• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ekstraksi dilakukan untuk mengambil zat-zat yang terkandung dalam suatu campuran dengan bantuan pelarut tertentu. Metode ekstraksi yang digunakan adalah maserasi dengan cara merendam sampel yaitu serbuk buah makasar dalam pelarut tertentu. Maserasi merupakan metode yang cukup sederhana karena tidak memerlukan pemanasan sehingga dapat mencegah rusaknya kandungan senyawa metabolit sekunder yang tidak tahan terhadap suhu tinggi. Pelarut yang digunakan pada metode maserasi adalah etanol 95%. Pemilihan pelarut tersebut didasarkan pada ketertarikan

semua senyawa metabolit yang terkandung di dalam ekstrak tersebut. Ekstrak yang diperoleh kemudian dievaporasi untuk menguapkan sisa pelarut yang digunakan sehingga diperoleh ekstrak kental yang pekat. Pemekatan dilakukan dengan menggunakan rotary evaporator pada suhu 40oC untuk mencegah kemungkinan terjadinya kerusakan komponen yang terkandung di dalam ekstrak. Hasil pemekatan kemudian difraksinasi untuk mendapatkan 2 jenis fraksi yang berbeda yaitu fraksi air dan fraksi heksana.

Fraksinasi merupakan proses pemisahan komponen dalam suatu ekstrak menjadi kelompok-kelompok senyawa yang memiliki kemiripan karakteristik secara kimia (Hougton & Raman 1998). Fraksinasi tersebut dilakukan dengan menggunakan corong pisah, cara ini tergolong cara yang cukup sederhana dan cepat. Pemilihan fraksi air berdasarkan pada pola konsumsi masyarakat yang pada umumnya menggunakan air sebagai pelarutnya. Pemilihan fraksi heksana dilakukan untuk mengidentifikasi adanya senyawa metabolit sekunder yang larut dalam pelarut nonpolar.

Rendemen ekstrak buah makasar yang didapat dari fraksi air sebesar 4.38%, sedangkan rendemen dari fraksi heksana sebesar 6.45%. Rendemen ekstrak buah makasar fraksi air tersebut tergolong rendah bila dibandingkan dengan rendemen buah lain yang juga digunakan sebagai obat tradisional yaitu buah mahkota dewa. Rendemen ekstrak buah mahkota dewa fraksi air diketahui sebesar 22.17% (Septiawati 2008). Perbedaan hasil rendemen tersebut dapat dikarenakan buah makasar yang kurang halus serbuknya sehingga dapat mengurangi efektifitas ekstraksi. Semakin kecil atau halus ukuran bahan yang digunakan maka semakin luas bidang kontak antara bahan dengan pelarutnya (Tuyet & Chuyen 2007).

Uji Fitokimia

Analisis fitokimia dilakukan pada ekstrak buah makasar fraksi air dan heksana. Hasil uji menunjukkan bahwa ekstrak buah makasar fraksi air mengandung senyawa alkaloid dan flavonoid, sedangkan fraksi heksana hanya mengandung senyawa alkaloid (Tabel 1). Hasil uji fitokimia ini berbeda dengan hasil penelitian Kumala (2007) yang menunjukkan bahwa ekstrak buah makasar mengandung senyawa

7

DMSO 1% (b/v). Kemudian campuran tersebut diinkubasi pada suhu 37oC selama 5 menit, setelah itu ditambahkan larutan enzim

sebanyak 250 L dan diinkubasi kembali selama 15 menit. Reaksi enzim dihentikan dengan menambahkan Na2CO3 200 mM

sebanyak 1000 L. Kemudian larutan diukur pada panjang gelombang 400 nm.

Tablet Acarbose (glukobay) dilarutkan dalam buffer dan HCl 2N (1:1) dengan konsentrasi 1% (b/v) sebagai blanko, kemudian disentrifuse dan supernatan diambil sebanyak 10 L dan dimasukkan ke dalam campuran reaksi seperti dalam sampel. Hasil campuran tersebut diukur dengan spektrofotometer UV pada panjang gelombang 400 nm. Percobaan dilakukan sebanyak 3 kali ulangan.

Analisis Data (Mattjik 2002)

Rancangan percobaan pada penelitian ini adalah rancanan acak lengkap (RAL) satu faktor dengan tiga kelompok perlakuan dan tiga kali ulangan. Analisis data menggunakan ANOVA dengan model rancang sebagai berikut:

Yij= + αi+ εij Keterangan:

= Pengaruh rataan umum

αi= Pengaruh perlakuan ke-I, i = 1,2,3,4

εij =Pengaruh galat perlakuan ke-i dan ulangan ke-j, j = 1,2,3

i = 1 adalah blanko

i = 2 adalah fraksi air buah makasar 1% i = 3 adalah fraksi heksana buah makasar

1%

i = 4 adalah pembanding atau kontrol positif

Acarbose1%

HASIL DAN PEMBAHASAN

Ekstraksi

Ekstraksi dilakukan untuk mengambil zat-zat yang terkandung dalam suatu campuran dengan bantuan pelarut tertentu. Metode ekstraksi yang digunakan adalah maserasi dengan cara merendam sampel yaitu serbuk buah makasar dalam pelarut tertentu. Maserasi merupakan metode yang cukup sederhana karena tidak memerlukan pemanasan sehingga dapat mencegah rusaknya kandungan senyawa metabolit sekunder yang tidak tahan terhadap suhu tinggi. Pelarut yang digunakan pada metode maserasi adalah etanol 95%. Pemilihan pelarut tersebut didasarkan pada ketertarikan

semua senyawa metabolit yang terkandung di dalam ekstrak tersebut. Ekstrak yang diperoleh kemudian dievaporasi untuk menguapkan sisa pelarut yang digunakan sehingga diperoleh ekstrak kental yang pekat. Pemekatan dilakukan dengan menggunakan rotary evaporator pada suhu 40oC untuk mencegah kemungkinan terjadinya kerusakan komponen yang terkandung di dalam ekstrak. Hasil pemekatan kemudian difraksinasi untuk mendapatkan 2 jenis fraksi yang berbeda yaitu fraksi air dan fraksi heksana.

Fraksinasi merupakan proses pemisahan komponen dalam suatu ekstrak menjadi kelompok-kelompok senyawa yang memiliki kemiripan karakteristik secara kimia (Hougton & Raman 1998). Fraksinasi tersebut dilakukan dengan menggunakan corong pisah, cara ini tergolong cara yang cukup sederhana dan cepat. Pemilihan fraksi air berdasarkan pada pola konsumsi masyarakat yang pada umumnya menggunakan air sebagai pelarutnya. Pemilihan fraksi heksana dilakukan untuk mengidentifikasi adanya senyawa metabolit sekunder yang larut dalam pelarut nonpolar.

Rendemen ekstrak buah makasar yang didapat dari fraksi air sebesar 4.38%, sedangkan rendemen dari fraksi heksana sebesar 6.45%. Rendemen ekstrak buah makasar fraksi air tersebut tergolong rendah bila dibandingkan dengan rendemen buah lain yang juga digunakan sebagai obat tradisional yaitu buah mahkota dewa. Rendemen ekstrak buah mahkota dewa fraksi air diketahui sebesar 22.17% (Septiawati 2008). Perbedaan hasil rendemen tersebut dapat dikarenakan buah makasar yang kurang halus serbuknya sehingga dapat mengurangi efektifitas ekstraksi. Semakin kecil atau halus ukuran bahan yang digunakan maka semakin luas bidang kontak antara bahan dengan pelarutnya (Tuyet & Chuyen 2007).

Uji Fitokimia

Analisis fitokimia dilakukan pada ekstrak buah makasar fraksi air dan heksana. Hasil uji menunjukkan bahwa ekstrak buah makasar fraksi air mengandung senyawa alkaloid dan flavonoid, sedangkan fraksi heksana hanya mengandung senyawa alkaloid (Tabel 1). Hasil uji fitokimia ini berbeda dengan hasil penelitian Kumala (2007) yang menunjukkan bahwa ekstrak buah makasar mengandung senyawa

7

metabolit sekunder triterpenoid. Perbedaan kandungan metabolit sekunder pada jenis tanaman yang sama sering kali dapat terjadi karena beberapa faktor diantaranya perbedaan jenis pelarut yang digunakan saat ekstraksi, variasi genetik, umur tanaman, serta lingkungan atau kondisi geografis tempat tanaman tersebut tumbuh (Kardono 2003).

Penelitian mengenai kegunaan buah makasar sebagai antidiabetes belum dilakukan, akan tetapi secara empiris buah makasar dipercaya dapat menurunkan kadar gula dalam darah. Alkaloid, flavonoid, dan triterpenoid merupakan senyawa metabolit sekunder yang memiliki potensi sebagai antidiabetes dengan mekanisme penghambatan kerja enzim -glukosidase, misalnya pada tanaman Origanum majorana

mengandung senyawa flavonoid yang dapat menghambat kerja enzim tersebut (Kawabata et al. 2003). Selain Origanum

majorana tanaman lain yang dapat

menghambat kerja enzim -glukosidase diantaranya mahkota dewa (Phaleria

macrocarpa), buah salak (Sallaca edulis

Reinw) varietas bongkok (Pratama 2009),

Commeliana communis, Punica grantum,

dan Eugenia jambolana (Tuyet & Chuyen

2007).

Tabel 1 Analisis fitokimia fraksi air dan heksana buah makasar

Uji Fraksi air Fraksi heksana Alkaloid Dragendorf Wagner Mayer + - + - + - Flavonoid + - Triterpenoid - -

Daya Inhibisi Enzim α-Glukosidase

Enzim α-glukosidase merupakan enzim yang berperan dalam pembentukan glukosa di usus halus manusia melalui pemecahan karbohidrat. Kerja enzim tersebut diindikasikan sebagai pemicu timbulnya penyakit diabetes melitus tipe 2.

penghambatan terhadap kerja enzim α- glukosidase dapat dilakukan untuk mencegah peningkatan secara drastis kadar glukosa di dalam tubuh penderita diabetes tipe 2 tersebut, melalui penundaan proses pemecahan karbohidrat sehingga dapat menunda penyerapan glukosa oleh usus ke dalam darah.

Uji daya inhibisi terhadap kerja enzim

α-glukosidase dilakukan dengan menggunakan ekstrak buah makasar fraksi air dengan konsentrasi 1%, fraksi heksana 1% dan larutan Acarbose sebagai pembanding pada konsentrasi yang sama dengan ekstrak. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa ekstrak buah makasar fraksi air dan heksana memiliki potensi sebagai antidiabetes melalui mekanisme penghambatan kerja enzim α-glukosidase. Hal tersebut ditunjukkan dari nilai inhibisi ekstrak terhadap kerja enzim α-glukosidase sebesar 14.32%, sedangkan fraksi heksana sebesar 12.76%. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa daya inhibisi fraksi air lebih besar bila dibandingkan dengan fraksi heksana. Hal tersebut dapat dikarenakan oleh adanya senyawa metabolit sekunder yang bersifat lebih mudah larut dalam pelarut polar seperti air, akan tetapi sukar larut dalam pelarut nonpolar. Senyawa metabolit sekunder yang mudah larut dalam pelarut polar diantaranya alkaloid dan flavonoid. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, alkaloid dan flavonoid merupakan senyawa metabolit yang menyebabkan suatu tanaman berpotensi sebagai antidiabetes melalui penghambatan kerja enzim α-glukosidase. Senyawa alkaloid yang teridentifikasi pada kedua fraksi menunjukkan bahwa senyawa yang berperan dalam mekanisme penghambatan

terhadap kerja enzim α-glukosidase adalah alkaloid.

Larutan pembanding sebagai kontrol positif (Acarbose) dengan konsentrasi yang sama memiliki daya hambat sebesar 81.15%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai dari daya hambat Acarbose dengan kedua fraksi terlampau jauh, meskipun memiliki konsentrasi yang sama (Tabel 2). Hal ini disebabkan di dalam tablet Acarbose telah mengandung senyawa aktif yang secara

efektif dapat menghambat kerja enzim α- glukosidase, sedangkan di dalam ekstrak yang dimiliki masih mengandung campuran antara senyawa aktif dengan senyawa penggangu lainnya. Senyawa pengganggu yang dimaksud dapat berupa aktivator atau senyawa sakarida yang berbentuk disakarida dan oligosakarida (Sugiwati 2005). Senyawa-senyawa tersebut mungkin dapat meningkatkan kerja enzim α-glukosidase atau sebaliknya yaitu dapat menghambat kerja senyawa aktif tersebut, sehingga menjadikan daya inhibisi menurun karena pembentukan produk yang jauh lebih tinggi

dibandingkan dengan laju pengikatan inhibitor-enzim. Hal tersebut ditandai dengan terbentuknya produk berupa p- nitrofenol yang lebih cepat.

Beberapa tanaman obat yang telah diteliti memiliki kemampuan untuk

menghambat kerja enzim α-glukosidase. Besarnya daya hambat terhadap kerja enzim tersebut pada konsentrasi yang sama (1%) dan penggunaan jenis pelarut yang sama yaitu pelarut polar diantaranya, buah mahkota dewa memiliki daya inhibisi sebesar 40% (Historya 2004), buah salak

(Sallaca edulis Reinw) varietas bongkok

sebesar 13.18% (Pratama 2009),

Chaenomeles sinensis sebesar 20%

(Sancheti 2009), dan Cleistocalyx

operculatus sebesar 47.5% (Tuyet &

Chuyen 2007). Besarnya daya hambat

terhadap kerja enzim α-glukosidase yang ditunjukkan oleh beberapa tanaman obat berbeda satu dengan yang lainnya. perbedaan tersebut terjadi dikarenakan beberapa faktor antara lain, adanya perbedaan senyawa metabolit sekunder yang terkandung dalam suatu tanaman obat, adanya senyawa pengganggu, perbedaan metode ekstraksi, dan perbedaan jenis pelarut yang digunakan (Kardono 2003).

Nilai inhibisi dari fraksi heksana sebesar 12.76% terlihat lebih rendah bila dibandingkan dengan fraksi air. Hasil tersebut dapat mengindikasikan bahwa fraksi air lebih berpotensi sebagai antidiabetes melalui penghambatan kerja enzim α-glukosidase. Beberapa tanaman obat yang diekstrak dengan menggunakan pelarut nonpolar seperti heksana telah diteliti khasiatnya sebagai antidiabetes secara in vivo. Tanaman obat tersebut diantaranya,

Adhatoda zeylanica (Ilango et al. 2009),

Cassia fistula (Nirmala 2008), dan Nigella

sativa Linn (Khanam & Zesmin 2008).

Secara in vitro fraksi heksana dari suatu tanaman obat juga telah diuji khasiatnya sebagai antidiabetes melalui mekanisme penghambatan terhadap kerja enzim α- glukosidase. Fraksi heksana dari ekstrak tanaman Chaenomeles sinensis dapat

menghambat kerja enzim α-glukosidase sebesar 35% pada konsentrasi 2% (Sancheti

et al.2009)

Daya inhibisi terhadap aktivitas enzim

α-glukosidase diukur berdasarkan terbentuknya produk p-nitrofenol yang dihasilkan dari hidrolisis substrat, yaitu p- nitrofenil α-D-glukopiranosida (p-NPG) menjadi p-nitrofenol (berwarna kuning) dan

glukosa oleh α-glukosidase. Intensitas warna kuning yang dihasilkan diukur dengan spektrofotometer. Semakin besar aktivitas inhibisi dari suatu sampel terhadap kerja

enzim α-glukosidase, maka jumlah p- nitrofenol yang dihasilkan semakin sedikit, sehingga intensitas warna kuning yang terbentuk semakin berkurang. Hal tersebut ditandai dengan nilai absorban yang kecil ketika pengukuran.

Produk p-nitrofenol yang terbentuk dapat mengindikasikan adanya penghambatan terhadap kerja enzim tersebut. Rata-rata produk p-nitrofenol yang terbentuk pada penambahan ekstrak buah makasar fraksi air dengan konsentrasi 1%, fraksi heksana 1%, Acarbose, dan blanko berturut-turut adalah 70.64 M, 71.92 M,

15.45 M, dan 82.44 M. Hasil tersebut menunjukkan bahwa produk berupa p- nitrofenol yang terbentuk setelah penambahan fraksi air lebih rendah bila dibandingkan dengan blanko. Seperti halnya fraksi air, produk p-nitrofenol yang terbentuk dari fraksi heksana juga lebih rendah dibandingkan dengan blanko, meskipun produk yang terbentuk masih lebih banyak bila dibandingkan dengan fraksi air. Produk p-nitrofenol yang terbentuk paling sedikit ditunjukkan oleh kontrol positif yaitu larutan Acarbose

(Gambar 4). Besarnya nilai produk p- nitrofenol ini diperoleh melalui formula kurva standar yang terbentuk (Lampiran 5).

Analisis data statistik secara keseluruhan dengan menggunakan ANOVA

(α=0.05) menunjukkan bahwa ekstrak buah

makasar fraksi air dan fraksi heksana memberikan pengaruh terhadap aktivitas

enzim α-glukosidase. Hasil analisis statistik

Duncan (α=0.05) menunjukkan bahwa ekstrak buah makasar fraksi air dan heksana memberikan hasil yang berbeda nyata terhadap kontrol positif dan blanko, meskipun besarnya daya hambat terhadap

kerja enzim α-glukosidase antara fraksi air dan fraksi heksana secara signifikan tidak berbeda nyata (Lampiran 6).

Tabel 2 Daya inhibisi ekstrak buah makasar fraksi air dan fraksi heksana terhadap enzim α- glukosidase

Sampel Daya inhibisi (%) Fraksi air 1% 14.3212 Fraksi heksana 1% 12.7623

Acarbose* 81.1591

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

blanko fraksi air 1% fraksi heksana 1% acarbose 1%

sampel perlakuan k o n s e n t r a s i p - n it r o f e n o l ( u M )

Gambar 4 Aktivitas enzim α-glukosidase terhadap inhibisi ekstrak buah makasar.

Dokumen terkait