• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tahap II. Uji ekstrak S oortiana sebagai imunomodulator dan menurunkan risiko ksnker

PEMBAHASAN UMUM

Pada infeksi produktif MDV terjadi replikasi DNA virus, sintesis protein yang menghasilkan partikel virus secara lengkap. Virus menginfeksi, merusak, dan membunuh limfosit B maupun limfosit T. Selama infeksi, terjadi sitolisis sehingga pada puncak replikasi virus terjadi imunosupresi dan peningkatan sensitivitas inang pada infeksi bersamaan dengan turunnya bobot relatif bursa Fabricius dan timus (Payne dan Venugopal 2000, Islam et al. 2002).

Kerusakan jaringan sebagai konsekuensi infeksi pada umumnya disebabkan oleh respons imun inang terhadap mikroba serta produknya dan bukan disebabkan oleh mikroba bersangkutan (Kresno 2004). Radikal bebas diproduksi secara normal pada fungsi imunitas, yang diperlukan oleh sel imun untuk membunuh patogen dan mengeluarkannya. Dalam keadaan produksi yang berlebihan, yaitu pada kondisi patogenik, radikal bebas menyebabkan kerusakan sel imun dan menimbulkan imunosupresi. Eritrofagositosis juga terjadi pada penyakit Marek oleh makrofag. Dalam kondisi ini dibutuhkan keseimbangan oksidan-antioksidan untuk mengatur fungsi sistem imun dalam menjaga integritas dan fungsi lipida membran, protein seluler, asam nukleat serta mengatur ekspresi gen (Gilka dan Spencer 1995, Wu dan Meydani 1999). Struktur molekul antioksidan bukan hanya memiliki kemampuan melepas atom hidrogen tetapi juga mengubah radikal menjadi reaktivitas rendah sehingga tidak terjadi reaksi dengan lemak. Antioksidan terdiri atas antioksidan endogen yang dihasilkan oleh tubuh sendiri dan antioksidan eksogen yang berasal dari makanan (Jadav et al. 1996, Manampiring et al. 2000). Diet antioksidan eksogen mencegah kerusakan seluler melalui reaksi yang dilakukan oleh radikal bebas. Ayam yang diberi pakan diet semisintetik rendah antioksidan menunjukkan penurunan stabilitas eritrosit terhadap H2O2 atau 2,2’-azobis (2-amidinopropan) dihidrokhlorid (AAPH), tetapi peningkatan pada aktivitas katalase pada hepar, karbonil pada protein otot tak larut, dan peningkatan oksidasi lemak pada perlakuan pemanasan pada hepar dibandingkan dengan ayam yang diberi pakan konvensional. Pada percobaan ini, ayam model menjadi lebih peka terhadap perubahan oksidatif daripada ayam yang diberi pakan konvensional, yang ditunjukkan oleh rendahnya pertahanan antioksidan (Young et al. 2002).

57

Aktivitas benalu teh sebagai antioksidan yang terkandung dalam ekstrak ditandai dengan daya mereduksi kaliumferisianida [K3Fe (CN)6], menghambat oksidasi asam linoleat, kemampuan eliminasi terhadap H2O2 ((Leswara dan Kartin 1998, Santoso 2001, Susmandari 2002). Uji aktivitas antioksidan menggunakan radikal bebas 1,1-difenil-2-pikrilhidrazil (DPPH), dilakukan pada ekstrak daun benalu teh S. oortiana (ekstrak n-heksan, etilasetat, metanol, dan air). Aktivitas antioksidan ditentukan dengan nilai IC50 (ug/ml). Berdasarkan kurva konsentrasi (ug/ml) dengan peredaman radikal bebas (%) terlihat bahwa vitamin C sebagai kontrol positif memiliki potensi antioksidan tertinggi dengan nilai IC50 65,51, artinya dengan konsentrasi 65,51 ug/ml dapat menghambat 50% kerja radikal bebas DPPH. Semakin rendah nilai IC50 semakin tinggi potensi antioksidannya. Nilai IC50 ekstrak n-heksan adalah 697,68 ug/ml, ekstrak etilasetat adalah 617,03 ug/ml, ekstrak metanol 93,59 ug/ml, dan ekstrak air adalah 121,17 ug/ml (Simanjuntak 2004).

Pada penelitian ini digunakan ekstrak benalu teh S. oortiana dengan dosis 10 mg/kg bb pada ayam yang diinfeksi MDV onkogenik. Dosis ini digunakan untuk mencegah sitolisis bursa Fabricius dan timus yang diukur berdasarkan bobot relatif organ tersebut dan ukuran diameter folikel bursa Fabricius pada 20 dan 40 hari p.i. Menurut Fadly (2000) replikasi virus herpes pada bursa Fabricius dan timus menimbulkan imunosupresi transien, perubahan sitolitik akut pada organ ini ditandai dengan atropi. Pada infeksi eksperimental terjadi lesi bursa Fabricius yang mengalami degenerasi folikuler, nekrosis limfoid sehingga mengalami atropi, dan pembentukan kista.

Ekstrak benalu teh (S. oortiana) berkhasiat sebagai imunomodulator karena mampu meningkatkan rataan bobot relatif bursa Fabricius, bobot relatif timus, dan diameter folikel bursa Fabricius. Hasil tersebut tercermin dari peningkatan rataan bobot realatif bursa Fabricius pada kelompok ayam yang diberi ekstrak S. oortiana dibanding kelompok yang diberi ekstrak dikombinasi dengan infeksi MDV maupun kelompok ayam yang hanya diinfeksi MDV 20 hari p.i. Bobot relatif timus pada kelompok ayam yang diberi ektrak S. oortiana dan diinfeksi MDV tidak mengalami penurunan pada 20 hari pascainfeksi. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak S. oortiana mampu menghambat imunosupresi akibat infeksi MDV. Pada pengamatan ini terjadi peningkatan rataan diameter

folikel bursa Fabricius 40 hari pascainfeksi pada kelompok ayam perlakuan kombinasi ekstrak S. oortiana dibanding dengan semua kelompok perlakuan.

Ekstrak benalu teh spesies Scurrula atropurpurea mengandung 16 bahan bioaktif yang terdiri atas dari enam senyawa asam lemak, dua santin, dua glikosida flavonol, satu glikosida monoterpen, satu glikosida lignan, dan empat flavon (Ohashi et al. 2003). Kemampuan benalu teh menghambat kerusakan oksidatif yang disebabkan oleh radikal bebas berkaitan dengan aktivitas bahan aktif pada benalu teh sebagai antioksidan. Daun dan batang tanaman ini mengandung alkaloid, flavonoid, glikosida, triterpen, saponin, dan tanin yang berperan sebagi antioksidan (Windardi dan Rahajoe 1998, Achi 2005). Potensi flavonoid sebagai antioksidan dan kemampuannya mengurangi aktivitas radikal hidroksi, anion superoksida, dan radikal peroksida lemak menjadikan flavonoid bereperan penting dan sangat erat kaitannya dengan proses dan epidemiologi penyakit (Larbier dan Leclerco 1992, Miller 1996).

Pada imunitas nonspesifik hewan mengaktivasi makrofag untuk memproduksi agen penghancur produk mikroba dengan cara mensintesis nitric oxyde synthase. Enzim ini menggunakan NADPH dan oksigen untuk mengaktivasi L-arginin untuk memproduksi nitrit oksida (NO) dan sitrulin (Tizzard 2000). Keberadaan iNOS berdasarkan reaksi positif dengan pewarnaan imunohistokimia pada jaringan hati diduga terkait dengan aktivitas sel-sel dalam hati yang diekspresikan oleh sel-sel Kupffer maupun sel endotel. Kelompok ayam yang diberi ekstrak S. oortiana tanpa infeksi MDV (A) mengalami peningkatan pembentukan iNOS yang lebih banyak jika dibandingkan dengan kelompok ayam tanpa diberi ekstrak S. oortiana tanpa infeksi MDV (B).

Nitrit oksida merupakan molekul yang penting yang mempengaruhi sistem kardiovaskuler. Nitrit oksida merupakan senyawa yang bersifat toksik dan berumur pendek, berupa molekul gas yang diproduksi oleh enzim inducible NO synthase, dengan cara mengubah asam amino arginin menjadi NO dan sitrulin (Beccker et al. 2000). Molekul NO berperan penting sebagai regulator kardiovaskuler, meningkatkan tekanan darah, diproduksi oleh neuron dan makrofag. Nitrit oksida memiliki jumlah elektron ganjil dan sebagai radikal bebas, molekul ini relatif stabil namun bereaksi cepat bila bertemu dengan senyawa yang mengandung elektron yang tidak berpasangan, misalnya

59

molekul oksigen, anion superoksida dan ion logam (Cambel dan Smith 2001). Flavonoid telah diketahui sebagai antibakteri, antiviral, antiinflamasi, antialergi, antimutagenik, antitrombotik, dan aktivitas vasodilatasi (Larbier dan Leclerco 1992, Miller 1996).

Infeksi MDV mampu meningkatkan jumlah sel yang menghasilkan iNOS baik pada kelompok yang diberi ekstrak maupun tanpa diberi ekstrak S. oortiana dibanding dengan kelompok ayam tanpa infeksi. Hal ini menunjukkan bahwa infeksi MDV mampu meningkatkan produksi iNOS sebagai bagian dari respons imun nonspesifik. Feng et al. (2002) menyatakan pertumbuhan dan metastasis tumor bergantung pada bertambahnya suplai darah melalui angiogenesis, ekspresi yang berlebihan dari iNOS dan vascular endothelial growth factor (VEGF) menginduksi angiogenesis pada tumor. P53 menekan angiogenesis dengan cara menurunkan VEGF dan iNOS.

Sesuai dengan pendapat Xing dan Schat (2000) peran sitokin pada patogenesis dan imunitas terhadap MD, yang diinduksi oleh virus herpes menyebabkan limfoma pada sel T. Pada ayam umur 21 hari yang diinfeksi MDV, dilaporkan terjadi peningkatan transkipsi IF-Y setelah 3 hari p.i sampai akhir percobaan, yaitu 15 hari p.i, ketika iNOS dan IL-1ß mengalami peningkatan antara 6 sampai 15 hari p.i. Pada ayam umur 1 hari p.i mRNA untuk mengekspresikan IF-Y dan iNOS, meningkat antara 16 sampai dengan 64 kali pada 9 hari p.i. Kesimpulan dapat diambil bahwa iNOS berperan pada patogenesis MD.

Sistem imun pada unggas bekerja secara umum seperti sistem imun pada mamalia. Stimulasi antigenik menginduksi respons imun yang dilakukan sistem seluler secara bersama-sama diperankan oleh makrofag, limfosit B, dan limfosit T. Makrofag memproses antigen dan menyerahkannya kepada limfosit. Limfosit B, yang berperan sebagai mediator imunitas humoral, yang mengalami transformasi menjadi sel plasma dan memproduksi antibodi (Sharma 1991). Antibodi diproduksi oleh sistem imun spesifik primer pada pemulihan pada infeksi virus dan pertahanan pada serangan infeksi virus (Mayer 2003). Pengambilan serum darah dilakukan secara bertahap, yaitu pada 10, 20, dan 30 hari p.i., titer antibodi diukur secara kuantitatif berdasarkan tinggi rendahnya antibodi terhadap MDV menggunakan metoda enzyme linkage immunosorbent assay (ELISA).

Meningkatnya titer antibodi terhadap MDV pada 20 hari kelompok perlakuan pemberian benalu teh dan infeksi MDV (C) lebih tinggi daripada kelompok tanpa pemberian benalu teh dan tanpa infeksi MDV (B). Hal ini disebabkan adanya kombinasi pengaruh imunomodulasi ekstrak S. oortiana

dengan faktor imunostimulasi sebagai respon imun akibat tindakan uji tantang. Antibodi diproduksi oleh sistem imun spesifik primer pada pemulihan infeksi virus dan pertahanan terhadap serangan infeksi virus (Mayer 2003). Tanaman benalu teh S. artopurpurea secara empirik digunakan untuk mengobati penyakit kanker. Aktivitasnya sebagai antikanker adalah secara tidak langsung, yaitu melalui sistem kekebalan dengan cara meningkatkan konsentrasi imunoglobulin G (IgG). Pemakaiannya sebagai obat antitumor atau antikanker menimbulkan dugaan bahwa bahan tersebut bersifat imunostimulator, yaitu meningkatkan konsentrasi IgG (Winarno et al. 2000).

Pemeriksaan imunohistokimia keberadaan MDV pada bursa Fabricius menunjukkan terjadi penurunan pada kelompok ayam yang diinfeksi dengan MDV dan diberi ekstrak S. oortiana. Secara umum jika antigen diinjeksikan pada hewan, kemudian hewan tersebut akan memproduksi antibodi untuk menangkap antigen tersebut dan menghancurkannya. Antibodi bersifat spesifik dan hanya berikatan dengan antigen yang menstimulasi produksi antibodi tersebut. Produksi antibodi membutuhkan waktu interval beberapa hari setelah injeksi, dan puncak tertinggi tercapai pada 10-14 kemudian mengalami penurunan (Tizzard 2000).

Pemberian ekstrak S. oortiana pada ayam yang diuji tantang dengan MDV onkogen mampu menurunkan risiko kanker yang ditandai dengan penurunan persentase limfosit pada leukosit ayam yang diberi benalu teh dan diinfeksi MDV pada 20 hari p.i dan jumlah limfosit submukosa proventrikulus 40 hari p.i pada kelompok ayam yang diberi benalu teh dan diinfeksi yang berbeda dengan kelompok ayam tanpa diberi benalu teh dan diinfeksi. Perubahan histopatologi pada 40 hari p.i yang terjadi akibat infeksi MDV adalah infiltrasi sel-sel limfoid dan makrofag pada organ hati. Kelompok ayam yang diberi ekstrak benalu teh dan diinfeksi MDV ternyata mampu menekan pertumbuhan sel-sel limfoid atau sel tumor, yang ditunjukkan dengan jumlah sel limfoid yang lebih sedikit dibandingkan dengan hati pada kelompok ayam tanpa diberi ekstrak benalu teh dan diinfeksi MDV.

61

Induksi apoptosis pada sel tumor adalah sangat penting dalam manajemen baik pada pencegahan maupun terapi kanker (Trapdhar et al.

2001). Katehin efektif menghambat proliferasi sel Hela sampai dengan 60% dengan cara meningkatkan adesi sel dan meningkatkan apoptosis (Fernandez 2006). Katehin adalah salah satu komponen utama yang terdapat dalam teh dan benalu teh yang mempunyai daya aktivitas menghambat kanker. Teh memiliki kandungan katehin paling tinggi dibanding dengan semua benalu teh, yaitu sebesar 3,1735% dan yang paling tinggi di antara benalu teh adalah S. oortiana bagian daun sebesar 1,3692%, S. junghunii sebesar 1,1497%,

Lepeostegeres gemmiflorus sebesar 0,8631%, dan Dendropthoe pentandra

sebesar 0,7437% (Simanjuntak et al. 2006).

Dua struktur fenol, yaitu lignan dan flavonoid, memiliki peran sebagai antioksidan dan juga mencegah perubahan dari prokarsinogen menjadi karsinogen atau mengeliminasi radikal bebas, dan pada usus mereduksi risiko kanker di bagian kolon (Aldercreutz 1996). Hasil isolasi dan eludasi struktur kimia benalu teh Scurrula artopurpurea (Lorantaceae) diperoleh senyawa berikatan rangkap tiga, asam oktadeka 8,10,12 tryonat (1) yang telah diuji terhadap sel kanker dan mempunyai inhibisi sebesar 94,9% pada konsentrasi 5 µg/ml. Sementara itu kandungan senyawa flavonoid, katehin (2) dan epi- katehin (3) yang terlebih dahulu dikenal sebagai pencegah serangan kanker mempunyai daya inhibisi sebesar 34% pada 10 µg/ml (Ohashi et al, 2003)

Tiga senyawa flavonoid alam telah diisolasi menggunakan etil asetat yang berasal dari fraksinasi S. feruginosa. Flavonoid tersebut terdiri atas kuersetin, kuersetrin, dan flavonol glikosida 4-O-asetil kuersetrin. Evaluasi daya sitotoksik pada kultur jaringan kanker glioblastoma manusia menunjukkan bahwa kuersetin memiliki aktivitas tertinggi (Le Dévéhat et al. 2002). Senyawa polifenolat alam, termasuk flavonoid yang disintesis oleh tanaman, mampu memperbaiki kesehatan. Kuersetin dan kuersetin glikosida yang tersebar pada flavonoid banyak ditemukan pada buah dan sayur. Senyawa ini secara luas berperan pada perbaikan kesehatan sehingga menjadi penting dan menarik (Boyer et al. 2005, Lila et al. 2005). Degradasi isoflavon dan flavonoid dalam saluran pencernaan menjadi senyawa monofenolat memiliki daya tarik karena beberapa monofenolat memiliki sifat berefek sebagai antiproliferatif, misalnya senyawa metil p-hidroksifenolat dapat menghambat sel MCF-7 secara in-vitro

(Hendrich et al. 1999). Ikatan dengan protein menghasilkan pelapisan substansi yang merupakan kapasitas antioksidan flavonoid. Pada kejadian ini penambahan aktivitas intrinsik dari senyawa, metabolisme, ikatan terhadap protein juga menentukan untuk mempengaruhi efek pemberian flavonoid secara invivo (Arts etal. 2002).

Infus benalu teh ternyata mampu menghambat proliferasi sel tumor kelenjar susu (Mus musculus L) galur C3H. Daya hambat infus benalu teh tersebut kemungkinan diberikan oleh steroida, glikosida, triterpenoid, dan saponin yang terdapat dalam ekstrak tersebut (Nugroho et al. 2000). Ekstrak batang maupun daun Scurrula oortiana mampu meningkatkan sensitivitas atau suseptibilitas pada sel WEHI-164 pada TNF-α, peningkatan sensitivitas lebih dari 160 kali dibanding dengan sel kontrol tanpa perlakuan. Penelitian ini menunjukkan bahwa ekstrak air S. oortiana secara nyata bersifat sitotoksik pada sel tumor WEHI-164 dan meningkatkan sensitivitas sel tumor pada TNF-α sehingga mengalami lisis (Murwani 2003).

Potensi ekstrak benalu teh S. oortiana sebagai imunomodulator ditandai dengan peningkatan bobot relatif bursa Fabricius pada kelompok ayam yang diberi ekstrak benalu teh tanpa infeksi dan bobot relatif timus pada kelompok ayam yang diberi benalu teh MDV tidak mengalami penurunan akibat infeksi MDV pada 20 hari p.i. Terjadi peningkatan diameter folikel bursa Fabricius pada kelompok ayam yang diberi ekstrak benalu teh dan diinfeksi MDV, pada 40 hari p.i. Imunitas nonspesifik berdasarkan hasil pemeriksaan imunohistokimia memperlihatkan peningkatan pembentukan iNOS pada ayam yang diberi benalu teh tanpa infeksi MDV, pada 20 hari p.i. Imunitas humoral, yaitu titer antibodi terhadap MDV terjadi peningkatan pada kelompok ayam yang diberi ekstrak benalu teh dan diinfeksi MDV, pada 20 hari p.i.

Ekstrak benalu teh S. oortiana mampu menurunkan jumlah virus MDV pada kelompok ayam yang diberi ekstrak benalu teh dan diinfeksi MDV pada 20 hari p.i. Kemampuan menurunkan risiko kanker ditandai dengan menurunnya persentase limfosit pada leukosit 20 hari p.i, jumlah sel-sel limfosit pada submukosa proventrikulus dan perubahan histopatologi pada organ hati menunjukkan penurunan jumlah sel-sel limfoid pada kelompok ayam yang diberi benalu teh dan diinfeksi MDV, pada 40 hari p.i.

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan diketahui ada interaksi antara

pemberian ekstrak benalu teh Scurrula oortiana dengan perkembangan (uji

tantang) infeksi Marek Disease Virus (MDV) onkogenik pada ayam petelur:

Infeksi (uji tantang) MDV onkogenik dengan dosis 1.0 X 103 TCID50 pada

ayam ras petelur betina menimbulkan imunosupresi pada 20 hari pascainfeksi (p.i.) dan terjadi pemulihan menjadi normal pada 40 hari p.i.; berdasarkan bobot relatif bursa Fabricius dan timus serta ukuran diameter folikel bursa Fabricius. Infeksi MDV mampu menimbulkan neoplasma pada 20 hari p.i dan terjadi peningkatan patogenitas berdasarkan jumlah limfosit yang ditemukan pada proventrikulus dan organ hati 40 hari p.i.

Pemberian ekstrak S. oortiana dosis 10 mg/kg bb pada ayam ras petelur betina berpotensi sebagai imunomodulator, yang ditandai dengan peningkatan bobot relatif bursa Fabricius dan timus pada 20 hari p.i, dan meningkatkan diameter folikel bursa Fabricius pada 40 p.i. Pengaruh pada imunitas nonspesifik ditandai dengan meningkatnya kadar inducible Nitric Oxide Syntase (iNOS) pada organ hati 20 hari p.i. Pengaruh pemanfaatan ekstrak benalu teh terhadap imunitas humoral ditandai dengan meningkatnya titer antibodi terhadap MDV pada kombinasi pemberian ekstrak benalu teh dengan uji tantang MDV 20 hari p.i.

Khasiat ekstrak S. oortiana memiliki potensi sebagai antivirus, yang ditandai dengan kemampuannya menghambat perkembangan MDV pada bursa Fabricius 20 hari p.i. Ekstrak S. oortiana juga mampu mengurangi risiko neoplasma, yang ditandai dengan menurunnya persentase limfosit pada leukosit 20 hari p.i. dan jumlah limfosit pada proventrikulus dan organ hati 40 hari p.i.

Abbas AK, Lichtman AH, Pober JS. 2000. Celluler and Molecular Immunologi. 4th Ed. W.B. Ssaunders Company. Harcourt Health Science Company.

Achi AA. 2000. Misletoe and Clinical Use. US Pharm 30101: 12-18.

Ada GL. 2000. Challenges of Chronic Persisting Infection of Global Importance for Vaccine Developers. Biosciece. Ed. CA. Pasternak. Imperial College Press. Adhami M, Nihal A, Hasan M. 2003. Targets for green tea in prostate cancer

prevention. J Nutr 133: 2417S-2424S.

Agapov II. et al. 1999. Mistletoe lectin dissociates into catalytic and binding subunits before translocation across the membrane to the cytoplasm. FEBS Letters (452): 211-214.

Aldercreutz H. 1996. Lignan and isoflavonoids: epidemiology and possible role in prevention of cancer. Natural antioxidants and food quality in atherosclerosis and cancer prevention. Edited by Kumpulainen JT and Salonen JT. The Royal Scociety of Chemistry Information.

Arnelia 2006. Fito-kimia komponen ajaib cegah PJK, DM dan kanker. Puslitbang Gizi. Lmbaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. File:///E:/kimi@net.htm. [Januari 2007].

Anobile JM et al. 2006. Marek’s oncogene. J Virol 80 (3): 1160-166.

Arts MJ, et al. 2002. Interaction between flavonoids and proteins: Effect on the total antioxidant capacity. J Agric Food Chem 50:1184-1187.

Baigent SJ, RossLJN, Davison TF. 1996. A flow cytometric method for identifying Marek’s disease virus pp38 expression in lymphocyte subpopulation. Avian pathol 25: 255-267.

Barrow AD, Burgess SC, Howes K, Nair VK. 2003. Monocytosis is associated with the onset of leukocyte and viral infiltration of the brain in chickens infected with the very virulent Marek’s disease virus starin C12/130. Avian Pathol (32): 183-191.

Becker, Maydani. 1984. dalam Benedict AA. 1999. Immunology role of Antioxidant Vitamine. CAB International Antioxidant Human in Health (eds TK. Basu. N.I. Temple and M.L.Garg).

Becker WM, Kleinsmith LJ, Hardin J. 2000. The Word of the Cell. The Benjamin/Coming Publishing Company.

Benedich A. 1999. Immunological role of antioxidant vitamins. Antioxidant in human health and disease. Edited : Basu TK, Temple NJ, Garg ML. University of Newcastle Collaghan, NSW Australia. Cabi Publishing.

Benchimol S dan Minden MD. 1998. Virus, oncogenes, and tumor supressor genes. The basic science oncology. 3rd edition. Editor Tannock IF dan Hill RP. McGraw-Hill Healt Preofesion Devision.

Blokhina O, Kleinsmith LJ, Hardin J. 2003. Antioxidant, Oxidative Damage and Oxygent Deprevation Stress. Ann Bot 91: 179-194.

65

Boyer J, Brown D, Liu RH. 2005. Invitro digestion and lactase treatment Influence uptake of quercetin and quercetin glukosida by the caco-2 cell monolayer. Nutr J Doi 10.1186: 1491.

Buhler DR. 2003. Antioxidant Activities of Flavonoids. Departement of Environmental and Molecular Toxicology Oregon State University. Ipi @oregontate.edu [12 Oktober 2005]

Burgess SC, Davison TF. 2002. Identification of the Neoplastically Transformed Cells in Marek’s Disease Herpesvirus-Induced Lymphomas : Recognition by the Monoclonal Antibody AV37. J Virol 7276-7292

Cann A.J. 1997. Principle of Molecular Virology. Acdemic Press. 2nd Edition Capter 6.

Calnek BW, Harris RW, Bucaglia C, Schat KA, Lucio B. 1998. Relationship between the immunosuppressive Potential and the pathotype of marek’s disease virus isolates. Avian disease 42:124-132.

Cambell PN, Smith AD. 2000. Biochemistry Illustrated. 4th Edition. Churchill Livingstone.

Chevile NF. 1999. Introduction to Veterinary Pathology. 2nd. Ed. Iovastate University

Press/AMS.

Cho K-O, Ohashi K, Onuma M. 1999. Electron microcopic and immunohistochemical localization of Marek’s disease (MD) herpesvirus particles in MD Skin Lymphomas. Vet Pathol 36: 314-320.

Crowell JA. 2005. The chemopreventive agent development research program in the Division of Cancer Prevention of the US National Cancer Institute : An overview. www.ejconline.com. [ 6 July 2005].

Davison F. 1997. The immunology of marek’s disease. World Poultry Dec. 1997: 15-16.

Devehat Fl, Tomasi S, Fontanel, Boustie J. 2002. Flavonoid from Scurrula ferruginosa Danser Lorantaceae).

Djeraba A, et al. 2002. Protective Effect of Avian Myelomonocytic Growth Factor in Infection with Marek’s DiseaseVirus.File:///D:/SAMSI%20(G) /Protective%20 Effect%20of%20Avian%. [14 Agustus 2006]

Dohms JE. 1991. Mekanisms of Immunosupresssion. Vet Immunol and Immunopathol 30: 19-30.

Dorai T, Agrawal BB. 2004. Role of chemopreventive agents in cancer therapy. www.sciencedirect.com. [ 14 Agustus 2006].

Fadly AM. 1997. The etiology and pathology of marek’s disease. World Poultry December 1997: 8-9.

Fadly AM. 2000. Neoplastic disease. Disease of Poultry. Ed. Saif YM. Iowa State Pr. A Blackwell Publishing Company.

Feng et al. 2002. Expression of p53, inducible nitric oxide synthase and vascular endothelium growt factor in gastric cancerous lesions : corelation whith clinical features. BMC Cancer 20: 2-8.

Fernandez XA et al. 2006. Chemopreventive Activity of Polyphenolics from Black Jamapa Bean (Phaseolus vulgaris L.) on HeLa and HaCaT Cells. J Agric Food Chem 54: 2116-2122.

Flora SD, Ferguson LR. 2005. Overviuw of mechanisms of cancer chemopreventive agents. Mutation reseach 591: 8-15.

Gerhäuser C. et al. 2005. Mechanism-based in vitro screening of potential cancer chemopreventive agents. www.elsevier .com/locate/molmut. [ 14 Augustus 2006].

Gilka F, Spencer JL. 1995. Extravascular haemolytic anameimia in chicks infected with highly pathogenic marek’s disease viruses. Avian Pathol (2) : 393- 410.

Gimeno IM. Et al. 2005. The pp38 gene of marek’s disease virus (MDV) is necessary for cytolytic Infection of B cells and maintanance of the transformed state but not for cytolytic infection of the feather follicle epithelium and horizontal spread of MDV. J Virol 4545-4549.

Hendrich S, Wang G-J, Lin H-K, Xu X, T B-Y, Wang H-J, dan Murphy P.1999 Isoflavon Metabolism and Bioavalability. Antioxidant Status, Diet, Nutrition, and Health. Edited by Papas A m. CRC Pr.

Houghton PJ, Raman A. 1998. Laboratory Handbook for the Fractionation of Natural Extracts. First edition. Published by Chapman and Hall, London. Howell NK, Saeed S. 1999. The effect of Antioxidants on the Prduction of lipid

Oxidation Product and Transfer of Free Radicals Oxidazed Lipid-Protein Systems. CAB International Antioxidant Human in Health (eds TK. Basu. N.I. Temple and M.L.Garg).

Hunt RC. 2003. Virology Chapter Six “Oncogenic Virus” Microbiology and

Immunology. University of South Carolina.

Dokumen terkait