• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV DATA DAN ANALISIS DATA

D. Pembahasan

1. Tingkat Hasil Belajar Awal Siswa Sebelum Mengikuti Pelajaran Berdasarkan klasifikasi tingkat hasil belajar siswa kelas treatment pada aspek kognitif (lihat tabel 4.6) menunjukan bahwa hasil pretest siswa paling banyak terdapat kategori rendah dengan interval 20 – 39 dimana jumlah siswa sebanyak 10 orang prosentase sebesr 37,04 % dan kategori sangat rendah dengan interval 0 – 19 dimana jumlah siswa sebanyak 10 orang prosentase juga sebesar 37,04 %. Berdasarkan pengujian statistik dengan bantuan program SPSS (lihat tabel 4.10) diperoleh mean pretest kelas treatment pada aspek kognitif sebesar 27,11 dengan standar deviasi sebesar 14,78 masuk dalam kategori rendah. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti dengan 6 siswa kelas treatment keenam siswa mengatakan bahwa tidak dapat mengerjakan soal pretest karena bingung dengan cara mengerjakannya. Dari hasil wawancara tingkat hasil belajar awal siswa pada aspek kognitif masuk dalam kategori sangat rendah. Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa hasil belajar awal siswa pada aspek kognitif masuk dalam kategori rendah.

Klasifikasi tingkat hasil belajar siswa pada aspek psikomotorik (lihat tabel 4.7), menunjukkn hasil pretest siswa paling banyak masuk dalam kategori sangat rendah dengan interval 0 – 19 dengan jumlah siswa sebanyak 16 orang prosentase sebesar 59,26 %. Berdasarkan tabel 4.15, mean pretest kelas treatment pada aspek psikomotorik sebesar 15,37 dengan standar deviasi 13,68 sehingga masuk dalam kategori sangat rendah. Hal ini juga diperkuat dari hasil wawancara yaitu 6 orang siswa mengatakan bingung mengerjakan soal pretest pada aspek psikomotorik. Dapat disimpulkan bahwa tingkat hasil belajar siswa pada aspek psikomotorik masuk dalam kategori sangat rendah.

Klasifikasi tingkat hasil belajar siswa pada aspek afektif (lihat tabel 4.4), menunjukan bahwa hasil pretest siswa kelas treatment paling banyak menjawab setuju dengan adanya penerapan metode pembelajaran simulasi PhET yaitu sebanyak 20 siswa dan 7 siswa lainnya memilih untuk tidak menjawab karena belum mengetahui apa yang dimaksud dengan simulasi PhET. Lebih banyak yang menjawab setuju karena rasa ingin tahu yang sangat tinggi dari siswa kelas treatment terhadap pembelajaran menggunakan simulasi PhET. Pada aspek afektif yang ditambahkan pada soal nomor 5 pretest, terlihat tidak ada siswa yang menjawab tidak setuju. Salah satu pembagian ranah afektif yang disusun oleh Bloom bersama dengan David Krathwol adalah tanggapan (responding) dimana pada tahap ini siswa dapat memberikan reaksi terhadap fenomena yang ada di lingkungannya, meliputi persetujuan, kesediaan, dan kepuasan dalam

95

memberikan tanggapan. Tidak adanya siswa yang menjawab tidak setuju dalam pretest, dapat dikatakan bahwa antusias mereka untuk mempelajrai materi menggunakan simulasi PhET sangat tinggi, hal ini juga diperkuat dari hasil wawancara. Dapat disimpulkan bahwa hasil belajar awal siswa pada aspek afektif menunjukan bahwa siswa setuju dengan adanya penerapan metode pembelajaran simulasi PhET.

2. Tingkat Hasil Belajar Akhir Siswa Setelah Mengikut Pembelajaran Berdasarkan klasifikasi tingkat hasil belajar siswa kelas treatment pada aspek kognitif (lihat tabel 4.6) menunjukkan hasil posttest siswa paling banyak masuk dalam kategori sangat tinggi dengan jumlah siswa sebanyak 13 orang prosentase 48,15 %. Berdasarkan pengujian statistik dengan bantuan SPSS (lihat tabel 4.13), diperoleh mean posttest kelas treatment pada aspek kognitif sebesar 76,81 dengan standar deviasi sebesar 11,83 sehingga masuk dalam kategori tinggi. Jadi, tingkat hasil belajar akhir siswa pada aspek kognitif pada materi Hukum Arhimedes masuk dalam kategori tinggi.

Klasifikasi tingkat hasil belajar siswa pada aspek psikomotorik (lihat tabel 4.7), menunjukkan hasil posttest siswa paling banyak masuk dalam kategori sangat tinggi dengan jumlah siswa sebanyak 10 orang prosentase sebesar 37,04 %. Pada tabel 4.18, mean posttest kelas treatment pada aspek psikomotorik sebesar 64,81 dengan standar deviasi sebesar 37,97 sehingga masuk dalam kategori tinggi. Jadi,

tingkat hasil belajar akhir siswa pada materi Hukum Archimedes pada aspek psikomotorik masuk dalam kategori tinggi.

Klasifikasi tingkat hasil belajar siswa pada aspek afektif (lihat tabel 4.4), menunjukkan hasil posttest siswa paling banyak menjawab setuju dengan jumlah siswa sebanyak 25 orang. Dari hasil wawancara keenam siswa yang ditanya mengatakan bahwa dengan adanya penerapan simulasi PhET yang digunakan dalam pembelajaran siswa menjadi lebih paham dengan materi yang diajarkan dan mengerti konsep dasar materi Hukum Archimedes sehingga siswa dapat menyelesaikan soal hitungan berdasarkan konsep materi yang sudah dikuasai. Dalam hal ini persetujuan yang didapat dari 25 siswa tersebut merupakan responding yang baik pada aspek afektif meskipun masih ada 2 siswa yang memilih untuk tidak menjawab. Pada aspek afektif tidak ada siswa yang memilih tidak setuju hal ini dapat dikatakan bahwa siswa sangat antusias dengan adanya metode pembelajaran simulasi PhET. Dapat disimpulkan bahwa tingkat hasil belajar akhir siswa menunjukan jika siswa setuju dengan adanya penerapan metode pembelajaran simulasi PhET.

97

3. Peningkatan Hasil Belajar Siswa a. Kognitif

Pada aspek kognitif dari 27 siswa kelas treatment yang digunakan memiliki rata-rata pretest sebesar 27,11 dan nilai rata-rata posttest sebesar 76,81. Berdasarkan hasil analisis uji t pretest dan posttest kelas treatment menunjukan hasil yang signifikan, artinya pembelajaran dengan menggunakan metode simulasi PhET dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada materi Hukum Archimedes. Pada tabel 4.10 pengujian statistik uji t pretest kelas treatment dan kelas kontrol menunjukan hasil yang signifikan, artinya ada perbedaan hasil belajar awal siswa kelas treatment dan kelas kontrol pada aspek kognitif. Pada tabel 4.13 dapat dilihat bahwa hasil uji t independent posttest kelas treatment dan kelas kontrol menunjukan hasil yang signifikan, artinya ada perbedaan hasil belajar akhir siswa kelas treatment dan kelas kontrol pada aspek kognitif. Hal ini dapat disimpulkan bahwa penerapan metode simulasi PhET lebih baik dibandingkan metode ceramah interaktif dengan mean posttest kelas treatment lebih tinggi dari mean posttest kelas kontrol pada aspek kognitif. Salah satu pengelompokkan dimensi kognitif adalah mengaplikasikan yaitu menerapkan atau menggunakan suatu prosedur dalam keadaan tertentu (lihat tabel 2.1), dengan ini siswa mampu menerapkan simulasi PhET yang digunakan dalam proses pembelajaran dengan baik.

b. Psikomotorik

Pada aspek psikomotorik kelas treatment dengan jumlah 22 siswa yang digunakan memiliki nilai rata-rata pretest sebesar 15,37 dan nilai rata-rata posttest sebesar 53,25 menunjukan hasil yang siginifikan. Pada tabel 4.14 pengujian uji t independent pretest kelas treatmet dan kelas kontrol menunjukkan hasil yang tidak signifikan, artinya tidak ada perbedaan hasil belajar awal siswa kelas treatment dan kelas kontrol pada aspek psikomotorik. Pada tabel 4.17 dapat dilihat juga bahwa hasil uji t independent posttest kelas treatment dan kelas kontrol pada aspek psikomotorik menunjukan hasil yang signifikan, artinya ada perbedaan hasil belajar akhir siswa kelas treatment dan kelas kontrol pada aspek psikomotorik. Hal ini dapat disimpulkan bahwa penerapan metode simulasi PhET lebih baik dibandingkan metode ceramah interaktif dengan mean posttest kelas treatment lebih tinggi dari mean posttest kelas kontrol pada aspek psikomotorik. Salah satu unsur psikomotorik yang dibuat oleh Bloom adalah penyesuaian yaitu keterampilan yang sudah berkembang sehingga dapat disesuaikan dalam berbagai situasi. Dengan ini siswa mampu menyesuaikan diri dengan hal baru yakni pembelajaran dengan menggunakan simulasi PhET untuk membantu meningkatkan hasil belajar mereka.

99

c. Afektif

Pada aspek afektif peningkatan hasil belajar terlihat dari pretest jumlah siswa yang menjawab setuju dengan penerapan simulasi PhET sebanyak 20 orang dan posttest jumlah siswa yang menjawab setuju dengan adanya penerapan simulasi PhET sebanyak 25 siswa. Pada tabel 4.20 mengenai hasil tanggapan siswa pada aspek afektif kelas treatment, siswa yang menjawab setuju dengan adanya penerapan simulasi PhET pada soal pretest sebanyak 74,1 % dan prosentase meningkat sebesar 92,6 % pada hasil jawaban soal posttest. Dapat disimpulkan bahwa siswa setuju dengan adanya penerapan simulasi PhET. Hal ini diperkuat dari hasil wawancara pada kelas treatment dimana hasilnya menunjukan 100 % siswa merasa jauh lebih paham mengenai materi Hukum Archimedes dengan adanya penerapan simulasi PhET.

Hasil belajar awal siswa pada aspek kognitif memiliki perbedaan hasil belajar dengan aspek psikomotorik yang tidak memiliki perbedaan hasil belajar awal pada materi Hukum Archimedes. Adanya perbedaan terjadi karena simulasi PhET merupakan metode yang baru untuk siswa sehingga siswa memiliki rasa ingin tau yang tinggi dan siswa menjadi lebih bersemangat untuk belajar. Sedangkan untuk hasil belajar akhir siswa kelas treatment dan kelas kontrol pada aspek kognitif dan aspek psikomotorik diperoleh hasil yang signifikan pada materi Hukum Archimedes.

Berdasarkan hasil dari masing-masing aspek, dapat disimpulkan bahwa kelas treatment dengan menggunakan metode seimulasi PhET meningkatkan hasil belajar siswa pada aspek kognif, psikomotorik, dan afektif. Metode pembelajaran simulasi PhET memperoleh hasil yang lebih baik dibandingkan metode ceramah interaktif, artinya metode simulasi PhET membantu siswa dalam memahami materi Hukum Archimedes dan membuat siswa kelas treatment lebih bersemangat dalam belajar dibandingkan metode cermah interaktif pada kelas kontrol.

Dokumen terkait