• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ekstrak Benalu Teh (Scurrula oortiana) Sebagai Imunomodulator dan Antitumor pada Infeksi Marek’s Disease virus (MDV) Onkogenik Serotipe 1 pada Ayam

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Ekstrak Benalu Teh (Scurrula oortiana) Sebagai Imunomodulator dan Antitumor pada Infeksi Marek’s Disease virus (MDV) Onkogenik Serotipe 1 pada Ayam"

Copied!
198
0
0

Teks penuh

(1)

IMUNOMODULATOR DAN ANTITUMOR INFEKSI Marek’s

Disease Virus (MDV) SEROTIPA 1 ONKOGENIK PADA AYAM

MUHAMAD SAMSI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa disertasi saya dengan

judul : Ekstrak Benalu Teh (Scurrula oortiana) Sebagai Imunomodulator dan Antitumor pada Infeksi Marek’s disease virus (MDV) Sertipa 1 Onkogenik pada Ayam adalah benar-benar asli karya saya dengan arahan komisi pembimbing, dan bukan hasil jiplakan atau tiruan dari tulisan siapa pun serta belum diajukan dalam

bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.

Bogor, Agustus 2007.

Muhamad Samsi NIM. B161030011

(3)

MUHAMAD SAMSI. The Tea Parasite (Scurrula oortiana) Extract as Immunomodulator and Antitumor on the Infection of Marek’s Disease Virus (MDV)

Serotype 1 Oncogenic in Chicken. Under supervision of MARTHEN B.M. MALOLE,

WASMEN MANALU, and EKOWATI HANDHARYANI.

Marek’s disease virus (MDV) is one of oncogenic herpesvirus which has a DNA as nucleic acid. It causes immunosupresion and cancer in chicken. This study was aimed to find out the mechanism of Marek’s disease in layer commercial chickens which administered orally with extract of tea parasite (Scurrula oortiana) in dose of10 mg/kg bw through drinking water, then the chickens were infected by intraperitoneal oncogenic MDV in dose 1,0 x103 TCID50. The study used 60 layer

commercial day old chicks (DOC) divided into four group of treatments. The

treatments were group A (administered S. oortiana extract and without MDV

infection), B (neither S. oortiana nor MDV infection), C(administered S. oortiana

extract and whith MDV infection), and D (none administered S. oortiana extract, but whith MDV infection). This study was conducted for 60 days.

The analysis showed that MDV oncogenic caused immunosupresion at day

post infection (p.i) and recovery to be normal based on relative weight of bursa of Fabricius and thymus, and also diameter of the bursa of Fabricius follicle at 40 of post infection. Moreover, the MDV caused cancer at day 20 of post infection. and increased pathogensity based on the amount of the proventriculus limphocyte, and pathogenesis of liver cancers at day 40 of post infection. The extract of S. oortiana

had a capability as an immunomodulator as indicated by the increase of relative weight of bursa of Fabricius and thymus at day 20 of post infection. and the increase of diameter of bursa of Fabricius follicle at day 40 of post infection.

. Its effect on nonspesific immunity was indicated with the increase of inducible nitric oxyde shynthase (iNOS) enzyme at 20 of day p.i. Its effect on the humoral immunity was indicated with the increase of antibody titre against MDV at day 20 of post infection. The special property of S. oortiana extract as antivirus was indicated by the inhibition the MDV development on the bursa of Fabricius at day 20 of post infection. The extract also decrease the amount of lymphocyte of submucous proventriculus and liver pathogenesis at day 40 of post infection.

(4)

RINGKASAN

MUHAMAD SAMSI. Ekstrak Benalu Teh (Scurrula oortiana) Sebagai

Imunomodulator dan Antitumor pada Infeksi Marek’s disease virus(MDV)Onkogenik Serotipe 1 pada Ayam. Dibimbing oleh MARTHEN B.M. MALOLE, WASMEN MANALU, dan EKOWATI HANDHARYANI.

Ayam dalam kondisi normal memproduksi radikal bebas (prooksidan) sebagai proses fisiologis yang seimbang dengan antioksidan endogen yang tersedia. Infeksi Marek’s disease virus(MDV) onkogenik pada ayam diawali sitolisis pada limfosit B dan limfosit T, ayam memberikan responss imun yang didahului oleh responss imun nonspesifik, yaitu fagositosis oleh mekrofag dan neutrofil yang menghasilkan bahan penghancur mikroorganisme patogen berupa peningkatan produksi radikal bebas yang memiliki efek samping, yaitu kerusakan molekul-molekul pada sel sehingga menimbulkan sitolisis termasuk pada limfosit B dan limfosit T. Radikal bebas merupakan bahan karsinogen yang menimbulkan mutasi gen sehingga dapat menginduksi terjadinya kanker. Virus penyebab tumor disebut virus onkogen dan gen yang ada pada virus disebut viral oncogen (V-onc) yang homolog dengan sekuen DNA pada gen seluler inang, yaitu protooncogen (C-onc) yang dapat berinteraksi dengan gen virus. Terjadinya transformasi pada gen seluler inang oleh gen virus bergantung pada resistensi seluler inang, virulensi virus penyebab, dan kehadiran substansi kimia penyebab tumor, yaitu bahan karsinogen yang menginduksi terjadinya mutasi.

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh ekstrak benalu teh Scurrula oortiana terhadap fenomena imunologis dan risiko kanker pada ayam yang diinfeksi virusherpes MDV onkogenik, sedangkan secara khusus tujuan penelitian ini adalah: pembuktian secara ilmiah khasiat eksstrak S. oortiana sebagai imunomodulator dan mengurangi risiko kanker, menggunakan parameter imunologi. Menjadikan benalu teh S. oortiana sebagai obat herbal berstandar.

Tahap pertama uji penentuan dosis infeksi MDV onkogenik, digunakan 20 ekor ayam dibagi ke dalam lima kelompok perlakuan masing-masing empat ekor yaitu : A. kontrol tanpa infeksi, B. diinfeksi intraperitoneal dengan dosis 0,125 x 1000 EID50, C. 0,250 x 1000 EID50, D 0,500 x 1000 EID50, dan E 1 x 1000 EID50.

Sedangkan tahap kedua digunakan 60 ekor ayam dibagi ke dalam empat kelompok perlakuan yaitu : perlakuan A. diberi ekstrak S. oortiana dengan, tanpa infeksi MDV, B tanpa pemberian ekstrak S. oortiana dan tanpa infeksi MDV, C diberi ekstrak S. oortiana dan diinfeksi MDV, dan D tanpa diberi ekstrak S.oortiana, diinfeksi MDV. Ekstrak benalu teh diberikan secara oral (dicekok) sejak ayam berumur 15 hari sampai akhir percobaan, dengan dosis 10 mg/kg bobot badan yang dilarutkan dalam air minum. Ayam diinfeksi dengan virus Marek pada umur 20 hari secara intraperitoneal dengan dosis 1.000 EID50. Parameter yang diamati : Perhitungan

(5)

dengan paningkatan rataan bobot relatif bursa Fabricius, bobot relatif timus, dan diameter folikel bursa Fabricius. Hasil tersebut tercermin dari meningkatnya rataan bobot realatif bursa Fabricius pada kelompok ayam yang diberi ekstrak S. oortiana

dibanding kelompok yang diberi ekstrak dikombinasi dengan infeksi MDV maupun keleompok ayam yang hanya diinfeksi MDV 20 hari p.i. Bobot relalatif timus pada kelompok ayam yang diberi ektrak S. oortiana dan diinfeksi MDV tidak mengalami

penurunan pada 20 hari pascainfeksi, hal ini menunjukkan bahwa ekstrak S.

oortiana mampu menghambat imunosupresi akibat infeksi MDV. Pada pengamatan ini terjadi peningkatan rataan diameter folikel bursa Fabricius 40 hari pascainfeksi pada kelompok ayam perlakuan kombinasi ekstrak S. oortiana dibanding dengan semua kelompok perlakuan.

Keberadaan iNOS berdasarkan reaksi positif dengan pewarnaan imunohistokimia pada jaringan hati diduga terkait dengan aktivitas sel-sel dalam hati yang diekspresikan oleh sel-sel Kupffer maupun sel endotel. Kelompok ayam yang

diberi ekstrak S. oortiana tanpa infeksi MDV (A) mengalami peningkatan

pembentukan iNOS yang lebih banyak jika dibandingkan dengan kelompok ayam tanpa diberi ekstrak S. oortiana tanpa infeksi MDV (B). Infeksi MDV mampu meningkatkan jumlah sel yang menghasilkan iNOS baik pada kelompok yang diberi ekstrak maupun tanpa diberi ekstrak S. oortiana dibanding dengan kelompok ayam tanpa infeksi. Hal ini menunjukkan bahwa infeksi MDV mampu meningkatkan produksi iNOS sebagai bagian dari responss imun nonspesifik.

Meningkatnya titer antibodi terhadap MDV pada 20 hari kelompok perlakuan pemberian benalu teh dan infeksi MDV (C) lebih tinggi daripada kelompok tanpa pemberian benalu teh dan tanpa infeksi MDV (B). Hal ini disebabkan adanya

kombinasi pengaruh imunomodulasi ekstrak S. oortiana dengan faktor

imunostimulasi sebagai respons imun akibat tindakan uji tantang. Pemeriksaan imunohistokimia keberadaan MDV pada bursa Fabricius menunjukkan terjadi penurunan pada kelompok ayam yang diinfeksi dengan MDV dan diberi ekstrak S. oortiana.

Pemberian ekstrak S. oortiana pada ayam yang diuji tantang dengan MDV onkogenik mampu menurunkan risiko kanker yang ditandai persentase limfosit pada leukosit 20 hari p.i dan menurunnya jumlah limfosit submukosa proventrikulus 40 hari p.i pada kelompok ayam yang diberi benalu teh dan diinfeksi. Perubahan histopatologi pada 40 hari p.i yang terjadi akibat infeksi MDV adalah infiltrasi sel-sel limfoid dan makrofag pada organ hati. Kelompok ayam yang diberi ekstrak benalu teh dan diinfeksi MDV ternyata mampu menekan pertumbuhan sel-sel limfoid atau sel tumor, yang ditunjukkan dengan jumlah sel limfoid yang lebih sedikit dibandingkan dengan hati pada kelompok ayam tanpa diberi ekstrak benalu teh dan diinfeksi MDV.

(6)

© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2007

Hak cipta dilindungi

(7)

IMUNOMODULATOR DAN ANTITUMOR INFEKSI Marek’s

disease virus (MDV) SEOTIPE 1 ONKOGENIK PADA AYAM

MUHAMAD SAMSI

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Doktor pada

Program Studi Sains Veteriner

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)

Penguji Luar Komisi

Pada Ujian Tertutup : Drh. Tutik Wresdiyati, Ph.D

Pada Ujian Terbuka : Dr. drh. Retno D. Soejoedono, MS Dr. Ir. Mas Yedi Sumaryadi, MS.

(9)

Judul Disertasi

Nama NIM

: Ekstrak Benalu Teh (Scurrula oortiana) Sebagai Imunomodulator dan Antitumor pada Infeksi Marek’s Disease virus (MDV) Onkogenik Serotipe 1 pada Ayam

: Muhamad Samsi : B161030011

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Drh. Marthen B.M. Malole Ketua

Prof. Ir. Wasmen Manalu. Ph.D. Drh. Ekowati Handharyani MS. Ph.D. Anggota Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Sains Veteriner Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. drh. B. Ponco Priyosoeryanto MS. Prof. Dr.Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS.

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT., atas segala karunia dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian sampai dengan penyusunan disertasi, dengan judul “Ekstrak Benalu Teh (Scurrula oortiana) Sebagai Imunomodulator dan Antitumor pada Infeksi Marek’s disease virus Onkogenik pada Ayam”

Ucapan terima kasih yang tulus dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada yang terhormat Dr.Drh. Marthen B.M. Malole, sebagai ketua komisi pembimbing, Prof.Ir. Wasmen Manalu, Ph.D. dan Drh. Ekowati Handaryani, MSi. Ph.D. masing-masing sebagai anggota komisi pembimbing yang telah menyediakan waktu, dan dengan penuh kesabaran serta keikhlasan dalam proses pembimbingan selama penulis menempuh pendidikan S3.

Ucapan terima kasih penulis juga disampaikan kepada Dekan Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman, Rektor Universitas Jenderal Soedirman, dan pengelola beasiswa Program Pascasarjana (BPPS) Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional yang telah memberikan kesempatan belajar dan bantuan biaya pendidikan dan penelitian kepada penulis. Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Direktur PPSDM-IPB dan Yayayasan Dana Sejahtera Mandiri Jakarta yang telah mamberikan bantuan biaya penulisan disertasi kepada penulis. Ucapan terimakasih kepada Dekan Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor beserta staf dan pegawai dan Ketua Program Studi Sains Veteriner (SVT) beserta staf dan pegawai atas kelancaran proses penyelenggaraan pendidikan, serta kepada semua pihak yang telah terlibat dalam membantu penyelesaian studi.

Penghargaan penulis disampaikan kepada Dr Retno Murwani, Dr. Drh. Marthen B.M. Malole, Dr. Drh. Sri Murtini, MSi, Dr. Drh. Fajar Satrija, MSc. atas bantuan materi penelitian awal, pak Nur, drh Farida, drh. Bongot, drh. Tanti, Kristina, Teti, pak Kasnadi, pak Endang, Anin, dan Elia atas bantuan dan kerjasamanya selama kerja dilaboratorium. Disampaing itu penulis juga menyampaikan penghargaan dan terimakasih kepada sataf dan pegawai di Laboratorium Terpadu, Laboratorium Virologi, Laboratorium Patologi, dan Laboratorium Fisiologi Fakultas Kedoteran Hewan IPB.

Rasa haru dan terima kasih yang tulus disampaikan kepada seluruh keluarga atas bantuan dan dukungan moril maupun materil kepada penulis, serta kepada istri tercinta Siti Elistjanti, S.Sos., ananda tersayang Dhaifina Asmarani (Fina), atas segala do’a, pengertian, kesabaran, dorongan semangat dan kasih sayang yang diberikan selama mendampingi penulis dalam menyelesaikan pendidikan S3.

Akhirnya, semoga karya disertasi ini dapat bermanfaat di masyarakat dan pengembangan ilmu pengetahuan, dan dapat dijadikan sebagai bahan acuan khususnya dalam bidang kesehatan dan peternakan.

.

Bogor, Agustus 2007.

(11)

Penulis dilahirkan di Banjarnegara pada tanggal 7 Oktober 1957, sebagai anak ke lima dari tujuh bersaudara dari pasangan Bapak Munidi Djogosukarto (Alm.) dan Ibu Hj. Salbingah. Pada tahun 1987 menikah dengan Siti Elistiyanti S.Sos, dan dikaruniai seorang anak, yakni Dhaifina Asmarani (Fina).

Pendidikan sarjana telah ditempuh di Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Gadjahmada Yogyakarta, lulus sarjana Kedokteran Hewan tahun 1982, lulus dokter hewan pada tahun 1983. Penulis menamatkan Magister Sains di Program Studi Sains Veteriner Program Pascasarjana Universitas Gadjahmada Yogyakarta tahun 1999. Kesempatan untuk melanjutkan ke program doktor pada Program Studi Sains Veteriner Sekolah Pascasarjana IPB pada tahun 2003. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari BPPS DIKTI Departemen Pendidikan Nasional.

Pada tahun 1985 sampai dengan tahun 1987 penulis berkesempatan bekerja di PT.Bamaindo Feeds Stuft Surabaya. Sejak tahun 1987 sampai dengan sekarang penulis adalah sebagai staf pengajar di Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto dengan bidang kajian yang diminati Ilmu Kesehatan Ternak.

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL . . . .. . .

DAFTAR GAMBAR . . . . .. . .

DAFTAR LAMPIRAN . . . .. . .

PENDAHULUAN . . . Latar Belakang . . . . Kerangka Pemikiran ……….. Tujuan Penelitian . . . .. . . . . . Manfaat Penelitian . . .

TINJAUAN PUSTAKA . . . Imunitas Tubuh . . . Kanker . . . . . . Penyakit Marek . . . . . . Radikal Bebas . . . Antioksidan . . . . . Benalu Teh sebagai Penurun Risiko Kanker . . .

BAHAN DAN METODE. . . . . .. . . Tempat dan Waktu Penelitian . . . Bahan dan Alat . . . . . . . . . Desain Penelitian . . . . . . Metode Penelitian . . .

HASIL DAN PEMBAHASAN . . . Penentuan Uji Dosis Infeksi MDV . . . ……….. Bobot Relatif Organ Bursa Fabricius, Timus, dan Limpa . . .

Ukuran Diameter Folikel Bursa Fabricius . . . Pemeriksaan Imunohistokimia Enzim Indusible Nitric Oxyd

Synthase (iNOS) . . . . ……… Uji Tingkat Imunitas pada MDV dengan Metode ELISA . . . Pengaruh Ekstrak S. oortiana pada Total Leukosit dan

Persentase Limfosit . . . . . . Pengaruh Ekstrak S. oortiana pada Keberadan MDV pada

Bursa Fabricius . . . Limfosit pada proventrikulus ……… Pengaruh Ekstrak S. oortiana pada Patogenesis Marek pada Hati ..

xii xiii xvi 1 1 4 6 6 7 7 9 12 17 20 25 28 28 28 39 30 37 37 39 42 44 46 49 51 52 54

PEMBAHASAN UMUM ……….

SIMPULAN . . . .. . . …...

DAFTAR PUSTAKA .. . . . . . .. . .

LAMPIRAN . . . . . . .. . . 56

63

64

(13)

DAFTAR TABEL

Halaman

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

Rataan bobot relatif bursa Fabricius, timus, dan limpa

20 hari p.i. . . . . .

Rataan bobot relatif bursa Fabricius, timus, dan limpa

40 hari p.i. . .

Rataan diameter folikel bursa Fabricius (µm) ayam 20 dan 40 Hari pascainfeksi (p.i.) . . .

Rataan jumlah reaksi positif iNOS pada hati ayam 20 hari Pascainfeksi (p.i.) . . . .. . . . . .

Rataan nilai absorbansi uji ELISA berdasarkan perbedaan Perlakuan . . .

Rataan nilai absorbansi berdasarkan waktu pascainfeksi (p.i.) MDV . . .

Rataan jumlah leukosit per mililiter dan persentase limfosit(%) Pada ayam 20 hari pascainfeksi . . . .. . . ..

Rataan jumlah leukosit per mililiter dan proporsi limfosit (%) Pada ayam 40 pascainfeksi (p.i) . . . . . .

Rataan jumlah limfosit submukosa proventriculus 20 hari dan 40 hari pascainfeksi (p.i) . . . . . .

40

42

43

46

47

49

50

50

(14)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

11.

12.

Hubungan keterkaitan MDV, ayam sebagai inang, dan

eksktrak benalu teh sebagai antioksidan eksogen . . . ….

Mekanisme secara umum sistem imun . . . . . . . ….

Kemungkinan skenario pada ketidakseimbangan ROS. . . …..

Senyawa flavonoid . . . . . . ……

Senyawa fenol . . . .. . .. . . ….

Diagram alir penelitian . . . . .. . .. . . ……….

Fotomikkrograf hati ayam yang diinfeksi MDV dosis 0,125 x 103EID50 pewarnaan Hematoksilin-Eosin (HE)……….

Fotomikkrograf hati ayam yang diinfeksi MDV dosis 1 x 103EID50

pewarnaan Hematoksilin-Eosin (HE). ………

Fotomikrograf hati ayam yang diwarnai secara imunohistokimia terhadap iNOS metode sab dan counterstain hematoksilin ………

Grafik nilai absorbansi titer antibodi MDV uji ELISA

10, 20, dan 30 hari pascainfeksi . . . …….

Fotomikrograf bursa Fabricius ayam yang diwarnai secara imunohistokimia terhadap MDV, metode SAB dan counterstain Hematoksilin………

Fotomikrograf hati ayam dengan pewarnaan hematoksilin-Eosin (HE)………..

5

8

18

21

22

31

38

38

45

48

52

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

Analisis ragam bobot realif bursa Fabricius, timus, dan limpa 20 hari p.i ……….

Analisis ragam bobot realif bursa Fabricius, timus, dan limpa 40 hari p.i ... ……….

Analisis ragam diameter folikel bursa Fabricius 20 hari p.i ….

Analisis ragam diameter folikel bursa Fabricius 40 hari p.i ….

Analisis ragam reaksi positif iNOS 20 hari p.i ………

Analisis ragam titer antibodi terhadap MDV………

Analisis ragam sel darah putih dan presentase limfosit pada 20 p.i………..

Analisis ragam sel darah putih dan presentase limfosit pada 40 ………..

Analisis ragam jumlah limfosit submukosa proventrikulus pada 20 p.i. ……….

Analisis ragam jumlah limfosit submukosa proventrikulus pada 40 p.i ...

72

73

74

75

76

77

78

79

80

(16)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Neoplasma atau tumor adalah transformasi sejumlah gen yang menyebabkan gen tersebut mengalami mutasi. Gen yang mengalami mutasi disebut proto-onkogen dan gen supresor tumor, yang dapat menimbulkan abnormalitas pada sel somatik. Usia sel normal ada batasnya, sementara sel tumor tidak mengalami kematian sehingga multiplikasi dan pertumbuhan sel berlangsung tanpa kendali. Sel neoplasma mengalami perubahan morfologi, fungsi, dan siklus pertumbuhan, yang akhirnya menimbulkan disintegrasi dan hilangnya komunikasi antarsel. Tumor diklasifikasikan sebagai benigna, yaitu kejadian neoplasma yang bersifat jinak dan tidak menyebar ke jaringan di sekitarnya. Sebaliknya, maligna disinonimkan sebagai tumor yang melakukan metastasis, yaitu menyebar dan menyerang jaringan lain.

Kanker adalah penyakit kompleks pada sejumlah besar gen seluler yang telah mengalami perkembangan malignansi. Gen tersebut dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu sebagai onkogen dan gen supresor tumor. Onkogen dikategorikan sebagai kanker yang disebabkan oleh virus yang terbagi dalam dua grup, yaitu virus tumor DNA dan virus tumor yang mengandung RNA yang disebut juga retrovirus (Benchimol dan Minden 1998). Virusherpes sangat tumorogenik pada hewan yang pada mulanya berada pada episom sel dan tidak terintegrasi pada genom inang. Pada kejadian penyakit tumor biasanya tidak ditemukan adanya virus di dalam sel, dan DNA virus herpes hanya sedikit berada sebagai herpes yang melakukan transformasi pada sel. Hal ini dinyatakan sebagai mekanisme hit and run pada onkogenesis sehingga menyebabkan kerusakan khromosom atau kerusakan lain (Hunt 2003). Herpes virus onkogenik termasuk virus DNA yang menyebabkan penyakit Marek pada ayam, virus herpes karsinoma pada katak, virus herpes

saimiri pada primata selain manusia, virus Epstein Bar (limfosarkoma) pada manusia, virus herpes 6 pada yang berasosiasi dengan human Kaposi’s sarcoma (Cheville 1999).

(17)

kegunaan MD sebagai model pada penelitian onkologi virus herpes (Burges dan Davison 2002). Infeksi MDV pada ayam dapat dijadikan sebagai model infeksi virusherpes onkogen untuk hewan lain.

Periode infeksi MDV meliputi tiga bentuk, yaitu infeksi akut (produktif) yang menimbulkan lisis sel limfosit B dan limfosit T, infeksi laten yang bersifat nonproduktif, dan infeksi transforming, yaitu transformasi gen pada limfosit T. Pada infeksi produktif terjadi replikasi DNA virus, sintesis protein yang menghasilkan partikel virus secara lengkap. Virus menginfeksi, merusak, dan membunuh limfosit B maupun limfosit T. Selama infeksi terjadi sitolisis sehingga pada puncak replikasi virus terjadi imunosupresi dan peningkatan sensitivitas inang pada infeksi bersamaan dengan penurunan bobot relatif bursa Fabricius dan timus (Payne dan Venugopal 2000, Islam et al. 2002).

Pada infeksi laten tidak terjadi replikasi DNA, transkripsi, maupun sintesis protein. Kejadian ini dialami pada infeksi MDV serotipe 2 dan 3 nononkogen. Sel T yang terinfeksi bisa berubah menjadi infeksi laten atau bisa merespons onkogenesitas gen virus yang mengalami transformasi. Infeksi

transforming hanya terjadi pada sel yang terinfeksi oleh MDV serotipe 1. Beberapa subset limfosit T, yaitu CD4 dan CD8 merupakan target transformasi karena bagian tersebut berperan sebagai tempat perlekatan awal infeksi sitolisis (Calnek et al. 1998, Payne dan Venugopal 2000).

Virus penyebab tumor disebut virus onkogen dan gen yang ada pada virus disebut viral oncogen (V-onc) yang homolog dengan sekuen DNA pada gen seluler inang, yaitu protooncogen (C-onc) yang dapat berinteraksi dengan gen virus. Terjadinya transformasi pada gen seluler inang oleh gen virus bergantung pada resistensi seluler inang, virulensi virus penyebab, dan kehadiran substansi kimia penyebab tumor, yaitu bahan karsinogen yang menginduksi terjadinya mutasi.

(18)

3

Radikal bebas merupakan bahan karsinogen yang menimbulkan mutasi gen sehingga dapat menginduksi terjadinya kanker.

Tekanan oksidatif diinduksi secara luas oleh faktor lingkungan termasuk sinar ultraviolet, serangan patogen, reaksi hipersensitif, kerja herbisida, dan kekurangan oksigen. Spesies oksigen reaktif (ROS), hidrogen peroksida (H2O2), dan superoksida (O2-) dihasilkan oleh sejumlah reaksi seluler yang dikatalisis oleh besi (Fe-2) dan reaksi enzimatik seperti lipooksigenase, peroksidase, NADPH oksidase, dan santin oksidase. Sejumlah komponen seluler yang peka terhadap kerusakan yang disebabkan oleh radikal bebas adalah lipid, yaitu peroksidasi pada asam lemak tidak jenuh pada membran, denaturasi protein dan asam nukleat. Pembentukan ROS dapat dicegah oleh antioksidan. Pada tanaman beberapa senyawa fenolik merupakan antioksidan potensial: flavonoid, tanin, dan lignin merupakan prekursor yang bekerja pada penangkapan senyawa ROS (Blokhina et al. 2003).

Mekanisme penyerangan oleh radikal bebas termasuk ROS menginduksi peroksidasi pada asam lemak yang memiliki beberapa ikatan rangkap pada membran sel lipid bilayer yang menyebabkan reaksi berantai peroksidasi lipida sehingga terjadi kerusakan pada membran sel, oksidasi pada lipida membran dan protein, yang menyebabkan kerusakan pada bagian-bagian dari sel termasuk DNA (Miller 1996). Pada saat ini penggunaan antioksidan sintetik seperti Torlok C, Prowl galat, dan mono-tertiery-butyl-hidroquinone (TBHQ) sedang mendapat perhatian karena mempunyai efek mengurangi kerusakan oksidatif, namun mempunyai aktivitas yang dapat merugikan konsumen, antara lain gangguan fungsi hati, paru-paru, mukosa usus, dan keracunan. Untuk mengatasi hal tersebut sebaiknya dipilih memanfaatkan antoksidan alami (Manampiring et al. 2001).

(19)

oksidatif yang ditimbulkan oleh semua proses penyakit menyebabkan flavonoid layak digunakan untuk pengendalian sejumlah penyakit (Miller 1996).

Daun dan batang benalu teh mengandung senyawa alkaloid, flavonoid, terpenoid, glikosida, triterpen, saponin, dan tanin (Nugroho et al. 2000, Santoso 2001, Tambunan et al. 2003). Benalu teh secara tradisional digunakan untuk penyembuhan berbagai penyakit diare, kanker, dan amandel. Beberapa publikasi penelitian telah melaporkan bahwa benalu teh mempunyai efek sebagai antidiare (Saroni et al. 1998), antioksidan (Leswara dan Kartin 1998, Santoso 2001, Susmandiri 2002, Simanjuntak et al. 2004), perbaikan sistem imun (Winarno et al. 2000), dan hambatan pertumbuhan sel tumor (Nugroho et al. 2000, Murwani 2003, Winarno 2003).

Sel WEHI-164 diketahui sensitif terhadap Tumour Necrosis Factor-α

(TNF-α) dan telah digunakan sebagai model dalam penelitian. Hasil pengujian menunjukkan bahwa baik ekstrak batang maupun daun Scurrula oortiana

mampu meningkatkan sensitivitas atau suseptibilitas pada sel WEHI-164 pada TNF-α, peningkatan sensitivitas lebih dari 160 kali dibanding dengan sel kontrol tanpa perlakuan. Penelitian ini menunjukkan bahwa ekstrak air S. oortiana

secara nyata sitotoksik pada sel tumor WEHI-164 dan meningkatnya sensitivitas sel tumor pada TNF-α sehingga mengalami lisis (Murwani 2003).

Kerangka Pemikiran

Rebusan benalu teh sudah dikenal oleh masayarakat sebagai obat kanker tetapi belum diketahui bagaimana mekanismenya. Karena itu perlu dilakukan studi yang terukur yang dapat mengungkapkan mekanisme antikanker dari benalu teh, seperti yang diuraikan pada penelitian ini.

(20)

5

pada subset CD4 maupun CD8 yang menyebabkan kanker limfosit yang disebut limfoma.

Potensi antioksidan benalu teh diharapkan mampu berperan sebagai penghambat oksidasi radikal bebas sehingga mengurangi kerusakan sel-sel pada sistem imun. Potensi antioksidan dalam mengurangi risiko kanker dengan cara menghambat induksi mutasi gen oleh kelebihan produksi radikal bebas akibat infeksi. Pensghambatan induksi mutasi oleh radikal bebas diharapkan dapat mengurangi mutasi yang disebabkan oleh MDV onkogen. Secara ringkas keseluruhan latar belakang di atas dituangkan pada Gambar 1.

Keterkaitan MDV, ayam sebagai inang, dan ekstrak benalu teh sebagai antioksidan eksogen

Kondisi ayam normal Kondisi ayam terinfeksi MDV

1 1

Keseimbangan produk Produk radikal bebas radikal bebas dengan produk meningkat dan terjadi antioksidan internal kerusakan seluler

3 2 2

Peningkatan Antioksidan Menimbulkan sitolisis, Imunitas akibat ekstrak imunosupresi, dan imunomodulasi benalu teh transformasi sel.

3

4

Imunomodulasi, imunostimulasi, risiko

kanker berkurang

(21)

Ekstrak benalu teh (Scurrula oortiana) diberikan secara oral, dan bertujuan untuk meningkatkan imunitas tubuh serta mengurangi risiko kanker pada ayam ras petelur betina yang diuji tantang dengan MDV. Ayam yang terinfeksi MDV memberikan respons imun nonspesifik berupa radikal bebas yang merusak sel-sel yang termasuk sel-sel limfosit sehingga menimbulkan sitolisis dan dapat menginduksi kejadian mutasi gen sebagai penyebab awal kejadian kanker. Peningkatan produksi radikal bebas memerlukan peningkatan antioksidan yang disuplai dari luar tubuh, yang disebut antioksidan eksogen. Benalu teh mengandung flavonoid, terpenoid, yang memiliki potensi sebagai antioksidan eksogen yang dapat dijadikan sebagai suplai antioksidan.

Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh ekstrak benalu teh Scurrula oortiana pada fenomena imunologis dan risiko kanker pada ayam yang diinfeksi virusherpes MDV onkogen, sedangkan secara khusus tujuan penelitian ini adalah:

1. Pembuktian secara ilmiah khasiat ekstrak S. oortiana sebagai imunomodulator dan mengurangi risiko kanker.

2. Untuk memperjelas mekanisme antitumor dari benalu teh, menggunakan parameter imunologi dari ayam ras petelur yang diinfeksi MDV onkogenik.

3. Menjadikan benalu teh S. oortiana sebagai obat herbal berstandar melalui uji in vivo menggunakan ayam sebagai hewan percobaan.

Manfaat Penelitian

1. Metode dan hasil pada kajian imunitas dan onkogenisitas dapat dijadikan sebagai acuan dalam mengkaji onkogenik virus herpes pada spesies lain.

2. Membuat simulasi ayam sebagai hewan model penanggulangan kanker yang disebabkan oleh virus herpes menggunakan bahan asal tumbuhan lainnya.

3. Meningkatkan kepercayaan masyarakat tentang manfaat benalu teh yang berkhasiat mengurangi risiko kanker.

(22)

TINJAUAN PUSTAKA

Imunitas Tubuh

Resistensi dan pemulihan pada infeksi virus bergantung pada interaksi

antara virus dan inangnya. Pertahanan inang bekerja langsung pada virus atau

secara tidak langsung pada replikasi virus untuk merusak atau membunuh sel

yang terinfeksi. Fungsi pertahanan nonspesifik inang pada awal infeksi untuk

menghancurkan virus adalah mencegah atau mengendalikan infeksi, kemudian

adanya fungsi pertahanan spesifik dari inang termasuk pada infeksi virus

bervariasi bergantung pada virulensi virus, dosis infeksi, dan jalur masuknya

infeksi (Mayer 2003).

Sistem imun pada unggas bekerja secara umum seperti sistem imun

pada mamalia. Stimulasi antigenik menginduksi respons imun yang dilakukan

sistem seluler secara bersama-sama diperankan oleh makrofag, limfosit B, dan

limfosit T. Makrofag memproses antigen dan menyerahkannya kepada limfosit.

Limfosit B, yang berperan sebagai mediator imunitas humoral, yang mengalami

transformasi menjadi sel plasma dan memproduksi antibodi. Limfosit T

mengambil peran pada imunitas seluler dan mengalami diferensiasi fungsi yang

berbeda sebagai subpopulasi (Sharma 1991).

Antigen eksogen masuk ke dalam tubuh melalui endosistosis atau

fagositosis. Antigen-presenting cell (APC) yaitu makrofag, sel denrit, dan

limfosit B merombak antigen eksogen menjadi fragmen peptida melalui jalan

endositosis. Limfosit T mengeluarkan subsetnya, yaitu CD4, untuk mengenal

antigen bekerja sama dengan Mayor Hystocompatablity Complex (MHC) kelas

II dan dikatakan sebagai MHC kelas II restriksi. Antigen endogen dihasilkan

oleh tubuh inang. Sebagai contoh adalah protein yang disintesis virus dan

protein yang disintesis oleh sel kanker. Antigen endogen dirombak menjadi

fraksi peptida yang selanjutnya berikatan dengan MHC kelas I pada retikulum

endoplasma. Limfosit T mengeluarkan subsetnya, yaitu CD8, mengenali

antigen endogen untuk berikatan dengan MHC kelas I, dan ini dikatakan

sebagai MHC kelas I restriksi (Kuby 1999, Tizard 2000).

Limfosit adalah sel yang ada di dalam tubuh hewan yang mampu

mengenal dan menghancurkan bebagai determinan antigenik yang memiliki

dua sifat pada respons imun khusus, yaitu spesifitas dan memori. Limfosit

(23)

yang diproduksi, namun morfologinya sulit dibedakan (Abbas et al. 2000).

Limfosit berperan dalam respons imun spesifik karena setiap individu limfosit

dewasa memiliki sisi ikatan khusus sebagai varian dari prototipe reseptor

antigen. Reseptor antigen pada limfosit B adalah bagian membran yang

berikatan dengan antibodi yang disekresikan setelah limfosit B yang mengalami

diferensiasi menjadi sel fungsional, yaitu sel plasma yang disebut juga sebagai

membran imunoglobulin. Reseptor antigen pada limfosit T bekerja mendeteksi

bagian protein asing atau patogen asing yang masuk sel inang (Janeway et al.

2001). Mekanisme kerja sistem imun disajikan pada Gambar 2 (Cann 1977).

Sumsum Tulang

Bursa Fabricius

Timus

Sel T Sel B

Th

Sel Sel NK CTL plasma memori

<

Antibodi

Imunitas berperantara sel imunitas humoral

Gambar 2 Mekanisme secara umum sistem imun (Cann 1997)

Sel limfosit B berasal dari sumsum tulang belakang dan mengalami

pendewasaan pada jaringan ekivalen bursa. Jumlah sel limfosit B dalam

keadaan normal berkisar antara 10 dan 15%. Setiap limfosit B memiliki 105 B

cell receptor (BCR), dan setiap BCR memiliki dua tempat pengikatan yang

identik. Antigen yang umum bagi sel B adalah protein yang memiliki struktur

(24)

9

membedakan antara sel B dan sel T, yang mengikat antigen yang sudah

terproses dalam sel (Kresno 2004).

Jajaran ketiga sel limfoid adalah natural killer cells (sel NK) yang tidak

memiliki reseptor antigen spesifik dan merupakan bagian dari sistem imun

nonspesifik. Sel ini beredar dalam darah sebagai limfosit besar yang khusus

memiliki granula spesifik yang memiliki kemampuan mengenal dan membunuh

sel abnormal, seperti sel tumor dan sel yang terinfeksi oleh virus. Sel NK

berperan penting dalam imunitas nonspesifik pada patogen intraseluler

(Janeway et al. 2001).

Antibodi diproduksi oleh sistem imun spesifik primer pada pemulihan

pada infeksi virus dan pertahanan pada serangan infeksi virus. Sel T lebih

berperan pada pemulihan infeksi virus. Sitotoksik sel T (CTLs) atau CD8

berperan pada respons imun terhadap antigen virus pada sel yang diinfeksi

dengan cara membunuh sel yang terinfeksi untuk mencegah penyebaran

infeksi virus. Sel T helper (CD4) adalah subset sel T yang berperan membantu

sel B untuk memproduksi antibodi. Limfokin disekresikan oleh sel T untuk

mempengaruhi dan mengaktivasi makrofag dan sel NK sehingga meningkat

secara nyata pada penyerangan virus (Mayer 2003).

Patogen yang mampu dijangkau oleh antibodi adalah hanya antigen

yang berada pada peredaran darah dan di luar sel, padahal beberapa bakteri

patogen, parasit, dan virus perkembangan replikasinya berada di dalam sel

sehingga tidak dapat dideteksi oleh antibodi. Penghancuran patogen ini

membutuhkan peran limfosit T sebagai imunitas yang diperantarai oleh sel.

Limfosit T mengenal sel yang terinfeksi virus, virus yang menginfeksi sel

bereplikasi di dalam sel dengan memanfaatkan sistem biosintesis sel inang.

Derivat antigen dari replikasi virus dikenal oleh limfosit T sitotoksik. Sel tersebut

mampu mengontrol sel yang terinfeksi sebelum replikasi virus dilangsungkan

secara lengkap. Sel T sitotoksik merupakan ekspresi dari molekul CD8 pada

permukaannya (Janeway et al. 2001).

Kanker

Pada keadaan normal pergantian dan peremajaan sel terjadi sesuai

kebutuhan melalui proliferasi sel dan apoptosis di bawah pengaruh

proto-onkogen dan gen supresor tumor (Silalahi 2006). Tumor adalah penyakit

(25)

memerlukan waktu yang lama. Hal inilah yang menyebabkan keterbatasan

efektivitas kemoterapi tumor. Fenomena ini akan meningkatkan jumlah

kematian (Flora dan Ferguson 2005).

Perbedaan pokok antara sel normal dan sel kanker yang teridentifikasi

bahwa sel normal usianya terbatas, sedangkan sel kanker adalah immortal. Sel

neoplastik tidak berkembang secara terintegrasi dan tidak ada ketergantungan

pada populasi. Regulasi pada kontrol mitosis, diferensiasi, dan interaksi

antarsel mengalami gangguan (Cheville 1999, Cambel dan Smith 2000).

Gen seluler inang yang homolog dengan onkogen virus disebut

protoonkogen. Gen tersebut mampu memproduksi protein yang memiliki

kemampuan menginduksi transformasi seluler setelah mengalami mutasi, yaitu

perubahan di bawah kontrol promotor yang memiliki aktivitas tinggi. Biasanya

protoonkogen berperan mengkode produksi protein pada replikasi DNA atau

mengontrol perkembangan pada beberapa stadium pertumbuhan normal.

C-onc adalah gen seluler yang diekspresikan pada beberapa stadium

perkembangan sel. Produk onkogen adalah protein inti misalnya myc, myb.

(King 2001, Hunt 2003).

Gen pengatur dapat mengalami mutasi, menjadikan gen tersebut tidak

peka terhadap sinyal regulasi normal. Gen supresor yang mengalami mutasi,

mengakibatkan gen tersebut menjadi inaktif. Untuk mengatasi penyakit

kompleks diperlukan pertahanan dengan berbagai cara yang strategis dan

pencegahan diperlukan untuk mengurangi metastasis pada kanker (Steele dan

Kellof 2005).

Gen supresor tumor yang mengalami perubahan antara lain gen p53,

adalah produk protein yang memiliki bobot molekul 53 kD. Protein tersebut

berfungsi sebagai pengatur proliferasi sel dan mediator pada apoptosis, yaitu

program kematian sel. Gen ini juga merupakan gen yang menginduksi

kerusakan DNA dengan cara menghambat mekanisme atau proses perbaikan

kembali DNA. Hilangnya fungsi gen p53 atau terjadinya mutasi gen tersebut

menjadikan sel terhindar dari kerusakan DNA, pertumbuhan dan kematian sel

tidak terkontrol, pembelahan sel terjadi secara terus menerus tanpa

mengalami apoptosis (Williamson et al. 1999, Silalahi 2006). Apoptosis

berperan penting pada fisiologi normal pada spesies hewan, termasuk program

(26)

11

jaringan, pendewasaan sel imun, dan beberapa aspek penuaan (Reed et al.

2004).

Apoptosis adalah program kematian sel yang mekanismenya

diorganisir secara fisiologis untuk merusak sel abnormal atau mengalami

kerusakan. Keadaan ini merupakan respons sel normal yang terjadi selama

pertumbuhan dan metamorfosis semua hewan multiseluler, yang merupakan

hasil kerja enzim proteolitik, yaitu caspase dimana semua enzim ini memiliki

sistin sebagai sisi aktif dan pembelahan protein target pada asam aspartat

spesifik sebagai derivat dari sistin aspartase. Sel normal dapat mengalami

transformasi oleh onkogen dan proses ini dapat dicegah oleh produk yang

dihasilkan gen lainnya yang disebut tumour suppressor genes. Satu di antara

gen ini adalah p53 yang menghasilkan 393 residu asam amino inti fosfoprotein

yang berikatan dengan DNA yang transkripsinya diaktivasi oleh beberapa

promotor. Protein p53 mampu menghambat pertumbuhan sel dan

mempengaruhi apoptosis (Cambel dan Smith 2000, Taraphdar et al. 2001).

Feng et al. (2003) pertumbuhan dan metastasis tumor bergantung pada

bertambahnya suplai darah melalui angiogenesis, ekspresi yang berlebihan

dari iNOS dan vascular endothelial growth factor (VEGF) menginduksi

angiogenesis pada tumor. P53 menekan angiogenesis dengan cara

menurunkan VEGF dan iNOS.

Transformasi sering menimbulkan hilangnya kontrol pertumbuhan,

kemampuan untuk menginvasi matriks ekstraseluler dan dediferensiasi. Pada

karsinoma, beberapa sel epitel yang mengalami transformasi adalah

mesenchimal epitelial. Pada transformasi sel sering terjadi kerusakan

kromosom. Bagian genom virus yang menyebabkan tumor disebut onkogen.

Gen asing ini dapat bergabung pada sel dan menyebabkan sel tidak

mengalami kematian sehingga menjadikan pertumbuhan tidak terkendali (Hunt

2003).

Fusi genetik dengan kromosom lain dinyatakan sebagai translokasi.

Sejumlah translokasi menimbulkan gangguan ekspresi dan fungsi gen yang

berkaitan dengan kontrol pertumbuhan sel. Translokasi terkarakterisasi pada

reseptor atau lokus sel T terlihat pada tumor sel T. Rearangement ini sering

bersamaan dengan translokasi kromosom termasuk pada lokus yang

(27)

penyebab kanker yang menyebabkan fungsi dan ekspresi terganggu sehingga

disebut onkogen (Janeway et al. 2001).

Onkogen adalah istilah untuk agen aktif oleh gen virus onkogenik,

karena pada bentuk kanker yang lain tidak jelas. Selanjutnya ekspresi yang

berlebihan pada beberapa proto-onkogen telah ditunjukkan kejadiannya pada

transformasi beberapa tipe sel dan kanker, dan level beberapa proto-onkogen

ternyata mengalami kenaikan (Cambel dan Smith 2000).

Kerusakan oksidatif pada DNA akibat radiasi, radikal bebas, dan

senyawa oksigen yang bersifat oksidatif merupakan penyebab terpenting

kanker (Silalahi 2006). Transfomasi seluler oleh virus DNA menghasilkan

protein yang berinteraksi dengan protein seluler. Terjadinya transformasi DNA

biasanya pada sel mengalami infeksi nonproduktif. Pada kejadian ini, DNA

virus berintegrasi pada DNA seluler sehingga sel mengalami perkecualian, dan

pada kasus ini adalah oleh virus papiloma dan virus herpes yang DNA virus

berada pada episom. Virus tumor berinteraksi dengan sel melalui satu dari dua

jalan, yaitu 1) infeksi produktif, yaitu virus melakukan siklus replikasi secara

lengkap dan menimbulkan lisis sel, 2) infeksi nonproduktif, yaitu transformasi

virus pada sel yang melakukan siklus replikasi secara tidak lengkap. Selama

infeksi nonproduktif, genom virus atau versi potongannya terintegrasi pada gen

seluler, v-onc, yang bertanggung jawab pada perubahan malignan (Murphy et

al. 2001, King 2001).

Penyakit Marek

Intervensi pencegahan kanker secara efektif dapat ditingkatkan dengan

cara memilih hewan model yang sesuai sehingga menghasilkan potensi baik

dari segi klinik maupun epidemiologi (Hursting et al. 2005). Virus onkogenik

penting pada peternakan maupun populasi hewan. Sumber penyakit

dikategorikan dari sejumlah familia virus, termasuk retroviridae dan

herpesviridae. Peran hewan asal penyakit dapat dijadikan sebagai hewan

model pada kejadian penyakit virus pada manusia, baik bertujuan pada

imunitas, pengobatan, maupun mekanisme patofisiologi (Lohellt 2006).

Marek’s disease (MD) disebabkan oleh virus DNA termasuk pada

kelompok virus herpes penyebab kanker pada ayam yang biasanya

menimbulkan persoalan ekonomi yang berat. Virus ini tumbuh dan berkembang

(28)

13

melalui ketombe dan debu (Simonsen 1987, Silva et al. 2004). Marek’s disease

virus (MDV) virus herpes pada unggas menimbulkan imunosupresi dan limfoma

pada ayam yang peka, biasanya menyerang ayam piaraan yang tersebar

meluas pada populasi unggas di seluruh dunia. Infeksi pada spesies lain terjadi

pada kalkun dan puyuh. Replikasi MDV sama dengan virus herpes lainnya,

yaitu sangat bergantung pada sel. Penyebaran infeksi pada sel yang lain terjadi

melalui kontak langsung dari sel yang terinfeksi, dan pemindahan virus antarsel

terjadi melalui jembatan sitoplasmik (Payne dan Venugopal 2000, Anobile et al.

2006).

MDV menginduksi paralisis dan limfoma secara cepat dan pada fase

transformasi tidak ditemukan virus secara utuh. Penyakit Marek adalah

penyakit limfoproliferatif dan neurotropik pada ayam piaraan, yang disebabkan

oleh virus herpes alfa. Jozsef Marek menemukan penyakit tersebut pada tahun

1907. Simtom penyakit tersebut ditandai dengan paralisis pada leher dan

sayap, yang bersamaan dengan inflamasi pada syaraf perifer yang dikenal

sebagi polyneuritis. Duapuluh tahun kemudian penyakit tersebut ditemukan di

Amerika dan Belanda, dan namanya berubah menjadi fowl paralysis (Parcells

et al. 1999, Payne dan Venagupol 2000).

Segera setelah infeksi melalui alat pernafasan virus menyebar ke organ

limfoid primer bursa Fabricius dan timus. Target pertama diantaranya adalah

derivat bursa Fabricius (limfosit B), namun sejumlah derivat timus (limfosit T)

juga mengalami infeksi. Selama 3 sampai 6 atau 7 hari pascainfeksi (p.i.)

terjadi infeksi sitolisis, dan sering juga terjadi limforetikulitis, dan pembesaran

limpa yang disertai nekrosis dan atrofi bursa Fabricius dan timus (Calnek et

al.1998). MDV isolat Austalia MPV 57 menimbulkan imunosupresi pada ayam

pedaging bersamaan dengan penurunan bobot relatif bursa Fabricius dan

timus, penurunan jumlah limfosit B dan limfosit T, dan penurunan titer antibodi

pada infeksius bronchitis (IB), dan peningkatan kepekaan pada infeksi

Escherichia colli pada hari ketiga sampai dengan hari ke-35 setelah dilakukan

uji tantang (Islam et al. 2002).

Dalam perjalanan waktu, virulensi MDV mengalami peningkatan. Infeksi

virus secara umum menjadi lebih akut dan lebih bervariasi dalam kejadian

secara alami dan spektrum penyebarannya pada inang. Sejak dekade tahun

1990, virus MDV menjadi lebih patogen dengan munculnya strain vvMDV dan

(29)

tetapi juga gejala klinis yang baru (bervariasi). Keragaman gejala klinis terlihat

dari neoplastik MD sebelumnya yang terjadi hanya pada ayam bibit umur di

bawah 16 minggu. Dengan isolat baru, kejadian neoplastik MD tersebut tetap

terjadi pada umur di atas 20 minggu walaupun telah dilakukan vaksinasi

(Zavala 1997, Witter 1998).

Peningkatan virulensi virus lebih cepat daripada strategi intervensi

pengembangan teknologi vaksin (Witter 1998). Terdapat tiga bentuk infeksi

MDV. Infeksi awal adalah infeksi akut yang terjadi pada epitelium folikel bulu,

yang menghasilkan virion beramplop yang sangat infektif. Infeksi

restriktif-produktif terjadi juga pada organ limfoid. Limfosit adalah sel target khusus

siklus kehidupan virus. Genom MDV dapat masuk ke dalam limfosit muda

pada saat pembelahan sel. Virion MDV juga dapat pindah antarsel melalui

jembatan sitoplasma. Infeksi MDV pada limfosit menimbulkan imunosupresi

sehingga ayam menjadi lebih rentan terhadap patogen dan pengembangan

tumor. Pada infeksi transforming, tumor hanya terjadi pada limfosit T dan

penyebabnya adalah MDV serotipe 1 (Davison 1997, Fadly 1997).

Periode infeksi akut (produktif) ditandai dengan terjadinya lisis sel,

dilanjutkan dengan infeksi laten yang bersifat nonproduktif, dan infeksi

transforming. Pada infeksi produktif terjadi replikasi DNA virus, sintesis protein,

dan menghasilkan partikel virus. Virus menginfeksi dan merusak limfosit B

maupun limfosit T. Selama infeksi produktif terjadi lisis pada puncak replikasi

virus sehingga menyebabkan imunosupresi, dan meningkatnya kepekaan

terhadap infeksi, bersamaan dengan turunnya bobot relatif bursa Fabricius dan

timus. Penyakit imunosupresi pada unggas berpengaruh nyata secara

ekonomis pada faktor produksi (Calnek et al. 1998, Payne dan Venugopal

2000, Islam et al. 2002).

Replikasi produktif virusherpes pada bursa fabricius dan timus

menimbulkan imunosupresi transien (sementara) dan perubahan akut sitolitik

pada organ ini yang ditandai dengan atropi. Infeksi eksperimental

menyebabkan lesi pada bursa fabricius dalam bentuk lesi folikuler, nekrosis

limfoid sehingga mengalami penipisan, dan pembentukan kista. Timus

mengalami atropi dan limfosit hilang baik pada korteks maupun medula. Badan

inklusi intrafolikuler dapat muncul pada sel yang mengalami lesi degeneratif

(30)

15

Pada sel yang menerima masuknya virus secara keseluruhan yang

seluruh bagian gen virus terekspresi, menjadikan virus mampu melakukan

replikasi, sel inang lisis dan mengalami kematian. Bila sel tidak bisa menerima

virus secara keseluruhan untuk replikasi, sebagian DNA virus berintegrasi pada

bagian kromosom sel inang secara acak. Pada keadaan ini hanya sebagian

genom virus yang terekspresi, protein virus tidak terbentuk dan tidak dihasilkan

virus anakan (Hunt 2003). Pada infeksi laten tidak terjadi replikasi DNA,

transkripsi, maupun sintesis protein. Kejadian ini dialami pada infeksi MDV

serotipe 2 dan 3 nononkogen. Sel limfosit T yang terinfeksi bisa berubah

menjadi infeksi laten atau sel T bisa merespons onkogenesitas gen virus dan

selanjutnya mengalami transformasi. Infeksi transforming hanya terjadi pada

sel T yang terinfeksi oleh MDV serotipe 1. Beberapa subset sel T, yaitu CD4

dan CD8 merupakan target transformasi karena bagian tersebut berperan

sebagai tempat perlekatan pada awal infeksi sitolisis (Calnek et al. 1998, Payne

dan Venugopal 2000).

Infeksi transforming ditandai oleh marker permukaan spesifik yang

hanya ditemukan pada sel yang mengalami tumor. Marker tersebut ditandai

dengan 2 antigen potensial, yaitu Marek’s Disease Tumour-assciated Surface

Antigen (MATSA) yang dideteksi pada sel limfomas dan limfoblastoid. Antigen

kedua yang dideteksi dengan menggunakan antibodi monoklonal AV37,

ditemukan pada CD4+ yang mengalami transformasi. Limfokin yang

disekresikan oleh Antigen Presenting Cell (APC) merangsang aktivitas

fungsional CD4 sel T. CD8 sel T yang terinfeksi MDV selanjutnya akan

mengenal antigen yang berikatan dengan molekul MHC-1 pada respons imun

normal, MHC-1 yang sudah berikatan tersebut menghasilkan nukleated. Jika

MHC-1 berikatan dengan fragmen antigen MDV, atau jika MHC-1 mengalami

transformasi neoplastik, CD-8 (cytotoxic) sel T akan mengalami hambatan

imunitas. Hal ini diketahui bahwa limfosit T adalah sel target untuk transformasi

pada neoplastik (tumoral) sel pada infeksi MDV (Zavalo 1997, Payne dan

Venugopal 2000).

MDV memiliki fosfoprotein unik, yaitu pp38, yang merupakan penanda

yang berperan penting dalam patogenesis penyakit Marek. pp38 diperlukan

pada infeksi sitolisis pada limfosit B, namun bukan pada feather folicle

epithelium (FFE), untuk mencukupi pada saat infeksi laten pada sel T dan

(31)

Disimpulkan bahwa pp38 potensial digunakan pada tingkat kejadian tumor dan

respons imun terhadap MDV (Barrow et al. 2003, Gimeno et al. 2005). Deteksi

fosfoprotein spesifik MDV pp38, identifikasi pp38 pada limfosit menggunakan

antibodi monoklonal tarhadap marker permukaan limfosit. Ekspresi pp38 pada

limpa ditunjukkan pada saat fase infeksi sitolitik. Proporsi pp38 pada limfosit

saat 4 hari p.i adalah sebesar 0.43%. Dari jumlah tersebut 95% berada pada

limfosit B dan hanya 4% berada pada limfosit T baik pada CD4 maupun CD8.

(Baigent et al. 1996). Potensi yang nyata menunjukkan tidak lengkapnya blok

gen pada internal repeat HVT seperti yang ada pada MDV-1. Disini termasuk

pp38 dan meq gene. Dengan implikasi bahwa MDV-1 manginduksi limfoma.

Ada kemungkinan munculnya gen lain pada sisi ini, tetapi tidak muncul pada

HVT, mungkin memiliki peran panting yang mempengaruhi potensi biologis dari

virus (Kingham et al. 2001).

Kejadian pada kelompok ayam resisten dan peka, terjadi pertambahan

virus sampai hari ke-10 pascainfeksi (pi), setelah itu terjadi penambahan virus

pada kelompok ayam peka dan terjadi penurunan pada ayam resisten. Untuk

dua sitokin ada perbedaan antar galur, yaitu interleukin-6 (IL-6) dan IL-18.

Splenosit ayam yang peka mengekspresikan tingginya level transkipsi kedua

interleukin yang mengakibatkan sitolitik. Sebaliknya pada splenosit ayam

resisten hal itu tidak terjadi. Keadaan ini menunjukkan adanya indikasi bahwa

dua sitokin dapat berperan dalam perbedaan respons imun, yaitu galur resisten

menunjukkan adanya infeksi laten dan pada galur peka menghasilkan limfoma

(Kaiser et al. 2003). Beberapa subset sel T, yaitu CD4 dan CD8, berperan

sebagai target transformasi karena bagian tersebut merupakan target infeksi

sitolisis. Sel-sel T yang terinfeksi bisa berubah menjadi infeksi laten atau sel T

merespons onkogenesitas gen virus dan selanjutnya terjadi transformasi

(Calnek et al. 1998).

Pada sistem imun, tumor diklasifikasikan pada limfoma dan leukemia.

Limfoma adalah proliferasi tumor pada jaringan limfoid, yaitu sumsum tulang,

limfonodus, atau timus. Leukemia cenderung menyebabkan proliferasi pada sel

tunggal dan terdeteksi oleh adanya peningkatan jumlah aliran darah atau cairan

limfe. Leukemia dapat berkembang pada jalur limfoid maupun mieloid (Kuby

1999). Limfoma dapat terjadi pada satu atau lebih sejumlah organ atau

jaringan. Lesi limfomatus dapat terjadi pada gonad khususnya ovarium,

(32)

17

genetik strain ayam maupun virus dapat mempengaruhi distribusi lesi yang

terjadi. Pada limfoma pada MD, kebanyakan organ viseral mengalami

pembesaran yang difus, beberapa yang lain berukuran normal dan perubahan

warna menjadi pucat atau kecokelatan (Fadly 2000). Dalam hal ini kasus

penyakit Marek, ditandai dengan lesi limfomatus dan infiltrasi limfosit pada

proventrikulus, sel limfoblas dan sel retikuler pada sel-sel kelenjar (Larbier dan

Leclerco 1992).

Antibodi terhadap MDV dan HVT dapat dideteksi pada serum dengan

berbagai uji serologis termasuk imunofluresensi, agar gel presipitasi, netralisasi

virus, atau enzyme-linked immuno sorbant assay (ELISA). Polymerase chain

reaction (PCR) juga dapat digunakan untuk mendeteksi adanya 132 pasang

basa yang terulang dari MDV pada ekstraksi DNA dari limfoma MD, tetapi tidak

terdapat pada induksi limfoma oleh avian leucosis virus (ALV) atau reticulo

endothelialis virus (REV). Limfoma dari MD biasanya mengandung lebih sering

sel terinfeksi, dan lebih banyak kopi DNA virus per sel yang terinfeksi pada

jaringan yang tidak mengalami tumor pada ayam (Fadly 1997).

Peran Radikal Bebas

Oksigen merupakan unsur penting bagi kehidupan organisme. Sebagai

kekuatan oksidan, oksigen molekuler di satu pihak bermanfaat sebagai

kemampuan dasar degradasi oksidatif, yaitu sebagai substrat pada respirasi..

Di pihak lain, oksigen dapat menimbulkan kerusakan karena berperan sebagai

prekursor pada spesies oksigen reaktif (reactive oxygen spescies, ROS) yang

menimbulkan kerusakan komponen intraseluler termasuk DNA. Untuk

mengurangi pengaruh kerusakan yang ditimbulkan oleh ROS, organisme hidup

mampu menjalankan mekanisme multisistem antiROS, namun pada saat

tertentu ROS diperlukan untuk kepentingan biologis. ROS berperan sebagai

pertahanan biologis, yaitu fagositosis dan pesan jelek apoptosis, yaitu

prgogram kematian sel, dan mungkin sebagai komponen yang diduga berperan

pada sistem mutator dengan meningkatnya penyimpangan genetik pada

populasi (Skulachev 2000).

Walaupun oksigen (O2) esensial untuk kebanyakan proses kehidupan,

molekul tersebut dapat berubah menjadi molekul yang memiliki toksisitas tinggi.

Satu dari kebanyakan senyawa reaktif adalah superoksida anion (O2- ) yang

(33)

mengandung elektron yang tidak berpasangan pada orbit luarnya. Molekul

terdiri atas atom dengan elektron yang berpasangan pada kulit terluarnya,

namun pada suatu kondisi, molekul atau atom yang memiliki elektron yang

tidak berpasangan biasanya mengambil elektron lain dari sekitarnya untuk

dijadikan sebagai pasangannya. Radikal bebas umumnya merusak molekul

lain, misalnya molekul pada sel (Noguchi dan Niki 1999, Cambel dan Smith

2000).

Perubahan pada kondisi lingkungan

Memperburuk kondisi intraseluler

Ketidakseimbangan antara terbentuknya ROS dan proses penangkapan ROS

[ROS]

Peningkatan pada mutasi dan proliferasi

Gambar 3 Kemungkinan skenario pada ketidakseimbangan ROS (Skulachev 2000).

Spesies oksigen reaktif selalu dihasilkan secara normal dalam proses

produksi energi, sintesis senyawa biologis, dan fagositosis pada sistem imun.

Di lain pihak peningkatan aktivitas spesies oksigen reaktif bisa menyebabkan

sejumlah penyakit termasuk penyakit jantung, kanker, dan penuaan (Noguchi

dan Niki 1999). Asam lemak tidak jenuh mengakibatkan lemak peka terhadap

serangan oksigen sehingga menimbulkan perubahan struktur kimia. Dalam

sistem seluler peroksidasi terjadi pada biomembran di mana kandungan asam

lemak tidak jenuh yang ada menjadi sangat reaktif. Peroksidasi lemak adalah

proses reaksi kimia yang sangat kompleks termasuk melibatkan radikal

bebas, ion logam, dan sistem biologik (Jadhav et al. 1996). Ada beberapa

hubungan saling mempengaruhi antara kesehatan diet antioksidan dan ROS,

mungkin bergantung pada status kesehatan, secara individual dan mungkin

juga kepekaan secara genetik. Pada penelitian secara klinik pada

(34)

19

penyakit atau kejadian penyakit yang telah mempengaruhi kesehatan individu,

risiko sejumlah penyakit pada populasi atau pasien yang sedang menjalani

pengobatan (Seifried et al. 2003).

Pada saat fagositosis, makrofag dan neutrofil sebagai sel efektor juga

memproduksi oksigen toksik gabungan fagosom dan lisosom menjadi

fagololisosom yang bertugas membantu membunuh dan menelan

mikroorganisme. Kebanyakan kejadian yang penting di antaranya adalah kerja

hidrogen peroksida (H2O2), superoksida anion (O2-), dan nitrogen oksida (NO),

secara langsung toksik pada bakteri. Semuanya ini dihasilkan melalui oksidasi

oleh NADPH dan enzim yang lain dalam proses yang dinamakan respiratory

burst, sebagai akibat dari naiknya jumlah konsumsi oksigen sementara.

Aktivitas makrofag sangat efisien dalam menghancurkan patogen, aktivitas ini

secara in vivo biasanya bersamaan dengan kerusakan jaringan secara lokal

yang disebabkan oleh keluarnya mediator antimikrobial sebagai radikal bebas,

NO dan protease, yang juga toksik terhadap sel inang. Kemampuan aktivitas

makrofag untuk mengeluarkan mediator toksik adalah pada pertahanan inang

karena kemampuannya melawan patogen ekstraseluler yang tidak tertelan

(Abbas et al. 2000, Janeway et al. 2001).

Nitrogen oksida adalah molekul yang penting yang mempengaruhi

sistem kardiovaskuler, NO merupakan senyawa yang bersifat toksik dan

berumur pendek, berupa molekul gas yang diproduksi oleh enzim NO synthase,

dengan cara mengubah asam amino arginin menjadi NO dan sitrulin (Becker et

al. 2000). Molekul NO berperan penting sebagai regulator kardiovaskuler

bertindak untuk mengatur tekanan darah. Molekul ini diproduksi oleh neuron

dan makrofag, memiliki jumlah elektron ganjil dan sebagai radikal bebas..

Molekul ini relatif stabil namun bereaksi cepat bila bertemu dengan senyawa

yang mengandung elektron yang tidak berpasangan, misalnya molekul oksigen

misalnya anion superoksida dan ion logam (Cambel dan Smith 2001).

Penelitian terahir menggambarkan bahwa inducible nitric oxyde synthase

(iNOS) terlibat dalam kelainan metabolik yang dihubungkan dengan inflamasi

kronis tingkat ringan, aterosklerosis, dan peningkatan tumour necrosis factor

(TNF) (Muntalib 2003).

Peran sitokin pada patogenesis dan imunitas terhadap MD, yang

diinduksi oleh virus herpes menyebabkan limfoma pada sel T. Pada ayam

(35)

sampai akhir percobaan, yaitu 15 hari p.i, dimana iNOS dan IL-1ß mengalami

peningkatan antara 6 sampai 15 hari p.i. Pada ayam umur 1 hari p.i mRNA

untuk untuk mengekspresikan IF-Y dan iNOS, antara 16 sampai dengan 64

kali pada 9 hari p.i. Kesimpulan dapat diambil dimana iNOS berperan pada

patogenesis MD (Xing dan Schat 2000).

Radikal bebas diproduksi secara normal pada fungsi imunitas,

diperlukan oleh sel imun untuk membunuh patogen dan mengeluarkannya,

dalam keadaan overproduksi pada kondisi patogenik menyebabkan kerusakan

sel imun dan menimbulkan imunosupresi. Eritrofagositosis juga terjadi pada

penyakit Marek oleh makrofag. Dibutuhkan keseimbangan oksidan-antioksidan

untuk mengatur fungsi sistem imun dalam menjaga integritas dan fungsi lipida

membran, protein seluler, asam nukleat serta mengatur ekspresi gen (Wu dan

Meydani 1999, Gilka dan Spencer 1995).

Antioksidan

Antioksidan yang berasal dari tanaman telah lama dikenal potensinya

dan telah lama diketahui untuk menstabilkan senyawa radikal yang dapat

diukur aktivitas antioksidan tersebut (Kim et al. 2002). Berbeda kondisinya

dengan hewan, tumbuh-tumbuhan tingkat tinggi sebagai mahluk hidup yang

tidak bergerak, mampu menghindar dari serangan predator maupun patogen

dan juga efek tekanan kuat dari kondisi lingkungan. Tanaman menghasilkan

sejumlah senyawa kimia kompleks yang biasanya merupakan bagian dari sel

yang disebut “metabolit sekunder” yang kandungannya bukan bahan dasar

biokimia untuk hidup, tetapi sebagai bagian yang berinteraksi dengan

lingkungan. Manusia memilih makanan yang dihasilkan tanaman dan bahan

kimia pertahanan tanaman tersebut bisa dimanfaatkan untuk diet dan

kesehatan (Houghton dan Raman 1998, Williamson et al. 1999). Fito-kimia

(bahan kimia dari tanaman) mempunyai efek biologi yang efektif menghambat

pertumbuhan kanker, sebagai antioksidan, menghambat pertumbuhan mikroba,

menurunkan kolesterol darah, dan menurunkan glukosa darah (Amelia 2006).

Flavonoid merupakan suatu metabolit sekunder pada tanaman yang

terdapat pada semua bagian tanaman tersebut dan struktur kimianya secara

umum adalah kerangka C6C3C6. Penamaan sub-grup dan klasifikasi berdasar

pada subsitusi pada bagaian cincin C dan posisi pada cincin B. Sebagian besar

(36)

21

antosianin (Larbier dan Leclerco 1992, Rajalkshmi dan Narasimhan 1996).

Potensi flavonoid sebagai antioksidan dan kemampuannya mengurangi

aktivitas radikal hidroksi, anion superoksida, dan radikal peroksida lemak

menjadikan flavonoid bereperan penting. Kerusakan sangat erat kaitannya

dengan proses dan epidemiologi penyakit. Uji klinik dan laboratorium pada

flavonoid dan antioksidan yang lain menjadikan penggunaan senyawa ini

penting pada pencegahan dan pengobatan sejumlah kasus penyakit. Flavonoid

telah diketahui sebagai antibakteri, antiviral, antiinflamasi, antialergi,

antimutagenik, antitrombotik, dan aktivitas vasodilatasi (Larbier dan Leclerco

[image:36.612.269.409.263.368.2]

1992, Miller 1996).

Gambar 4 Senyawa flavonoid (Miller 2004)

Sejumlah senyawa fenolat berperan sebagai bahan baku pangan yang

berasal dari tanaman, di antaranya asam fenolat, flavonoid tanin, dan lignin.

Perbedaan kultivar beberapa tanaman menunjukkan variasi yang luas baik

pada kandungan fenolat maupun kapasitas antioksidan secara in vitro (Larbier

dan Leclerco 1992, Imeh dan Khokhar 2002).

Fenolat penting diketahui sebagai substansi yang terbaik yang berperan

sebagai antioksidan sebagai kelompok donor elektron dari fenol, meningkatkan

aktivitas antioksidan melalui efek induksi. Namun aktivitas kimia sejumlah

antioksidan bergantung pada sejumlah faktor, yaitu stabilitas dan reaktivitas.

Antioksidan primer membentuk ikatan dengan radikal setelah pemindahan

hidrogen lebih penting daripada faktor lainnya (Jadav et al. 1996). Senyawa

fenol mencakup sejumlah senyawa yang umumnya mempunyai sebuah cincin

aromatik dengan satu atau lebih gugus hidroksil. Senyawa fenol cenderung

untuk larut dalam air karena paling sering terdapat bergabung dengan gula

glukosida dan biasanya terdapat dalam rongga sel. Di antara senyawa fenol

alami yang telah diketahui, lebih dari seribu struktur, flavonoid merupakan

(37)
[image:37.612.295.395.98.160.2]

Gambar 5 Senyawa fenol (Cann 1997)

Penelitian terakhir telah menunjukkan adanya kemampuan ekstrak apel

menghambat proliferasi sel tumor secara in vitro karena diduga mengandung

senyawa fenolat atau flavonoid sebagai antioksidan. Hasil penelitian

menunjukkan hambatan secara tidak langsung, yaitu pada H2O2 setelah

berinteraksi dengan senyawa fenolat pada kultur sel, flavonoid berguna untuk

perbaikan kondisi kesehatan. Senyawa polifenolat yang diisolasi dari teh hijau

6 sendok teh per-hari, mampu menghambat perkembangan dan mestastasis

kanker prostat pada manusia (Murphy 2003, Adhami et al. 2003).

Antioksidan adalah senyawa kimia yang memilki kemampuan untuk

memberikan hidrogen radikal. Sebagai akibatnya, senyawa tersebut mampu

mengubah sifat radikal menjadi nonradikal dan terjadi perubahan oksidasi

radikal oleh antioksidan. Struktur molekul antioksidan bukan hanya memiliki

kemampuan melepas atom hidrogen tetapi juga mengubah radikal menjadi

reaktivitas rendah sehingga tidak terjadi reaksi dengan lemak. Antioksidan

terdiri atas antioksidan endogen yang dihasilkan oleh tubuh sendiri dan

antioksidan eksogen yang berasal dari makanan (Jadav et al. 1996,

Manampiring et al. 2000).

Antioksidan menjadi bentuk aktif pada oksigen reaktif termasuk pada

step inisiasi oksidasi, atau dapat memecah rantai reaksi oksidatif dengan cara

bereaksi dengan radikal peroksida membentuk ikatan antioksidan-radikal yang

stabil sehingga tidak terjadi reaksi selanjutnya atau bentuk nonradikal (Howell

dan Saeed 1999). Pertahanan antioksidan pada sel mampu mencegah

terjadinya peroksidasi lipida dan beberapa molekul biologi yang mengalami

kerusakan. Dalam hal ini ada tiga level pertahanan sebagai dasar pada sistem

eliminasi kerusakan dengan cara menghambat inisiasi atau propagasi dan

perbaikan kembali. Level pertahanan antioksidan pada enzim termasuk lipolitik

(fosfolipase), proteolitik (peptidase atau protease), dan enzim yang lain, yaitu

(38)

23

dan Niki 1996). Hambatan terhadap enzim bergantung pada reaktivitas

senyawa fenol terhadap sisi rantai asam amino enzim (Rohn et al. 2002).

Diet dan antioksidan eksogen mencegah kerusakan seluler melalui

reaksi yang dilakukan oleh radikal bebas. Ayam yang diberi pakan diet

semisintetik rendah antioksidan menunjukkan penurunan yang nyata stabilitas

eritrosit terhadap H2O2 atau 2,2’-azobis (2-amidinopropan) dihidrokhlorid

(AAPH), tetapi peningkatan pada aktivitas katalase pada hepar, karbonil pada

protein otot tak larut, dan peningkatan oksidasi lemak pada perlakuan

pemanasan pada hepar dibandingkan dengan ayam yang diberi pakan

konvensional. Pada percobaan ini, ayam model menjadi lebih peka terhadap

perubahan oksidatif daripada ayam yang diberi pakan konvensional, yang

ditunjukkan oleh rendahnya pertahanan antioksidan (Young et al. 2002).

Aktivitas antioksidan dapat diukur dengan metode tiosianat dengan cara

melihat jumlah peroksida yang terbentuk pada emulsi selama inkubasi sampel

yang diukur secara spektrofotometri, yaitu mengukur absorbansi pada panjang

gelombang 500 nm. Tingginya nilai absorbansi mengindikasikan tingginya

konsentrasi peroksida (Yildirim et al. 2001). Pengukuran aktivitas antioksidan

dilakukan dengan menggunakan metode tiosianat berdasarkan kemampuan

terbentuknya senyawa-senyawa radikal yang bersifat reaktif. Proses terjadinya

senyawa radikal bebas ini disebabkan oleh oksidasi senyawa asam linoleat

dalam buffer yang diinkubasi pada suhu 40oC selama beberapa jam. Asam

linoleat pada uji ini berperan sebagi substrat yang dioksidasi. Setiap periode

tertentu aborbans hasil oksidasi diukur dengan menggunakan FeCl2 dan

amonium thiosinat (NH4CN). Besi (Fe2+) berperan sebagai mediator

mengkatalisisi peroksidasi lipida telah banyak diketahui, juga berperan

meningkatkan absorbsi dan transport lipida intraseluler (Osborn dan Casimir

2003).

Degradasi isoflavon dan flavonoid dalam saluran pencernaan menjadi

senyawa monofenolat memiliki daya tarik karena beberapa monofenolat

memiliki sifat berefek sebagai antiproliferatif, misalnya senyawa metil

p-hidroksifenolat dapat menghambat sel MCF-7 secara in-vitro (Hendrich et al.

1999). Setelah diabsorbsi pada saluran pencernaan, antioksidan masuk ke

dalam peredaran darah. Ikatan dengan protein menghasilkan pelapisan

substansi yang merupakan kapasitas antioksidan flavonoid. Laporan terakhir

(39)

misalnya kemampuan melawan peroksidasi lemak. Ikatannya juga menurun

dengan tidak adanya antioksidan. Pada kejadian ini penambahan aktivitas

intrinsik dari senyawa, metabolisme, ikatan terhadap protein juga menentukan

untuk mempengaruhi efek pemberian flavonoid secara invivo (Arts et al. 2002).

Aktivitas antioksidan ekstrak Pomegranate (Punica granatum)

memproteksi hati terhadap efek tosik CCl4 secara histologi menjadi normal dan

mampu memperbaiki fungsi enzimatik akibat serangan ROS (Murthy et al.

2002). Ekspresi berlebihan antioksidan tidak selalu menghasilkan pertahanan

antioksidan dan bila ditingkatkan kapasitas antioksidan tidak selalu berkorelasi

positif dengan tingkat ketahanan. Dalam hal ini perlu diperhatikan faktor-faktor

yang dapat mempengaruhi kemanjuran dan proteksi antioksidan terhadap

penghapusan oksigen dan juga tekanan lingkungan (Blokhina et al 2003).

Tampaknya sangat beralasan untuk mempertimbangkan antara potensi, risiko,

dan manfaat antioksidan dosis tinggi secara kasus per kasus dan konsumsi

antioksidan supleman tunggal dosis tinggi harus dihindari (Silalahi 2006).

Aktivitas benalu teh sebagai antioksidan yang terkandung dalam ekstrak

ditandai dengan daya mereduksi kaliumferisianida [K3Fe (CN)6], menghambat

oksidasi asam linoleat, kemampuan eliminasi terhadap H2O2 (Leswara dan

Kartin 1998, Santoso 2001, Susmandari 2002). Seduhan daun S. artopurpurea

mengandung antioksidan yang tinggi dan ternyata mampu menurunkan

konsentrasi H2O2. Seduhan tersebut mengandung senyawa penurun risiko

kanker, karena radikal bebas dalam tubuh dapat menimbulkan reaksi berantai

yang menyebabkan kerusakan membran sel, asam nukleat, protein, dan lipid

(Sudihartini 2003). Uji antioksidan benalu teh (Scurrula oortiana) dengan

oksidator 1,1-diphenyl 2-pyrohidrxyl (DPPH), menunjukkan bahwa aktivitas

antioksidan tertinggi ditunjukkan oleh ekstrak metanol dengan daya hambat

sebesar 93.59 ppm (Simanjuntak et al. 2004).

Benalu Teh sebagai Penurun Risiko Kanker

Kanker merupakan hasil proses jangka panjang yang mengakibatkan

efek penyimpangan genetik dan perubahan molekuler yang proses

perubahannya berjalan secara berangsur-angsur. Biasanya diperlukan waktu

lama untuk perubahan dari normal ke peningkatan level puncaknya, displasia,

yaitu invasi dan metastasis secara fenotip. Akumulasi perubahan secara

(40)

25

intervensi bidang klinik untuk pence

Gambar

Grafik nilai absorbansi titer antibodi MDV uji ELISA
Gambar 1    Hubungan keterkaitan MDV, ayam sebagai inang, dan
Gambar 2  Mekanisme secara umum sistem imun (Cann 1997)
Gambar 4   Senyawa flavonoid (Miller 2004)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Untuk mengetahui pengaruh citra merk Honda terhadap keputusan pembelian sepeda motor Honda Vario oleh konsumen. Untuk mengetahui pengaruh iklan dan citra merk Honda terhadap

Mempertimbangkan bentuk massa yang akan dirancang dengan vertikal dan akan membutuhkan ruang bawah tanah baik untuk basement dan kebutuhan utilitas lainya. Pilihannya ialah

Jumlah alokasi waktu pada prota diisi sesuai dengan jam pelajaran efektif Matematika yang ada di suatu Sekolah Dasar yaitu jumlah pekan efektif satu tahun x alokasi

Penelitian berlangsung pada dua siklus, pada siklus pertama keterampilan berpikir peserta didik meningkat menjadi 3 (8,5%) peserta didik dengan kategori kritis sekali, 8

Terkait dengan penelitian yang telah dilakukan, puisi karya Agil Rahardik Vianto pilihan kata-katanya murni menggunakan bahasa Indonesia yang mudah dipahami oleh

serta untuk mewujudkan sebuah tempat suci yang nyaman Karena Allah Swt Semata sehingga kehusyu’an dalam beribadah bisa terlaksanakan dengan sempurna, maka kami

Dapat juga dikatakan dengan bahasa lain bahwa keputusasaan adalah prakondisi manusia sebelum menuju tahap eksistensi religius yang sebenarnya.. Memang pada dasarnya

Dari hasil penelitian desain produk inovasi mempunyai efisiensi perakitan yang tinggi dan biaya yang dikeluarkan juga rendah dibandingkan desain produk awal, yaitu sebagai berikut