 dalam Puspitawati 2012). Berdasarkan model ini seorang individu dapat: (1) memperkirakan faktor lingkungan untuk menentukan apakah situasi tersebut merupakan ancaman atau peluang bagi dirinya, (2) mengevaluasi tuntutan, pembatas dan sumber daya atau daya dukung lingkungan serta mengorganisasikan elemen-elemen tersebut, dan (3) membangun dan menggunakan strategi spesifik untuk mengurangi konsekuesni negatif yang timbul karena ada tekanan (Folkman dan Lazarus 1988) dalam (Puspitawati 2012)

Jenis Strategi Koping

Puspitawati (1998) dalam Puspitawati (2012) menyebutkan dua strategi koping dilakukan oleh keluarga dalam mengatasi masalah keuangan, yaitu:

a. Generating additional income adalah strategi yang diarahkan untuk meningkatkan ketersediaan sumber daya keuangan dalam keluarga oleh anggota keluarga dengan cara anggota keluarga bekerja tambahan (pekerja kedua), bekerja dengan tambahan waktu lebih lama, atau tambahan anggota keluarga yang bekerja.

(17)

6

cara mengurangi pengeluaran terhadap pemeliharaan kesehatan, perabotan rumah tangga, menunda liburan, aktivitas sosial, sumbangan sosial, membeli barang bekas, dan sebagainya.

Kesejahteraan Keluarga

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1992, keluarga sejahtera diartikan sebagai keluarga yang dibentuk berdasarkan atas perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan hidup spiritual dan material yang layak, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki hubungan yang serasi, selaras, dan seimbang antar anggota dan antar keluarga dengan masyarakat dan lingkungannya (BKKBN 1992).

Menurut Puspitawati (2009) dimensi kesejahteraan keluarga sangat luas dan kompleks.Taraf kesejahteraan tidak hanya berupa ukuran yang terlihat (fisik dan kesejahteraan) tapi juga yang tidak dapat dilihat (spiritual). Oleh karena itu, terdapat beberapa istilah yang digunakan untuk menganalisis tingkat kesejahteraan keluarga (Puspitawati 2005) sebagai berikut :

1. Economical well-being: Indiaktor yang digunakan pendapatan (GNP, GDP, Rumah Tangga) dan aset nasional (anggaran, devisa)

2. Social well-being: Indikator yang digunakan tingkat pendidikan (SD-SMP-SMA-PT) dan pekerjaan (while collar = elit/prof, sarjana &blue collar = proletar/buruh pekerja)

3. Physical well-being: Indikator yang digunakan status gizi, status kesehatan, tingkat mortalitas

4. Psychological/spiritual mental: Indikator yang digunakan sakit jiwa, stress, bunuh diri, perceraian, abrosi

Feurson, Horwood, dan Beutrais menyatakan bahwa kesejahteraan keluarga dapat dibedakan ke dalam kesejahteraan ekonomi dan kesejahteraan material. Kesejahteraan ekonomi keluarga misalnya diukur dalam pemenuhan akan input keluarga (pendapatan, upah, aset, dan pengeluaran), sedangkan kesejahteraan material keluarga diukur dari berbagai bentuk barang dan jasa yang diakses oleh keluarga (Sumarwan dan Hira 1993). Quality of Lifemerupakan salah satu cara untuk mengukur kepuasan atau kesenangan seseoranf secara subjektif. Menurut World Health Organization (WHO) terdapat enam kategori dari kesejahteraan (quality of life or individual well-being) yaitu fisik, psikologis, tingkat kemandirian, hubungan sosial, lingkungan, dan spiritual (Santamarina et al. 2002 dalam Suandi 2005).

Menurut Syarief dan Hartoyo (1993), faktor-faktor yang mempengaruhi kesejahteraan keluarga diantaranya :

1. Faktor ekonomi. Adanya kemiskinan yang dialami oleh keluarga akan menghambat upaya peningkatan pembangunan sumberdaya yang dimiliki keluarga, yang pada gilirannya akan menghambat upaya peningkatan kesejahteraan keluarga.

(18)

7 Adanya kemantapan buday diharapkan akan mampu memperkokoh keluarga dalam menjalankan fungsinya.

3. Faktor teknologi. Peningkatan kesejahteraan juga harus didukung oleh pengembangan teknologi. Keberadaan teknologi dalam proses produksi diakui telah mampu meningkatkan kapasitas dan efesiensi produksi. Penguasaan dan teknologi ini berkaitan dengan tingkat pendidikan dan kepemilikan modal.

4. Faktor keamanan. Keberhasilan pelaksanaan pembangunan dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat ditentukan oleh adanya stabilitas keamanan yang terjamin.

5. Faktor kehidupan beragama. Kesejahteraan keluarga akan menyangkut masalah kesejahteraan spiritual. Setiap keluarga diberi hak untuk dapat mempelajari dan menjalankan syariat agamanya masing-masing dengan tanpa memaksa agama yang satu kepada gama yang lain. Sehingga pemahaman keagamaan dan pelaksanaan syariat akan mampu meningkatkan spiritualnya.

6. Faktor kepastian hukum. Peningkatan kesejahteraan keluarga juga menuntut adanya jaminan atau kepastian hukum.

Pengukuran Kesejahteraan Keluarga

Kesejahteraan keluarga dapat diukur melalui dua pendekatan yaitu pendekatan objektif ekonomi dan pendekatan subjektif ekonomi. Pendekatan objektif ekonomi hanya diukur secara material. Ukuran yang sering digunakan adalah kepemilikan uang, kepemilikan lahan/aset, pengetahuan, energi, keamanan, dan lain-lain. Sedangkan kesejahteraan berdasarkan pendekatan subjektif diukur berdasarkan kebahagiaan dan kepuasan yang dirasakan oleh masyarakat sendiri (Suandi dan Sativa 2005).

McCall (Puspitawati & Megawangi 2003) menyatakan bahwa kesejahteraan

keluarga juga dapat diukur melalui pendekatan “Quality of Life” yaitu diukur

berdasarkan kebutuhan untuk kesenangan seseorang. Selanjutnya Frank meyatakan bahwa Quality of Life mencerminkan perbedaan gap antara harapan dengan apa yang dialami sebagai tindakan bagaimana seseorang menikmati berbagai kemungkinan hidupnya sebagai akibat dari pembatasan dan peluang hidupnya dan sebagai cerminan dari interaksi dengan faktor lingkungan (Puspitawati & Megawangi 2003).

Kesejahteraan berdasarkan Quality of Life

(19)

8

Kemiskinan

Kemiskinan adalah suatu keadaan dimana seseorang tidak sanggup memelihara dirinya sendiri dengan taraf kehidupan yang dimiliki dan juga tidak mampu memanfaatkan tenaga. mental maupun fisiknya untuk memenuhi kebutuhannya (BKKBN 1996). Biro Pusat Statistik (BPS) menyebutkan kemiskinan adalah kondisi dimana seseorang hanya dapat memenuhi kebutuhan makannya kurang dari 2.100 kalori per kapita/hr. Selain itu, Bank Dunia mendefinisikan kemiskinan adalah suatu kondisi tidak tercapainya kehidupan yang layak dengan penghasilan US $ 1 per hari (Saefuddin et al. 2003).

Kemiskinan sering diukur berdasarkan indikator-indikator yang melekat pada seorang individu atau sebuah rumahtangga. Menurut Pakpahan et al. (1995), kemiskinan sering digambarkan oleh satu atau kombinasi dari tingkat pendapatan yang rendah, tingkat kematian balita yang tinggi, tingkat nutrisi rendah, kualitas perumahan yang buruk, dan lain-lain. Pengkategorian kemiskinan menurut indikator-indikator tersebut adalah upaya pengkategorian berdasarkan akibat (consequences atau output). Indikator kemiskinan yang digunakan dalam data BKKBN ada lima, yaitu: (1) tidak dapat beribadah secara rutin; (2) tidak dapat makan minimal dua kali sehari; (3) tidak memiliki pakaian berbeda untuk setiap kegiatan; (4) jika salah satu anggota keluarga sakit tidak dapat memberikan pengobatan modern dan (5) bagian terluas dari lantai rumah bukan dari tanah. Adapun BPS menetapkan 14 kriteria keluarga miskin, seperti yang disosialisasikan oleh Djalil (2005), rumahtangga yang memiliki ciri rumahtangga miskin, yaitu:

1.Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8 m2 per orang.

2.Jenis lantai bangunan tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan.

3.Jenis dinding tempat tinggal terbuat dari bambu/rumbia/kayu berkualitas rendah atau tembok tanpa diplester.

4.Tidak punya fasilitas buang air besar atau bersama-sama dengan rumahtangga lain.

5.Sumber penerangan rumahtangga tidak menggunakan listrik.

6.Sumber air minum berasal dari sumur atau mata air tidak terlindung/sungai/air hujan

7.Bahan bakar memasak sehari-hari adalah kayu bakar/minyak tanah/arang.

8.Hanya mengkonsumsi daging/susu/ayam satu kali dalam seminggu. 9.Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun.

10.Hanya sanggup makan sebanyak satu/dua kali dalam sehari.

11.Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/poliklinik. 12.Sumber penghasilan kepala rumahtangga adalah: petani dengan luas

(20)

9 13.Pendidikan tertinggi kepala rumahtangga: tidak sekolah/tidak tamat

SD/hanya SD.

14.Tidak memiliki tabungan/barang yang mudah dijual dengan nilai Rp.500.000,- seperti: sepeda motor (kredit/non kredit), emas, ternak, kapal

motor. atau barang modal lainnya.

Keadaan keluarga yang serba kekurangan terjadi bukan karena kehendak keluarga yang bersangkutan, tetapi karena keterbatasan-keterbatasan yang dimiliki oleh keluarga telah membuat mereka menjadi Keluarga Pra Sejahtera dan Keluarga Sejahtera I. BKKBN (1996) menyebutkan faktor-faktor yang menyebabkan keluarga masuk dalam kategori Keluarga Pra Sejahtera dan Keluarga Sejahtera I yaitu:

1. Faktor internal a. Kesakitan b. Kebodohan c. Ketidaktahuan d. Ketidakterampilan e. Ketertinggalan teknologi f. Ketidakpunyaan modal 2. Faktor eksternal

a. Struktur sosial ekonomi yang menghambat peluang untuk berusaha dan meningkatkan pendapatan.

b. Nilai-nilai dan unsur-unsur budaya yang kurang dukung upaya peningkatan kualitas keluarga.

c. Kurangnya akses untuk dapat memanfaatkan fasilitas pembangunan yang menyalahgunakan keluarga atau diri mereka sendiri.

3. Keluarga yang gagal adalah keluarga yang gagal kehilangan hampir semua energi karena permasalahan yang terjadi.

4. Keluarga penekan adalah keluarga yang tidak membebaskan para anggotanya untuk mengungkapkan perasaan secara spontan.

5. Keluarga yang berantakan adalah keluarga yang sibuk dengan aktivitas sehari- hari sehingga tidak ada waktu yang digunakan untuk bersama-sama dengan anggota keluarga yang lain.

6. Keluarga yang “mandeg” adalah keluarga yang tidak sanggup dan khawatir untuk tumbuh sehingga tidak punya arah.

7. Keluarga yang dibuat-buat adalah keluarga yang terjadi karena menetapkan keputusan secara kolektif dan aktif untuk menghindari keputusan membentuk kaluarga baru lagi.

8. Keluarga yang terganggu adalah keluarga yang mengalami masa kritis 9. Keluarga yang terobsesi adalah keluarga yang memiliki komponen

keluarga “mandeg” dan terganggu, sehingga tipe keluarga ini tidak

berkembang.

(21)

10

Potensi Penjualan Manusia

Menurut Undang Undang Nomor 21 Tahun 2007, yang dimaksud Pemberantasan Tindakan Pidana Perdagangan Orang (PTPPO) adalah tindakan perekrutan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan atau penerimaan seseorang. Hal itu dilakukan dengan ancaman kekerasan, penggunaan kekerasan, penculikan, penyekapan, pemalsuan, penipuan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan utang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atau orang lain tersebut, baik yang dilakukan di dalam negara maupun antarnegara, untuk tujuan eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi.

Perdagangan orang (trafficking in person) adalah perekrutan segala tindakan pelaku trafficking yang mengandung salah satu atau lebih tindakan perekrutan, pengangkutan antardaerah dan antarnegara, pemindahtanganan, pemberangkatan, penerimaan, dan penampungan sementara atau di tempat tujuan. Semua itu dilakukan dengan cara ancaman, penggunaan kekerasan verbal, intimidasi dan/atau fisik, penculikan, penipuan, tipu muslihat, memanfaatkan posisi kerentanan (misalnya ketika seseorang tidak memiliki pilihan lain, terisolasi, ketergantungan obat, jebakan hutang dan lain-lain), serta memberikan atau menerima pembayaran atau keuntungan. Perbuatan tersebut digunakan untuk tujuan, pelacuran, dan eksploitasi seksual (termasuk phedofili), buruh migran legal maupun ilegal, adopsi anak, pekerja jermal, pengantin pesanan, pembantu rumah tangga, pengemis, industri pornografi, pengedar obat terlarang, penjual organ tubuh, serta bentuk eksploitasi lainnya (Puspitawati 2013).

Penyebab utama dari perdagangan manusia adalah ganda dan kompleks. Faktor dorongan dapat diidentifikasi dengan berbagai cara. Kesempatan kerja rendah, kerentanan sosial, kerentanan ekonomi, urbanisasi dan migrasi. Di sisi lain, upah kerja atau buruh paksa, migrasi tenaga kerja dan prostitusi, mitos budaya dan lain-lain dianggap faktor penarik bagi perdagangan anak perempuan (Hoque 2010). Penelitian mengenai perdagangan wanita yang dilakukan di lima negara, yaitu Indonesia, Filiphina, Thailand, Venezuela, dan Amerika Serikat menemukan sembilan faktor penyebab meningkatnya perdagangan manusia di seluruh dunia (Raymond 2001). Faktor-faktor tersebut adalah :

1. Pengaruh kebijakan perekonomian global. Banyak sektor pelayanan yang menjadi indikator, seperti pendidikan, pelayanan kesehatan, dan kesejahteraan sosial yang sekarang sudah dikelola oleh swasta menyebabkan bertambahnya beban bagi keluarga yang harus membayar untuk pelayanan ini.

2. Semakin mengglobalnya industri seks dengan metode perekrutan dan transportasi yang dibuat dalam jaringan trafficking yang semakin luas dan modern.

3. Permintaan pria untuk pelayanan seksual adalah pasar yang tidak pernah jenuh.

4. Struktur sosial hampir di seluruh dunia dibangun dalam ketidakadilan bagi wanita dan menyebabkan ketergantungan secara ekonomi pada pria dan suami pada umumnya.

(22)

11 6. Kekerasan seksual terhadap anak-anak, menempatkan wanita muda untuk

bekerja di dunia prostitusi.

7. Stereotipe bahwa eksotis berarti erotis menyebabkan permintaan akan wanita asing untuk memasuki dunia prostitusi mengalami peningkatan. 8. Peperangan atau konflik militer menyebabkan permintaan wanita untuk

ditempatkan di tempat konflik sebagai pelayan seksual untuk pria pasukan. 9. Kebijakan pembatasan imigrasi menyebabkan hilangnya kesempatan kerja

dengan dokumen berpergian yang sah.

(23)

12

KERANGKA PEMIKIRAN

Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami, istri atau suami istri anaknya atau ayah dan anaknya atau ibu dan anaknya yang disatukan oleh ikatan perkawinan, darah, dan adopsi dan berkomunikasi satu sama lain yang menimbulkan peranan-peranan sosial bagi suami istri, ayah dan ibu, dan putri serta putra (UU No 10 Tahun 1992). Agar kehidupan keluarga dapat berjalan dengan baik, maka terdapat peran dan fungsi yang harus dijalankan. Pelaksanaan peran keluarga disesuaikan dengan tahapan perkembangan keluarga. sedangkan untuk fungsi keluarga menurut Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1994 dalam BKKBN (1996) terdapat delapan fungsi utama keluarga yaitu fungsi keagamaan, fungsi soaial budaya, fungsi cinta kasih, fungsi melindungi, fungsi reproduksi, fungsi sosialisasi dan pendidikan, fungsi ekonomi, dan fungsi pembinaan lingkungan. Rice dan Tucker (1986) membagi fungsi keluarga menjadi dua fungsi utama, yaitu fungsi instrumental seperti memberikan nafkah dan memenuhi kebutuhan biologis dan fisik kepada anggota keluarga. Fungsi kedua adalah fungsi ekspresif yaitu memenuhi kebutuhan psikologis, sosial, dan emosi serta pemenuhan kebutuhan psikologis seperti kasih sayang, kehangatan, aktualisasi dan pengenbangan diri.

Salah satu teori yang melandasi studi keluarga adalah teori struktural fungsional. Pendekatan teori ini mengakui adanya segala keberagaman dalam kehidupan sosial yang kemudian diakomodasi dalam fungsi sesuai dengan posisi seseorang dalam struktur sebuah sistem (Megawangi 1999). Pendekatan struktural-fungsional menekankan pada keseimbangan sistem yang stabil dalam keluarga dan kestabilan sistem sosial dalam masyarakat (Puspitawati 2012).

Karakteristik menggambarkan kondisi ataupun keadaan suatu keluarga, seperti keadaan ekonomi keluarga yang dapat dilihat dari jumlah pendapatan keluarga yang diperoleh setiap bulannya. Keluarga yang memiliki status ekonomi rendah tentunya memiliki permasalahan tekanan ekonomi yang dirasakan yaitu adanya keterbatasan sumberdaya ekonomi yang dimiliki oleh keluarga sehingga diperlukannya suatu bentuk upaya ataupun usaha yang dilakukan oleh keluarga dalam mengatasi permasalahan tersebut, diantaranya melakukan strategi koping fungsi ekonomi yang dapat dilakukan dengan cara melakukan penghematan pendapatan dan penambahan pendapatan.

Hal tersebut tentunya dapat menimbulkan adanya tekanan ekonomi yang dirasakan oleh keluarga dan tentunya memerlukan adanya upaya ataupun usaha keluarga dalam mengatasi permasalahnnya tersebut. Strategi koping memiliki hubungan dengan upaya dan usaha dalam mengatasi tekanan ekonomi keluarga. Menurut Puspitawati (1998) dalam Puspitawati (2012) strategi koping dilakukan oleh keluarga dalam mengatasi masalah keuangan yaitu Generating additional income (strategi peningkatan pendapatan) dan Cutting back expenses (strategi penghematan pendapatan). Dengan keluarga melakukan bentuk usaha strategi koping, tentunya memiliki suatu tujuan untuk dapat mewujudkan kesejahteraan keluarga baik secara objektif maupun subjektif.

(24)
(25)

14

Gambar 1 Kerangka pemikiran analisis strategi koping, potensi perdagangan manusia dan kesejahteraan keluarga

Potensi Perdagangan Manusia:

- Potensi Internal Karakteristik Keluarga:

- Umur

- Pendidikan

- Pekerjaan

- Pendapatan

- Besar Keluarga

Karakteristik Lingkungan:

- Potensi Eksternal

Strategi Koping Fungsi Ekonomi:

- Penghematan pendapatan

- Penambahan pendapatan

Kesejahteraan keluarga

- Objektif

- Subjektif Tekanan Ekonomi

- Keterbatasan Sumberdaya

(26)

15

METODE

Desain, Lokasi dan Waktu Penelitian

Desain penelitian ini adalah Cross Sectional Study, yaitu penelitian yang dilakukan pada suatu waktu tertentu. Data penelitian ini mencakup karakteristik keluarga, strategi koping, kesejahteraan keluarga, tekanan ekonomi dan potensi perdagangan manusia. Pemilihan tempat penelitian dilakukan secara sengaja (purposive) di Kecamatan Haurwangi, Desa Sukatani Kabupaten Cianjur, Provinsi Jawa Barat dengan pertimbangan bahwa Kabupaten Cianjur merupakan salah satu dari tiga kabupaten di Provinsi Jawa Barat yang memiliki jumlah kasus perdagangan manusia terbanyak dan pemilihan Kecamatan Haurwangi merupakan rekomendasi dari BKBPP (Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan) yang menyebutkan bahawa lokasi ini memiliki jumlah potensi perdagangan manusia dibandingkan dengan daerah lainnya. Penelitian dilakukan melalui tahap persiapan, pengumpulan data, pengolahan data, analisis data dan penulisan laporan. Waktu pengambilan data mulai dilakukan pada bulan Juni 2013.

Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh

Populasi penelitian ini adalah keluarga miskin yang tinggal di wilayah yang memiliki potensi perdagangan manusia di Desa Sukatani, Kecamatan Haurwangi, Kabupaten Cianjur. Contoh adalah istri dari keluarga yang memiliki status ekonomi rendah dan bertempat tinggal di Desa Sukatani. Metode pemilihan contoh diambil menggunakan metode nonprobability sampling dengan purposive berdasarkan rekomendasi data dari BKPBB yang menyebutkan bahwa Kecamatan Haurwangi merupakan salah satu wilayah di Kabupaten Cianjur yang memiliki potensi perdagangan manusia yang cukup tinggi. Setelah itu pemilihan Desa Sukatani merupakan rekomendasi dari pihak Kecamatan Haurwangi dengan pertimbangan bahwa di desa tersebut terdapat wilayah yang ditempati oleh sejumlah keluarga yang memiliki status ekonomi rendah. Sesuai dengan kriteria contoh dalam penelitian ini yaitu istri yang berasal dari keluarga dengan status ekonomi rendah dan tinggal di kawasan yang memiliki potensi terjadinya perdagangan manusia. Jumlah contoh adalah 60 orang dengan alasan dapat memenuhi batas minimal statistika. Selain itu, peneliti melakukan Indepth-Interview kepada responden yang memiliki waktu dan bersedia untuk menceritakan kehidupan keluarganya dan bersedia menceritakan kehidupan keluarganya baik mengenai pangan, pekerjaan, keadaan lingkungan masyarakat sekitar, pendidikan anak, kesulitan keluarga dan bersedia menjadi responden. Data terkait keluarga yang memiliki status ekonomi rendah dan berada pada wilayah yang memiliki potensi terjadinya perdagangan manusia diperoleh melalui pendekatan tempat tinggal dengan tahapan sebagai berikut:

(27)

16

2. Pemilihan Kabupaten Cianjur dilakukan secara purposive berdasarkan IOM (2010) dalam PKGA-IPB (2011) bahwa Kabupaten Cianjur menduduki peringkat ketiga terbesar dalam kasus terjadinya perdagangan manusia tertinggi di Provinsi Jawa Barat.

3. Pemilihan Kecamatan Haurwanggi dilakukan secara purposive berdasarkan rekomendasi dari pihak BKPPP (Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan) yang menyebutkan bahwa kecamatan tersebut merupakan salah satu wilayah yang memiliki potensi terjadinya perdagangan manusia tertinggi di Kabupaten Cianjur.

4. Pemilihan Desa Sukatani dan RW 9 dan 10 dilakukan secara purposive berdasarkan rekomendasi dari pihak Kecamatan Haurwangi yang menyebutkan bahwa desa tersebut merupakan wilayah yang pernah memiliki kasus terjadinya perdagangan manusia.

5. Pemilihan 60 keluarga secara purposive dengan mendatangi 60 keluarga yang bersedia diwawancarai. Data 60 keluarga merupakan data rekomendasi dari pihak kader setempat berdasarkan data sensus dari Desa Sukatani yang menunjukan bahwa terdapat 60 keluarga yang memenuhi kriteria di RW 9 dan 10.

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer didapatkan dari wawancara langsung kepada contoh dengan menggunakan alat bantu kuisioner terstruktur. Data primer dari kuisioner terdiri dari:

1. Karakteristik keluarga (usia, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, pendapatan keluarga per bulan, dan besar keluarga)

2. Strategi koping (penghematan dan peningkatan pendapatan) 3. Kesejahteraan keluarga (objektif dan subjektif)

4. Tekanan ekonomi keluarga

5. Potensi perdagangan manusia (potensi eksternal dan internal)

(28)

17

Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diperoleh dengan wawancara terstruktur menggunakan kuesioner akan melalui tahap pengolahan data, yaitu tahap editing, entry, coding, scoring, cleaning dan analyzing. Analisis data menggunakan program Microsoft Excel dan SPSS for Windows.Sebelum melakukan penelitian alat ukur kuesioner melalui uji realibilitas dan validitas, dan setiap variabel diberikan skor masing-masing. Rata-rata keseluruhan instrumen mempunyai nilai reliabilitas diatas 0.6. Selanjutnya datadianalisis secara deskriptif dan inferensia.

1. Analisis deskriptif digunakan untuk menggambarkan:

a. Karakteristik keluarga, meliputi usia suami dan istri, lama pendidikan suami dan istri, pekerjaan suami dan istri, pendapatan keluarga per bulan, pendapatan per kapita per bulan, dan besar keluarga.

b. Sebaran skor strategi koping

c. Sebaran skor kesejahteraan keluarga subjektif d. Sebaran skor tekanan ekonomi

e. Sebaran skor potensi perdagangan manusia

2. Analisis inferensia dengan menggunakan uji korelasi Pearson untuk menganalisis hubungan karakteristik keluarga, strategi koping, kesejahteraan keluarga, tekanan ekonomi, dan potensi perdagangan manusia.

Strategi koping menggunakan instrumen dari Puspitawati (2012) yang terdiri dari 40 pertanyaan dan terbagi menjadi penghematan pendapatan (25 pertanyaan) dan penambahan pendapatan (15 pertanyaan). Strategi koping dinilai dengan skala 1=jarang, 2=cukup sering, 3=sering yang kemudian dikelompokkan kedalam tiga kategori; rendah, sedang, dan tinggi dengan menggunakan metode interval kelas yang dinilai dengan semakin tinggi persentase strategi koping, maka semakin tinggi pula strategi koping yang diterapkan atau dilakukan oleh keluarga.

Kesejahteraan keluarga subjektif menggunakan instrumen dari Puspitawati (2012) yang terdiri dari 22 pertanyaan dan dinilai dengan skala 1=kurang puas, 2=cukup puas, dan 3=puas yang kemudian dikelompokkan dalam tiga kategori yaitu rendah, sedang, dan tinggi dengan menggunakan metode interval kelas yang dinilai dengan semakin tinggi persentase kesejahteraan keluarga subjektif maka semakin baik kesejahteraan keluarga subjektif yang dirasakan oleh keluarga. Kesejahteraan objektif dilihat dari pendapatan per kapita per bulan keluarga yang mengacu pada Garis Kemiskinan (GK) Kabupaten Cianjur tahun 2012 lalu dikelompokan dalam tiga kriteria menurut Puspitawati (2009) yaitu 1= miskin, 2=hampir miskin, dan 3=menengah atas.

Tekanan ekonomi merupakan instrumen dari Puspitawati (2013) yang terdiri

dari 5 pernyataan “Ya” yang diberi skor 1 dan “Tidak” diberi skor 0 yang kemudian dikelompokan tiga kategori yaitu rendah, sedang, dan tinggi dengan menggunakan metode interval kelas yang dinilai semakin tinggi persentase tekanan ekonomi maka semakin tinggi tekanan ekonomi yang dirasakan oleh keluarga.

Potensi perdagangan manusia menggunakan instrumen dari Nurafifah (2012) yang dimodifikasi yang terdiri dari potensi internal (14 pertanyaan) dan

(29)

18

skor 0 apabila menjawab “Tidak” yang kemudian dikelompokkan tiga kategori yaitu rendah, sedang, dan tinggi dengan menggunakan metode interval kelas yang dinilai semakin tinggi persentase potensi perdagangan manusia baik secara internal maupun eksternal maka semakin tinggi potensi yang dirasakan oleh keluarga.

Indeks= x100

Setelah mendapatkan indeks setiap variabel, selanjutnya indeks dikelompokan menjadi tiga kategori yaitu rendah, sedang dan tinggi. Menentukan cut off strategi koping, kesejahteraan keluarga, tekanan ekonomi dan potensi perdagangan manusia, maka dicari interval kelasnya (Slamet 1993) dengan menggunakan rumus berikut :

Interval kelas =

Berdasarkan interval kelas yang ditentukan, maka pengkategorian tiap variabel menggunakan rumus berikut :

a. Rendah : skor minimum ≤ x ≤ skor minimum + IK

b. Sedang : skor minimum + IK < x ≤ skor minimum + 2 IK c. Tinggi : skor minimum + 2 IK < x ≤ skor maksimum

Dengan menggunakan rumus di atas, maka interval kelas untuk variabel-variabel tersebut yaitu :

Interval kelas =

Definisi Operasional

Contoh adalah istri yang berasal dari keluarga status ekonomi rendah dan tinggal

di wilayah yang memiliki potensi perdagangan manusia

Karakteristik keluarga adalah ciri khas yang dimiliki oleh setiap keluarga yang

meliputi umur suami-istri, pendidikan suami-istri, pekerjaan suami-istri, pendapatan, dan besar keluarga

Karakteristik Lingkungan adalah pemahaman tentang nilai budaya dan nilai

ekonomi menurut lingkungan tempat tinggal keluarga contoh

Keluarga miskin adalah keluarga yang termasuk dalam kriteria menurut indeks

kemiskinan (BPS, BKKBN)

Lama pendidikan adalah waktu yang ditempuh dalam menyelesaikan jenjang

pendidikan

Pendapatan keluarga adalah jumlah total pemasukan yang diperoleh setiap

anggota keluarga dalam usaha utama ataupun tambahan dalam satu bulan yang dinyatakan dalam rupiah

Potensi perdagangan manusia adalah kecenderungan anggota keluarga terlibat

(30)

19

Potensi perdagangan manusia eksternal adalah faktor-faktor yang berasal dari

lingkungan terhadap kemungkinan terjadinya prostitusi ataupun menikah di usia dini dibandingkan melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi

Potensi perdagangan manusia internal adalah faktor-faktor yang berasal dari

lingkungan terhadap kemungkinan terjadinya prostitusi ataupun menikah di usia dini dibandingkan melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi.

Strategi koping keluarga adalah bentuk usaha keluarga dalam mengatasi

permasalah ekonomi dengan cara melakukan penghematan atau menambah pendapatanya dengan memberdayakan sumberdaya yang dimilikinya

Strategi penghematan adalah kemampuan keluarga dalam menyelesaikan

permasalahan ekonomi dengan cara mengurangi atau mengganti kebutuhan hidupnya dengan seminimal mungkin

Strategi penambahan pendapatan kemampuan keluarga dalam menyelesaikan

permasalahn ekonomi dengan cara menambah anggota keluarga untuk bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan meningkatkan pendapatan keluarga

Kesejahteraan keluarga adalah kesejahteraan yang dapat diukur dengan

pendekatan secara subjektif dan objektif

Kesejahteraan subjektif adalah kesejahteraan yang dapat diukur berdasarkan

kepuasan dalam pemenuhan kebutuhan pangan, pakaian, kualitas rumah, kualitas pendidikan anak, kesehatan keluarga, dan pendapatan per kapita keluarga

Kesejahteraan objektif adalah kesejahteraan keluarga yang dapat diukur

berdasarkan perhitungan pendapatan perkapita keluarga yang mengacu pada Garis Kemiskinan (GK) Kabupaten Cianjur tahun 2012

Tekanan ekonomi adalah permasalahn ekonomi yang dirasakan atau dialami oleh

(31)

20

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Kecamatan Haurwangi merupakan salah satu Kecamatan di Kabupaten Cianjur merupakan pemekaran dari Kecamatan Bojongpicung dan Kecamatan Ciranjang, yang dibentuk berdasarkan Peraturan Kabupaten Cianjur Nomor 5 Tahun 2007 tentang Pembentukan Kecamatan Haurwangi dan Kecamatan Pasir Kuda tanggal 16 Juli 2007. Kecamatan Haurwangi secara operasional dimulai pada tanggal 9 Mei 2008 bersamaan dengan dilantiknya para Pejabat Eselon III dan Eselon IV. Secara Geografis Kecamatan Haurwangi terletak pada Lintasan Jalur Jalan Protokol Antara Bandung Jakarta dan merupakan Pintu Gerbang Kabupaten Cianjur dari Arah Timur. Kecamatan Haurwangi yang jaraknya + 25 Km dari Ibu Kota Kabupaten, mempunyai luas 4.335,889Ha, terdiri dari Sawah

1.066,841 Ha Darat 3.269,048 Ha dengan batas-batas sebagai berikut :

a. Sebelah barat : Kecamatan Ciranjang b. Sebelah timur : Kabupaten Bandung Barat c. Sebelah utara : Kabupaten Bandung Barat d. Sebelah selatan : Kecamatan Bojong Picung

Secara administratif Kecamatan Haurwangi terdiri dari 8 desa, 19 dusun, 61 RW dan 280 RT. Adapun desanya sebagai berikut :

1. Desa Cihea 2. Desa Sukatani 3. Desa Haurwangi 4. Desa Ramasari 5. Desa Kertamukti 6. Desa Kertasari 7. Desa Mekarwangi 8. Desa Cipeyeum

Jumlah penduduk Kecamatan Haurwangi sebanyak 51 229 jiwa. Terdiri dari laki-laki 25 854 jiwa dan perempuan 25 365 jiwa. Jumlah Kepala Keluarga (KK) sebanyak 14 465 KK.

Karakteristik Keluarga

Usia Suami dan Istri

(32)

21 Tabel 1 Sebaran suami dan istri berdasarkan usia

Sebaran usia (tahun) Suami Istri

n % n %

Lama Pendidikan Suami dan Istri

Sebagian besar (80%) suami dan hampir seluruh (93.3%) istri menempuh pendidikan SD. Terdapat (1.7%) atau satu orang istri saja yang tidak tamat SD sehingga dikategorikan tidak sekolah. Tingkat pendidikan tertinggi pada suami(3.3%) dan istri (1.7%) adalah SMA. Sebaran suami dan istri menurut tingkat pendidikan disajikan dalam Tabel 2.

Tabel 1 Sebaran suami dan istri berdasarkan tingkat pendidikan

Tingkat pendidikan Suami Istri

n % n %

Jenis Pekerjaan Suami dan Istri

Jenis pekerjaan suami merupakan salah satu faktor yang dapat menentukan besar pendapatan keluarga yang diperoleh. Pengkategorian jenis pekerjaan dalam penelitian ini terdapat pada Tabel 3 yang menunjukan jenis pekerjaan buruh tani paling banyak (50%). Hal ini dikarenakan lokasi penelitian memiliki area persawahan yang cukup luas sehingga sebagian suami memilih bekerja sebagai buruh tani untuk memenuhi kebutuhan keluarga sehari-hari. Sedangkan sebagian besar istri (86.7%) adalah tidak bekerja dan memilih menjadi ibu rumah tangga dalam kesehariannya tanpa memiliki pekerjaan sampingan lainnya. Namun, terdapat juga istri yang ikut bekerja dengan suaminya menjadi buruh tani (6.7%). Sebaran suami dan istri berdasarkan jenis pekerjaan terdapat pada Tabel 3.

Tabel 2 Sebaran suami dan istri berdasarkan jenis pekerjaan

Tingkat pendidikan Suami Istri

(33)

22

Besar Keluarga

Besar keluarga adalah jumlah total seluruh anggota keluarga yang tinggal dalam satu rumah. Menurut BKKBN besar keluarga dikategorikan menjadi tiga,

yaitu kecil (≤ 4 orang), sedang (5-7 orang), dan besar (≥ 8 orang). Tabel 4 menyajikan sebaran besar keluarga, kurang dari separuh (45%) keluarga contoh merupakan kategori keluarga kecil dan sedang.Jumlah anggota keluarga paling kecil dalam penelitian ini adalah tiga orang (memiliki satu anak) dan jumalah anggota keluarga paling besar adalah sebelas orang (memiliki sembilan anak). Tabel 3 Sebaran keluarga berdasarkan besar keluarga

Besar keluarga (orang)* n %

Kecil (≤4 orang) 27 45.0

Sedang (5-7 orang) 27 45.0

Besar (≥8 orang) 6 10.0

Total 60 100.0 Min-Maks 3-11

5.00±1.707 Rata-rata±SD

*Kategori menurut BKKBN

Pendapatan Keluarga

Pendapatan keluarga adalah sejumlah uang yang diperoleh oleh anggota keluarga dari hasil kerja yang dilakukannya. Pendapatan keluarga tidak hanya dapat diperoleh dari suami atau kepala keluarga saja, tetapi dapat diperoleh juga dari hasil kerja istri atau anak yang telah bekerja. Pendapatan terkecil keluarga contoh adalah Rp150 000 per bulan dan pendapatan terbesar keluarga contoh adalah Rp1 500 000 per bulan dengan pendapatan keluarga per bulan rata-rata Rp429 166.67 yang dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 4 Sebaran keluarga berdasarkan pendapatan keluarga per bulan

Pendapatan keluarga/bulan n %

150 000 - 600 000 53 88.3 601 000 – 1051 000 6 10.0

≥1052 000 1 1.7

Total 60

Min-Maks Rp150 000-Rp1500 000 Rp429 166.67 ± Rp230 565.198 Rata-rata±SD

Pendapatan Keluarga Per Kapita

(34)

23 Tabel 5 Sebaran keluarga berdasarkan pendapatan keluarga per kapita/bulan

Pendapatan per kapita* n %

Miskin (< Rp202 438) 56 93.3 Hampir Miskin (Rp202 438-Rp404 876) 4 6.7 Menengah ke atas (>Rp404 876) 0 0

*Garis Kemiskinan Kabupaten Cianjur (BPS 2012) sebesar Rp202 438.00 menggunakan *Kriteria menurut Puspitawati (2009) dalam Laporan: Survei Kepuasan Orang Tua terhadap Pelayanan Pendidikan Dasar yang disediakan oleh Sistem Desentralisasi Sekolah (Miskin: <1GK, Hampir Miskin: 1GK-2GK, Menengah ke atas: >2GK

Strategi Koping Fungsi Ekonomi

Puspitawati (1998) menyebutkan dua strategi koping yang dapat dilakukan oleh keluarga dalam mengatasi masalah keuangan yaitu melakukan penghematan (Cutting-Back) atau menambah pendapatan keluarga (Generating Income). Secara keseluruhan, strategi koping yang dilakukan oleh hampir seluruh (98.3%) contoh termasuk dalam kategori sedang dan hanya satu keluarga contoh yang memiliki strategi koping dalam kategori tinggi. Hal ini dikarenakan banyaknya kepala keluarga yang tidak memiliki pekerjaan yang tetap sehingga berpengaruh terhadap rendahnya pendapatan keluarga yang di terimanya. Mereka merasa bahwa kesulitan yang dialaminya merupakan kesulitan yang tertanam secara turun

temurun, sehingga sikap “pasrah” dan “menerima” merupakan usaha yang

dilakukan dalam mengatasi kesulitan yang ada. Menurut Firdaus dan Sunarti (2009) besar keluarga, serta tingkat pendidikan dan umur suami-istri secara konsisten berkorelasi dengan manajemen keuangan dan mekansime koping keluarga. Keadaan keluarga yang memiliki pendapatan yang rendah tentunya memiliki permasalahan ekonomi yang cukup besar, akan tetapi keluarga cenderung tidak dapat mengatasi permasalahan tersebut. Guhardja et al. (1992) menyebutkan bahwa individu dan keluarga berpendapatan rendah biasanya mempunyai orientasi untuk masa sekarang saja daripada orientasi untuk masa depannya dalam perspektif waktu. Faktor lingkungan tempat tinggal yang memiliki jenis pekerjaan tidak tetap dan banyak masyarakat yang memiliki pendidikan yang rendah sangat berpengaruh terhadap pandangan yang dianut oleh keluarga. Hal ini sesuai dengan Puspitawati (2012) yang menyebutkan bahwa keluarga sangat bergantung dengan lingkungan sekitarnya dan keluarga juga memengaruhi lingkungan di sekitarnya. Sebaran keluarga berdasarkan strategi koping secara lengkap tersaji pada Lampiran 3.

Tabel 7 Sebaran keluarga berdasarkan skor strategi koping fungsi ekonomi

(35)

24

Kesejahteraan Keluarga Objektif

Kesejahteraan keluarga objektif menggunakan instrumen dari Puspitawati (2013) dan berdasarkan kriteria kemiskinan penerima Bantuan Langsung Tunai (BLT). Berdasarkan jumlah pendapatan keluarga yang tergolong rendah dan beradasarkan perhitungan pendapatan perkapita dengan menggunakan Garis Kemiskinan (GK) dapat diketahui bahwa hampir seluruh keluarga berada dalam kategori miskin. Hal ini tentu saja berpengaruh terhadap daya beli keluarga tehadap suatu barang untuk memenuhi kebutuhan keluarga serta kepemilikan aset yang dimiliki. Sebagian besar keluarga 86.7% menempati rumah yang dihuninya atas kepemilikan sendiri, walaupun dengan fasilitas dan kondisi fisik rumah yang sederhana, dimana ditemukkan beberapa rumah yang tidak memiliki fasilitas kamar mandi dan lebih memilih memanfaatkan aliran sungai untuk dapat digunakan kegiatan sehari-hari seperti untuk mencuci, memasak mandi serta buang air.

Tabel 8 Sebaran keluarga berdasarkan persentase jawaban kesejahteraan keluarga objektif

No. Pertanyaan Ya Tidak

% %

1 Apakah keluarga memiliki kendaraan bermotor/mobil? 31.7 68.3 2 Apakah keluarga memiliki simpanan perhiasan? 28.3 71.1 3 Apakah keluarga memiliki alat-alat elektronik? 93.3 6.7 4 Apakah rumah yang ditempati merupakan kepemilikan sendiri? 86.7 13.3 5 Apakah keluarga memiliki tabungan? 8.3 91.7 6 Apakah keluarga memiliki hewan peliharaan(ayam/lambing/bebek)? 30.0 70.0 7 Apakah keluarga memiliki aset kepemilikan lahan

tanah/sawah/kebun/empang?

11.7 88.3 8 Apakah jenis lantai bangunan rumah terbuat dari tanah/bambu/kayu? 90.0 10.0 9 Apakah jenis dinding rumah terbuat dari 11 Apakah sumber air minum berasal dari sumur/sungai/air hujan? 93.3 6.7 12 Hanya mengkonsumsi daging/ayam satu kali dalam seminggu? 85.0 15.0 13 Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam satu tahun? 75.0 25.0 14 Keluarga hanya sanggup makan kurang dari tiga kali dalam sehari? 1.7 98.3 15 Keluarga tidak mampu untuk membayar biaya pengobatan di

puskesmas/poliklinik?

10.0 90.0

Kesejahteraan Keluarga Subjektif

(36)

25 walaupun keluarga belum dapat menjalankan fungsi keluarga dengan baik, terutama dalam menjalankan fungsi ekonomi, keluarga tidak berusaha untuk menyelesaikan permasalahan ekonomi yang ada dan lebih memilih untuk bersikap menerima dan pasrah terhadap kondisi dan pemasalahan keluarga yang ada. Guhardja et al (1992) dalam Latifah, Hartoyo dan Guhardja (2010) menyebutkan bahwa keluarga miskin memiliki sifat fatalisme. Fatalisme adalah suatu sikap dimana seseorang pasrah terhadap suatu keadaan sehingga mengakibatkan ia tidak mampu dan tidak mau memikirkan cara untuk dapat keluar dari masalah. Kondisi ini mengakibatkan seseorang hanya dapat menggantungkan diri pada orang lain dan hanya mengharapkan datangnya bantuan tanpa melalui usaha yang nyata. Sebaran keluarga berdasarkan tingkat kesejahteraan keluarga subjektif tersaji secara lengkap pada Lampiran 4.

Tabel 9 Sebaran keluarga berdasarkan skor kesejahteraan keluarga subjektif

No Kategori (kisaran skor) n %

1 Rendah (<33.3) 0 0 2 Sedang (33.4-66.7) 50 88.3 3 Tinggi (>66.7) 10 16.7 Total (n) 60 100.0 Min – Maks (skor) 45-85

Rata-rata ± SD (skor) 42.9 ± 7.169

Tekanan Ekonomi Keluarga

Tekanan ekonomi pada hasil penelitian termasuk dalam kategori tinggi. Salah satu faktor keluarga memiliki tekanan ekonomi karena banyaknya keperluan yang harus dipenuhi oleh keluarga terlebih pada keluarga yang memiliki jumlah anggota keluarga yang banyak namun pendapatan keluarga yang diterima tidak cukup memenuhi. Hal ini sesuai dengan Firdaus dan Sunarti (2009) yang menyatakan bahwa semakin banyak anggota keluarga maka tekanan ekonomi yang dialami semakin tinggi.

Tabel 10 Sebaran keluarga berdasarkan persentase jawaban tekanan ekonomi

No Pertanyaan Ya Tidak

% %

1 Keluarga memiliki pinjaman hutang demi mengatasi permasalahan ekonomi

keluarga yang ada 83.3 16.7 2 Sering terjadi kesulitan ataupun permasalahan yang dialami setiap menerima

gaji/upah dalam bekerja 36.7 63.3 3 Terpaksa bekerja dari tempat satu ke tempat lain karena belum memiliki

pekerjaan yang tetap 53.3 46.7 4 Barang berharga yang dimiliki oleh keluarga sangat sederhana dan tidak cukup

banyak 93.3 6.7 5 Banyaknya keperluan yang harus dipenuhi, menyebabkan keluarga tidak sempat menyisihkan sebagian dana untuk ditabungkan 96.7 3.3

(37)

26

yang diterima dalam bekerja diberikan setiap satu kali bekerja dan rata-rata setiap kepala keluarga tidak memiliki gaji/upah bulanan, mereka hanya akan mendapat gaji/upah setiap kali ada pekerjaan yang meminta bantuan mereka. Hal ini dapat dilihat dari lebih dari separuh keluarga (53.3%) terpaksa berpindah-pindah setiap kali bekerja karena tidak memiliki pekerjaan yang tetap. Hampir seluruh keluarga (93.3%) memiliki barang berharga yang dimiliki oleh keluarga yang sangat sederhana. Barang-barang tersebut diantanya adalah alat elektronik tv, emas, dan hanya beberapa keluarga yang memiliki kendaraan motor sebagai aset keluarga. Banyaknya keperluan yang harus dipenuhi oleh keluarga dan adanya tekanan ekonomi menyebabkan hampir seluruh keluarga (96.7%) tidak sempat menyisihkan sebagian dana untuk ditabungkan dan masih menganggap dana keluarga yang ada jauh dari cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

Tabel 11 Sebaran keluarga berdasarkan skor tekanan ekonomi

No Kategori (kisaran skor) n %

1 Rendah (<33.3) 2 3.3 2 Sedang (33.4-66.7) 28 48.7 3 Tinggi (>66.7) 30 50.0 Total (n) 60 100.0 Min – Maks (skor) 0-5

Rata-rata ± SD (skor) 2.46 ± .56648

Potensi Perdagangan Manusia

Potensi perdagangan manusia merupakan potensi perdagangan manusia yang berasal dari eksternal dan internal. Potensi eksternal merupakan potensi yang berasal dari lingkungan. Sementara itu, potensi internal berasal dari keluarga. Kondisi kelurga di tempat penelitian telah terbiasa untuk menikahkan anak perempuannya walaupun masih usia remaja. Selain banyak masyarakat yang memiliki pendidikan yang rendah dan lebih memilih untuk bekerja dibandingkan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Di dalam Modul Pendidikan untuk Pencegahan Trafiking menyatakan bahwa keluarga yang memiliki banyak anak sering tidak mampu menghidupi seluruh keluarga mereka secara layak sehingga anak-anak perempuan umumya tidak disekolahkan dan diizinkan (bahkan didorong) mencari pekerjaan pada usia yang masih sangat muda.

Potensi perdagangan manusia eksternal. Potensi eksternal berupa

faktor-faktor yang mendorong terjadinya perdagangan manusia yang berasal dari lingkugan. Tempat penelitian ini merupakan tempat yang direkomendasikan oleh pihak BKBPP karena salah satu warga pernah menjadi korban tindakan perdagangan manusia pada saat bekerja di luar negeri. Wilayah tempat yang dijadikan tempat penelitian tidak terlihat adanya tempat prostitusi, sehingga hanya (28.3%) keluarga yang menyatakan bahwa lingkungan memiliki dampak negatif kepada anggota keluarga. Selain itu sebanyak (25%) keluarga menyatakan bahwa kemajuan teknologi dapat memberikan pengaruh negatif terhadap keluarga.

(38)

27 setengahnya wilayah merupakan daerah persawahan sehingga banyak para kepala keluarga ataupun pemuda desa yang bekerja sebagai buruh tani. Jenis pekerjaan lain yang ditemui adalah buruh bangunan, buruh jahit, pedagang. Pendapatan yang diterima dari semua jenis pekerjaan tersebut bersifat tidak pasti, karena masyarakat pada waktu tertentu, seperti contoh para buruh tani akan dipekerjakan apabila sawah telah tiba musim panen, buruh jahit bekerja jika ada pesanan dan buruh banguan akan bekerja bila wilayah desa telah mendapat bantuan untuk pembangunan desa. Jenis pekerjaan yang tidak pasti dan gaji yang diterima yang relatif rendah menyebabkan hampir seluruh keluarga (85.0%) terbiasa untuk memperkerjakan setiap anggota keluarga untuk bekerja di luar kota atau luar negeri dengan harapan gaji/upah yang diterima selama bekerja dapat jauh lebih besar.

Tabel 12 Sebaran keluarga berdasarkan persentase jawaban potensi perdagangan manusia eksternal

No Pertanyaan Jawaban Ya

n %

1 Terdapat lingkungan prostitusi di sekitar rumah yang membuat saya dan

keluarga tidak merasa nyaman 1 1.7 2 Adanya praktek prostitusi di lingkungan rumah sudah dianggap biasa oleh

masyarakat sekitar 1 1.7 3 Keadaan lingkungan sekitar biasa memperkerjakan setiap anggota keluarganya untuk bekerja di luar kota atau di luar negeri 51 85.0 4 Lingkungan prostitusi merupakan hal yang meresahkan keluarga dalam menjalani aktivitas sehari-hari 9 15.0 5 Kemajuan teknologi dan informasi saat ini memberikan dampak negatif terhadap kehidupan anggota keluarga 15 25.0 6 Jalur transportasi yang strategis menyebabkan lingkungan rumah sering dikunjungi orang luar 56 93.3 7 Lingkungan sekitar dapat membawa pengaruh negatif kepada anggota

keluarga dalam menjalankan aktivitas sehari-hari 17 28.3 8 Di dalam masyarakat sekitar menjadi buruh migran ke luar negeri merupakan hal biasa yang dilakukan oleh setiap anggota keluarganya 56 93.3 9

Masyarakat di sekitar rumah biasanya mewajibkan setiap anggota keluarga selain orangtua untuk bekerja walaupun ada anggota keluarga yang masih berusia remaja

32 53.3 10 Pendapatan keluarga mempengaruhi pemenuhan kebutuhan ekonomi 60 100 11 Peningkatan kebutuhan barang pokok menyebabkan adanya tekanan

ekonomi 59 98.3 12 Kurangnya lapangan pekerjaan di lingkungan sekitar rumah memaksa

anggota keluarga untuk bekerja di luar kota maupun di liar negeri 43 71.1 13 Terdapat pemahaman di dalam masyarakat sekitar bahwa dengan bekerja

menjadi buruh migran jauh lebih menguntungkan secara ekonomi 36 60.0 14 Terdapat banyak anak yang putus sekolah dan pengangguran yang banyak

di lingkungan masyarakat 60 100

(39)

28

masih berusia remaja. Alasan utama keluarga memiliki pandangan tersebut karena pendapatan keluarga yang dimiliki masih sangat kurang untuk mencukupi kebutuhan keluarga dan menyebakan adanya tekanan ekonomi keluarga. Selain itu hampu tiga perempat keluarga (71.1%) menyatakan bahwa lebih memilih bekelrja di luar kota atau luar negeri karena kondisi jenis pekerjaan di lingkungan sekitar rumah tidak pasti serta keadaan lingkungan yang tidak berkembang seperti banyak ditemui anak yang putus sekolah dan pengangguran.

Potensi perdagangan manusia internal. Potensi perdagangan manusia

internal merupakan potensi yang berasal dari keluarga. Hasil penelitian menunjukan lebih dari separuh (65%) keluarga memiliki masalah ekonomi dalam membiayai pendidikan anggota keluarga, oleha karena itu sebagian masyarakat memiliki rata-rata pendidikan hanya sampai Sekolah Dasar. Keterbatasan ekonomi keluarga menyebabkan setiap anggota keluarga diizinkan untuk bekerja dari pada untuk meneruskan pendidikan walaupun masih berusia remaja. Terdapat keluarga yang selalu mendorong setiap anggota keluarga untuk bekerja di luar negeri.

Tabel 13 Sebaran keluarga berdasarkan persentase jawaban potensi perdagangan manusia internal

No Pertanyaan Jawaban Ya

n %

1 Keluarga memiliki masalah ekonomi dalam membiayai pendidikan

anggota keluarganya 39 65.0 2 Keluarga mengizinkan setiap anggota keluarga untuk bekerja jika tidak sekolah 42 70.0 3 Keluarga selalu mendorong setiap anggota keluarganya untuk bekerja ke

luar negeri 9 15.0 4 Keluarga tidak terlalu memperhatikan lingkungan pergaulan setiap anggota

keluarganya 9 15.0 5 Keluarga mewajibkan setiap anggota keluarga yang telah berusia remaja

untuk mencari penghasilan tambahan 17 28.3 6 Keluarga terbiasa berhutang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari

apabila keluarga tidak memiliki uang yang cukup 46 76.6 7 Menjual aset keluarga merupakan solusi dalam mengatasi persoalan

ekonomi keluarga 56 93.3 8 Adanya pemahaman dalam keluarga bahwa penghasilan tinggi lebih

diutamakan dibandingkan dengan memiliki status pendidikan yang tinggi 51 85.0 9 Keluarga selalu menanamkan nilai-nilai agama dalam menjalani kehidupan

sehari-hari 59 98.3 10 Adanya pemahaman dalam keluarga bahwa perempuan jauh lebih

menguntungkan dibandingkan laki-laki 6 10.0 11 Keluarga selalu mengarahkan setiap anggota keluarganya sejak dini untik

bekerja di luar negeri 4 6.7 12 Keluarga tidak terlalu memperhatikan tentang dimana tempat anggota

keluarganya untuk bekerja 13 21.7 13 Keluarga tidak terlalu memperhatikan tentang jenis pekerjaan setiap

anggota keluarganya 22 36.7 14 Kebahagiaan keluarga dapat dirasakan apabila keluarga memiliki

penghasilan yang tinggi sehingga dapat memenuhi kebutuhan hidup 47 78.3

Gambar

Gambar 1 Kerangka pemikiran analisis strategi koping,  potensi perdagangan manusia dan kesejahteraan keluarga
Tabel  1 Sebaran suami dan istri berdasarkan usia
Tabel 3 Sebaran keluarga berdasarkan besar keluarga
Tabel 5 Sebaran keluarga berdasarkan pendapatan keluarga per kapita/bulan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Apabila situs restriksi genom suatu kelompok organisme berubah karena terjadinya mutasi atau berpindah karena genetic arrangement , maka menyebabkan situs tersebut tidak

Simpulan dari penelitian ini adalah masalah motivasi belajar rendah pada siswa yang terindikasi underachiever dapat diatasi melalui konseling perorangan dengan

Skripsi yang berjudul Mistik Kejawen Dalam Antologi Cerkak Malaikat Jubah Putih Karya Nono Warnono, merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana

Untuk mengetahui bagaimana kelompok, klaim budaya serta kegiatan media yang digunakan harian SIB dalam mengkonstruksi berita pengerusakan kawasan Danau Toba yang dilakukan oleh

Berikut adalah kumpulan doa-doa puasa ramadhan yang dapat kita panjatkan atau amalkan selama bulan ramadhan, dan/atau yang lebih kita kenal dengan doa harian puasa

JADWAL KLASIKAL MATERI PENUNJANG {MP}. TPQ/RA AR RIBATH

Sehubungan dengan telah sampai pada tahap Pembukaan Dokumen Penawaran dan sedang berlangsungnya tahap evaluasi Dokumen Penawaran Pada Kegiatan Dinas Sumber Daya Air Kabupaten

Aria Duta Panel, perusahaan melakukan perhitungan penyusutan aset tetapnya dari 2007-2013 terjadi kesalahan cara perhitungan dari estimasi masa manfaat aset tetap