• Tidak ada hasil yang ditemukan

5.1. Hubungan pengetahuan dengan anemia pada ibu hamil

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi melalui panca indera manusia yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.Pengetahuan merupakan dominan yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku seseorang. Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan langgeng dari pada tidak didasari pengetahuan (Notoatmodjo, 2009).

Dari hasil penelitian terdapat bahwa dari 23 ibu hamil yang mengalami anemia terdapat 2 orang (14,3%) pengetahuan yang baik, 21 orang (91,3%) pengetahuan yang cukup dan kurang 14 orang ibu hamil yang tidak mengalami anemia terdapat 12 orang (85,7%) pengetahuan yang baik, 2 orang (8,7%) pengetahuan yang cukup dan kurang.

Berdarkan uji chi-squere diperoleh nilai probabilitas p=0,000 (α <0,05), artinya Ho ditolak berarti ada hubungan pengetahuan kesehatan reproduksi menyakut pemahaman tetang pentingnya pemeriksaan kehamilan, penyuluhan, tanda dan cara mengatasi anemia pada ibu hamil di harapkan dapat mencegah ibu hamil dari anemia. Hal ini menunjukan bahwa ibu hamil kurang memiliki pengetahuan yang baik, terbukti bahwa 31 responden (83,8%) ibu menjawab salah pada pengertian anemia dan 29 responden (78,4%) menjawab salah pada soal di pertanyaan nomor delapan yaitu tanda dan gejala anemia pada ibu hamil.

Dari semua alasan yang diberikan ibu hamil menunjukan bahwa mereka belum paham bagaimana menjaga kesehatan saat hamil agar tidak terjadinya anemia. Menurut penelitian Juliani (2013), pengetahuan kurang akan berpengaruh terhadap penyakit, yang menyatakan bahwa ada hubungan pengetahuan dengan kejadian anemia pada ibu hamil, dikarenakan dengan cukup dan kurangnya pengetahuan ibu tentang pencegahan anemia pada anemia pada ibu hamil.

5.2. Hubungan umur dengan anemia pada ibu hamil

Dari hasil penelitian menunjukan terdapat bahwa dari 23 ibu hamil yang mengalami anemia terdapat 16 orang (88,9%) umur yang beresiko dan 7 orang (36,8%) tidak beresiko. Sedangkan 14 orang ibu hamil yang tidak anemia terdapat 2 orang (11,1%) yang umur beresiko dan 12 orang (63,2%) umur yang tidak beresiko.

Berdasarkan uji statistik peroleh p =0,001 (α <0,05), artinya Ho ditolak berarti ada hubungan umur dengan kejadian anemia pada ibu hamil. Hal ini menunjukkan bahwa umur ibu-ibu hamil yang beresiko di Kelurahan Bandar Selamat Kecamatan Medan Tembung sebanyak 16 responden yang anemia.

Menurut penelitian Ridwan (2009), analisis ada hubungan umur dengan kejadian anemia dan responden yang paling banyak menderita anemia adalah responden dengan umur <20->35 tahun sebanyak 16 orang (88,9%) dan pada umur 20-35 tahun sebanyak 7 orang (36,8%) yang menderita anemia.

Umur seorang ibu berkaitan dengan alat-alat reproduksi wanita.Umur reproduksi yang sehat dan aman adalah 20-35 tahun.Kehamilan diusia <20 dan >35 tahun dapat menyebabkan anemia karena pada kehamilan diusia <20 tahun

secara biologis belum optimal emosional cenderung labil, mentalnya belum matang sehingga mudah mengalami keguncangan yang mengakibatkan kurangnya perhatian terhadap pemunduran zat-zat gizi selama kehamilannya. Sedangkan pada usia>35 tahun terkait dengan kemunduran dan penurunan daya tahan serta berbagai penyakit yang sering terjadi diusia ini. Hasil analisis didapatkan bahwa umur ibu hamil sangat berpengaruh terhadap kejadian anemia pada ibu hamil.

Menurut penelitian Zebua (2011), juga menyatakan bahwa penelitiannya ada hubungan anatra umur dengan kejadian anemia pada ibu hamil. Berbagai faktor yang saling bepengaruh dan tidak menutup kemungkinan usia yang matang sekalipun untuk hamil yaitu usia 25-35 tahun angka kejadian anemia jauh lebih tinggi. Dan menurut penelitian Juliana (2013), umur <20 tahun membutuhkan zat besi lebih banyak untuk keperluan pertumbuhan diri sendiri serta janin yang akan dikandungnya.

5.3. Hubungan jarak kehamilan dengan anemia pada ibu hamil

Dari hasil penelitian menunjukan terdapat bahwa dari 23 ibu hamil yang mengalami anemia terdapat 21 orang (75,0%) jarak kehamilan yang beresiko dan 2 orang (25,0%) tidak beresiko. Sedangkan 14 orang ibu hamil yang tidak anemia terdapat 7 orang (75,0%) yang jarak kehamilan beresio dan 7 orang (25,0%) jarak kehamilan yang tidak beresiko.

Menurut penelitian Zebua (2011), analisis jarak kehamilan dengan kejadian anemia pada ibu hamil dan responden yang paling banyak menderita anemia adalah responden dengan jarak kehamilan <2 tahun sebanyak 21 orang (75,0%). Jarak kehamilan adalah yang terlalu dekat dapat menyebabkan terjadinya

anemia.Hal ini dikarenakan kondisi ibu masih belum pulih dan pemenuhan kebutuhan zat-zat gizi belum optimal, sudah harus memenuhi kebutuhan nutrisi janin yang dikandung.

Menurut penelitian Hendro (2009), di Puskesmas Medan Johor dengan desain penelitian cross sectional juga menunjukkan adanya hubungan antara jarak kehamilan dengan kejadian anemia pada ibu hamil. Proporsi anemia pada ibu hamil dengan jarak kehamilan <2 tahun 56,8%. Hal ini bisa menyebabkan resiko terjadinya anemia pada ibu hamil.

Banyak wanita yang tidak sempat memulihkan tenaga antara jarak kehamilan.Hal ini membuat wanita lebih sering mengalami tingkat kesehatan yang buruk, komplikasi kehamilan dan persalinan.Berbagai penelitian membuktikan bahwa status gizi ibu belum pulih sebelum 2 tahun pasca persalinan sebelumnya sehingga belum siap untuk kehamilan berikutnya (Sanusi, 2009). 5.4. Hubungan paritas dengan anemia pada ibu hamil

Dari hasil penelitian menunjukan terdapat bahwa dari 23 ibu hamil yang mengalami anemia terdapat 1 orang (100,0%) paritas yang beresiko dan 22 orang (61,1%) tidak beresiko. Sedangkan 14 orang ibu hamil yang tidak anemia terdapat 14 orang (38,9%) yang tidak beresiko.

Berdarkan uji statistik di peroleh p =0,662 (α <0,05), artinya Ho ditolak berarti tidak ada hubungan paritas dengan anemia pada ibu hamil. Proporsi responden yang anemia dan paritasnya beresiko sebanyak 1 orang (100,0%), responden yang tidak anemia dan paritasnya tidak beresiko sebanyak 14 orang (38,9%). Berdasarkan hasil kuesioner diketahui responden lebih banyak yang

paritas 0-4 kali melahirkan yang anemia dibandingkan dengan ibu yang lebih dari 5 kali melahirkan yang anemia.

Hal ini bertentangan dengan hasil penelitian Juliana (2013) bahwa paritas >5 melahirkan dapat meningkatkan frekuensi komplikasi pada kehamilan dan persalinan, seperti meningkatkan resiko terjadinya kematian janin didalam kandungan dan pendarahan sebelum dan setelah melahirkan, lebih sering dijumpai pada wanita yang anemia dan hal ini dapat berakibatka vatal, sebab wanita hamil yang anemia tidak dapat mentoleransi kehilangan darah.

5.5. Hubungan perolehan tablet zat besi (Fe) yang diterima dan yang dikonsumsi dengan anemia pada ibu hamil

Dari hasil penelitian menunjukan terdapat bahwa dari 23 ibu hamil yang mengalami anemia terdapat 13 orang (48,1%) yang sesuai menerima dan mengkonsumsi tablet zat besi (Fe) sesuai dengan usia kehamilan dan 10 orang (100,0%) tidak sesuai. Sedangkan 14 orang ibu hamil yang tidak anemia terdapat 14 orang (51,9%) .

Berdarkan uji statistik di peroleh p =0,003 (α <0,05), artinya Ho ditolak berarti tidak ada hubungan perolehan tablet zat besi (Fe) yang diterima dan yang dikonsumsi yang sesaui dengan kehamilan dengan anemia pada ibu hamil.

Jumlah tablet besi (Fe) yang dikonsumsi ibu hamil menurut standart yang diberikan oleh Depkes dan WHO adalah minimal 90 tablet dan dianjurkan kepada ibu hamil untuk mengkonsumsi tablet tambahan darah dengan dosis satu kali sehari selama kehamilan (Depkes, 2009).

Namun dari hamil penelitian diketahui bahwa seluruh ibu hamil yang ada di Kelurahan Bandar Selamat Kecamatan Medan Tembung sebagian besar

menerima tetapi tidak mengkonsumsi tablet zat besi (Fe). Hal ini kemungkinan disebabkan karena sarana kesehatan terdekat kurang aktif untuk memberukan pelayanan terutama bagi ibu hamil. Ibu hamil hanya memperoleh tablet zat besi (Fe) dan ketidaktahuannya tentang manfaat tablet zat besi (Fe) buat janin yang dikandungnya.

Menurut pengetahuan Riris (2009), adanya hubungan perolehan tablet zat besi (Fe) yang diterima dan yang dikonsumsi dengan kejadian anemia pada ibu hamil.

5.6. Hubungan dukungan sosial (suami dan teman) dengan anemia pada ibu hamil

Dari hasil penelitian menunjukan terdapat bahwa dari 23 ibu hamil yang mengalami anemia terdapat 3 orang (17,6%) memiliki dukungan sosial (suami dan teman) yang mendukung dan 20 orang (100,0%) tidak mendukung. Sedangkan 14 orang ibu hamil yang tidak anemia terdapat 14 orang (82,4%) memiliki dukungan sosial (suami dan teman) yang mendukung.

Berdarkan uji statistik di peroleh p =0,000 (α <0,05), artinya HO ditolak berarti ada hubungan dukungan sosial (suami dan teman) dengan anemia pada ibu hamil. Menurut penelitian Zebua (2011), analisis ada hubungan dukungan sosial (suami dan teman) dengan kejadian anemia pada ibu hamil, dikarenakan dengan kurangnya dukungan sosial (suami dan teman) untuk ibu yang sedang hamil bisa beresiko terjadinya anemia pada ibu hamil, dibandingkan ibu yang mendapatkan dukungan sosial dari suami dan temannya.

Dokumen terkait