• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tanaman Padi di Indonesia

Tanaman padi yang dibudidayakan (Oryza sativa L.) termasuk dalam suku

Oryzeae dibawah sub famili Pooideae. Genus Oryza terbagi ke dalam beberapa bagian dan menempatkan O. sativa dibawah seri Sativa pada bagian Sativae. O. sativa merupakan tanaman asli pada benua Asia (Bardenas dan Chang 1965). Padi telah menjadi tanaman pangan sejak zaman prasejarah. Beberapa pihak menyebutkan bahwa tanaman padi berasal dari Cina, karena di wilayah ini banyak ditemukan jenis-jenis padi liar. Hal ini didasarkan pada teori N.I. Vavilov yang menyatakan bahwa daerah asal-usul suatu tanaman ditandai dengan terdapatnya pemusatan jenis-jenis liar tanaman tersebut. Bangsa Indonesia juga mempunyai cukup alasan untuk mengaku bahwa padi sebenarnya berasal dari pulau Jawa. Hal ini didasarkan pada hikayat Jawa Kuno, hikayat ini jelas menunjukkan simbol-simbol budidaya tanaman padi, yakni padi sawah yang diturunkan oleh Dewi Sri dan padi huma (gogo) dari Retna Dumila (Manurung dan Ismunadji 1988). Di Indonesia, padi ditanam diseluruh daerah, mulai dari dekat pantai sampai ke dataran tinggi di pegunungan. Umumnya padi diusahakan sebagai padi sawah (85-90%) dan sebagian kecil diusahakan sebagai padi gogo (10-15%). Padi tergolong tanaman yang toleran terhadap kondiri pengairan, bisa ditanam pada tanah darat dan disebut sebagai padi gogo atau padi ladang dan dapat ditanam pada tanah tergenang atau disebut sebagai padi sawah. Tanaman padi yang ditanam sebagai padi gogo selama sekitar 2 bulan kemudian berangsur-angsur digenangi dan akhirnya tumbuh sebagai padi sawah sampai panen disebut sebagai padi gogo rancah (Taslim dan Fagi 1988).

Keseluruhan organ tanaman padi terdiri atas dua kelompok, yakni organ vegetatif dan organ generatif. Bagian-bagian vegetatif meliputi akar, batang dan daun sedangkan bagian generatif terdiri atas malai, gabah dan bunga (Taslim dan Fagi 1988). Akar padi digolongkan ke dalam akar serabut. Akar primer (radikula) yang tumbuh sewaktu berkecambah bersama akar-akar lain yang muncul dari embrio disebut sebagai akar seminal yang jumlahnya antara 1-7. Apabila terjadi gangguan fisik terhadap akar primer, maka hal ini mempercepat pertumbuhan akar-akar seminal lainnya. Tanaman padi memiliki pola anakan berganda (anak-beranak), dari batang utama akan tumbuh anakan primer dan selanjutnya tumbuh anakan sekunder yang kemudian menghasilkan anakan tersier. Kapasitas anakan ini merupakan salah satu sifat utama yang penting pada varietas-varietas unggul. Daun tanaman padi tumbuh pada batang dalam susunan yang berselang-seling, satu daun pada tiap buku. Tiap daun terdiri atas (i) helai daun; (ii) pelepah daun yang membungkus ruas; (iii) telinga daun (auricle); (iv) lidah daun (ligule). Terdapatnya telinga daun dan lidah daun pada padi dapat digunakan untuk membedakannya dengan rumputan selagi keduanya dalam stadia bibit, karena daun rumput-rumputan hanya memiliki lidah atau telinga daun atau tidak ada sama sekali. Batang tanaman padi terdiri atas ruas yang dibatasi oleh buku. Daun dan tunas (anakan) tumbuh pada buku batang tanaman padi tersebut (Manurung dan Ismunadji 1988).

Scheuermann et al. (2012) menyatakan padi adalah salah satu tanaman sereal terpenting, memberi makan lebih dari 50% populasi di dunia. Pada beberapa tempat di Asia, tanaman sereal ini bertanggungjawab terhadap lebih dari setengah total asupan kalori. Menurut Prasetiyo (2002) banyaknya jumlah penduduk di Indonesia

4

mengakibatkan produksi pangan harus ditingkatkan, khususnya beras yang merupakan bahan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Di Brazil tanaman ini penting sebagai pensuplai makanan dan salah satu tanaman yang bertanggung jawab terhadap pemasukan ekonomi yang besar untuk warga Brazil bagian selatan. Jika mempertimbangkan peningkatan populasi penduduk dunia yang akan meningkat kira-kira sampai 30-40 tahun ke depan (sampai 2040-2050), maka permintaan akan pangan mutlak akan meningkat dan hal ini akan menjadi penting dalam dunia pertanian pada semua bagian di dunia (Scheuermann et al.

2012).

Collard dan Mackill (2008) menyatakan peningkatan produksi tanaman akan sangat diperlukan kaitannya dalam memuncaknya berbagai permasalahan di masa mendatang seperti kelangkaan air, penurunan area lahan tanam, peningkatan polusi, kemunculan yang tak terhindarkan dari ras dan biotipe yang baru dari patogen dan hama, dan kemungkinan efek merugikan dari perubahan iklim.

Penyakit Blas

Penyakit blas pada padi yang disebabkan oleh Pyricularia oryzae

(teleomorph: Magnaporthe oryzae Couch) merupakan penyakit yang paling penting dan paling merusak pada tanaman padi (Couch dan Kohn 2002). Penyakit ini menyebar di seluruh dunia, terjadi pada seluruh area produksi padi dan dapat sangat merusak ketika kondisi lingkungan cocok. Keparahan penyakit bervariasi setiap tahunnya tergantung pada lokasi, kondisi cuaca serta praktek pengelolaan penanaman. Kehilangan hasil akibat penyakit blas pada padi dari suatu daerah di dunia diperkirakan berkisar antara 50-100%. Hal ini diperkirakan bahwa tiap tahunnya penyakit ini menghancurkan padi yang akan cukup dimakan oleh lebih dari 60 juta orang. Kehilangan hasil secara ekonomi tidak dapat terhitung, tetapi beberapa data menunjukkan nilainya lebih dari 70 milyar dolar pada beberapa negara di Asia (Scheuermann et al. 2012).

Blas dapat terjadi di semua bagian padi di atas permukaan tanah dari tanaman dan hal ini terdeteksi pada fase awal pertumbuhan sampai akhir masa produksi bulir (Scheuermann et al. 2012). Agrios (2005) menyatakan penyakit blas pada padi terjadi di seluruh dunia dan merupakan salah satu penyakit penting pada padi. Umumnya penyakit ini terjadi pada padi dengan tingkat irigasi atau curah hujan yang tinggi serta pupuk nitrogen yang tinggi. Beberapa epidemik blas pada padi telah terjadi di belahan dunia yang berbeda, mengakibatkan kehilangan hasil pada area tersebut berkisar antara 50-90% dari tanaman.

Gejala di daun dimulai dari lesio nekrotik kecil berwarna cokelat yang berkembang menjadi elips/belah ketupat yang lebih besar atau berbentuk gelendong (spindle-shaped) dan berwarna keputihan sampai abu-abu dengan batas tepi yang berwarna lebih gelap. Pada tepi daun, utamanya pada flag leaf ligule area, kehadiran lesio yang melingkar dapat menyebabkan daun menjadi gugur. Pada kondisi cuaca yang cocok, lesio mungkin membesar dan menyatu untuk mematikan keseluruhan daun dan kadang-kadang di bawah kondisi parah, tanaman dapat mati. Gejala juga terdeteksi pada tangkaidan leher malai. Infeksi pada leher malai disebut sebagai neck blast (neck rot atau fase panicle blast) (Agrios 2005) dan merupakan faktor kritis untuk produktivitas akhir. Jika infeksi terjadi pada dekat malai, bulir tidak akan terisi dan malai tetap ke arah atas sedangkan ketika malai terinfeksi pada fase akhir, bulir akan terbentuk sebagian (Scheuermann et al. 2012). Agrios (2005)

5

menambahkan blas juga mempengaruhi bagian collar, dimana kemungkinan dapat mematikan keseluruhan daun dan stem nodes.

Patogen cendawan blas pada padi telah diketahui sebagai P. oryzae tetapi tidak dapat dibedakan dari P. grisea, yang menyebabkan bintik daun berwarna abu-abu pada rumput-rumputan yang lain. Fase teleomorph yaitu Magnaporthe grisea

tidak ditemukan di alam tetapi dapat diproduksi setelah menyilangkan isolat kompaktibel yang sesuai di laboratorium. Cendawan memproduksi konidiofor yang simple, bewarna abu-abu, berbentuk pear, kebanyakan konidia mempunyai dua septa (Agrios 2005).

Patogen muncul sebagai miselium dan konidia pada jerami padi dan benih dan kemungkinan pada inang gulma. Pada daerah tropis, konidia muncul di udara sepanjang tahun. Cendawan memproduksi dan melepaskan konidia selama periode kelembapan relatif yang tinggi (90% atau ke atas). Konidia menjadi airborne dan mendarat di tanaman padi, melekat sangat kuat melalui lendir lengket yang dihasilkan di ujung konidia. Ketika daun padi atau permukaan batang basah, konidia berkecambah dan tabung kecambah memproduksi appressorium pada saat mempenetrasi permukaan tanaman. Appressorium juga dapat masuk melalui stomata. Produksi dan akumulasi melanin pada dinding sel appressorium penting untuk keberhasilan penetrasi. Bibit padi dan daun muda serta jaringan titik tumbuh lebih rentan dari pada tanaman dewasa dan bagian jaringan tanaman lainnya, pada temperatur optimum, lesio blas baru muncul dalam 4 sampai 5 hari setelah infeksi. Cuaca basah atau kelembapan relatif tinggi, konidia baru akan diproduksi dan dilepaskan dalam beberapa jam dari kemunculan lesio dan berlanjut untuk beberapa hari, dengan sebagian besar konidia dilepaskan pada tengah malam hingga matahari terbit.

Blas pada padi sangat menyukai kondisi pupuk nitrogen tinggi, periode kebasahan daun yang panjang dengan temperatur malam sekitar 20 oC. Patogen terdiri atas beberapa ras patogenik, tiap ras membawa gen virulensi berbeda. Beberapa gen utama untuk ketahanan terhadap blas telah teridentifikasi pada kultivar padi yang berbeda, tetapi tiap gen resisten cepat dipatahkan ketahanannya oleh kemunculan ras patogen baru (dalam 2 sampai 3 tahun) (Agrios 2005).

Bakteri Endofit

Bakteri endofit merupakan bakteri yang mengolonisasi tumbuhan secara internal tanpa merugikan terhadap tumbuhan (Hallmann et al. 1997b). Bakteri endofit umumnya diisolasi dari jaringan internal tumbuhan baik secara langsung melalui sentrifugasi atau secara tidak langsung melalui sterilisasi permukaan (Hallmann et al. 1997a).

Prosedur terpenting dalam melakukan isolasi endofit tersebut adalah teknik yang tepat dalam melakukan sterilisasi permukaan jaringan untuk menghindari kesalahan seperti didapatkannya koloni dari rizoplane/filosfer atau kontaminan yang berasal dari lingkungan sekitar. Berdasarkan pengertian tersebut diatas, bakteri endofit, yang menekankan pada fakta bahwa bakteri tersebut tidak menyebabkan efek merugikan terhadap tanaman. Terdapat beberapa tipe interaksi dari endofit yaitu: (i) netralisme- dimana tidak ada partner yang saling mempengaruhi dengan yang lain; (ii) simbiosis- dimana kedua organisme saling menguntungkan; dan (iii) komensalisme- dimana salah satu partner mendapat keuntungan dari interaksi tersebut dan yang lainnya tetap tidak terpengaruh.

6

Kolonisasi Bakteri Endofit

Sumber dari kolonisasi endofit sangat beragam dan dapat berkisar dari transmisi melalui benih dan material tanam vegetatif sebagai tempat masuk dari lingkungan sekitar seperti rhizosfer dan filosfer. Jika transmisi benih terjadi, bakteri akan menjadi pengkolonisasi sistemik yang sempurna, dapat tumbuh secara internal bersama tumbuhan dan mengolonisasi ovul (Hallmann 2001).

Interaksi yang kuat diantara tumbuhan inang dan bakteri endofit sudah ada sebelum kolonisasi endofit dan terlihat menjadi prasyarat untuk keberhasilan pertumbuhan dari tumbuhan inang. Sehubungan dengan karakteristik fase kolonisasi eksternal dan internal untuk kebanyakan asosiasi bakteri endofit dengan tumbuhan dapat terbagi menjadi interaksi prekolonisasi dan postkolonisasi (Hallmann 2001).

Interaksi Prekolonisasi

Interaksi prekolonisasi akan mencangkup pergerakan bakteri menuju akar, penempelan bakteri pada permukaan akar, proses pengenalan (recognition) tumbuhan-bakteri pada permukaan akar dan akhirnya penetrasi akar oleh bakteri, sedangkan interaksi postkolonisasi akan lebih mempertimbangkan multiplikasi dan penempatan bakteri di dalam jaringan akar, termasuk efek menguntungkan tumbuhan potensial (Gambar 1).

Gambar 1 Fase interaksi kolonisasi bakteri endofit pada permukaan akar (Hallmann 2001)

Pergerakan (Movement)

Bakteri endofit mungkin menemukan inangnya melalui kemotaksis atau melalui pertemuan yang tidak disengaja. Eksudat akar dilepaskan oleh tumbuhan memicu nutrisi yang dapat menarik bakteri endofit ke permukaan akar. Kontak bebas dengan akar mungkin menjadi penting dan sering diabaikan yang ternyata penting untuk menjadi prasyarat untuk penetrasi, terutama ketika mempertimbangkan efek dari faktor biotik seperti curah hujan dapat membantu pergerakan bakteri dalam tanah (Gambar 1).

Pelekatan (Attachment)

Reaksi inkompaktibel diantara tumbuhan dan bakteri patogen tumbuhan, dimana bakteri melekat pada dinding sel inang menginduksi kerusakan structural terhadap membran plasma, mengakibatkan pelepasan elektrolit dan kematian pada sel inang. Selama proses ini, kandungan fenolik yang bersifat racun juga dilepaskan dari sel inang untuk membunuh bakteri patogen di ruang interseluler. Bagaimanapun juga, pada interaksi kompaktibel pelekatan terhadap sel tumbuhan

Pergerakan

Pelekatan Pengenalan Penetrasi

7

dapat memicu pelepasan nutrient atau menstimulasi untuk pertumbuhan bakteri melalui tingkat degenerasi yang tingan dari membrane sel inang (Gambar 1).

Pengenalan (Recognition)

Masih terdapat pertanyaan apakah recognition merupakan hal penting yang menjadi persyaratan asosiasi endofit dan tumbuhan yang kompaktibel. Ketika bakteri endofit berada di dekat permukaan tumbuhan, terdapat pertanyaan yang muncul terkait mekanisme bakteri untuk recognition terhadap inang yang tepat atau mekanisme tumbuhan untuk recognition terhadap endofit yang sesuai. Jika recognition terjadi, kemudian membentuk specifik kontak diantara elisitor yang dilepaskan oleh bakteri maka reseptor koresponden dari tumbuhan inang harus telah dibentuk (Hallmann 2001).

Menurut Vance (1983), kontak ini mungkin terjadi secara ekstraseluler sebagai kejadian awal dalam asosiasi endofit dengan tumbuhan atau mungkin terjadi kemudian pada tingkat interseluler atau intraseluler. Lebih jauh lagi, hasil recognition ini dapat menjadi positif yaitu terjadinya asosiasi endofit dengan tumbuhan atau menjadi negatif yaitu kemungkinan terdapat respon seperti hipersensitif, induksi ketahanan, akumulasi fitoaleksin, dan pembentukan papilla yang membuat perkecualian terhadap bakteri dari tempat masuk ke dalam tumbuhan. Proses recognition akan menjelaskan kenapa hanya bakteri tertentu dari tanah, rhizosphere atau lingkungan filosfer dapat menjadi endofit dan tidak yang lain.

Hallmann (2001) menyatakan bagaimanapun juga, recognition dari bakteri endofit oleh tumbuhan dapat juga mengakibatkan stimulasi mekanisme pertahanan tumbuhan seperti reaksi hipersensitif atau akumulasi kandungan antrimikrobial dimana dapat menghambat kolonisasi endofit.

Penetrasi (Penetration)

Rute utama untuk masuknya bakteri endofit adalah: (1) lubang alami seperti hidatoda, stomata dan lentisel; (2) luka yang disebabkan abrasi oleh partikel tanah, serangan patogen, pembentukan akar lateral; (3) micropores; (4) kerusakan mekanik abiotik contoh hujan es. Bagaimanapun juga, hal yang pertama dan kemungkinan yang paling penting terhadap pintu masuk untuk bakteri endofit adalah melalui luka dan kehadiran micropores pada awal fase perkembangan akar. Jaringan akar muda biasanya lemah dan belum terdiferensiasi dan lapisan pelindung tanaman seperti lapisan lilin belum terbentuk untuk mencegah bakteri endofit dari pergerakan menuju lapisan yang dalam dari jaringan akar (Hallmann 2001).

Berdasarkan mode of entry yang disebutkan, bakteri mengambil keuntungan dari lubang alami atau buatan pada permukaan tumbuhan. Bagaimanapun juga, pertanyaan masih tetap sama apakah penetrasi bakteri endofit lebih banyak pasif atau lebih aktif. Penetrasi pasif alami dapat diasumsikan untuk lubang alami seperti hidatoda dan stomata, dimana pintu masuk didukung oleh sebuah lapisan film air yang membentang dari permukaan daun sampai pada hidatoda atau stomata. Bakteri yang telah mencapai hidatoda dan stoma dapat dengan mudah mengolonisasi ruang interseluler daun (Hallmann 2001).

Interaksi Postkolonisasi

Setelah melakukan penetrasi jaringan tumbuhan, bakteri endofit harus dapat berkembang dan mengolonisasi jaringan tumbuhan. Bakteri endofit selain

8

mengolonisasi bagian tertentu dari tumbuhan secara extensive, menjadi pengkolonisasi sistemik atau tetap laten pada jaringan dimana penetrasi terjadi. Dengan demikian, asosiasi tumbuhan-bakteri endofit dapat menjadi baik netral terhadap tumbuhan atau positif ketika pertumbuhan tumbuhan dan/atau kesehatan terstimulasi. Kolonisasi external dan internal dari akar tumbuhan oleh bakteri endofit dapat terjadi secara: 1) acak di atas permukaan akar, 2) dibawah sell epidermis yang rusak, 3) berasosiasi dengan luka tumbuhan, 4) pada tempat pembentukan akar lateral, 5) secara intraseluler di sel epidermis akar termasuk rambut akar, 6) secara interseluler di dalam korteks akar atau 7) berasosiasi dengan jaringan vaskuler (Gambar 2) (Hallmann 2001).

Multiplikasi (Multiplication)

Kepadatan populasi endofit secara umum rendah dan jarang melebihi log 5 cfu/g jaringan tumbuhan segar. Hal ini membuat ilustrasi akan multiplikasi bakteri menjadi sangat sulit.

Kolonisasi (Localization)

Bakteri endofit telah dilaporkan mengolonisasi berbagai bagian tumbuhan seperti akar, umbi, batang, daun, buah dan benih. Kolonisasi bakteri pada sistem vaskular masih memerlukan perhatian lebih jauh untuk mengklarifikasi apakah bakteri endofit secara primer mengolonisasi xilem, floem, keduanya atau hanya pada ruang interseluler. Kolonisasi bakteri pada tumbuhan inang terbagi menjadi fase external dan internal. Secara external, bakteri endofit ditemukan secara random pada permukaan akar, dibawah sel epidermis atau terkonsentrasi di antara sel epidermis yang berasosiasi dengan luka dan permbentukan akar lateral (Hallmann 2001).

Gambar 2 Kolonisasi external dan internal dari akar tumbuhan oleh bakteri endofit dapat terjadi secara: 1) acak di atas permukaan akar, 2) dibawah sel epidermis yang rusak, 3) berasosiasi dengan luka tumbuhan, 4) pada tempat pembentukan akar lateral, 5) secara intraseluler di sel epidermis akar termasuk rambut akar, 6) secara interseluler di dalam korteks akar atau 7) berasosiasi dengan jaringan vaskuler (Hallmann 2001)

Meskipun bakteri endofit dilaporkan dapat muncul di ruang intraseluler tumbuhan, kebanyakan bakteri endofit ditemukan di ruang interseluler pada lapisan kortex tumbuhan dengan kepadatan yang tinggi. Jumlah yang tinggi dari bakteri endofit juga ditemukan pada asosiasi yang erat dengan jaringan vaskuler dan secara

Epidermis Korteks Endodermis Jaringan Vaskular

9

intraseluler pada sel epidermis akar termasuk rambut akar. Secara umum, keberhasilan kolonisasi bakteri membutuhkan ketersediaan nutrisi pada jaringan tumbuhan untuk metabolisme bakteri. Sangat sedikit diketahui mengenai ketersediaan ruang internal untuk kolonisasi endofit. Ruang interseluler atau bahkan sel epidermis yang dikolonisasi oleh bakteri endofit biasanya dibungkus oleh sel bakteri, sedangkan area yang berdekatan dengan sel tersebut menjadi area bebas bakteri (Hallmann 2001).

Cendawan Endofit

Menurut Petrini (1991), cendawan endofit adalah semua cendawan yang hidup di dalam organ tumbuhan yang sebagian atau seluruh hidupnya mengolonisasi jaringan tumbuhan secara internal tanpa mengakibatkan dampak merugikan terhadap inangnya.

Stone et al. (2004) menyatakan tumbuhan tingkat tinggi dilengkapi dengan berbagai macam susunan lapisan yang menyusun struktur tubuh tumbuhan. Tumbuhan tersebut memiliki habitat beragam yang mendukung kumpulan berbagai macam spesies dari mikroorganisme. Cendawan yang merupakan salah satu komponen dominan dari kumpulan tersebut terdiri atas berbagai tipe yaitu pengkolonisasi permukaan daun dan ranting (epifit), jaringan internal dari daun (endofit daun), kulit kayu (bark endophytes), dan kayu (endofit xilem dan pengurai kayu). Hal ini sangat menarik walaupun belum jelas keterkaitannya, yaitu kolonisasi jaringan internal pada tanaman sehat oleh cendawan endofit membuka suatu wawasan baru bahwa tanaman tingkat tinggi diasumsikan seperti pelabuhan yang merupakan tempat berlabuh bagi cendawan tersebut. Stone et al. (2004) juga menyajikan perbandingan karakteristik dari cendawan endofit yang terdapat pada inang berdaun sempit dan inang berdaun lebar (Tabel 1).

Faeth (2002) melaporkan cendawan endofit, terutama yang berada dalam fase aseksual, kolonisasinya bersifat sistemik pada rumput. Hal tersebut merupakan bentuk mutualisme tanaman, dapat dilihat dari mikotoksin cendawan endofit, alkaloid pada rumput yang terinfeksi cendawan endofit, senyawa tersebut melindungi tanaman inang dari herbivora. Rodriguez et al. (2009) juga menyatakan semua tanaman pada ekosistem alami bersimbiosis dengan cendawan endofit. Kelompok cendawan yang beragam memberikan dampak besar pada komunitas tanaman melalui peningkatan kesehatan tanaman dengan memberikan toleransi terhadap cekaman biotik dan abiotik, meningkatkan biomasa dan menurunkan konsumsi air.

Tabel 1 Perbandingan karakteristik dari cendawan endofit Cendawan endofit pada tanaman

inang berdaun sempit

Cendawan endofit pada tanaman inang berdaun lebar

Hanya terdapat beberapa spesies dari golongan Clavicipitaceae

Kolonisasi jaringan lebih luas

Terdapat pada beberapa spesies inang Bersifat sistemik, ditransmisikan melalui benih

Kolonisasi inang hanya oleh satu spesies

Mempunyai banyak spesies, beragam secara taksonomi

Kolonisasi jaringan terbatas

Memiliki spesies inang yang terbatas Tidak bersifat sistemik, ditransmisikan oleh spora

10

Rodriguez et al. (2009) mengklasifikasikan cendawan endofit kedalam empat grup berdasarkan transmisi dan interaksi ekologinya (Tabel 2). Endofit kelas 1 menginfeksi inang berdaun sempit, secara umum memiliki transmisi vertikal dan memproduksi mikotoksin contohnya endofit rumput Epichloe festuca dan Neotyphodium sp. Endofit kelas 2 mempunyai kisaran inang berdaun lebar dan memiliki transmisi secara vertikal dan horizontal contohnya Phoma, Colletotrichum sp., Fusarium sp., and Curvularia sp.. Endofit kelas 3 dan kelas 4 menginfeksi inang berdaun lebar, memiliki transmisi horizontal dan menginfeksi tunas dan akar. Keempat kelas endofit tersebut dilaporkan dapat meningkatkan pertumbuhan dari inang dan memberikan manfaat seperti meningkatkan toleransi tanaman terhadap kekeringan.

Tabel 2 Klasifikasi cendawan endofit berdasarkan transmisi dan interaksi ekologi Kriteria Clavicipitaceous Nonclavicipitaceous

Kelas 1 Kelas 2 Kelas 3 Kelas 4 Kisaran Inang Berdaun sempit Berdaun

lebar Berdaun lebar Berdaun lebar Kolonisasi jaringan Tunas dan rhizoma Tunas, akar

dan rhizoma Tunas Akar Kolonisasi In

planta Ekstensif Ekstensif Terbatas Ekstensif

Biodiversitas

In planta Rendah Rendah Tinggi

Tidak diketahui Transmisi Vertikal dan

horisontal

Vertikal dan

horisontal Horisontal Horisontal Keuntungan

kebugaran pada tanaman*

NHA NHA dan

HA NHA NHA *Keuntungan Nonhabitat-adapted (NHA) seperti toleransi terhadap kekeringan dan peningkatan pertumbuhan. Keuntungan Habitat-adapted (HA) muncul karena adanya tekanan selektif dari habitat spesifik seperti pH, temperatur dan salinitas.

Potensi Endofit Sebagai Agens Hayati

Ide awal dari pengendalian hayati sebenarnya sederhana, yaitu mengendalikan sebuah patogen dengan secara sengaja menggunakan organisme hidup. Pada ekosistem alami, hal tersebut sudah terjadi dalam jumlah yang tak terhitung. Tujuan aplikasi pengendalian hayati di dunia pertanian adalah untuk mengefektifkan penggunaan organisme yang menguntungkan dan memaksimalkan kemampuannya dalam mengurangi aktivitas patogen dalam sebuah lingkungan namun hal ini terlihat lebih mudah untuk dikatakan dari pada dilakukan karena permasalahan dalam aplikasinya (Lazarovits et al. 2007). Populasi semua organisme hidup, berdasarkan aksi alami di habitatnya selalu terdapat pengurangan oleh musuh alaminya. Hal ini disebut sebagai pengendalian alami, tetapi ketika patogen dikendalikan, hal ini sering disebut sebagai pengendalian hayati dan agens yang digunakan dalam pengendalian disebut sebagai musuh alami. Manusia dapat mengeskploitasi pengendalian hayati berdasarkan berbagai cara untuk menekan populasi patogen. Pengembangan metode pengendalian hayati menjadi sangat

11

berkembang setelah aplikasi pestisida kimia sintetis menjadi metode dominan dari pengendalian patogen. Penggunaan pengendalian hayati berkembang karena para praktisi membutuhkan untuk mencari solusi terhadap masalah patogen ketika

Dokumen terkait