• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBAHASAN

5.1 Supervisi klinik kepala ruangan sebelum pelatihan supervisi klinik.

Supervisi merupakan bagian yang penting dalam manajemen serta keseluruhan tanggung jawab pemimpin. Kepala ruangan sebagai ujung tombak tercapainya tujuan pelayanan keperawatan di rumah sakit harus mempunyai kemampuan melakukan supervisi untuk mengelola asuhan keperawatan. Supervisi secara langsung memungkinkan manajer keperawatan menemukan berbagai hambatan/permasalahan dalam pelaksanaan asuhan keperawatan di ruangan dengan memandang secara keseluruhan faktor faktor yang mempengaruhi dan bersama dengan staf keperawatan mencari jalan pemecahannya (Marquis & Huston, 2010).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa supervisi klinik kepala ruangan di RSUD dr.H.Yuliddin Away Tapaktuan dalam kategori kurang 43,1%, dengan nilai rata-rata 112,33 dan nilai SD 8,282 artinya belum optimal. Dikatakan belum optimal karena skor total supervisi klinik kepala ruangan adalah 135. Hasil penelitian ini sejalan dengan studi yang dilakukan Supratman & Sudaryanto (2008) yang menunjukkan bahwa pelaksanaan supervisi di berbagai rumah sakit belum optimal dan fungsi manajemen tidak mampu diperankan oleh perawat di sebagian besar rumah sakit di indonesia, lebih lanjut dikemukakan bahwa model supervisi klinik keperawatan belum jelas implementasinya di rumah sakit.

Penelitian Brunero & Parbury (2005) tentang efektivitas supervisi klinik dengan melakukan studi literatur terhadap 22 artikel menunjukkan bahwa fungsi edukatif yang dilakukan supervisor akan meningkatkan pengetahuan dan rasa percaya diri pada perawat. Fungsi suportif yang dilakukan supervisor akan meningkatkan kemampuan perawat dalam mengatasi konflik baik dengan rekan kerja maupun dengan pasien. Fungsi manajerial akan meningkatkan rasa tanggung jawab perawat pada praktik keperawatan profesional. Pemahaman dan implementasi supervisi model akademik dapat dilakukan melalui pelatihan. Penelitia Mularso (2006) tentang supervisi keperawatan di rumah sakit dr. A.Aziz Singkawang menemukan bahwa kegiatan supervisi lebih banyak pada kegiatan pengawasan bukan pada kegiatan bimbingan, observasi dan penilaian.

Menurut asumsi peneliti belum optimal supervisi klinik kepala ruangan di RSUD dr. H.Yuliddin Away Tapaktuan terlihat pada penilaian perawat pelaksana bahwa kepala ruangan belum membuat jadwal supervisi dan belum mensosialisasikan rencana supervisi kepada perawat pelaksana. Kegiatan case conference belum dilakukan dan pelaksanaan operan hanya sebatas kegiatan rutinitas dengan standar komunikasi satu arah dimana kepala ruangan belum memberi kesempatan kepada perawat lain untuk klarifikasi dan validasi. Perawat pelaksana menilai bahwa kegiatan rapat atau pertemuan untuk membahas standar diruangan dengan melibatkan perawat pelaksana belum dilakukan. Selain itu belum optimalnya supervisi klinik kepala ruangan juga di sebabkan oleh masih rendahnya pemahaman kepala ruangan tentang supervisi klinik sebelum dilatih (rata rata nilai pre test 56,53).

Belum optimalnya supervisi klinik kepala ruangan harus mendapat perhatian yang dari bidang keperawatan, mengingat resiko dan dampak yang timbul berkaitan dengan supervisi klinik kepala ruangan yang tidak optimal yaitu pelayanan keperawatan yang tidak berkualitas.

5.2 Supervisi Klinik Kepala Ruangan Sesudah Pelatihan Supervisi Klinik Pelatihan adalah suatu proses pendidikan jangka pendek yang menggunakan prosedur sistematis dan terorganisir dimana staf mempelajari pengetahuan dan keterampilan teknis dalam tujuan yang terbatas (Mangkunegara, 2005).

Kepala ruangan perlu meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan karena selalu ada cara yang lebih baik untuk meningkatkan produktivitas kerja yang bermuara pada peningkatan produktivitas organisasi secara keseluruhan. Efek pelatihan bermanfaat bagi individu dan organisasi (Siagian, 2009).

Hasil penelitian menunjukkan supervisi klinik kepala ruangan di RSUD dr.H.Yuliddin Away Tapaktuan sesudah pelatihan kategori baik 33 (64,7%) nilai rata rata 123,47 SD 7,516 menunjukkan adanya peningkatan. Hasil penelitian ini sejalan dengan studi yang dilakukan Saefulloh (2009) mengadakan pelatihan supervisi klinik kepala ruangan di RSUD Indramayu dan hasil penelitian menyebutkan ada perbedaan yang signifikan motivasi dan kinerja perawat pelaksana sebelum dan sesudah dilakukan pelatihan supervisi bagi kepala ruangan.

Penelitian Mua (2011) menyimpulkan bahwa kinerja perawat pelaksana berbeda secara signifikan antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol sesudah mendapat supervisi dari kepala ruangan yang dilatih dan dibimbing supervisi klinik.

Menurut asumsi peneliti peningkatan supervisi klinik kepala ruangan dalam penelitian ini di dukung pemahaman dan kompetensi kepala ruangan yang meningkat setelah pelatihan. Hasil post test kepala ruangan rata rata 88,70. Peningkatan ini memungkinkan kepala ruangan segera menyusun program dan jadwal supervisi serta menerapkan supervisi model akademik kepada perawat pelaksana. Supervisi klinik dilakukan dalam tiga bentuk yaitu : edukatif, suportif dan manajerial.

Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Rosidah (2009) yang mengemukakan pelatihan penting dilakukan karena merupakan cara yang digunakan oleh organisasi untuk mempertahankan, menjaga, memelihara, dan sekaligus meningkatkan keahlian para pegawai untuk kemudian dapat meningkatkan produktivitasnya. Siagian (2009) yang menyatakan efek pelatihan bermanfaat bagi individu dan organisasi. Bagi organisasi pelatihan dapat dipandang sebagai bentuk investasi, sehingga setiap instansi yang ingin berkembang hendaknya memiliki program pendidikan dan pelatihan bagi karyawan secara kontinu.

5.3 Kinerja Perawat Pelaksana Sebelum Supervisi Klinik dari Kepala Ruangan yang Dilatih Supervisi Klinik.

Kinerja perawat pelaksana adalah keseluruhan perilaku dan kemampuan yang dimiliki perawat yang ditampilkan dalam memberikan asuhan keperawatan. Sedangkan hasil kerja perawat dapat dilihat dari proses akhir pemberian asuhan keperawatan, yang salah satunya adalah pendokumentasian asuhan keperawatan yang telah diberikan kepada pasien yang meliputi : pengkajian, diagnosa, perencanaan, implementasi, dan evaluasi. Dalam penelitian ini penilaian kinerja perawat pelaksana dinilai melalui hasil kerja perawat pelaksana yang tergambar dalam pendokumentasian asuhan keperawatan sesuai dengan standar praktek profesional (PPNI, 2002).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kinerja perawat pelaksana di RSUD dr.H.Yuliddin Away Tapaktuan dalam pendokumentasian asuhan keperawatan sebelum mendapat supervisi klinik dari kepala ruangan yang dilatih supervisi klinik pada kategori baik 8 (26,7%) dengan nilai rata rata 7,57 dan nilai SD 9,482 skor nilai tertinggi pendokumentasian asuhan keperawatan adalah 24. artinya belum optimal.

Hal ini sejalan dengan studi yang dilakukan Pinem (2010) dalam penelitiannya di RSU Mitra Sejati menunjukkan bahwa 65% perawat hampir tidak pernah menjalankan tindakan asuhan keperawatan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Penelitian Farhan (2001) di RSUD Lubuk Sikaping Padang

menjelaskan bahwa penerapan standar operasional prosedur (SOP) berhubungan dengan pendidikan perawat, masa kerja perawat dan kemandirian perawat.

Menurut Ilyas (2001), kinerja dipengaruhi oleh faktor individu seperti umur, pendidikan, masa kerja dan pengalaman kerja. Pada penelitian ini faktor individu perawat pelaksana menunjukkan 60% berusia 28 – 38 tahun, dan 56,6 % mempunyai masa kerja 1-5 tahun, dan status kepegawaian tidak tetap 53,3 %. Hal ini menunjukkan usia perawat masih termasuk usia produktif, dan masa kerja yang relatif baru 1- 5 tahun juga bertampak pada pengalaman kerja, sehingga pengalaman kerja dibagian rawat inap masih diasumsikan kurang, sehingga berimplikasi pada hasil kerja. Selain itu faktor pendidikan sangat berperan terhadap kinerja perawat, namun perawat pelaksana secara umum berpendidikan diploma, sehingga secara strata pendidikan sama, namun yang membedakan adalah pengalaman kerja dan pelatihan yang pernah di ikuti.

Menurut asumsi peneliti belum optimalnya kinerja perawat pelaksana terlihat pada hasil kerja perawat pelaksana yang tergambar dari dokumentasi asuhan keperawatan yang belum sesuai dengan standar yang ditetapkan. Pada aspek pengkajian, perawat belum melakukan pengkajian sesuai dengan format pengkajian yang ditetapkan dan cendrung hanya merumuskan satu diagnosa keperawatan aktual. Pada aspek perencanaan, penyusunan intervensi cenderung bersifat rutinitas dan belum mengacu pada masalah keperawatan yang dialami pasien dan keluarga. Pada aspek tindakan keperawatan belum mencantumkan adanya revisi tindakan berdasarkan hasil evaluasi dan pada aspek evaluasi

ditemukan sebagian besar perawat tidak menuliskan tindakan keperawatan yang diberikan kepada pasien.

Belum optimalnya kinerja perawat pelaksana yang tergambar dalam pendokumentasian asuhan keperawatan, penting untuk mendapat perhatian yang serius dan pengelolaan yang lebih baik dari RSUD dr.H.Yuliddin Away Tapaktuan, mengingat beberapa resiko dan dampak yang dapat timbul berkaitan dengan pendokumentasian asuhan keperawatan yaitu tidak tersedianya data base

berkaitan dengan proses asuhan keperawatan dan masalah yang timbul akibat dari tindakan keperawatan. Dengan demikian menjadi hal yang penting bagi rumah sakit untuk dapat menciptakan suatu upaya meningkatkan pendokumentasian asuhan keperawatan karena dokumentasi yang baik tidak hanya mencerminkan kualitas perawatan, tetapi juga membuktikan pertanggunggugatan setiap anggota tim dalam keperawatan.

Upaya membangun kinerja perawat yang dapat dibuktikan melalui dokumentasi asuhan keperawatan yang baik pada prinsipnya dapat dicapai melalui supervisi kepala ruangan yang terjadwal dan terus menerus. Supervisi klinik model akademik melalui kegiatan manajerial merupakan suatu bentuk supervisi yang memungkinkan kepala ruangan menanamkan rasa tanggung jawab dan kepatuhan perawat pelaksana pada standar asuhan yang telah ditetapkan.

5.4. Kinerja Perawat Pelaksana Sesudah Supervisi Klinik dari Kepala Ruangan yang Dilatih Supervisi Klinik.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kinerja perawat pelaksana sesudah supervisi klinik berdasarkan pendokumentasian asuhan keperawatan meningkat yaitu 86,7 % dan analisis lebih lanjut menunjukkan peningkatan tersebut bermakna (p value = 0,001). Peningkatan kinerja perawat pelaksana dapat dipertahankan jika kepala ruangan secara berkelanjutan melaksanakan supervisi.

Penelitian ini sejalan dengan pendapat (Ivancevich & Mataerson, 1990 dalam Ilyas 2002) yang mengemukakan bahwa supervisi berhubungan dengan kinerja. Sistem supervisi akan memberikan kejelasan tugas, umpan balik, dan kesempatan perawat pelaksana mendapatkan promosi. Supervisi klinik sangat penting dalam pelayanan keperawatan untuk menciptakan pelayanan keperawatan berkualitas tinggi dan kesuksesan pencapaian tujuan rumah sakit. Supervisi klinik keperawatan bertujuan untuk membantu perawat pelaksana dalam mengembanngkan profesionalisme sehingga penampilan dan kinerjanya dalam pemberian asuhan keperawatan meningkat. Supervisi dilakukan secara sistematis melalui pengamatan pelayanan keperawatan yang diberikan oleh seorang perawat selanjutnya dibandingkan dengan standar keperawatan.

Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat White & Winstanley (2006), Hyrkas, et al, (2006) dalam Clinical supervision a structured approach to best practice (2008) yang menyatakan supervisi klinik berpotensi meningkatkan keahlian dan kemampuan klinik staf yang pada akhirnya akan mempengaruhi

kesuksesan pencapaian rumah sakit. Supervisi sebagai alat untuk memastikan atau menjamin penyelesaian tugas sesuai dengan tujuan dan standar (Marquis & Huston, 2010).

Penelitian ini juga sejalan dengan pendapat Mathis (1997) dalam Hafizurrachman (2009) menyatakan salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja adalah supervisi. Penelitian ini juga sesuai dengan hasil riset Izzah (2003), Saljan (2005) dan Saefulloh (2009) yang menunjukkan semakin baik supervisi, semakin baik pula kinerja perawat pelaksana dan riset yang dilakukan oleh Muhasidah (2002) yang menemukan bahwa supervisi yang dilakukan secara langsung terhadap perawat pelaksana secara terus menerus dan terprogram dapat memastikan pelaksanaan asuhan keperawatan sesuai dengan standar praktik keperawatan.

Penerapan supervisi klinik model akademik di RSUD dr. H.Yuliddin Away Tapaktuan melalui kegiatan manajerial merupakan suatu bentuk supervisi yang memungkinkan kepala ruangan menanamkan rasa tanggung jawab dan kepatuhan perawat pelaksana pada standar asuhan keperawatan yang telah ditetapkan. Melalui kegiatan ini para perawat bisa memahami, memperbaiki, dan membangun komitmen untuk memperbaiki kinerja berdasarkan standar yang telah ditetapkan

Berdasarkan hasil analisis lanjut tentang efektivitas pelatihan supervisi klinik kepala ruangan terhadap kinerja perawat pelaksana diruang rawat inap

RSUD dr.H.Yuliddin Away Tapaktuan menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan pada kinerja perawat pelaksana.

5.5 Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini mempunyai keterbatasan yaitu lamanya pelatihan yang diberikan hanya dua hari, sehingga memiliki jadwal yang padat pada saat penyampaian materi, solusi yang di lakukan adalah peneliti menyiapkan kit pelatihan yang berisi selain note book dan pulpen tetapi juga semua materi pelatihan yang akan disampaikan.

Dokumen terkait