• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil pengamatan terhadap gambaran leukosit ayam pedaging yang diinfeksi Eimeria tenella setelah pemberian ekstrak sambiloto (Andrographis paniculata Nees) dengan pelarut metanol dosis bertingkat disajikan pada Tabel 1 berikut.

Tabel 5 Persentase rata-rata jumlah limfosit ayam dari tiap-tiap kelompok perlakuan

Kelompok

Pengamatan pada Hari ke- (Setelah Infeksi)

0 3 6 9 13 16

KN 73.0abcd 73.0abcd 73.0abcd 71.3bcde 70.0cde 71.7abcde

KP 73.7abcd 75.0ab 71.7abcde 68.0e 72.7abcd 74.0abcd

KO 74.3abc 72.7abcd 74.0abcd 68.0e 72.0abcde 73.7abcd

KSb 73.3abcd 73.0abcd 71.7abcde 72.7abcd 72.3abcde 73.7abcd

MR 71.7abcde 72.7abcd 74.0abcd 70.0cde 72.7abcd 73.7abcd

MS 73.0abcd 74.7ab 73.7abcd 72.0abcde 72.7abcd 74.7ab

MT 74.0abcd 73.3abcd 73.3abcd 72.0abcde 72.7abcd 76.0a

Keterangan: Huruf superskrip yang sama pada kolom dan baris menyatakan tidak berbeda nyata (p>0.05)

Gambar 10 Persentase rata-rata jumlah limfosit tiap-tiap kelompok perlakuan Berdasarkan data yang tercantum pada tabel 5 persentase rata-rata jumlah limfosit hari ke-0, 3 dan 6 setelah infeksi tampak tidak berbeda nyata pada semua kelompok perlakuan (p>0.05). Pada pengamatan hari ke-9 setelah infeksi kelompok KP (kelompok perlakuan yang diinfeksi ookista E. tenella 1x105/ekor

tetapi tidak diberi obat) mengalami penurunan jumlah limfosit jika dibandingkan hari ke-6 setelah infeksi. Hal ini dikarenakan kelompok KP tidak mampu menstimulasi limfosit untuk mengatasi peradangan yang terjadi pada sekum ayam. Pada hari ke-13 dan 16 setelah infeksi persentase rata-rata limfosit kelompok KP, KO, MR, MS dan MT cenderung mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan hari sebelumnya. Hal ini mengindikasikan telah terjadi proses persembuhan. Menurut Levine (1990) jika ayam dapat hidup sampai hari ke-8 dan 9 setelah infeksi, dan melewati periode prepaten selama 7 hari serta mampu mengatasi perbarahan hebat, maka akan terjadi proses persembuhan.

Pada hari ke-16 setelah infeksi persentase rata-rata jumlah limfosit kelompok MT (kelompok perlakuan yang diinfeksi ookista E. tenella dan diberi ekstrak sambiloto dengan pelarut metanol dosis tinggi) jika dibandingkan dengan kelompok MR dan MS cenderung mengalami peningkatan. Hal ini terjadi karena zat andrographolide yang terdapat pada sambiloto mampu menstimulasi produksi limfosit untuk membentuk antibodi.

Tabel 6 Persentase rata-rata jumlah heterofil ayam dari tiap-tiap kelompok perlakuan

Kelompok

Pengamatan pada Hari ke- (Setelah Infeksi)

0 3 6 9 13 16

KN 14.7gh 16.7bcdefgh 18.7abcdef 18.3abcdef 20.0ab 20.7a

KP 15.3fgh 15.3fgh 17.7abcdefgh 19.3abcde 17.3abcdefgh 17.0abcdefgh

KO 14.3h 16.3bcdefgh 16.0defgh 20.3ab 17.7abcdefgh 17.0abcdefgh

KSb 17.3abcdefgh 17.7abcdefgh 20.3ab 19.3abcde 19.0abcdef 19.0abcdef

MR 19.0abcdef 19.3abcde 18.3abcdef 19.3abcde 18.3abcdef 18.0abcdefg

MS 17.7abcdefgh 17.7abcdefgh 18.0abcdefg 19.3abcdef 18.0abcdefg 16.7bcdefgh MT 14.3h 16.7bcdefgh 17.0abcdefgh 17.0abcdefgh 18.0abcdefg 16.0 defgh Keterangan: Huruf superskrip yang sama pada kolom dan baris menyatakan tidak berbeda

Gambar 11 Persentase rata-rata jumlah heterofil tiap-tiap kelompok perlakuan Berdasarkan data yang terdapat pada tabel 6 terlihat bahwa pada hari ke-3 setelah infeksi kelompok KP dan KO menunjukkan peningkatan persentase rata-rata heterofil dari hari ke-3 sampai hari ke-9 setelah infeksi. Hal ini dikarenakan heterofil berperan sebagai basis pertahanan pertama. Heterofil akan bergerak menuju benda asing dan akan menghancurkan dengan segera, tetapi tidak mampu bertahan lama (Tizard 1987). Heterofil dalam sirkulasi akan bertahan hidup selama 4-10 jam, sedangkan di dalam jaringan akan bertahan hidup selama 1-2 hari (Metcalf 2006).

Pada hari ke-9 setelah infeksi kelompok KP dan KO mengalami peningkatan persentase rata-rata heterofil yang signifikan (p>0.05) jika dibandingkan hari ke-0 setelah infeksi. Sedangkan kelompok MR, MS dan MT tidak mengalami peningkatan yang signifikan, hal ini menunjukkan bahwa sambiloto dapat mengurangi jumlah parasit (Kharismawan 2006), sehingga persentase rata-rata jumlah heterofil lebih rendah.

Pada hari ke-16 setelah infeksi persentase rata-rata heterofil kelompok MS dan MT cenderung menurun dibandingkan dengan MR. Hal ini terjadi karena jumlah skizon di dalam sekum ayam menurun sehingga jumlah heterofil juga menurun. Menurut Kharismawan (2006) rata-rata jumlah skizon di dalam sekum ayam hari ke-16 setelah infeksi kelompok MR, MS dan MT berturut-turut adalah 8.3 %, 0.3 % dan 0 %.

Tabel 7 Persentase rata-rata jumlah eosinofil ayam dari tiap-tiap kelompok perlakuan

Kelompok

Pengamatan pada Hari ke- (Setelah Infeksi)

0 3 6 9 13 16 KN 3.7ab 3.0ab 2.7ab 2.3ab 1.7b 1.7b KP 3.0ab 2.7ab 2.0ab 3.3ab 1.3b 2.7ab KO 4.0ab 2.3ab 2.7ab 4.0ab 3.3ab 3.0ab KSb 2.7ab 3.0ab 2.7ab 3.0ab 3.0ab 2.3ab MR 3.0ab 2.0ab 2.0ab 3.0ab 2.7ab 2.3ab MS 3.7ab 2.7ab 3.0ab 3.3ab 3.0ab 3.3ab MT 4.3ab 3.0ab 3.3ab 3.7ab 2.7ab 3.0ab

Keterangan: Huruf superskrip yang sama pada kolom dan baris menyatakan tidak berbeda nyata (p>0.05)

Gambar 12 Persentase rata-rata jumlah eosinofil tiap-tiap kelompok perlakuan Pada tabel 7 terlihat bahwa persentase rata-rata jumlah eosinofil pada setiap kelompok perlakuan tidak berbeda nyata (p>0.05) dan berkisar dalam persentase normal, yaitu 2-8 % dari jumlah total leukosit (Dellman & Brown 1987). Akan tetapi terlihat adanya penurunan pada hari ke-3 dan 6 setelah infeksi pada kelompok KP, KO, MR, MS, MT bila dibandingkan hari ke-0 setelah infeksi. Hal ini dikarenakan jumlah skizon yang rendah di dalam sekum ayam yang menandakan belum terjadi proses peradangan akibat infeksi E. tenella.

Pada hari ke-6 setelah infeksi persentase rata-rata eosinofil pada kelompok MS dan MT lebih tinggi dibandingkan KN, KP dan KO. Hal ini dikarenakan ekstrak sambiloto pada kelompok MS dan MT berfungsi sebagai immunomodulator sehingga mampu merangsang meningkatnya jumlah eosinofil untuk melakukan proses fagositosis.

Pada hari ke-9 setelah infeksi persentase rata-rata eosinofil kelompok kelompok KO cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan MR, MS dan MT. Hal ini dikarenakan jumlah skizon dalam sekum ayam pada kelompok KO lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok MR, MS dan MT. Jumlah rata-rata skizon pada hari ke-9 setelah infeksi berturut-turut pada kelompok KO, MR, MS dan MT adalah 23.3 %, 0 %, 0 %, 0 % (Kharismawan 2006). Pada hari ke-13 setelah infeksi persentase rata-rata eosinofil kelompok MR, MS dan MT cenderung lebih rendah jika dibandingkan kelompok KO. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak metanol sambiloto mampu menurunkan jumlah skizon dibandingkan dengan pemberian obat sulfachloropyrazine, sehingga jumlah eosinofil dalam darah juga menurun.

Tabel 8 Persentase rata-rata jumlah monosit ayam dari tiap-tiap kelompok perlakuan

Kelompok

Pengamatan Pada Hari Ke- (Setelah Infeksi)

0 3 6 9 13 16

KN 7.3ab 6.0abcde 5.0abcdef 5.7abcdef 6.0abcde 4.0cdef

KP 5.3abcdef 6.7abcd 7.3ab 7.7a 7.0abc 5.0abcdef

KO 5.3abcdef 6.3abcde 6.0abcde 5.7abcdef 5.3abcdef 5.0abcdef KSb 5.0abcdef 4.3abcdef 4.3abcdef 3.7cdef 4.7abcdef 3.7cdef MR 5.0abcdef 4.0cdef 4.0cdef 5.7abcdef 5.3abcdef 5.0abcdef

MS 3.3ef 2.7f 4.3abcdef 4.7abcdef 4.7abcdef 4.0cdef

MT 5.0abcdef 4.7bcdef 4.7bcdef 5.3abcdef 5.0abcdef 3.7cdef

Keterangan: Huruf superskrip yang sama pada kolom dan baris menyatakan tidak berbeda nyata (p>0.05)

Gambar 13 Persentase rata-rata jumlah monosit tiap-tiap kelompok perlakuan Pada tabel 8 terlihat bahwa secara umum persentase rata-rata jumlah monosit berada dalam kisaran normal, yaitu 3-9 % (Dellman & Brown 1987). Pada hari ke-6 setelah infeksi kelompok MR, MS dan MT cenderung lebih rendah jika dibandingkan dengan kelompok KP dan KO. Hal ini dikarenakan zat aktif di dalam sambiloto (andrographolide dan flavonoid) mampu menekan jumlah skizon (Kharismawan 2006). Tetapi pada kelompok KP mobilisasi monosit terus terjadi karena tidak ada faktor lain yang membantu ayam melawan infeksi. Pada hari ke-9 setelah infeksi persentase rata-rata monosit kelompok MR, MS, MT lebih rendah dibandingkan KP. Hal ini terjadi karena produksi skizon pada sekum ayam yang lebih rendah pada kelompok perlakuan sambiloto di bandingkan dengan

kelompok KP. Menurut Kharismawan (2006) rata-rata jumlah skizon pada sekum ayam yang diinfeksi E. tenella pada kelompok KP, MR, MS dan MT berturut-turut adalah 31.3 %, 0 %, 0 %, 0 %. Hal ini menunjukkan ekstrak sambiloto mampu menurunkan Eimeria tenella pada stadium skizon.

Pada hari ke-13 dan 16 setelah infeksi persentase rata-rata monosit kelompok KO dan KP cenderung menurun. Hal ini mengindikasikan terjadinya proses persembuhan. Demikian pula pada kelompok MR, MS dan MT pemberian sambiloto mampu menekan jumlah skizon sehingga terjadinya proses persembuhan akibat peradangan di dalam sekum ayam.

Tabel 9 Persentase rata-rata jumlah basofil ayam dari tiap-tiap kelompok perlakuan

Kelompok

Pengamatan pada Hari ke- (Setelah Infeksi)

0 3 6 9 13 16 KN 1.3ab 1.3ab 1.0ab 1.3ab 1.3ab 2.0ab KP 2.7ab 1.7ab 1.3ab 1.7ab 1.7ab 1.3ab KO 2.0ab 2.3ab 1.3ab 1.7ab 1.7ab 2.3ab KSb 1.7ab 2.0ab 1.0ab 1.3ab 1.0ab 1.3ab MR 1.3ab 2.0ab 1.7ab 2.0ab 2.0ab 1.0ab MS 2.3ab 2.0ab 1.0ab 1.7ab 1.7ab 1.3ab MT 2.3ab 2.3ab 1.7ab 2.0ab 1.7ab 1.3ab

Keterangan: Huruf superskrip yang sama pada kolom dan baris menyatakan tidak berbeda nyata (p>0.05)

Berdasarkan data pada tabel 9, hari ke-0 dan 3 setelah infeksi persentase rata-rata basofil pada semua kelompok perlakuan masih dalam kisaran persentase basofil normal, yaitu 1-4 % (Melvin & William 1993). Pada hari ke-9 setelah infeksi persentase rata-rata basofil cenderung meningkat pada kelompok KP, KO, MR, MS dan MT dibandingkan hari ke-6. Hal ini terjadi karena telah terjadi kerusakan mukosa usus akibat infeksi E. tenella yang mengakibatkan basofil bermigrasi menuju daerah peradangan. Basofil melepaskan histamin, sedikit bradikinin, dan serotonin dalam proses peradangan dan reaksi alergi dan berperan dalam memproduksi heparin yang dapat mencegah penggumpalan darah, vasodilatasi serta mempercepat dalam melepaskan jaringan lemak dari darah (Tizard 1987). Persentase rata-rata basofil hari ke-16 setelah infeksi kelompok MR, MS dan MT cenderung lebih rendah dibandingkan hari ke-13 setelah infeksi. Hal ini dikarenakan sambiloto mampu menekan jumlah parasit di dalam jaringan dan mengindikasikan telah terjadi proses persembuhan. Basofil mempunyai fungsi yang sama dengan sel mast, yaitu membangkitkan proses peradangan akut pada tempat deposisi antigen (Tizard 1987).

KESIMPULAN

Kesimpulan

1. Pada hari ke-16 setelah infeksi persentase rata-rata jumlah limfosit kelompok MT (ekstrak sambiloto dengan pelarut metanol dosis tinggi) cenderung meningkat jika dibandingkan kelompok MR (ekstrak sambiloto dengan pelarut metanol dosis rendah) dan MS (ekstrak sambiloto dengan pelarut metanol dosis sedang)

2. Pada hari ke-16 setelah infeksi persentase rata-rata heterofil kelompok MS (ekstrak sambiloto dengan pelarut metanol dosis sedang) dan MT (ekstrak sambiloto dengan pelarut metanol dosis tinggi) cenderung menurun dibandingkan dengan MR (ekstrak sambiloto dengan pelarut metanol dosis rendah)

3. Pada hari ke-13 setelah infeksi persentase rata-rata eosinofil kelompok MR (ekstrak sambiloto dengan pelarut metanol dosis rendah), MS (ekstrak sambiloto dengan pelarut metanol dosis sedang) dan MT (ekstrak sambiloto dengan pelarut metanol dosis tinggi) cenderung lebih rendah jika dibandingkan kelompok KO (kontrol obat)

4. Pada hari ke-13 dan 16 setelah infeksi persentase rata-rata monosit kelompok MR (ekstrak sambiloto dengan pelarut metanol dosis rendah), MS (ekstrak sambiloto dengan pelarut metanol dosis sedang) dan MT (ekstrak sambiloto dengan pelarut metanol dosis tinggi) cenderung menurun

5. Persentase rata-rata basofil hari ke-16 setelah infeksi kelompok MR (ekstrak sambiloto dengan pelarut metanol dosis rendah), MS (ekstrak sambiloto dengan pelarut metanol dosis sedang) dan MT (ekstrak sambiloto dengan pelarut metanol dosis tinggi) cenderung lebih rendah dibandingkan hari ke-13 setelah infeksi.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai penggunaan sambiloto dengan pelarut lain untuk pengobatan koksidiosis pada ayam.

Dokumen terkait