• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Supervisi

2.1.1 Pengertian Supervisi

Menurut Kron (1987) Supervisi adalah merencanakan, mangarahkan, membimbing, mengajar, mengobservasi, mendorong dan memperbaiki, memerintah, mengevaluasi secara terus menerus pada setiap tenaga keperawatan dengan sabar, adil, bijaksana sehingga setiap tenaga keperawatan dapat memberikan asuhan keperawatan dengan baik, trampil, aman, tepat, secara menyeluruh sesuai dengan kemampuan dan keterbatasan tugas mereka.

Menurut Swansburg & Russell (1990) Supervisi adalah proses kemudahan menggunakan sumber-sumber yang diperlukan staf keperawatan untuk menyelesaikan tugas-tugasnya. Menurut Gillies (1994) Supervisi termasuk kegiatan inspeksi terhadap hasil kerja menilai kemampuan kerja dan memperbaiki penampilan kerja. Marquis & Huston (2010) mengemukakan supervisi adalah suatu aktivitas pembinaan yang direncanakan untuk membantu tenaga keperawatan dalam melakukan pekerjaan mereka secara efektif.

2.1.2 Tujuan Supervisi

1. Tujuan supervisi adalah untuk inspeksi, mengevaluasi dan peningkatan hasil kerja atau prestasi kerja (Gillies, 1994).

2. Tujuan supervisi adalah membimbing atau membina tenaga perawat secara individu agar ketrampilanya optimal dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan keterbatasan tugas tenaga keperawatan tersebut (Kron, 1987). 3. Tujuan supervisi adalah memfasilitasi penggunaan sumber-sumber untuk

penyelesaian tugas staf keperawatan (Swansburg, 1990).

2.1.3 Sasaran Supervisi

Menurut Swansburg (2000) sasaran yang harus dicapai dalam supervisi adalah: 1. Pelaksanaan tugas sesuai dengan pola, struktur, dan hirarki kualifikasi staf 2. Mengembangkan kesinambungan asuhan keperawatan.

3. Penggunaan alat yang efektif dan ekonomis. 4. Sistem dan prosedur yang tidak menyimpang. 5. Pembagian tugas, wewenang

6. Penyimpangan kekuasaan, kedudukan dan keuangan. 2.1.4 Tugas dan Fungsi Supervisor

Tugas supervisor adalah mengusahakan seoptimal mungkin kondisi kerja yang nyaman dan aman, efektif dan efisien. Tugas dan fungsi supervisor menurut Suyanto (2009) sebagai berikut:

1. Mengorientasi staf dan pelaksana keperawatan terutama pegawai baru 2. Melatih staf dan pelaksana keperawatan

3. Memberikan pengarahan dalam pelaksana tugas agar menyadari, mengerti terhadap peran, fungsi sebagai staf dan pelaksana asuhan keperawatan

4. Memberikan pelayanan bimbingan kepada pelaksana keperawatan dalam memberikan asuhan keperawatan.

Menurut Gillies (2000), tugas kepala ruangan sebagai supervisor terdiri dari empat area penting, yaitu:

1.Area Personal Keperawatan

Area supervisi kepala ruangan dalam ketenagaan keperawatan meliputi 1) keterlibatan penerimaan tenaga keperawatan pada saat wawancara 2) seleksi staf di ruang rawat yang menjadi tanggung jawabnya, 3) melakukan evaluasi terhadap pelaksana perawatan yang berada dalam ruang lingkup tanggung jawabnya, 4) memberikan nasehat kepada pelaksana perawatan untuk dapat disiplin, 5) memotivasi staf untuk dapat taat pada standar perawatan yang berlaku, 6) memberikan informasi yang diperlukan staf baru, 7) memperbaiki kebijakan dan prosedur di unitnya apabila diperlukan, 8) menyimpan semua dokumen yang berkaitan dengan kegiatan dan problem staf, 9) mengadakan perubahan/pembaharuan yang sifatnya positif, 10) mengatur dan mempertahankan penjadwalan dinas agar tetap fleksibel untuk semua staf, dan 11) membuat iklim kerja agar tetap nyaman bagi staf.

2. Area Lingkungan dan Peralatan

Area lingkungan dan peralatan yang menjadi tanggung jawab kepala ruangan sebagai supervisor adalah menjaga keamanan, kebersihan, kenyamanan, terlibat menentukan anggaran terutama yang berkaitan dengan keperawatan, mengevaluasi dan memantau kelengkapan peralatan di ruang lingkup tanggung jawabnya, membina kerja sama yang baik, membuat laporan dan menjaga terselenggaranya komunikasi yang baik di dalam ruangan dan bagian lainnya.

3. Area Asuhan Keperawatan

Area supervisi dalam asuhan keperawatan meliputi menjaga asuhan keperawatan sesuai dengan standar, menjaga dan meningkatkan standar dengan program Quality assurance (QA), mengawasi dan mengevaluasi kualitas asuhan keperawatan klien dan lingkungan sesuai dengan program QA, mendokumentasikan standar dan asuhan keperawatan, koordinasi semua kegiatan yang berada di ruang lingkup tanggung jawab, membantu pelaksana perawatan dalam pengkajian, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi asuhan keperawatan, menjadi penasehat dan pelindung klien, membina komunikasi yang baik dengan klien, keluarga dan profesi kesehatan lainnya di ruang lingkup tanggung jawabnya, ikut aktif dalam komite dan organisasi profesi yang ada, dan menjaga keserasian administrasi keperawatan tentang rahasia .

4. Area Pendidikan dan Pengembangan Staf

Area supervisi dalam area pendidikan dan pengembangan staf terdiri dari koordinasi dengan staf untuk pengembangan, perencanaan, implementasi dan evaluasi dalam orientasi pegawai baru, koordinasi dengan staf untuk pengembangan dan perencanaan pendidikan yang dibutuhkan oleh staf keperawatan, koordinasi dengan staf untuk menentukan sumber daya yang diperlukan di unitnya, kerja sama dengan instruktur klinik perawatan dalam perencanaan, implementasi dan evaluasi praktik siswa/mahasiswa, mempertanggung jawabkan kecukupan kebutuhan pengembangan staf, memelihara hubungan baik dengan masyarakat, sambil mengintepretasikan filosofi, tujuan, kebijakan dan prosedur prosedur untuk semua klien dan

masyarakat, menunjang dan ikut partisipasi dalam penelitian perawatan dan melengkapi atau merevisi prosedur yang ada di unitnya.

Suyanto (2009) menerangkan bahwa supervisi keperawatan dilaksanakan oleh personil atau bagian yang bertanggung jawab antara lain:

1. Kepala Ruangan

Bertanggung jawab untuk melakukan supervisi pelayanan keperawatan yang diberikan pada pasien di ruang perawatan yang dipimpinnya. Kepala ruangan mengawasi perawat pelaksana dalam memberikan asuhan keperawatan baik secara langsung maupun tidak langsung.

2. Pengawas Perawatan

Ruang perawatan dan unit pelayanan yang berada di bawah unit pelaksana fungsional (UPF) mempunyai pengawas yang bertanggung jawab mengawasi jalannya pelayanan keperawatan.

3. Kepala Bidang Keperawatan

Sebagai top manager dalam keperawatan, kepala bidang keperawatan bertanggung jawab untuk melakukan supervisi baik secara langsung atau tidak langsung melalui para pengawas perawatan.

2.1.5 Kompetensi Supervisor

Suyanto (2009) menerangkan seorang supervisor keperawatan dalam menjalankan tugasnya sehari hari harus memiliki kemampuan dalam :

1. Memberikan pengarahan dan petunjuk yang jelas, sehingga dapat di mengerti oleh staf dan pelaksana keperawatan.

keperawatan

3. Memberikan motivasi untuk meningkatkan semangat kerja kepada staf dan pelaksana keperawatan.

4. Mampu memahami proses kelompok (dinamika kelompok) .

5. Memberikan latihan dan bimbingan yang diperlukan oleh staf dan pelaksana keperawatan.

6. Melakukan penilaian terhadap penampilan kerja perawat ( kinerja).

7. Mengadakan pengawasan agar asuhan keperawatan yang diberikan lebih baik. 2.1.6 Cara Supervisi

1. Langsung

Cara supervisi dapat dilakukan langsung pada kegiatan yang sedang berlangsung. Pada supervisi modern seorang supervisor dapat terlibat dalam kegiatan agar pengarahan dan pemberian petunjuk tidak dirasakan sebagai perintah. Pengarahan yang efektif adalah pengarahan yang lengkap, mudah dipahami, menggunakan kata-kata yang tepat, berbicara dengan jelas, logis, menghindari banyak arahan pada satu saat, memastikan arahan tersebut dapat dipahami, dan arahan supervisi dapat dilaksanakan atau perlu tindak lanjut.

2. Tidak langsung

Supervisi dilakukan melalui laporan tertulis seperti laporan klien dan catatan asuhan keperawatan pada setiap shift pagi, sore dan malam, dapat juga dilakukan dengan menggunakan laporan lisan seperti pada saat timbang terima shift, ronde keperawatan maupun rapat dan jika memungkinkan memanggil secara khusus para ketua tim dan perawat pelaksana.

2.1.7 Peran Supervisi Kepala Ruangan

Peran supervisi menurut Kron (1987) peran supervisor adalah peran sebagai perencana, pengarah, pelatih, pengamat dan penilai.

1. Peran Supervisi Kepala Ruangan sebagai Perencana

Menurut Kron (1987) Sebagai kepala ruangan dalam melaksanakan supervisi di tuntut untuk mampu membuat perencanaan sebelum melaksanakan supervisi. Dalam perencanaan seorang supervisor merencanakan pemberian arahan untuk memperjelas tugasnya untuk siapa, kapan waktunya, bagaimana, kenapa, dan termasuk memberi instruksi. Cakupan supervisi meliputi siapa yang disupervisi, apa tugasnya, kapan waktunya disupervisi, kenapa dilakukan supervisi dan bagaimana masalah tersebut sering terjadi.

Dalam perencanaan kepala ruangan banyak membuat keputusan mendahulukan pembuatan tugas dan pemberian arahan, hal ini untuk menerangkan apa tugas itu, untuk siapa, kapan waktunya, bagaimana, kenapa sering, banyak membuat penugasan dan termasuk memberikan instruksi.

Pada supervisi kepala ruangan terhadap perawat pelaksana, perencanaan supervisi termasuk perencanaan pemberian asuhan keperawatan yang dilakukan oleh perawat pelaksana. Peran supervisi kepala ruangan sebagai perencana perlu mendapat input yang lengkap terhadap hal-hal yang akan disupervisi.

2. Peran Supervisi Kepala Ruangan sebagai Pengarah

Kemampuan kepala ruangan dalam memberikan arahan yang baik sangat diperlukan saat melakukan supervisi. Menurut Kron (1987), semua pengarahan

harus konsisten dengan bagiannya (departemennya), membantu perawat pelaksana dalam melaksanakan tugas dengan aman dan efisien meliputi :

1). Pengarahan harus lengkap termasuk kebutuhan informasi, saat memberikan arahan tidak hanya mengetahui tentang pekerjaan dan apa serta kapan mereka bekerja, dan juga mengetahui bagaimana harus bekerja.

2). Pengarahan harus dapat dimengerti

3). Perkataan pada pengarahan menunjukkan indikasi yang penting 4). Bicara yang jelas dan pelan.

5). Berikan pengarahan dengan pesan yang masuk akal 6). Hindari pemberian beberapa arahan dalam satu waktu 7). Membuat kepastian bahwa pengarahan dapat dimengerti 8). Membuat kepastian pengarahan dipahami dan ditindak lanjuti

Menurut Gillies (1994) pengarahan diberikan untuk menjamin agar mutu asuhan keperawatan pasien berkualitas tinggi, untuk mencapai hal tersebut maka kepala ruangan harus mengarahkan stafnya untuk melaksanakan tugas pemberian asuhan keperawatan kepada pasien sesuai dengan dengan standar asuhan keperawatan dan sesuai dengan kebijakan rumah sakit.

3. Peran Supervisi Kepala Ruangan sebagai Pelatih.

Kepala ruangan saat melakukan supervisi harus berperan sebagai pelatih dalam memberikan asuhan keperawatan pasien. Menurut Kron (1987) pengertian supervisi bukan pengajaran tetapi banyak menggunakan ketrampilan pengajaran atau pelatihan yang berarti membantu pelaksanaan menerima informasi. Hal ini mudah dikerjakan dan efektif saat perawat pelaksana sedang bekerja dengan staf.

Prinsi-prinsip dari pengajaran atau pelatihan harus menghasilkan suatu perubahan prilaku, perubahan itu termasuk perubahan mental, emosional, aktifitas fisik, dengan kata lain melalui proses belajar akan merubah pemikiran, gagasan, sikap, dan cara mengerjakan sesuatu manisfestasi perubahan akan sangat sesuai dengan kapasitas individu atau peluang untuk mengekspresikan diri.

4. Peran Supervisi Kepala Ruangan sebagai Pengamat

Sebagai kepala ruangan dalam melaksanakan supervisi harus dapat melaksanakan pengamatan dengan baik. Menurut Kron (1987) observasi atau pengamatan penting dalam supervisi. Supervisi dapat memfasilitasi informasi tentang pasien, lingkungan pasien, perawat yang memberikan asuhan keperawatan pada pasien.

Menurut Gillies (1994) pengamatan merupakan salah satu prilaku peningkatan meliputi pemeriksaan pekerjaan staf, memperbaiki, menyetujui pelaksanaan asuhan keperawatan.

2.1.8 Bentuk Supervisi Klinik Keperawatan

Supervisi klinis keperawatan bertujuan untuk membantu perawat pelaksana dalam mengembangkan profesionalisme sehingga penampilan dan kinerjanya dalam pemberian asuhan keperawatan meningkat. Supervisi dilakukan secara sistematis melalui pengamatan pelayanan keperawatan yang diberikan oleh seorang perawat selanjutnya dibandingkan dengan standar keperawatan.

Salah satu model supervisi klinik adalah model akademik. Model ini diperkenalkan oleh Farington (1995) untuk membagi pengalaman supervisor

kepada para perawat sehingga ada proses pengembangan kemampuan profesional yang berkelanjutan (CPD/ Continuing Profesional Development).

1. Kegiatan Edukatif

Penerapan kegiatan edukatif dapat dilakukan secara tutorial, yaitu supervisor memberikan bimbingan dan arahan kepada perawat pelaksana pada saat melakukan tindakan keperawatan serta memberikan umpan balik. Kegiatan ini dilakukan secara berkelanjutan untuk mengawal pelaksanaan pelayanan keperawatan yang aman dan profesional.

2. Kegiatan Suportif

Kegiatan suportif adalah kegiatan pembelajaran yang bertujuan untuk mengidentifikasi solusi dari suatu permasalahan yang ditemui dalam pemberian asuhan keperawatan baik yang terjadi diantara sesama perawat maupun dengan pasien. Supervisor melatih perawat menggali ”emosi” ketika bekerja, contoh: meredam konflik antar perawat, dan bersikap profesional dalam bertugas. Kegiatan suportif dirancang untuk memberikan dukungan kepada perawat agar dapat memiliki sikap yang saling mendukung di antara perawat sebagai rekan kerja profesional sehingga memberikan jaminan kenyamanan dan validasi.

3. KegiatanManajerial

Kegiatan manajerial dilakukan dengan melibatkan perawat dalam perbaikan dan peningkatan standar, contoh: mengkaji standar operasional prosedur (SOP) yang ada kemudian diperbaiki hal-hal yang perlu. Kegiatan manajerial dirancang untuk memberikan kesempatan kepada perawat pelaksana untuk meningkatkan manajemen perawatan pasien dalam kaitannya dengan

menjaga standar pelayanan, peningkatan kenyamanan pasien dan peningkatan mutu.

2.2 Kinerja

2.2.1 Pengertian Kinerja

Penilaian kinerja merupakan alat yang paling dapat dipercaya oleh manajer perawat dalam mengontrol sumber daya manusia dan produktivitas (swansburg, 1987). Sedangkan Ilyas (2002) yang dimaksud dengan kinerja adalah penampilan hasil kerja pegawai baik secara kuantitas maupun kualitas.

Kinerja dapat berupa penampilan kerja perorangan maupun kelompok. Kinerja organisasi merupakan hasil interaksi yang kompleks dan agregasi kinerja sejumlah individu dalam organisasi

2.2.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kinerja

Ilyas (2002) mengatakan kinerja dapat dipengaruhi oleh faktor demografi dan supervisi, dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Umur. Semakin tua umur seseorang maka kebutuhan aktualisasi diri akan semakin tinggi bila dibandingkan dengan kebutuhan fisiologisnya.

b. Lama kerja. Pengalaman kerja akan mempengaruhi seseorang dalam berinteraksi dengan pekerjaan yang dilaksanakannya.

c. Supervisi. Supervisi adalah proses yang memacu anggota organisasi untuk berkontribusi secara positif agar tujuan organisasi dapat tercapai.

2.2.3 Penilaian Kinerja

Penilaian Kinerja Perawat Pelaksana dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu: 1. Penilaian perilaku perawat selama melaksanakan asuhan keperawatan dengan

cara self evaluation. Penilaian diri sendiri merupakan pendekatanyang paling umum digunakan untuk mengukur dan memahami perbedaan individu (Ilyas, 2002; Marquis & Huston, 2010). Metode ini baik digunakan bila bertujuan untuk pengembangan dan umpan balik kinerja karyawan, penilaian dalam jumlah besar, biaya murah dan cepat. Penilaian diri sendiri dilakukan dengan meminta perawat pelaksana untuk menilai diri sendiri tentang perilakunya dalam memberikan asuhan keperawatan.

Melalui penilaian ini dapat diketahui tiga jenis informasi yang berbeda mengenai perilaku perawat dalam melakukan pekerjaan, yakni: 1) informasi berdasar sifat, yaitu mengidentifikasi sifat karakter subyektif perawat seperti inisiatif dan kreaktivitas, 2) informasi berdasar perilaku, yaitu berfokus pada perilaku tertentu yang mendukung keberhasilan kerja, dan 3) informasi berbasis hasil, yaitu dengan memperhitungkan pencapaian kerja karyawan.

Soeprihanto (2001); Ilyas (2002); Hasibuan (2003), perilaku yang dapat dinilai dari perawat pelaksana adalah:

a. Prestasi Kerja. Prestasi kerja merupakan hasil pelaksanaan pekerjaan yang dicapai oleh seorang perawat dalam melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya. Prestasi kerja seorang perawat ini dipengaruhi oleh pengetahuan, keterampilan, pengalaman, kesungguhan dan lingkungan kerja. Ciri-ciri prestasi kerja yang dituntut dalam daftar penilaian pelaksanaan pekerjaan (DP3) antara lain: menguasai seluk beluk tugas dan bidang-bidang lain yang terkait, mempunyai keterampilan yang amat baik dalam melaksanakan tugas, mempunyai pengalaman yang luas dalam bidang tugas dan bidang lain yang terkait,

bersungguh-sungguh dan tidak mengenal waktu dalam melaksanakan tugas, mempunyai kesegaran jasmani dan rohani yang baik, melaksanakan tugas secara berdaya guna dan berhasil guna, serta hasil pekerjaan melebihi dari yang dituntut perusahaan.

b. Tanggung Jawab. Tanggung jawab merupakan kesanggupan seorang perawat dalam menyelesaikan pekerjaan yang diserahkan kepadanya dengan baik, tepat waktu serta berani mengambil resiko untuk keputusan yang dibuat atau tindakan yang dilakukan. Suatu tanggung jawab dalam melaksanakan tugas akan terlihat pada ciri-ciri antara lain: dapat menyelesaikan tugas dengan baik dan tepat waktu, berada di tempat tugas dalam segala keadaan yang bagaimanapun, mengutamakan kepentingan dinas dari kepentingan diri dan golongan, tidak pernah berusaha melemparkan kesalahan yang dibuatnya kepada orang lain, berani memikul resiko dari keputusan yang dibuatnya, selalu menyimpan dan atau memelihara barang- barang dinas yang dipercayakan kepadanya dengan sebaik-baiknya.

c. Ketaatan. Ketaatan merupakan kesanggupan seorang perawat untuk mentaati segala peraturan kedinasan yang berlaku, dan mentaati perintah dinas yang diberikan atasan yang berwenang, serta sanggup tidak melanggar larangan yang ditentukan. Ciri-ciri suatu ketaatan yang dituntut dalam DP3 antara lain: mentaati segala peraturan perundang-undangan dan ketentuan yang berlaku, mentaati perintah kedinasan yang diberikan atasan yang berwenang dengan baik, selalu mentaati jam kerja yang sudah ditentukan, selalu memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan sebaik-baiknya.

d. Kejujuran. Kejujuran merupakan sikap mental yang keluar dari dalam diri manusia sendiri. Kejujuran merupakan ketulusan hati dalam melaksanakan tugas dan mampu untuk tidak menyalah gunakan wewenang dan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Ciri-ciri seorang perawat yang disebut mempunyai kejujuran dalam DP3 terlihat pada : selalu melaksanakan tugas dengan penuh keikhlasan tanpa merasa dipaksa, tidak pernah menyalah gunakan wewenang yang ada padanya, dan melaporkan hasil pekerjaan kepada atasan menurut apa adanya. e. Kerja Sama. Kerja sama merupakan kemampuan mental seorang perawat untuk dapat bekerja bersama-sama dengan orang lain. mampu bekerja bersama- sama dengan orang lain menurut waktu dan bidang tugas yang ditetapkan, dan bersedia menerima keputusan yang diambil secara sah walaupun ia berbeda pendapat.

2. Penilaian Hasil Kerja.

Hasil kerja perawat pelaksana salah satunya dapat dinilai melalui dokumentasi asuhan keperawatan yang telah diberikan kepada pasien. Melalui penilaian ini dapat diketahui seberapa baik perawat melakukan pekerjaan mereka jika dibandingkan dengan standar yang telah ditetapkan, sebab kinerja perawat pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh perawat. 2.2.4 Tujuan penilaian Kinerja menurut Ilyas (1996)

Penilaian kinerja pada dasarnya mempunyai dua tujuan utama yaitu : 1. Penilaian Kemampuan Personil

Merupakan tujuan yang mendasar dalam rangka penilaian personil secara individual, yang dapat digunakan sebagai informasi untuk penilaian efektifitas

manajemen sumber daya manusia. 2. Pengembangan Personil

Sebagai informasi untuk pengambilan keputusan untuk pengembangan personil seperti : promosi, mutasi, rotasi, terminiasi, dan penyesuaian kompsensasi.

2.2.5 Standar Penilaian Kerja Perawat dalam Melaksanakan Asuhan Keperawatan

Dalam penilaian kualitas pelayanan keperawatan kepada klien digunakan standar praktik keperawatan yang merupakan pedoman bagi perawat dalam melaksanakan asuhan keparawatan. Standar praktik keperawatan oleh PPNI (2000) yang mengacu dalam tahapan proses keperawatan, yang meliputi: (1) pengkajian, (2) diagnosa keperawatan, (3) perencanaan, (4) implementasi, (5) evaluasi.

1. Standar I: Pengkajian Keperawatan

Perawat mengumpulkan data tentang status kesehatan klien secara sistematis, menyeluruh, akurat, singkat dan berkesinambungan.

Kriteria pengkajian keperawatan:

a. Pengumpulan data dilakukan dengan cara anamnesa, observasi, pemeriksaan

fisik serta dari pemerikasaan penunjang.

b. Sumber data adalah klien, keluarga, atau orang yang yang terkait, tim

kesehatan, rekam medis dan catatan lain.

c. Data yang dikumpulkan, difokuskan untuk mengidentifikasi:

(1) Status kesehatan klien masa lalu.

(3) Status biologis-psikologis-sosial-spiritual.

(4) Respon terhadap terapi.

(5) Harapan terahdap tingkat kesehatan yang optimal.

(6) Resiko-resiko tinggi masalah.

2. Standar II: Diagnosa Keperawatan.

Perawat menganalisa data pengkajian untuk merumuskan diagnosa keperawatan.

Adapun kriteria proses;

a. Proses diagnosa terdiri dari analisis, interpretasi data, identifikasi masalah

klien dan perumusan diagnoss keperawatan.

b. Diagnosa keperawatan terdiri dari: masalah (P), penyebab (E) dan tanda atau

gejala (S), atau terdiri dari masalah dan penyebab (PE).

c. Bekerja sama dengan klien dan petugas keseshatan lain untuk memvalidasi

diagnosa keperawatan.

d. Melakukan pengkajian ulang dan merevisi diagnosa berdasarkan data terbaru.

3. Standar III: Perencanaan Keperawatan

Perawat membuat rencana tindakan keperawatan untuk mengatasi masalah dan meningkatkan kesehatan klien.

Kriteria prosesnya meliput i:

a. Perencanaan terdiri dari penetapan prioritas masalah, tujuan dan rencana

tindakan keperawatan.

b. Bekerjasama dengan klien dalam menyusun rencana tindakan keperawatan.

d. Mendokumentasi rencana keperawatan.

4. Standar IV : Implementasi

Perawat mengimplementasikan tindakan yang telah di identifikasi dalam rencana asuhan keperawatan.

Kriteria proses meliput i:

a. Bekerjasama dengan klien dalam pelaksanaan tindakan keperawatan.

b. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain.

c. Melakukan tindakan keperawatan untuk mengatasi kesehatan klien.

d. Memberikan pendidikan pada klien dan keluarga mengenai konsep,

keterampilan asuhan diri serta membantu klien memodifikasi lingkunngan yang digunakan.

e. Mengkaji ulang dan merevisi pelaksanaan tindakan keperawatan berdasarkan

respon klien.

5. Standar V: Evaluasi Keperawatan

Perawat mengevaluasi kemajuan klien terhadap tindakan keperawatan dalam pencapaian tujuan dan merevisi data dasar dan perencanaan.

Adapun kriteria prosesnya:

a. Menyusun perencanaan evaluasi hasil dari intervensi secara komprehensif,

tepat waktu dan terus menerus.

b. Menggunakan data dasar dan respon klien dalam mengukur perkembangan

kearah pencapaian tujuan.

c. Memvalidasi dan menganalisis data baru dengan teman sejawat.

Dengan standar asuhan keperawatan tersebut, maka pelayanan keperawatan menjadi lebih terarah. Standar adalah pernyataan deskriptif mengenai tingkat penampilan yang diinginkan dan kualitas struktur, proses, atau hasil yang dapat dinilai.

Standar pelayanan keperawatan adalah pernyataan deskriptif mengenai kualitas pelayanan yang diinginkan untuk mengevaluasi pelayanan keperawatan yang telah diberikan pada pasien (Gillies, 1989).

2.3 Pelatihan

2.3.1. Pengertian Pelatihan

Pelatihan adalah suatu bentuk investasi jangka pendek untuk membantu meningkatkan kemampuan para pegawai dalam melaksanakan tugasnya (Siagian, 2009). Pelatihan adalah proses sistematik pengubahan perilaku para pegawai dalam suatu arah guna

2.3.2. Tujuan

Tujuan Pelatihan adalah meningkatkan kualitas dan produktivitas, menciptakan sikap, loyalitas, dan kerjasama yang lebih menguntungkan, dan memenuhi kebutuhan perencanaan sumber daya manusia. Program pelatihan tidak menyembuhkan semua permasalahan yang ada dalam meningkatkan tujuan-tujuan organisasi.

Siagian (2009), pelatihan dapat bermanfaat baik bagi organisasi maupun bagi karyawan. Manfaat bagi organisasi adalah : peningkatan produktivitas kerja, terwujudnya hubungan yang serasi antara atasan dan bawahan, terjadinya proses pengambilan keputusan yang lebih cepat dan tepat, meningkatkan semangat kerja

seluruh tenaga kerja, mendorong sikap keterbukaan manajemen, memperlancar jalannya komunikasi yang efektif, dan penyelesaian konflik secara fungsional.

Pelatihan supervisi kepala ruangan yang dilakukan dalam penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi rumah sakit, yaitu peningkatan produktivitas rumah sakit secara keseluruhan karena adanya kepala ruangan yang kompeten melakukan tugas supervisi untuk memastikan semua perawat pelaksana melakukan tugas sesuai dengan standar yang telah ditetapkan dan dapat mengambil keputusan yang lebih cepat dan tepat. Di samping itu pelatihan ini

Dokumen terkait