• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pembahasan dan Analisis Manajemen Management’s Discussion and Analysis

Dalam dokumen annual report astra 2010 (Halaman 38-47)

Perusahaan asuransi milik Grup Astra, Asuransi Astra Buana, juga memperoleh pendapatan premi lebih tinggi dari pasar ritel dan komersial serta pendapatan investasi.

Sementara itu PT Bank Permata Tbk, di mana 44,5% saham usaha patungan ini dimiliki Astra, mendapat keuntungan dari kondisi ekonomi yang positif. Dilaporkan, laba bersih mencapai Rp 997 miliar untuk tahun buku yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2010, mengalami kenaikan 108%. Di bulan November 2010, PermataBank memperoleh Rp 2 triliun dari penawaran umum terbatas (rights issue) 6:1, upaya penggalangan dana untuk memperkokoh kecukupan modal. Pada Desember 2010, akuisisi GE Finance Indonesia, penerbit kartu kredit dalam negeri, telah rampung setelah mendapat persetujuan formal dari Bank Indonesia.

Alat Berat dan Penambangan

Laba bersih Grup Astra dari usaha alat berat dan penambangannya naik 2% menjadi Rp 2,3 triliun. United Tractors, yang 59,5% sahamnya dimiliki Astra, membukukan laba bersih Rp 3,9 triliun untuk tahun buku yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2010, naik sedikit dibandingkan laba bersih 2009. Pencapaian yang tinggi terlihat pada usaha alat berat Komatsu yang berhasil menjual 5.404 unit atau naik 74%. Meski demikian kenaikan pendapatan ini diiringi dengan turunnya kontribusi operasi kontraktor penambangan batu bara Pamapersada Nusantara. Walaupun PAMA berhasil mencapai target produksi lebih tinggi dengan kenaikan produksi batu bara sebesar 14% menjadi 78 juta ton dan kenaikan pemindahan tanah (overburden removal) 9% menjadi 651 juta bcm, PAMA tetap terpengaruh perubahan cuaca yang tidak bersahabat dan lemahnya dollar AS. Melalui tambang yang dimilikinya, PAMA menjual 2,6 juta ton batu bara.

Group insurance company, Asuransi Astra Buana, generated higher earnings from retail and commercial premiums and investment income.

PT Bank Permata Tbk, Astra’s 44.5%-held joint venture, benefited from the positive economic conditions and reported net income of Rp 997 billion for the year ended 31 December 2010, an increase of 108%. In November 2010, Permata completed a Rp 2 trillion, 6:1 rights issue, raising funds to strengthen capital adequacy. In December 2010, the acquisition of GE Finance Indonesia, a domestic credit card issuer, was completed following formal approval by Bank Indonesia.

Heavy Equipment and Mining

The Group’s net income from its heavy equipment and mining business grew by 2% to Rp 2.3 trillion. United Tractors, which is 59.5%-owned, reported net income of Rp 3.9 trillion for the year ended 31 December 2010, slightly increased from 2009. Strong results were seen in its Komatsu heavy equipment business, which sold 5,404 units during the year, an increase of 74%. This earnings improvement was, however, offset by a reduced contribution from the contract coal mining operations of Pamapersada Nusantara. While PAMA achieved higher production targets, with an increase in coal production of 14% to 78 million tonnes and an increase in overburden removal of 9% to 651 million bcm, it was affected by unfavourable weather conditions and a weak US dollar. Through its own mines, PAMA sold 2.6 million tonnes of coal.

Agribisnis

Kontribusi terhadap laba bersih dari usaha agribisnis meningkat sebesar 21% menjadi Rp 1,6 triliun. Astra Agro Lestari, yang 79,7% sahamnya dimiliki Astra, melaporkan laba bersih Rp 2,0 triliun untuk tahun buku yang berakhir pada tanggal 31 Desember 2010, terdapat kenaikan 21% dibandingkan tahun 2009 karena terjadi kenaikan harga minyak kelapa sawit mentah (CPO), yang rata-rata 13% lebih tinggi daripada tahun sebelumnya. Produksi minyak kelapa sawit sepanjang tahun 2010 naik 3% dibandingkan periode yang sama di tahun 2009, yaitu sebanyak 1,1 juta ton.

Infrastruktur dan Logistik

Laba bersih dari infrastruktur dan logistik tumbuh sebesar 34% menjadi Rp 358 miliar.

Di bulan Desember 2010, Astra mengakuisisi tambahan 19% saham PAM Lyonnaise Jaya, yang mengoperasikan sistem penyediaan air bersih di sisi barat Jakarta, sehingga total kepemilikan saham Astra di perusahaan ini meningkat dari 30% menjadi 49%. PAM Lyonnaise Jaya mengalami kenaikan volume penjualan air bersihnya sebesar 7% menjadi 147,3 juta kubik meter di tahun 2010. Jalan tol yang dioperasikan PT Marga Mandalasakti di mana Astra memiliki 79,3% sahamnya mencatat kenaikan volume lalu lintas sebesar 7% menjadi 29,4 juta kendaraan serta rata-rata tarif yang lebih tinggi; sementara kenaikan laba bersih di Serasi Autoraya didukung oleh lebih banyaknya penyewaan kendaraan bermotor dan penjualan mobil bekas.

Teknologi Informasi

Laba bersih dari teknologi informasi tumbuh sebesar 76% mencapai Rp 90 miliar.

Astra Graphia, yang 76,9% sahamnya dimiliki Astra, aktif di bidang solusi teknologi informasi dan menjadi agen tunggal peralatan Fuji Xerox di Indonesia, melaporkan kenaikan laba bersih hingga 77% mencapai Rp 118 miliar.

Agribusiness

Net income contribution from agribusiness increased by 21% to Rp 1.6 trillion.

Astra Agro Lestari, which is 79.7%-held, reported a net income of Rp 2.0 trillion for the year ended 31 December 2010, an increase of 21% over 2009 due to improved crude palm oil prices achieved, which were on average 13% higher than the previous year. Palm oil production during 2010 was up 3% compared to the corresponding period in 2009, at 1.1 million tonnes.

Infrastructure and Logistics

Net income from infrastructure and logistics grew by 34% to Rp 358 billion.

In December 2010, Astra acquired an additional 19% of PAM Lyonnaise Jaya, which operates the western Jakarta water utility system, increasing its stake from 30% to 49%. PAM Lyonnaise Jaya increased its sales volume in 2010 by 7% to 147.3 million cubic metres.

The toll road operated by 79.3%-owned Marga Mandalasakti, reported a 7% increase in traffic volume to 29.4 million vehicles on higher average tariffs, while Serasi Autoraya’s improved profit was supported by higher vehicles rented and sales of used cars.

Information Technology

Net income from information technology grew by 76% to Rp 90 billion.

Astra Graphia, 76.9%-owned, which is active in the area of information technology solutions and is the sole distributor of Fuji Xerox equipment in Indonesia, reported net income of Rp 118 billion, up 77%.

Pembahasan dan Analisis Manajemen

Management’s Discussion and Analysis

Neraca Konsolidasian

Aset

Per tanggal 31 Desember 2010, total aset mencapai Rp 112,9 triliun, naik 26,9% dari Rp 88,9 triliun di tahun 2009. Seperti di tahun- tahun sebelumnya, aset tidak lancar lebih tinggi dibandingkan aset lancar. Jumlah aset tidak lancar di akhir tahun 2010 sebesar Rp 66 triliun, naik 26,5% dari Rp 52,2 triliun pada akhir tahun 2009. Peningkatan dalam piutang pembiayaan tidak lancar, investasi pada perusahaan asosiasi dan jointly controlled entities dan aset tetap (terutama pada alat transportasi dan alat berat pertambangan) menyebabkan bertambahnya aset tidak lancar. Sedangkan peningkatan dalam piutang pembiayaan lancar dan persediaan (terutama barang-barang dalam perjalanan) menyebabkan sebagian besar kenaikan aset lancar, yang pada akhir tahun 2010 berjumlah Rp 46,8 triliun, naik 27,5% dibandingkan tahun 2009 sebesar Rp 36,7 triliun.

Porsi terbesar aset lancar adalah piutang pembiayaan lancar yang mencapai sekitar 34%, naik dari sekitar 28,9% pada tahun 2009, atau dari Rp 10,6 triliun menjadi Rp 15,9 triliun. Hal ini mencerminkan kenaikan penjualan kendaraan bermotor dan alat berat. Persentase penyisihan untuk piutang ragu-ragu terhadap total piutang bruto relatif tetap bila dibandingkan dengan persentase tahun-tahun sebelumnya. Manajemen senantiasa memperhatikan secara saksama terhadap umur piutang ini dan nilai jaminan fidusia.

Dari piutang pembiayaan konsumen bersih sebelum provisi sebesar Rp 26,7 triliun per 31 Desember 2010, 54% akan jatuh tempo dalam waktu setahun dan sisanya akan jatuh tempo antara 1 sampai 5 tahun.

Consolidated Balance Sheet

Assets

As at 31 December 2010, total assets stood at Rp 112.9 trillion, a 26.9% increase from Rp 88.9 trillion in 2009. As in previous years, non-current assets are higher than current assets. Non-current assets as at year end 2010 were Rp 66 trillion, up 26.5% from Rp 52.2 trillion as at year end 2009.

Increases in non current financing receivables, investments in associates and jointly controlled entities and fixed assets (mainly in transportation equipment and mining equipment) comprised the bulk of the increase in non-current assets. Increases in current financing receivables and inventories (mostly goods in transit) comprised most of the increase in current assets, which at year end 2010 was Rp 46.8 trillion, up 27.5% from 2009’s Rp 36.7 trillion.

Of the current assets, the largest is current financing receivables, which represent about 34%, up from about 28.9% in 2009, or from Rp 10.6 trillion to Rp 15.9 trillion, reflecting increased motor vehicle and heavy equipment sales. Provisions for doubtful receivables as a percentage of gross receivables remain broadly in line with previous year. Close attention is paid to both ageing of these receivables and fiduciary value.

Of the net consumer financing receivables before provision of Rp 26.7 trillion as of 31 December 2010, 54% will mature within a year and the remainder will mature between 1 to 5 years.

Tingkat suku bunga tahunan efektif dari piutang pembiayaan konsumen berkisar dari 10% hingga 46,6% untuk pembiayaan dalam Rupiah dan 7% hingga 12% untuk pembiayaan dalam dollar AS. Pembiayaan ini sepenuhnya dijamin dengan pengalihan fidusia Sertifikat Kepemilikan Kendaraan Motor dan Sertifikat Kepemilikan Alat Berat.

Kewajiban

Per tanggal 31 Desember 2010, kewajiban total Astra sebesar Rp 54,2 triliun, di mana Rp 37,1 triliun merupakan kewajiban jangka pendek dan Rp 17,1 triliun adalah kewajiban jangka panjang. Jumlah tersebut mengalami kenaikan dibandingkan kewajiban total Astra tahun 2009 yang berjumlah Rp 40 triliun, di mana Rp 26,8 triliun adalah kewajiban jangka pendek dan Rp 13,2 triliun merupakan kewajiban jangka panjang.

Secara keseluruhan, hutang bersih di luar pinjaman di anak-anak perusahaan jasa keuangan yang dimiliki Grup Astra adalah sebesar Rp 3,5 triliun, dibandingkan kas bersih Rp 729 miliar pada akhir tahun 2009, disebabkan ekspansi usaha yang signifikan. Jika usaha jasa keuangannya disertakan, Astra memiliki hutang bersih sebesar Rp 24,6 triliun per tanggal 31 Desember 2010, dibandingkan Rp 13,2 triliun pada akhir tahun sebelumnya. Kenaikan ini disebabkan peningkatan dalam volume yang dibiayai untuk otomotif dan alat berat.

Astra tetap mampu menutup kewajiban yang akan jatuh tempo dalam kurun waktu kurang dari satu tahun karena aset lancar hampir 26% lebih tinggi dibandingkan kewajiban jangka pendeknya. Pada akhir tahun 2010, Astra membukukan pinjaman bank dan pinjaman lain-lainnya sebesar Rp 19,0 triliun atau sekitar 35% dari jumlah kewajiban Rp 54,2 triliun. Dari pinjaman Rp 19,0 triliun itu, sekitar 56% merupakan pinjaman dari bank, 36% lainnya adalah pinjaman sindikasi, dan sisanya merupakan pinjaman non-bank.

The effective annual interest rate of consumer financing receivables ranges from 10% to 46.6% for Rupiah financing and 7% to 12% for US dollar financing. This financing is fully secured by fiduciary transfers of Motor Vehicle Ownership Certificates and Heavy Equipment Ownership Certificates.

Liabilities

As at 31 December 2010, Astra’s total liabilities were Rp 54.2 trillion, with Rp 37.1 trillion current liabilities and Rp 17.1 trillion non-current liabilities, up from 2009’s total liabilities of Rp 40 trillion, of which Rp 26.8 trillion were current and Rp 13.2 trillion were non-current.

Overall net debt excluding borrowings within the Group’s financial services subsidiaries was Rp 3.5 trillion, compared to net cash of Rp 729 billion at the end of 2009, due to significant businesses expansion. After including its financial services businesses, Astra has net debt of Rp 24.6 trillion at 31 December 2010, compared to Rp 13.2 trillion at the prior year end, due to an increase in the volume of automotive and heavy equipment financed.

Astra remains well able to cover its current liabilities as current assets stand nearly 26% higher than current liabilities.

As at the end of 2010, Astra recorded long term bank loans and other loans of Rp 19.0 trillion or about 35% of Rp 54.2 trillion total liabilities. Of that Rp 19.0 trillion total amount, around 56% were loans from banks, another 36% were syndicated loans and the remainder were non bank loans.

Pembahasan dan Analisis Manajemen

Management’s Discussion and Analysis

Per tanggal 31 Desember 2010 terdapat Rp 7,3 triliun surat berharga yang diterbitkan, yang berarti 13,4% dari total kewajiban. Surat berharga yang diterbitkan adalah obligasi (66,6%) dan Medium Term Notes (33,4%).

Pada akhir tahun 2010, Perseroan dan anak perusahaannya juga memiliki hutang usaha sebesar Rp 9,3 triliun. 78% merupakan hutang terhadap pihak ketiga dan 34% dalam mata uang selain Rupiah.

Ekuitas

Modal total pada akhir tahun 2010 mencapai Rp 49,3 triliun, naik 23,6% dibandingkan Rp 39,9 triliun pada akhir tahun 2009. Peningkatan ini sebagian besar disebabkan oleh kenaikan saldo laba yang belum dicadangkan sebesar Rp 9,1 triliun.

Dividen

Untuk tahun 2010, manajemen mengusulkan dividen final sebesar Rp 1.130 per saham, selain dividen interim sebesar Rp 470 per saham yang telah dibayarkan pada tanggal 15 November 2010. Maka, dividen total untuk tahun 2010 menjadi Rp 1.600 per saham, mencerminkan rasio pembayaran 45%. Penentuan akhir tentang dividen akan diambil dalam RUPS yang akan diadakan di bulan Mei 2011.

Arus Kas Konsolidasian

Kegiatan Operasional

Walaupun terdapat kenaikan penerimaan dari para pelanggan sebesar Rp 135,7 triliun di tahun 2010, dibandingkan dengan Rp 103,9 triliun di 2009, arus kas bersih yang diperoleh dari kegiatan operasional mengalami penurunan. Hal ini disebabkan karena pembayaran kepada pemasok termasuk pembiayaan otomotif dan alat berat, mengalami kenaikan yang signifikan sebesar Rp 116,2 triliun dibandingkan dengan Rp 79,5 triliun di tahun 2009.

As of 31 December 2010 there were Rp 7.3 trillion of issued debt securities recorded on the balance sheet, constituting 13.4% of total liabilities. The securities were bonds (66.6%) and Medium Term Notes (33.4%).

At the end of 2010, the Company and its subsidiaries also had trade payables amounting to Rp 9.3 trillion. 78% were liabilities to third parties, and 34% were denominated in currencies other than Rupiah.

Equity

Total equity as at year end 2010 stood at Rp 49.3 trillion, a 23.6% increase from the Rp 39.9 trillion at year end 2009. This increase was mostly due to increases in Retained Earnings of Rp 9.1 trillion.

Dividend

For 2010, management has recommended a final dividend of Rp 1,130 per share, in addition to an interim dividend of Rp 470 per share which was paid on 15 November 2010. Total dividends for 2010 would then be Rp 1,600 per share, representing a payout ratio of 45%. A final determination on dividend will be decided at the Annual General Meeting of Shareholders in May 2011.

Consolidated Cash flow

Operating Activities

Despite increased receipts from customers of Rp 135.7 trillion in 2010, compared to

Rp 103.9 trillon in 2009, net cash flows provided from operating activities decreased as a result of significantly increased payments to suppliers including automotive and heavy equipment finance of Rp 116.2 trillion compared to Rp 79.5 trillion in 2009.

Kegiatan Investasi

Arus kas bersih sebesar Rp 6,9 triliun yang digunakan untuk kegiatan investasi di tahun 2010 menunjukkan kenaikan signifikan dibandingkan arus kas bersih yang digunakan di tahun 2009 yang berjumlah Rp 4,8 triliun. Hal ini disebabkan oleh berbagai akuisisi, di antaranya GES (pemilik 47% saham PT Astra Sedaya Finance) dan pembelian tambang batu bara baru, serta partisipasi Perseroan pada rights issue PermataBank dan pembelian aset tetap.

Kegiatan Pendanaan

Arus kas bersih yang diperoleh dari kegiatan pendanaan pada tahun 2010 mencapai Rp 2,3 triliun dibandingkan dengan penggunaan kas bersih tahun 2009 sebesar Rp 6 triliun. Penerimaan dari pinjaman jangka panjang sebanyak Rp 19,4 triliun dan penerimaan dari pinjaman jangka pendek sebesar Rp 10 triliun memberi banyak kontribusi terhadap kenaikan tersebut. Selain itu, Astra membayarkan kembali pinjamannya sejumlah Rp 20,2 triliun di tahun 2010 dan membayar dividen kas sebesar Rp 6,4 triliun.

Posisi Kas

Posisi kas dan setara kas pada akhir tahun 2010 sebesar Rp 7 triliun, turun dari Rp 8,7 triliun pada akhir tahun 2009.

Kebijakan Keuangan

Astra senantiasa menjalankan prinsip kehati-hatian dalam kebijakan keuangannya. Berbagai aktivitas kelompok usaha Astra menyebabkan adanya potensi terhadap berbagai macam risiko keuangan, seperti risiko pasar, risiko kredit, serta risiko likuiditas. Untuk mengurangi dampak keuangan dari fluktuasi tingkat suku bunga dan nilai tukar mata uang asing, Astra menerapkan kebijakan “lindung nilai” untuk seluruh kelompok usahanya. Secara keseluruhan, kebijakan keuangan tersebut dilakukan untuk melindungi nilai aktiva dan kewajiban, serta membantu dalam membuat perencanaan siklus produksi dan investasi, yang memberikan tingkat kepastian terhadap biaya investasi atas sumber-sumber kas Astra dikelola untuk meminimalkan risiko disamping tetap meningkatnya hasil.

Investing Activities

Net cash outflows of Rp 6.9 trillion for investing activities in 2010 increased from 2009’s Rp 4.8 trillion as a result of multiple acquisitions including GES (owner of 47% interest in PT Astra Sedaya Finance), the purchase of a green field coal mine and the Company’s participation in PermataBank’s rights issue and the purchase.

Financing Activities

The net cash inflows from financing activities in 2010 were Rp 2.3 trillion as compared with a net use of cash in 2009 of Rp 6 trillion. Proceeds from long-term borrowings of Rp 19.4 trillion, as well as proceeds from short-term borrowings of Rp 10 trillion, provided much of this increase. In addition, Astra made repayments of long-term and short term borrowing of Rp 20.2 trillion during the year and paid a cash dividend of Rp 6.4 trillion.

Cash Position

The cash and cash equivalent position at the end of 2010 stood at Rp 7 trillion, down from Rp 8.7 trillion at the end of 2009.

Treasury Policy

Astra consistently implements a prudent treasury policy. The group’s activities expose it to a variety of financial risks, such as market risk, credit risk, and liquidity risk. To mitigate the financial impact arising from the fluctuation of interest rates and foreign exchange rates, Astra implements a hedging policy across its business units. Overall, the treasury policy is implemented to protect the value of assets and liabilities, as well as to help in developing a plan for production and investment cycle, which provides a degree of certainty about costs. The investment of Astra’s cash resources is managed so as to minimize risk while seeking to enhance yield.

Pembahasan dan Analisis Manajemen

Management’s Discussion and Analysis

Prakiraan Tahun 2011

Harapan untuk berlanjutnya pertumbuhan perekonomian domestik yang kuat di tengah kemungkinan munculnya pengetatan moneter memberikan peluang bagi peningkatan penjualan dan pendapatan dari sektor pertambangan dan pertanian. Peraturan baru terkait pajak kepemilikan kendaraan bermotor dan penghapusan subsidi bahan bakar minyak tentu akan membawa dampak dalam sektor otomotif, sehingga diperkirakan penjualan kendaraan akan datar saja di tahun 2011. Namun, walaupun kami tidak mengantisipasi tahun luar biasa yang kami capai di tahun 2010 ini, dengan tingkat suku bunga dan inflasi di dalam negeri yang diperkirakan tetap dalam rentang wajar selama beberapa tahun terakhir, daya beli konsumen yang tetap tinggi, kami berharap dapat melakukan ekspansi usaha secara nasional di tahun 2011. Astra akan tetap melakukan penetrasi di pasar yang telah ada dan ekspansi ke berbagai area pertumbuhan sesuai strategi jangka panjangnya. Upaya-upaya pemasaran lewat berbagai saluran akan tetap menjadi perhatian di sebagian besar unit usaha, agar dapat terus menjadi pemimpin di pasar dan meluaskan pasar secara nasional dan internasional. Strategi ini akan didukung oleh peningkatan kapasitas produksi dan distribusi.

Outlook for 2011

Expectations of continued strong domestic growth, despite possible monetary policy tightening, provides opportunities for increased sales and revenue for all of Astra’s businesses, however new vehicle ownership taxes and the possible removal of gasoline subsidies may have an affect on the automotive sector. With domestic interest and inflation rates expected to remain within acceptable ranges consumer purchasing power is anticipated to remain strong, leading to business expansion nationwide.

Astra will continue to penetrate existing markets and expand into areas of growth based on its long term strategy. Strong multi-channeled marketing efforts will continue to be factors in many of the business units in order to remain market leaders, and to expand markets both domestically and internationally. This strategy will be supported by an increase in production and distribution capacity.

Dalam dokumen annual report astra 2010 (Halaman 38-47)