• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

C. Pembahasan Fakta yang Belum Mengacu pada PTKAP

1. Sistem Akuntansi Penerimaan Kas a. Teori dan Fakta Pengacuan

1) Struktur Organisasi dan Pemisahan Tanggung Jawab

PTKAP menyebutkan unsur pengendalian intern yang pertama yaitu adanya pembagian tugas dalam pengelolaan keuangan khususnya yang berkaitan dengan kewenangan otorisasi (pemberian persetujuan), pencatatan transaksi, dan penyimpanan keuangan (PTKAP, 2008: 198).

Dalam sistem akuntansi penerimaan kas terjadi perangkapan jabatan yang dilakukan oleh Kasir. Kasir bertugas menerima kas, mencatat ke dalam BKDP dan menyimpan uang. Dalam hal ini fungsi penerimaan kas tidak dipisahkan dengan fungsi kas yang berkaitan dengan penyimpanan kas. Sebagai bentuk pengendalian intern, setiap fungsi tersebut seharusnya dijalankan oleh orang yang berbeda.

Tabel 5.11 Perbandingan Teori dengan Fakta yang Belum Mengacu Mengenai Struktur Organisasi dan Pemisahan Tanggung Jawab dalam Sistem Penerimaan Kas

No Teori dalam PTKAP Fakta Pengacuan

1 Fungsi Penerimaan, fungsi

akuntansi dan fungsi kas harus dipisahkan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya penyalahgunaan kas.

Tidak terjadi pemisahan fungsi. Kasir merangkap jabatan sebagai penerima kas, mencatat ke dalam BKDP dan menyimpan kas tersebut ke dalam ruang penyimpanan.

2) Prosedur Penerimaan, Pencatatan, dan Penyimpanan Kas

Tabel 5.12 Perbandingan Teori dengan Fakta yang Belum Mengacu Mengenai Prosedur Pencatatan dan Transaksi Keuangan dalam Sistem Akuntansi Penerimaan Kas

No Pembanding Teori di PTKAP Fakta Pengacuan

1 Prosedur pencatatan Kas Pencatatan penerimaan kas ke dalam BKM

dilakukan oleh Kasir, sedangkan pencatatan ke dalam BKDP dilakukan oleh Bendahara Dewan Paroki. Pencatatan penerimaan kas ke dalam BKM dilakukan oleh Bendahara I sedangkan pencatatan ke dalam BKDP dilakukan oleh Kasir.

2 Prosedur

penyimpanan

Kas yang masuk harus disetorkan ke bank oleh Bendahara Dewan Paroki. Kas yang tidak disetorkan merupakan kas kecil yang sudah

ditentukan batasnya yaitu sebesar Rp5.000.000,00.

Penerimaan kas disimpan oleh Kasir di dalam salah satu ruangan Paroki dan jarang disetorkan ke bank. Kunci tempat penyimpanan dipegang oleh Kasir. Jumlah uang yang disimpan batasnya adalah sebesar Rp10.000.000,00. 3 Prosedur penghitungan hasil kolekte Penghitungan hasil Kolekte dilakukan setiap akhir misa.

Penghitungan hasil kolekte dilakukan setiap hari Senin.

4 Dokumen

BKM

BKM di dalam PTKAP terdiri dari otorisasi oleh Pastor Paroki, Bendahara Paroki, Kasir dan Operator.

BKM yang digunakan dalam Paroki, bagian otorisasi terdiri dari Pastor Paroki,

Bendahara Paroki dan Operator. Tidak ada bagian otorisasi oleh Kasir. 5 Catatan BKDP Pencatatan ke dalam BKDP dilakukan oleh Bendahara Dewan Paroki. Pencatatan ke dalam BKDP dilakukan oleh Kasir.

3) Praktik yang Sehat

Tabel 5.13 Perbandingan Teori dengan Fakta yang Belum Mengacu Mengenai Praktik yang Sehat dalam Sistem Penerimaan Kas

No Teori dalam PTKAP Fakta Pengacuan

1 Penyusunan Laporan Keuangan

yang harus diserahkan ke Keuskupan Agung Semarang terdiri dari Neraca; Laporan Aktivitas; Laporan Arus Kas; Laporan Realisasi Anggaran; Catatan Atas Laporan Keuangan; RAPB dan RAI untuk tahun berikutnya.

Laporan Keuangan yang diserahkan ke Keuskupan Agung Semarang hanya terdiri dari Laporan Penerimaan dan

Pengeluaran Kas, Laporan Aktivitas, Laporan arus Kas Bulanan, Neraca, RAPB dan RAI. Sedangkan Laporan Realisasi

Anggaran tidak diserahkan, namun tetap dibuat oleh Tim Kerja Bendahara dan diserahkan ke Dewan Paroki.

2 Laporan arus kas wajib dilaporkan

kepada Keuskupan Agung Semarang paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.

Laporan arus kas

dilaporkan ke Keuskupan Agung Semarang setiap tanggal 20 bulan berikutnya.

Sumber: Data Paroki Santo Fransiskus Xaverius Kidul Loji diolah

b. Pembahasan Akibat

1) Struktur Organisasi dan Pemisahan Tanggung Jawab

Pembagian tanggung jawab fungsional dalam suatu organisasi didasarkan pada prinsip suatu fungsi tidak boleh diberi tanggung jawab penuh untuk melaksanakan semua tahap transaksi. Pada praktik yang telah dilaksanakan Paroki, Kasir merangkap tugas sebagai fungsi kas, fungsi akuntansi dan fungsi penyimpanan pada sistem penerimaan kas. Menurut Arens (dalam Yusuf, 1991: 310), kalau Kasir misalnya menerima uang tunai dan bertanggung jawab dalam pencatatan data untuk penerimaan kas ada

kemungkinan Kasir menerima uang dan menyesuaikan perkiraan penerima uang dengan tidak mencatat penerimaan atau dengan mencatat ke sebelah kredit untuk menciptakan penerimaan fiktif.

Namun, perangkapan jabatan oleh Kasir tidak menimbulkan kemungkinan terjadinya penyalahgunaan kas. Arens (dalam yusuf, 1991) dalam bukunya menyatakan bahwa secara alamiah, luas pemisahan tugas sangat tergantung pada ukuran organisasi. Pada banyak organisasi kecil adalah tidak praktis untuk memisahkan tugas seluas pada penjelasan di atas. Dalam kasus ini, pemisahan tugas memerlukan modifikasi. Ikhtisar struktur organisasi menyeluru suatu badan usaha harus menyediakan pemisahan tugas yang pantas.

Fakta yang terjadi di Paroki adalah sebelum Kasir mencatat ke dalam BKDP dan menyimpan uang, Kasir telah menyerahkan uang dan Buku Kas Harian kepada Bendahara I. Buku Kas Harian sebagai catatan pertama Kasir pada saat menerima kas merupakan dokumen sumber untuk pencatatan BKM oleh Bendahara I. Saat Bendahara I membuat BKM, telah terjadi pemeriksaan atas jumlah uang yang diterima dengan jumlah yang dicatat oleh Kasir. BKM merupakan dokumen sumber untuk pencatatan ke dalam BKDP. Adanya pemeriksaan jumlah uang dan catatan oleh Bendahara I dapat mengurangi kemungkinan terjadinya penyalahgunaan kas.

2) Prosedur Penerimaan, Pencatatan, dan Penyimpanan Kas a) Prosedur Pencatatan Penerimaan Kas

Pencatatan BKM yang dibuat oleh Bendahara Dewan Paroki adalah khusus bagi pencatatan transaksi pengambilan uang dari bank untuk mengisi saldo kas Dewan Paroki. Jika Bendahara Dewan Paroki membuat BKM untuk penerimaan uang selain pengambilan uang dari bank, maka tugas dan tanggung jawab Bendahara menjadi kurang jelas. Tanggung jawab yang seharusnya dilakukan oleh Kasir dilakukan oleh Bendahara Dewan Paroki. Begitu juga yang terjadi dengan pencatatan ke dalam BKDP. BKDP seharusnya dicatat oleh Bendahara dengan dokumen dasar BKM. Fakta yang ada di Paroki adalah terjadinya pertukaran tanggung jawab antara Kasir dengan Bendahara I. Prosedur pencatatan yang terjadi menjadi tidak sederhana dan rumit sehingga Kasir mengerjakan pencatatan dua kali. Akibat dari prosedur pencatatan penerimaan kas tidak menimbulkan kemungkinan terjadinya penyalahgunaan kas karena ada dokumen pendukung yang dijadikan dasar dalam pencatatan penerimaan kas ke BKDP dan BKM.

b) Prosedur Penyimpanan Kas

Jumlah uang yang disimpan di salah satu ruangan Pastoral cukup besar nominalnya, karena jarang disetorkan ke bank. Penerimaan kas yang hanya disimpan di ruang

penyimpanan tidak akan cukup aman ditambah dengan kebijakan bahwa yang memegang kunci ruang penyimpanan adalah Kasir. Hal ini dapat menyebabkan kemungkinan terjadinya penyalahgunaan kas.

Berikut ini adalah kemungkinan penyalahgunaan penggunaan kas menurut Soemita (1976: 30) yaitu mengambil uang kas untuk keperluan sendiri dengan menggunakan kwitansi-kwitansi pengeluaran yang tidak ada dokumen sumber, tidak dilakukan pencatatan dari penerimaan kas dan Lapping. Namun dari ketiga kemungkinan tersebut Paroki dapat mencegahnya dengan adanya dokumen yang dijadikan dasar untuk mencatat penerimaan dan pengeluaran kas. Dokumen dasar tersebut telah dilakukan verifikasi untuk mengecek kebenarannya oleh orang yang berbeda.

Penyimpanan uang dalam jumlah besar di salah satu ruang Pastoral tidak akan aman. Apabila terjadi musibah (kebakaran) atau bencana alam maka kemungkinan uang tunai yang disimpan tidak akan bisa diselamatkan karena tidak asuransinya.

c) Prosedur Penghitungan Hasil Kolekte, Kotak Lilin, dan Teks Misa

Penghitungan hasil kolekte, kotak lilin, hasil misa yang dilaksanakan setiap hari Senin tidak efektif dan akan menyebabkan kemungkinan terjadinya penyalahgunaan kas. Penyimpanan uang dengan penghitungan hasil kolekte, kotak lilin, hasil teks misa memiliki jeda satu hari. Setelah uang hasil penerimaan tersebut dikumpulkan oleh Tim Penghitung, uang tersebut disimpan ke tempat yang telah ditentukan dan keseokan harinya baru dilaksanakan penghitungan oleh Tim Penghitung. Tempat yang telah ditentukan tersebut berbeda dengan ruang penyimpanan. Jeda waktu satu hari antara penyimpanan uang sementara dengan proses penghitungan akan menyebabkan kemungkinan terjadinya penyalahgunaan penerimaan kas dalam bentuk pengurangan jumlah penerimaan kas dari hasil kolekte, kotak lilin, hasil teks misa dan parkir. Hal ini mungkin saja terjadi karena uang yang dikumpulkan disimpan dulu di sebuah ruang penyimpanan semestara dengan jeda beberapa hari tanpa dihitung terlebih dahulu.

d) Dokumen dan Catatan

Bukti Kas Masuk (BKM) yang tidak ditandatangani oleh Kasir akan menunjukkan adanya dugaan bahwa penerimaan kas tidak dilakukan oleh Kasir. Sedangkan yang terjadi di Paroki

Santo Fransiskus Xaverius Kidul Loji adalah setiap penerimaan kas dilakukan oleh Kasir. Pencatatan ke dalam BKM dilakukan oleh Bendahara I, oleh karena itu jika Kasir tidak memberikan tanda tangan pada BKM maka dapat mengakibatkan kemungkinan terjadinya pencatatan penerimaan kas fiktif oleh Bendahara I.

3) Praktik yang Sehat

Laporan keuangan berfungsi sebagai alat bagi Tim Kerja Bendahara untuk mempertanggungjawabkan tugas-tugasnya kepada Dewan Harian dan sebagai bentuk pertanggungjawaban Paroki Santo Fransiskus Xaverius Kidul Loji kepada Keuskupan Agung Semarang. Baridwan (1990: 17) menyatakan laporan keuangan diserahkan kepada atasan dengan maksud agar atasan dapat mengetahui sampai seberapa jauh pekerjaan-pekerjaan sudah dilaksanakan.

Laporan realisasi anggaran merupakan salah satu dari jenis laporan keuangan yang wajib dilaporkan kepada Keuskupan Agung Semarang. Namun pada praktiknya laporan realisasi anggaran tidak dilaporkan oleh Paroki Santo Fransiskus Xaverius Kidul Loji kepada Keuskupan Agung Semarang. Laporan realisasi anggaran yang tidak dilaporkan kepada Keuskupan Agung Semarang akan menyebabkan Keuskupan Agung Semarang tidak mengetahui kesesuaian RAPB yang telah diserahkan dengan pelaksanaannya.

Sedangkan keterlambatan pihak Paroki dalam menyerahkan laporan keuangan kepada Keuskupan Agung Semarang akan mengakibatkan terlambatnya pengambilan keputusan oleh Keuskupan Agung Semarang yang didasarkan pada laporan keuangan tersebut. Pengambilan keputusan tersebut dalam hal penentuan besarnya subsidi yang akan diberikan kepada Paroki. c. Rekomendasi

1) Struktur organisasi dan Pemisahan Tanggung Jawab

Arens (dalam Yusuf, 1991) telah menyebutkan bahwa pemisahan tugas dan tanggung jawab dalam organisasi kecil tidak praktis apabila dilakukan seluas pada organisasi yang lebih besar. Namun, pemisahan tanggung jawab merupakan unsur yang penting untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan kas.

Kasir yang memegang fungsi penerimaan, sebaiknya tidak melakukan pencatatan ke dalam BKDP. Pencatatan ke dalam BKDP dilakukan oleh Bendahara I yang didasarkan pada BKM. BKM yang merupakan dokumen sumber untuk pencatatan penerimaan kas tunai dicatat oleh Kasir.

2) Prosedur Penerimaan, Pencatatan, dan Penyimpanan Kas a) Prosedur Pencatatan Penerimaan Kas

Menurut Andaryani (2008: 56) prosedur adalah sarana yang digunakan untuk melaksanakan aktivitas sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan. Untuk meningkatkan efisiensi

sampai tingkat maksimum, prosedur yang ditetapkan haruslah sesederhana mungkin. Prosedur pencatatan yang dilakukan Paroki sebaiknya dibuat lebih sederhana untuk meningkatkan keefisienan pencatatan penerimaan kas.

Kas yang diterima Kasir dicatat ke dalam BKM. Uang yang diterima dan BKM kemudian diserahkan ke Bendahara I. Berdasarkan BKM tersebut, Bendahara I lalu mencatat ke dalam BKDP. Setelah itu di entry ke program excel. Kas yang diterima kemudian disimpan oleh Bendahara I ke bank.

b) Prosedur Penyimpanan Kas

Semua penerimaan uang sebaiknya disetorkan ke bank (R. Soemita, 1987: 38). Ferdinan (2012: 108) juga menyebutkan bahwa semua kas yang diterima harus segera disetorkan ke bank sebagai bentuk pengendalian. Secara lebih jelas Ardayani (2008: 54) menyebutkan bahwa akses ke kas dan catatan harus dibatasi. Hanya individu yang berwenang saja yang dapat memperolehnya. Seseorang yang bertanggung jawab untuk penanganan dan penggunaan kas dan orang lain yang mencatat. Sebaiknya Paroki menyimpan uang yang di ruang Pastoral ini paling banyak sebesar Rp5.000.000,00 sesuai dengan kebijakan Paroki yang diatur dalam Pedoman Pelaksanaan Dewan Paroki pasal 21 ayat 6. Jumlah penerimaan

di atas lima juta rupiah sebaiknya disetorkan langsung ke bank untuk menjamin keamanannya.

Arens (dalam Yusuf, 1991: 314) Apabila penyimpanan dilakukan oleh Kasir, sebaiknya pencatatan ke dalam BKDP dilakukan oleh Bendahara I agar tercipta pemisahan tugas yang baik. Penyimpanan uang tunai di ruang Pastoral disarankan menggunakan kotak tahan api atau kotak deposit untuk perlindungan fisik.

c) Prosedur Penghitungan Hasil Kolekte, Kotak Lilin dan Teks Misa

Pada prosedur penghitungan hasil kolekte, kotak lilin, dan teks misa seharusnya langsung dilakukan setiap akhir misa untuk meminimalisir kemungkinan terjadinya pengurangan jumlah uang secara sengaja oleh Tim Penghitung. Penghitungan juga sebaiknya dilakukan oleh Tim Penghitung di tempat yang telah ditentukan tanpa menunda satu hari atau lebih. Setelah penghitungan Tim Penghitung mencatat ke dalam BAHK. BAHL, dan BAHM. Uang dan dokumen tersebut diserahkan pada Kasir pada hari itu juga. Dokumen BAHK, BAHL, dan BAHM ditandatangani oleh Kasir sebagai bukti bahwa kas telah diterima oleh Kasir.

d) Dokumen dan Catatan

Dokumen dan catatan adalah objek fisik dimana transaksi dimasukkan dan diikhtisarkan. Dokumen harus memadai untuk memberikan keyakinan memadai bahwa kas dikendalikan dengan pantas dan seluruh transaksi baik penerimaan maupun pengeluaran dicatat dengan benar. Jusuf (1991: 313) menyatakan bahwa dokumen dan catatan sebaiknya dirancang sedapat mungkin untuk multiguna, sehingga meminimalkan dokumen dan catatan yang berbeda-beda. Dokumen dan catatan juga sebaiknya dirancang dalam bentuk yang mendorong penyajian yang benar sehingga dapat memberikan derajat pengecekan intern dalam formulir dan catatan. Misalnya, dokumen harus berisi petunjuk arah yang tepat, ruang kosong untuk otorisasi dan persetujuan dan ruang kosong yang dirancang untuk data numeris. Dokumen yang memadai sangat penting untuk mencatat transaksi dan mengendalikan aktiva (Hery, 2011: 98).

Dalam sistem akuntansi penerimaan kas, BKM sebaiknya diformat ulang sesuai dengan format yang dianjuran PTKAP yaitu menambahkan bagian otorisasi untuk Kasir. Paroki juga sebaiknya melibatkan Kesekretariatan dalam proses pencatatan transaksi penerimaan dan pengeluaran kas. Dalam

hal ini, pihak Kesekretariatan bertugas mem-back up catatan penerimaan kas.

3) Praktik yang Sehat

Ardayani (2008: 57) menjelaskan bahwa pelaporan (reporting) harus dilakukan tepat waktu, akurat, bermakna dan ekonomis. Agar bisa bermanfaat maksimal, laporan haruslah tepat waktu. Laporan keuangan tersebut dijadikan dasar untuk pengambilan keputusan mengenai besarnya subsidi yang akan diperoleh oleh Paroki dari Keuskupan Agung Semarang. Oleh karena itu, laporan keuangan harus dikirimkan tepat waktu agar dapat tepat guna bagi Keuskupan Agung Semarang.

Laporan Realisasi Anggaran yang telah dibuat sebaiknya dilaporkan juga ke Keuskupan Agung Semarang. Hal ini ditujukan agar Keuskupan Agung Semarang dapat mengetahui kesesuaian RAPB tahun sebelumnya dengan realisasi anggaran yang telah dikeluarkan.

2. Sistem Akuntansi Pengeluaran Kas a.Teori dan Fakta yang Belum Mengacu

Berdasarkan penjelasan mengenai fakta-fakta dalam sistem akuntansi pengeluaran kas yang terjadi di Paroki Santo Fransiskus Xaverius Kidul Loji, penerapan yang belum mengacu kepada PTKAP adalah penerapan mengenai praktik yang sehat:

1) Praktik yang sehat

Tabel 5.14 Perbandingan Teori dengan Fakta yang Belum Mengacu Mengenai Praktik yang Sehat Dalam Sistem Pengeluaran Kas

No Teori dalam PTKAP Fakta di Paroki

1 Laporan arus kas wajib

dilaporkan kepada Keuskupan Agung Semarang paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.

Laporan arus kas dilaporkan ke Keuskupan Agung Semarang setiap tanggal 20 bulan berikutnya.

2 Penyusunan Laporan Keuangan

yang harus diserahkan ke Keuskupan Agung Semarang terdiri dari Neraca; Laporan Aktivitas; Laporan Arus Kas; Laporan Realisasi Anggaran; Catatan Atas Laporan Keuangan; RAPB dan RAI untuk tahun berikutnya.

Laporan Keuangan yang diserahkan ke Keuskupan Agung Semarang hanya terdiri dari Laporan Penerimaan dan Pengeluaran Kas, Laporan Aktivitas, Laporan arus Kas Bulanan, Neraca, RAPB dan RAI. Sedangkan Laporan Realisasi Anggaran tidak diserahkan, namun tetap dibuat oleh Tim Kerja Bendahara dan diserahkan ke Dewan Paroki.

Sumber: Data Paroki Santo Fransiskus Xaverius Kidul Loji diolah

b.Pembahasan Akibat 1) Praktik yang sehat

Laporan realisasi anggaran yang tidak dilaporkan kepada Keuskupan Agung Semarang akan menyebabkan Keuskupan Agung Semarang tidak mengetahui kesesuaian RAPB yang telah diserahkan dengan pelaksanaannya. Sedangkan keterlambatan pihak Paroki dalam menyerahkan laporan keuangan kepada Keuskupan Agung Semarang akan mengakibatkan terlambatnya pengambilan keputusan oleh Keuskupan Agung Semarang yang didasarkan pada laporan keuangan tersebut. Pengambilan keputusan tersebut dalam hal penentuan besarnya subsidi yang akan diberikan kepada Paroki.

c.Rekomendasi

1) Praktik yang Sehat

Tidak berbeda dengan rekomendasi yang diberikan dalam sistem penerimaan kas mengenai praktik yang sehat berkaitan dengan penyusunan dan penyerahan laporan keuangan ke Keuskupan Agung Semarang. Pihak Paroki menyerahkan laporan keuangan arus kas lebih lambat daripada waktu yang telah ditetapkan. Sebaiknya Paroki menyerahkan Laporan Keuangan yang lengkap kepada Keuskupan Agung Semarang dan tepat waktu. Laporan Keuangan yang diserahkan terdiri dari laporan keuangan bulanan dan laporan keuangan tahunan. Laporan keuangan bulanan terdiri dari laporan arus kas. Sedangkan laporan keuangan tahunan terdiri dari Laporan Neraca, Laporan Aktivitas, Catatan Atas Laporan Keuangan, Laporan Anggaran dan Realisasi Anggaran dan RAPB tahun yang akan datang.

168

BAB VI

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan analisis data dan pembahasan yang telah dilakukan maka dapat diambil kesimpulan bahwa penerapan sistem akuntansi penerimaan dan pengeluaran kas Paroki Santo Fransiskus Xaverius Kidul Loji belum seluruhnya mengacu pada Petunjuk Teknis Akuntansi dan Keuangan Paroki. Sistem akuntansi yang belum mengacu tersebut adalah:

1. Pada prosedur pencatatan transaksi penerimaan kas terjadi pertukaran tanggung jawab antara Kasir dan Bendahara I dalam hal pencatatan ke dalam Bukti Kas Masuk (BKM) untuk pencatatan penerimaan kas tunai dan Buku Kas Dewan Paroki (BKDP).

2. Prosedur penghitungan kolekte yang tidak dilakukan setelah akhir misa.

3. Prosedur penyimpanan kas yang jarang disetorkan ke bank.

4. BKM yang belum tepat formatnya dengan PTKAP yang mengurangi sistem otorisasi dari Kasir atas transaksi penerimaan kas.

B. Keterbatasan Penelitian

1. Data-data yang dibutuhkan tidak sepenuhnya bisa diambil, karena data-data tersebut bersifat rahasia dan untuk menjamin kerahasiaan tersebut data tidak boleh diakses oleh orang yang tidak berwenang. 2. Keterbatasan wawancara dengan narasumber sehingga data atau

informasi hanya bisa didapatkan dari satu narasumber saja.

C. Saran

1. Bagi Paroki Fransiskus Xaverius Kidul Loji Yogyakarta

Paroki sebaiknya menetapkan peraturan bahwa penghitungan hasil kolekte dilakukan setiap selesai misa. Penyimpanan uang dalam jumlah besar sebaiknya tidak di dalam ruangan di Pastoran dan perlu untuk memisahkan antara kas Dewan Paroki dengan kas kecil Dewan Paroki.

Prosedur pencatatan transaksi penerimaan kas sebaiknya diperbaiki untuk memudahkan pencatatan. Penerimaan kas secara tunai dicatat ke dalam BKM oleh Kasir, sedangkan BKM yang dibuat oleh Bendahara I hanya untuk transaksi pengambilan uang bank untuk mengisi saldo kas Dewan Paroki serta pencairan investasi dan deposito yang diterima tunai. Pada dokumen BKM sebaiknya ditambah dengan bagian otorisasi untuk Kasir. Pencatatan ke dalam BKDP sebaiknya dilakukan oleh Bendahara I.

2. Bagi penelitian selanjutnya

Penulis berharap agar peneliti selanjutnya dapat menindaklanjuti hasil penelitian ini dengan mendeskripsikan prosedur penerimaan dan pengeluaran secara lebih rinci. Wawancara kepada narasumber juga sebaiknya lebih diperluas dan tidak terbatas pada satu narasumber saja.

171

DAFTAR PUSTAKA

Ardayani, Wuryan. 2008. Audit Internal. BPFE, Yogyakarta.

Arif, Paulus Kurnianto.2009. Evaluasi Sistem Akuntansi Penerimaan dan

Pengeluaran Kas Organisasi Nonprofit. Skripsi Tidak Dipublikasikan.

Universitas Sanata Dharma.

Baridwan, Zaki. 1990. Sistem Akuntansi (Penyusunan Prosedur dan Metode). BPFE, Yogyakarta.

Bastian, Indra. 2006. Sistem Akuntansi Sektor Publik. Salemba Empat, Jakarta. Ferdinan, Efraim Giri. 2012. Akuntansi Keuangan Menengah I (Perspektif IFRS).

UPP Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN, Yogyakarta.

Hery. 2011. Akuntansi (Aktiva, Utang, dan Modal). Gaya Media, Jakarta.

Ikatan Akuntansi Indonesia. 1998. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan. PSAK. Salemba Empat, Jakarta.

Keuskupan Agung Semarang. 2008. Keputusan Keuskupan Agung Semarang No.

0100/C/I/a-4/08 tentang Pedoman Keuangan dan Akuntansi Paroki.

Semarang.

Keuskupan Agung Semarang. 2009. Memo Administrator Diosesan Keuskupan

Agung Semarang No. 1117/A/X/2009 tentang Kenaikan Prosentase Dana Papa Miskin. Semarang.

Mahsun, Moh., Firma Sulistyowati, dan Heribertus Andre P. 2006. Akuntansi

Sektor Publik. Edisi Ketiga. BPFE, Yogyakarta.

Mulyadi. 2001. Sistem Akuntansi. Edisi Ketiga. Bagian Penerbitan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN, Yogyakarta.

Noventa, Wima. 2009. Evaluasi Sistem Pengendalian Intern Pengelolaan Kas

pada Organisasi Nirlaba. Skripsi Tidak Dipublikasikan. Universitas

Sanata Dharma, Yogyakarta

Rudi, Martenus Wijaya. 2012. Evaluasi Sistem Pengendalian Intern Penerimaan

Kas Skripsi Tidak Dipublikasikan. Universitas Sanata Dharma.

Smith, Linda Bamber, Charles T. Hongren dan Walter T. Harrison. 2006.

Akuntansi. Gramedia, Jakarta.

Soemita, R. A. 1976. Prinsip-Prinsip dan Prosedur Auditing. Tarsito, Bandung. Tim Keuskupan Agung Semarang. 2004. Pedoman Dasar Dewan Paroki

Tim Pengurus PDPP Paroki Kidulloji. 2006. Pedoman Pelaksanaan Dewan

Paroki Santo Fransiskus Xaverius Kidulloji Yogyakarta. Yogyakarta.

Tim Akuntansi Keuskupan Agung Semarang. 2008. Petunjuk Teknis Keuangan

dan Akuntansi Paroki. Kanisius, Yogyakarta.

Jusuf, Amir Abadi. 1993. Auditing (Pendekatan Terbaru). Salemba Empat, Jakarta.

173

Lampiran 1

Lampiran 2

Lampiran 3

Lampiran 4

Lampiran 5

Lampiran 6

Dokumen terkait