• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kelimpahan Bakteri dan Cendawan Endofit Asal Tanaman Padi

Sebanyak 115 isolat bakteri endofit dan 47 isolat cendawan endofit berhasil diisolasi dari bagian akar, batang dan daun tanaman padi dari beberapa lokasi yaitu Bogor, Sukabumi dan Blitar. Jumlah mikroba endofit asal akar, batang dan daun tanaman padi tersebut bervariasi. Berdasarkan hasil isolasi, bakteri endofit lebih banyak didapat pada bagian akar (Tabel 4), sedangkan cendawan endofit lebih banyak didapat pada bagian daun (Tabel 5). Total bakteri endofit yang ditemukan adalah sebanyak 115 isolat dimana terbagi menjadi 62 isolat endofit asal bagian akar, 35 isolat endofit asal bagian batang, dan 18 isolat endofit asal bagian daun. Total cendawan endofit yang ditemukan adalah sebanyak 47 isolat dimana terbagi menjadi 8 isolat endofit asal bagian akar, 14 isolat endofit asal bagian batang dan 25 isolat endofit asal bagian daun. Hasil tersebut sesuai dengan pernyataan Hallmann (2001) menyatakan bahwa bakteri endofit telah banyak dilaporkan mengolonisasi pada berbagai bagian tanaman seperti akar, umbi, batang, daun, buah dan benih. Berbeda dengan cendawan endofit, Zakaria et al. (2010) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa isolat cendawan endofit lebih banyak ditemukan pada bagian daun yaitu sejumlah 53 isolat pada bagian daun, 11 isolat pada bagian batang, dan 8 isolat pada bagian akar. Rodriguez et al. (2009) menyatakan bahwa cendawan yang memiliki kisaran inang berdaun sempit pada umumnya memiliki sistem transmisi secara vertikal dan horizontal. Sistem transmisi cendawan endofit secara vertikal melalui lapisan luar benih, benih, atau melalui bibit, sedangkan Tabel 4 Jumlah isolat bakteri endofit asal tanaman padi dari beberapa daerah

Bagian Tanaman

Varietas Padi (Asal Daerah)

Jumlah Total Isolat IR 64 (Bogor) Inpari 16 (Sukabumi) Sri Kuning (Sukabumi) Mekongga (Blitar) Akar 5 24 3 30 62 Batang 0 15 12 8 35 Daun 1 4 10 3 18 Jumlah Total Isolat 6 43 25 41 115 Tabel 5 Jumlah isolat cendawan endofit asal tanaman padi dari beberapa daerah

Bagian Tanaman

Varietas Padi (Asal Daerah)

Jumlah Total Isolat IR 64 (Bogor) Inpari 16 (Sukabumi) Sri Kuning (Sukabumi) Mekongga (Blitar) Akar 0 1 4 3 8 Batang 3 4 7 0 14 Daun 1 0 5 19 25 Jumlah Total Isolat 4 5 16 22 47

20

sistem transmisi cendawan endofit secara horizontal melalui spora terbawa udara (Hodgson et al. 2014). Hal tersebut menunjukkan pada penelitian ini bahwa isolat cendawan endofit lebih banyak ditemukan pada bagian daun dibandingkan isolat bakteri endofit yang lebih banyak ditemukan pada bagian akar. Penyebaran cendawan endofit secara horizontal memungkinkan cendawan endofit lebih bergerak bebas sehingga pada bagian daun memungkinkan cendawan endofit lebih banyak ditemukan dibandingkan bakteri endofit. Sistem transmisi bakteri endofit lebih mengarah pada sistem transmisi secara vertikal dan sistem invasinya ke akar terjadi secara pasif melalui lubang alami pada akar atau pada luka. Hallmann dan Berg (2006) menyatakan akar merupakan lokasi utama infeksi bakteri endofit pada tanaman menjadikan bakteri endofit seharusnya lebih banyak ditemukan pada akar. Kebutuhan bakteri yang membutuhkan lebih banyak air dan cendawan yang tahan kekeringan menjadi salah satu alasan lain bakteri lebih banyak mengolonisasi pada daerah perakaran.

Patogenesitas Bakteri Endofit

Seleksi bakteri endofit pada uji HR ditemukan 110 isolat yang menunjukkan bahwa isolat tersebut berpotensi sebagai nonpatogen (Lampiran 9). Lima isolat yang menunjukkan reaksi positif pada uji HR berasal dari varietas INPARI 16, sejumlah 2 isolat pada bagian akar dan 3 isolat pada bagian batang. Konfirmasi terhadap hasil seleksi uji HR dilanjutkan dengan menggunakan uji DPM terhadap pertumbuhan benih padi. Sebanyak 19 isolat pada uji DPM menunjukkan bahwa isolat tersebut berpotensi sebagai nonpatogen. Sembilan puluh enam isolat bakteri endofit yang menunjukkan reaksi positif berasal dari varietas IR 64 sejumlah 4 isolat berasal dari bagian akar, 1 isolat dari bagian daun; dari varietas INPARI 16 sejumlah 21 isolat dari bagian akar, 9 isolat dari bagian batang, 4 isolat dari bagian daun; dari varietas Sri Kuning sejumlah 3 isolat dari bagian akar, 12 isolat dari bagian batang, 10 isolat dari bagian daun; dari varietas Mekongga sejumlah 25 isolat dari bagian akar, 5 isolat dari bagian batang, 2 isolat dari bagian daun. Pentingnya konfirmasi terhadap hasil uji HR ini dikarenakan, Wick (2010) dalam penelitiannya menyatakan bahwa jika stomata tanaman tembakau tersebut dalam posisi tertutup maka dapat menyebabkan suspensi bakteri sulit diinfiltrasikan sehingga terjadi false negative pada hasil uji HR. Pengujian terhadap pertumbuhan benih padi (DPM) dilakukan dengan menanam benih tanaman padi langsung pada biakan isolat bakteri endofit. Meskipun hal tersebut sangat kontras dengan keadaan di lapangan, dimana populasi bakteri di lapang tidak akan mencapai seperti populasi biakan bakteri dalam cawan petri sehingga jika sedikit saja bakteri tersebut memiliki sifat sebagai patogen maka akan langsung dapat terlihat. Berdasarkan hasil diantara uji hipersensitif dan uji DPM menunjukkan banyak perbedaan. Uji DPM lebih sensitif jika dibandingkan dengan uji HR karena banyak bakteri yang bersifat patogen yang tersaring pada uji tersebut. Hasil menunjukkan reaksi positif pada uji hipersensitif akan pasti menunjukkan hasil positif pada uji DPM, namun reaksi negatif pada uji HR belum tentu menunjukkan reaksi negatif pula pada uji DPM. Pada uji DPM, beberapa isolat menunjukkan reaksi berbeda, beberapa ada yang mematikan pada benih, beberapa ada yang membuat nekrotik pada kecambah dan beberapa ada yang memiliki hasil pertumbuhan yang sama pada kontrol dan bahkan beberapa isolat ada yang menunjukkan respon bahwa bakteri tersebut dapat bertindak sebagai plant growth promoting rhizobacteria (PGPR).

21 Aktivitas Hemolisis Bakteri

Uji agar darah adalah salah satu uji yang dapat menjadi indikasi apakah bakteri tersebut aman bagi kehidupan manusia. Satu dari sembilan belas bakteri menunjukkan dapat melakukan lisis pada agar darah (Lampiran 3). Terdapat 3 jenis kategori dari uji agar darah yaitu beta hemolysis ( ), alpha hemolysis (α), dan

gamma hemolysis ( ). Beta hemolysis ( ) merupakan hemolysis yang sesungguhnya, terdapat zona bening disekitar koloni bakteri. Alpha hemolysis (α)

merupakan setengah dari lisis yang sebenarnya, atau lebih tepatnya pengurangan sel darah merah di sekitar koloni sehingga menyebabkan media menjadi berwarna kehijauan atau kecokelatan. Gamma hemolysis (γ) merupakan kondisi dimana lisis tidak terjadi pada agar darah (Buxton, 2005). Berdasarkan hasil uji dari agar darah pada penelitian ini hanya menunjukkan satu tipe dari hemolysis yaitu beta hemolysis (Tabel 6). Bakteri yang dapat melewati tes ini akan dilanjutkan dalam pengujian antagonis terhadap Pyricularia oryzae.

Tabel 6 Hasil pengujian aktivitas hemolisis bakteri endofit pada agar darah No Kode Isolat 24 Jam 48 Jam Tipe Hemolisis No Kode Isolat 24 Jam 48 Jam Tipe Hemolisis 1 EA 2 - - ɣ hemolysis 11 EB 6 - - ɣ hemolysis 2 EA 6 - - ɣ hemolysis 12 EB 7 - - ɣ hemolysis 3 EA 8 - - ɣ hemolysis 13 EB 8 - - ɣ hemolysis 4 EA 9 - - ɣ hemolysis 14 EB 9 - - ɣ hemolysis 5 EA 34 - - ɣ hemolysis 15 EB 11 - - ɣ hemolysis 6 EA 35 - - ɣ hemolysis 16 EB 28 - - ɣ hemolysis 7 EA 36 - - ɣ hemolysis 17 EB 32 - - ɣ hemolysis 8 EA 39 - - ɣ hemolysis 18 EB 33 - - ɣ hemolysis 9 EA 45 - - ɣ hemolysis 19 ED 16 + + β hemolysis 10 EB 1 - - ɣ hemolysis

Tanda (-) pada pengujian agar darah menunjukkan bahwa bakteri tersebut tidak dapat melisis agar darah yang ditandai dengan tidak adanya zona bening, tanda (+) pada pengujian agar darah menunjukkan bahwa bakteri tersebut dapat melisis agar darah yang ditandai dengan adanya zona bening

Patogenesitas Cendawan Endofit

Hasil uji patogenesitas cendawan endofit terhadap perkecambahan benih padi menunjukkan reaksi berbeda-beda, beberapa ada yang mematikan pada benih, beberapa ada yang membuat nekrotik pada kecambah dan beberapa ada yang memiliki hasil pertumbuhan yang sama pada kontrol dan bahkan beberapa isolat ada yang menunjukkan respon bahwa bakteri tersebut dapat bertindak sebagai plant growth promoting fungal (PGPF) (Lampiran 4). Dari 47 isolat, terdapat 34 isolat dari cendawan endofit yang menunjukkan benih dapat berkecambah normal dan hanya 14 isolat cendawan endofit yang menunjukkan pertumbuhan benih mampu melebihi pertumbuhan pada perlakuan control (Lampiran 10). Selain itu juga terdapat isolat cendawan endofit yang menunjukkan reaksi pada kecambah hanya menghambat perkembangan kecambah tetapi tidak menimbulkan nekrotik sehingga pertumbuhan kecambah lebih rendah dari kontrol, maka cendawan tersebut dikategorikan sebagai cendawan yang berpeluang sebagai patogen. Isolat cendawan

22

endofit yang menunjukkan reaksi positif pada uji patogenesitas berasal dari varietas IR 64 sejumlah 2 isolat berasal dari bagian batang, 1 isolat dari bagian daun; dari varietas INPARI 16 sejumlah 2 isolat dari bagian batang; dari varietas Sri Kuning sejumlah 2 isolat dari bagian akar, 4 isolat dari bagian batang, 4 isolat dari bagian daun.; dari varietas Mekongga sejumlah 3 isolat dari bagian akar, 15 isolat dari bagian daun.

Penghambatan Pertumbuhan Pyricularia oryzae oleh Bakteri dan Cendawan Endofit

Sepuluh isolat bakteri endofit dan empat belas isolat cendawan endofit yang terpilih dilanjutkan pada uji penghambatan pertumbuhan P. oryzae untuk melihat sifat antibiosis dari kedua mikroba tersebut pada cendawan patogen P. oryzae. Berdasarkan hasil uji antagonis, semua isolat bakteri endofit memiliki aktivitas daya hambat dengan persentase daya hambat yang berbeda-beda (Tabel 7). Menurut hasil analisis ragam, daya hambat tertinggi yang mencapai lebih dari 50% ditunjukkan oleh isolat EB 1, yaitu sebesar 63.77 %, kemudian diikuti oleh isolat EB 28 dan EB 9 berturut-turut sebesar 62.32 dan 60.87%. Berbeda dengan cendawan endofit, mekanisme bakteri endofit yang ditunjukkan pada uji antagonis tersebut lebih menunjukkan pada mekanisme sifat antibiosis dari bakteri endofit sedangkan pada cendawan endofit terdapat dua mekanisme yang dapat dilihat pada uji penghambatan terhadap pertumbuhan P. oryzae yaitu mekanisme antibiosis dan kompetisi.

Tabel 7 Pengaruh bakteri endofit terhadap pertumbuhan P. oryzae in vitro

No Kode Isolat Daya Hambat % No Kode Isolat Daya Hambat % 1 EB 1 63.7 a 11 EB 32 16.6 de 2 EB 28 62.3 ab 12 EB 8 13.0 ef 3 EB 9 60.8 ab 13 EA 9 13.0 ef 4 EB 7 59.4 ab 14 EA 39 13.0 ef 5 EB 6 57.9 ab 15 EA 6 13.0 ef 6 EA 36 56.5 ab 16 EA 45 13.0 ef 7 EA 35 53.9 ab 17 EA 34 13.0 ef 8 EB 11 53.6 b 18 EA 2 4.3 fg 9 EA 8 36.9 c 19 Kontrol 0 g 10 EB 33 23.9 d

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang Tukey).

Gambar 5 Uji antagonis bakteri endofit (a) tidak memiliki zona hambat (b) memiliki zona hambat

23

Berdasarkan hasil uji antagonis cendawan endofit, sama dengan uji antagonis bakteri endofit semua isolat cendawan endofit tersebut memiliki aktivitas daya hambat (Tabel 8). Terdapat empat isolat cendawan endofit dengan mekanisme antibiosis yaitu isolat CEA 5 dengan daya hambat sebesar 60.37% kemudian diikuti oleh isolat CEB 3, CED 2, CEA 3 berturut-turut sebesar 50.56, 44.82, dan 38.52%. Sesuai dengan pernyataan Herre et al. (2007) yang menyatakan terdapat dua garis besar mekanisme potensial dari endofit yang dapat berkontribusi terhadap perlindungan inang: (1) menginduksi atau meningkatkan ekspresi mekanisme pertahanan inang dan (2) menyediakan tambahan sumber pertahanan lain terhadap inang (sebagai contoh adalah mekanisme antibiosis), sehingga pemilihan bakteri dan cendawan endofit didasarkan pada kemampuannya dalam menunjukkan sifat antibiosisnya. Sifat antagonis dari mikroba endofit yang memiliki mekanisme antibiosis menunjukkan bahwa mikroba endofit tersebut dapat mengeluarkan metabolit sekunder yang berguna bagi tanaman inang.

Tabel 8 Pengaruh cendawan endofit terhadap pertumbuhan P. oryzae in vitro

No Kode

Isolat Daya Hambat %

Mekanisme Kompetisi Antibiosis 1 CEB 14 88.8 a + - 2 CEB 15 82.5 a + - 3 CEB 11 81.1 a + - 4 CEA 5 60.3 b - + 5 CED 22 59.6 b + - 6 CED 19 52.4 bc + - 7 CED 17 51.6 bc + - 8 CEB 3 50.5 bc - + 9 CED 20 50.0 bc + - 10 CEA 1 48.3 cd + - 11 CEA 5.2 47.5 cd + - 12 CEB 4 46.1 cd + - 13 CED 2 44.8 cd - + 14 CEA 3 38.5 d - + 15 Kontrol 0 e - -

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang Tukey). Tanda (-) pada pengujian antagonis menunjukkan bahwa cendawan tidak memiliki mekanisme tersebut, tanda (+) pada pengujian antagonis menunjukkan bahwa cendawan memiliki mekanisme tersebut

Gambar 6 Uji antagonis cendawan endofit (a) tidak memiliki zona hambat (b) memiliki zona hambat (c) P. oryzae tertekan oleh mekanisme kompetisi

24

Hallmann (2001) berpendapat bahwa enzim yang bekerja pada mekanisme antibiosis harus memiliki kontak langsung dengan patogen. Tondok (2012) menyatakan zona hambat pada uji koloni ganda terbentuk karena senyawa antifungal dari cendawan endofit menghambat pertumbuhan patogen. Hinton dan Bacon (1995) dalam penelitiannya menggunakan seleksi uji antibiosis pada bakteri

Enterobacter cloacae terhadap empat isolat Fusarium moniliforme. Munif et al.

(2012a) menunjukkan bahwa bakteri endofit asal tanaman tomat memiliki sifat antagonisme terhadap cendawan patogen dan hal tersebut membuat bakteri tersebut ideal sebagai kandidat untuk pengendalian hayati dan sebagai pemacu pertumbuhan tanaman.

Penghambatan Penyakit Blas pada Padi Sawah

Pada pengujian penghambatan penyakit blas pada padi sawah, aplikasi beberapa isolat mikroba endofit menunjukkan kemampuannya dalam menekan intensitas penyakit blas dibanding dengan kontrol. Intensitas penyakit yang ditunjukkan pada periode pengamatan menunjukkan nilai yang lebih rendah serta hasil analisis ragam juga menunjukkan bahwa perlakuan endofit berbeda nyata dibanding dengan kontrol (Gambar 7).

Pada awal pengamatan, intensitas penyakit perlakuan kontrol sudah hampir mendekati 60 % dan mencapai puncaknya pada akhir pengamtan. Pada tahap uji penghambatan penyakit blas ini, tingkat serangan awal pada tanaman kontrol sangat tinggi dan cepat. Tingkat serangan awal ini ditandai dengan skor dari penyakit ini yang sudah mencapai delapan yang ditandai terdapat ciri khas dari serangan penyakit blas pada tanaman terdapat bercak belah ketupat, sedangkan untuk perlakuan yang lain hanya ditunjukkan oleh bintik-bintik hitam (Gambar 8). Hal tersebut membuktikan bahwa perlakuan bakteri maupun cendawan endofit mampu meningkatkan ketahanan tanaman terhadap serangan penyakit blas.

Gambar 7 Pengaruh mikroba endofit terhadap intensitas penyakit blas pada padi varietas Kencana Bali di rumah kaca

a a a a a a bc b b bc b b d d c c b b bc c b bc b b b b b bc b b b b b bc b b cd cd bc c b b b b b bc b b cd cd bc c b b 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 1 2 1 5 1 8 2 1 2 4 2 7 Intensit as P eny akit (%)

Waktu Pengamatan (Hari Setelah Inokulasi)

25

Perlakuan endofit pada benih padi menunjukkan tingkat intensitas penyakit yang berbeda-beda. Perlakuan terbaik ditunjukkan oleh isolat bakteri endofit EB 9 dan isolat cendawan endofit CEA 5. Kedua isolat tersebut dapat menekan intensitas penyakit sampai pada level titik terendah dibanding dengan perlakuan lain terlihat dari awal pengamatan sampai akhir pengamatan (Gambar 7). Namun terdapat satu perlakuan yaitu pada isolat CEA 3 terbukti pada akhir pengamtan mampu menekan intensitas penyakit sampai pada titik terendah dibanding dengan perlakuan lain meskipun pada awal pengamatan intensitas penyakit pada perlakuan tersebut masih tergolong tinggi jika dibanding dengan perlakuan lain (Gambar 7). Hal ini membuktikan bahwa isolat CEA 3 mampu menekan pertumbuhan penyakit yang berada di dalam tanaman. Benhamou dan Garand (2001) dalam penelitiannya melaporkan bahwa nonpatogenik F oxysporum mampu menstimulasi respon pertahanan tanaman. Ho et al. (2015) menunjukkan bahwa endofit Burkholderia cenocepacia 869T2 dapat menurunkan insidensi penyakit dari Layu Fusarium pada tanaman pisang. Tondok et al. (2012) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa cendawan endofit mampu menginduksi ketahanan tanaman inang terhadap penyakit busuk buah pada kakao. Meskipun telah banyak penelitian mengenai mikroba endofit yang efektif dalam menekan pertumbuhan patogen dalam menyebabkan penyakit, Malinowski dan Belesky (2000) menekankan bahwa kerja endofit dalam membantu tumbuhan lebih ke arah membentuk suatu komunitas mikroba sehingga tidak sendirian dalam melindungi inangnya. Oleh karena itu ketidakefektifan suatu mikroba endofit tidak dapat dilihat dari satu sisi saja melainkan dari berbagai faktor salah satunya adalah komunitas mikroba tersebut.

Gambar 8 Gejala penyakit blas pada tanaman padi: gejala awal blas daun (skor 1-3), b) gejala blas daun untuk perlakuan kontrol (skor 4-6), c) gejala blas daun untuk perlakuan kontrol (skor 7-9), d) dan e) gejala blas node untuk perlakuan kontrol

a b c

26

Pengaruh Bakteri dan Cendawan Endofit terhadap Pertumbuhan Tanaman Padi

Perlakuan mikroba endofit baik bakteri maupun cendawan endofit pada benih tanaman padi menunjukkan respon yang berbeda-beda terhadap pertumbuhan bibit tanaman padi namun memiliki respon yang sama jika dibandingkan dengan perlakuan kontrol yaitu meningkatkan pertumbuhan melebihi kontrol (Tabel 9). Hasil analisis ragam secara statistik dari 8 perlakuan isolat endofit, empat isolat endofit memiliki pengaruh yang berbeda nyata terhadap pertumbuhan tinggi tanaman padi dibandingkan dengan kontrol yaitu isolat EB 9, EB 28, CEA 3, CEA 5, dengan rataan tinggi tajuk berturut-turut mencapai 60.17, 59.72, 63.61, dan 61.45 cm.

Selain perbedaan tinggi tajuk, isolat mikroba endofit juga mempengaruhi jumlah anakan (Tabel 9). Berdasarkan hasil analisis ragam secara statistik, semua perlakuan endofit menunjukkan adanya perbedaan pada jumlah anakan. Khaeruni dan Rahim (2015) menyatakan bahwa tanaman yang diinokulasi oleh Xanthomonas oryzae pv. oryzae mempengaruhi pembentukan anakan dan jumlah daun dikarenakan bakteri menginfeksi jaringan tanaman dengan cepat sehingga mengganggu metabolisme sel dan jaringan tanaman. Hal tersebut menunjukkan bahwa jumlah anakan tersebut menjadi salah satu indicator dalam mengkompensasi ketahanan tanaman terhadap patogen. Pada penelitian ini rataan jumlah anakan pada perlakuan kontrol hampir mendekati angka nol yang berarti hampir seluruh tanaman padi pada perlakuan kontrol tidak membentuk anakan. Berbeda dengan perlakuan endofit yang memiliki rataan jumlah anakan mencapai dua anakan pertanaman yang menandakan bahwa tanaman yang diberi perlakuan endofit lebih cepat membentuk anakan dibandingkan dengan perlakuan kontrol.

Tabel 9 Pengaruh mikroba endofit terhadap respon pertumbuhan tanaman No Kode

Isolat

Parameter Pertumbuhan Tanaman

Tinggi Tajuk Jumlah Anakan Panjang Akar 1 EB 1 54.4 cd 2.0 ab 22.9 bc 2 EB 9 60.3 abc 2.4 ab 28.1 a 3 EB 28 59.7 abc 1.7 b 22.8 bc 4 EA 35 57.7 abcd 1.9 ab 23.7 b 5 CEA 3 63.6 a 2.3 ab 25.2 ab 6 CEA 5 61.5 ab 2.6 a 23.8 b 7 CED 2 56.3 bcd 1.8 ab 21.8 bc 8 CEB 3 58.1 abcd 1.7 b 23.9 b 9 Kontrol 51.9 d 0.3 c 19.5 c

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji selang Tukey).

Tabel parameter pertumbuhan tanaman bagian panjang akar, terdapat lima perlakuan yang menunjukkan berbeda nyata dengan perlakuan kontrol yaitu isolat EB 9, EA 35, CEA 3, CEA 5, dan CEB 3 , dengan rataan panjang akar berturut-turut mencapai 28.12, 23.73, 25.22, 23.84, dan 23.93 cm. Namun pada tiga perlakuan yang lain yang tidak berbeda nyata bila dibandingkan dengan kontrol berdasarkan hasil analisis ragam secara statistik, menunjukkan bahwa kondisi

27

morfologi dari akar tersebut nampak jelas menunjukkan adanya perbedaan panjang akar antara perlakuan kontrol dengan tiga perlakuan mikroba endofit tersebut. Malinowski dan Belesky (2000) menyatakan interaksi endofit Neotyphodium spp. dapat menginduksi perubahan fisiologi tanaman terutama dalam morfologi akar dan fungsi akar. Selain itu Vasudevan et al. (2002) juga menunjukkan adanya peningkatan panjang akar dan tinggi tajuk pada tanaman yang diberi perlakuan formulasi bakteri.

Perlakuan mikroba endofit juga memberikan peningkatan terhadap bobot basah dan bobot kering biomassa dari tanaman padi (Gambar 9). Perlakuan mikroba endofit terbaik ditunjukkan oleh isolat EB 9 dan CEA 5 yang memiliki penambahan bobot basah berturut-turut sebesar 2.7 dan 2 g. Peningkatan bobot basah tersebut juga diiringi dengan peningkatan bobot kering yaitu berturut-turut sebesar 1.1 dan 1 g. Schulz (2006) menyatakan bahwa kolonisasi dari cendawan endofit dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman inang. Hal ini dibuktikan dari kolonisasi dari kedua cendawan endofit P. fortinii dan Cryptosporiopsis sp. pada akar bibit Larix decidua dapat meningkatkan panjang akar serta bobot kering dari akar dan tajuk. Tidak hanya kolonisasi, Schulz (2006) menambahkan bahwa ekstrak kultur dari endofit dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman inang. Ernst et al. (2003) dalam penelitiannya menyatakan bahwa hasil isolasi cendawan endofit dari genus

Stagonospora dapat meningkatkan biomassa dari alang-alang selain itu cendawan endofit ini juga dapat meningkatkan vigor dari alang-alang tersebut. Mucciarelli et al. (2002) menunjukkan pertumbuhan vegetatif tanaman peppermint secara in vitro

menjadi meningkat ketika terinfeksi oleh cendawan endofit. Varma et al. (2001) dalam penelitiannya juga menunjukkan bahwa perlakuan endofit dapat meningkatkan bobot biomassa dari tanaman inang.

Gambar 9 Bobot basah dan bobot kering tanaman padi setelah perlakuan mikroba endofit 0 1 2 3 4 5 6 7

Kontrol EB 1 EB 9 EB 28 EA 35 CEA 3 CEA 5 CED 2 CEB 3

B o b o t (g ) / ta n am an

28

Identifikasi Bakteri Endofit Berdasarkan Analisis Genotipik

Hasil amplifikasi gen 16S rRNA bakteri endofit dari tanaman padi menggunakan primer universal 27F/1492R ditampilkan pada Gambar 10. Empat isolat bakteri endofit menunjukkan amplifikasi gen 16S rRNA pada ukuran lebih kurang 1465 pb

Gambar 10 Hasil amplifikasi gen 16S rRNA bakteri endofit asal tanaman padi menggunakan primer universal prokariota 27F/1492R. Marker 1kb DNA Ladder, (1) EB 1, (2) EB 6, (3) EB 7, (4) EB 9

Hasil analisis urutan nukleotida gen 16S rRNA ditampilkan pada lampiran 8. Analisis menggunakan progam BLAST dilakukan untuk mengetahui kemiripan sikuen isolat bakteri tersebut dengan isolat pada GenBank. Program BLAST akan merujuk pada suatu urutan basa dari keseluruhan urutan basa. Berdasarkan analisis homologi urutan nukleotida gen 16S rRNA, EB 1 memiliki kemiripan dengan

Burkholderia sp. Hu35C (KJ_716615.1) sebesar 99%; Burkholderia gladioli strain IAC/BECa-035 (KJ_670084.1) sebesar 99%; Burkholderia gladioli strain S46 (KJ_396063.1) sebesar 99%; Burkholderia sp. FSGSD3 (KJ_185033.1) sebesar 99%. EB 9 memiliki kemiripan dengan Burkholderia sp. WP1 (KF_824767.1) sebesar 99%; Burkholderia sp. G1-11 (KC_153262.1) sebesar 99%; Burkholderia

sp. 2314 (JX_174191.1) sebesar 99%; Burkholderia sp. C13 (JX_010990.1) sebesar 99%. EB 28 memiliki kemiripan dengan Burkholderia gladioli strain IHB B 15121 (KM_817203.1) sebesar 97%; Burkholderia sp. 2314 (JX_174191.1) sebesar 97%;

Uncultured Burkholderiales bacterium gene (AB_666162.1) sebesar 97%;

Burkholderia gladioli strain CFBP 2427 (NR_117553.1) sebesar 97%. EA 35 memiliki kemiripan dengan Burkholderia cepacia strain CH9 (FJ_969840.1) sebesar 81%; Burkholderia ambifaria strain YCJ01 (JQ_733582.1) sebesar 81%;

Uncultured bacterium clone DMS16SrDNA2 (JQ_013148.1) sebesar 81%;

Uncultured beta proteobacterium clone SHOF432 (HM_112829.1) sebesar 81%. Tingkat homologi tiap isolat yang mencapai 97-99% menunjukkan bahwa isolat tersebut memiliki kemiripan yang tinggi berdasarkan urutan basa pada GenBank

dan menandakan isolat tersebut memang berasal dari genus spesies tersebut. Tingkat homologi yang hanya mencapai 81% dari isolat EA 35 menandakan bahwa belum adanya data yang cukup pada GenBank untuk menunjukkan kemiripan urutan basa pada isolat EA 35. Hal ini diduga isolat EA 35 merupakan isolat bakteri endofit yang jarang ditemukan sehingga keberadaan isolat tersebut masih belum diketahui secara spesifik.

1 2 3 4

M

29 Karakterisasi Bakteri Endofit

Karakterisasi bakteri endofit terdiri atas uji Gram, uji katalase menggunakan substrat H2O2, uji aktivitas kitinolitik, uji aktivitas lipolitik, uji aktivitas perlarut fosfat, uji daya pendar pada media Kings’B, uji warna koloni pada media YDCA (Tabel 10). Penentuan sifat Gram pada karakterisasi bakteri umum dilakukan pada

Dokumen terkait